Chapter 36 - Arc 03: Secrets of The Balforth House

|| Before I take my shotgun dan kill you all, vote dan komen serta cari posisi ternyaman karena chapter ini totalnya 7.264 kata^^

|| Beri komentar agar gue tahu reaksi kalian akan chapter ini

Cahaya rembulan memantul dengan sempurna bersamaan awan berderak membuat ranting pohon saling bersinggungan. Burung-burung hantu keluar sarang dan berkicau pelan serta mata besar mereka menerawang dalam kegelapan malam yang menutupi. Tampak di sebuah kuil terbengkalai belakang asrama Arevalous, berada di langit-langitnya, berserakan helaian kertas koran dari berbagai media jurnalistik dimulai paling sepele hingga sebesar Lè Ephraim, semua surat itu menampilkan berbagai macam berita.

Mulai dari berita dunia mengenai ditemukannya wilayah baru, pasukan mati di Zero Domain, bangsa iblis menjarah sebuah desa, hingga mengenai Cruelle Obscurité yang menggaungkan wacana bahwa Ratu mereka suatu hari akan kembali bangkit kemudian membinasakan seluruh kehidupan yang ia inginkan, tidak peduli berasal dari etnis dan ras mana pun hingga bangsa iblis juga akan ia binasakan. Sungguh terdengar mustahil, tapi ketika Aalisha baca reaksi dan komentar dari orang-orang, tampak mereka terpengaruh dengan wacana tersebut.

Aalisha berdecak sebal. "Hanya sekumpulan manusia-manusia bodoh terpengaruh pada wacana penyembah ratu sialan itu."

Kini terlihat jika gadis itu menatap pada surat kabar yang memuat tentang opini masyarakat mengenai keluarga De Lune, semuanya masih sama saja, kebanyakan masih mempertanyakan ke mana Aldrich De Lune menghilang, apakah suatu hari akan kembali? Bagaimana nasib dunia jika keluarga De Lune tak punya pewaris? Apakah kesimbangan di Athinelon akan runtuh dan kekuatan jahat kembali menguasai?

"Orang-orang ini terbagi menjadi dua tipe," ujar Aalisha menilik pada kertas yang ia baca. "Pertama adalah mereka yang berpura-pura peduli pada kak Aldrich, padahal alasan mereka khawatir karena mereka takut kehidupan mereka binasa jadi bukan khawatir dan peduli akan keselamatan kak Aldrich, kemudian kubu kedua adalah mereka yang tulus mengkhawatirkan kak Aldrich dengan tulus. Hanya saja, sejatinya para manusia ini memang munafik, mereka takut dan benci atas tindakan semena-semena para Majestic Families, tapi di sisi lain selalu berharap agar keluarga itu terus hidup supaya dunia tidak kembali ke zaman kegelapan."

Aalisha terkekeh puas, menertawakan para masyarakat yang munafik ini. "Lucu sekali berita ini." Ia melirik pada kertas surat labar yang berbeda.

"Tampaknya banyak bangsawan menuntut Kepala Keluarga De Lune untuk menikah lagi agar memiliki keturunan baru. Supaya kelak jika Kepala Keluarga De Lune tiada, maka dunia akan baik-baik saja karena masih ada keturunan utama yang tersisa. Andaikata kak Aldrich tidak pernah kembali." Sesaat terbesit rasa sakit dan amarah di manik mata gadis kecil itu.

"Demi Jagad Dewa, berani sekali para makhluk rendahan itu menganggap jika kak Aldrich hanyalah manusia yang harus hidup agar menjaga stabilitas delapan Majestic Families dan mencegah Athinelon kembali dikuasai kegelapan." Perlahan dibakar surat kabar yang ia genggam bersamaan surat-surat lainnya karena berita kebanyakan hari ini hanyalah berita sampah, tidak ada berita baik yang Aalisha mau.

"Haruskah aku sembunyikan identitasku dari publik selama-lamanya agar makhluk-makhluk rendahan itu hidup dalam ketakutan karena berpikir jika Keluarga De Lune sudah tidak memiliki pewaris dan menganggap jika Majestic Families De Lune telah musnah?"

Lalu kesedihan terukir, ia tampaknya merasa sesak karena jika Aldrich benar-benar tak kembali, apakah artinya ia kehilangan satu-satunya sosok yang ia anggap paling tulus menyayanginya sekaligus keluarga sedarahnya? Jangan bertanya soal ayahnya karena ia sudah bersumpah atas nama Dewa jika sosok kepala keluarga De Lune, tidak ia anggap sebagai ayah sebagaimana banyak sastra mencatat bahwa cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayah mereka. Namun, tidak berlaku bagi Aalisha.

Saat ia terdiam dalam lamunannya sejenak. Ia bisa mendengar sebuah suara berdengung di dalam pikirannya. Maka Aalisha pun menyahut, "kini kau terus muncul saat aku tengah bergelut dengan pikiranku ya? Betapa kau hidup menyedihkan dan penuh kesendirian." Perkataan Aalisha penuh kesinisan karena tak suka kesendiriannya diganggu.

Detik itu, berada di bawah dekat tangga kuil terbengkalai tersebut, terlihat ada meja kecil dan kursi, di atas mejanya terdapat teko, cangkir, piring, serta yang duduk di kursinya adalah sesosok bayangan hitam yang tubuhnya diselimuti oleh jubah dan kepalanya mengenakan Veil Tile yang panjangnya hingga mencapai lutut. Sehingga tak jelas siapa dan apa serta wajah makhluk hitam tersebut. Namun, tampaknya sangat Aalisha kenal atau makhluk itu yang mengenal Aalisha?

"Tidak," kata Aalisha membalas perkataan sang makhluk bayangan hitam itu. "Aku tak sama sepertimu, aku jauh lebih bebas dibandingkan kau yang hanya bisa duduk dan meminum teh sambil memohon agar aku bergabung denganmu."

Sepertinya sang makhluk hitam masih mengajak Aalisha mengobrol, maka Aalisha pun menyahut, "ah ya kau benar, aku mungkin bisa mati kali ini, tapi kau pasti takkan membiarkan hal itu terjadi, benar bukan?"

Hening sejenak.

"Ada yang datang kau bilang?" ujar Aalisha.

Tiba-tiba sesosok makhluk lain dengan baju bangsawan, tanpa mengenakan alas kaki muncul di belakang Aalisha dan berteriak, "BOOO!!"

"Berhentilah menggangguku, Loluet," ujar Aalisha, kini sepertinya makhluk hitam sebelumnya sudah menghilang, tapi malah digantikan Orly sialan. Kenapa hidup Aalisha selalu diganggu para Orly? Dimulai dari Finnicus saat awal-awal masuk Eidothea, kemudian Elijah, Galee Ginan, Loluet, bahkan Sillavana Yinrieth, eh tidak, jika Sillavana adalah hantu bajingan. "Lalu kau sama sekali tak mengagetkanku."

"Ah Yang Mulia, Anda benar-benar tak asyik," kata Loluet duduk sambil berjongkok dengan kaki jinjit. "Seharusnya Anda pura-pura saja kaget untuk membuatku senang."

Aalisha menghela napas. "Enyahlah Loluet, untuk apa kau kemari? Berhentilah menggangguku dan cari saja orang lain."

"Yang Mulia, mengapa aku harus mencari orang lain untuk kuajak bermain jika ada manusia paling terhormat di hadapanku kini?" Senyuman Loluet mengembang sempurna, ia tampak mengerikan dengan wajah sebagian ditutupi topeng, sebagian lagi tampak hancur.

"Aku tidak peduli dan enyahlah sebelum kupenggal kepalamu karena kini aku tidak sedang dalam suasana hati yang baik," ancam Aalisha, tapi Loluet malah terkekeh kecil.

"Anda selalu saja bersikap dingin," kata Loluet, "padahal aku kemari hendak menawarkan Anda sesuatu yang barangkali membuat Anda tertarik!"

"Aku tak ingin mendengar apa pun dari---"

Loluet tiba-tiba menginterupsi dan berkata, "apakah Anda mau, aku bukakan pintu rahasia di kuil ini?"

Helaan napas Aalisha terdengar, sekali lagi Orly sialan ini menawarkan pintu rahasia kuil terbengkalai ini. Padahal sudah Aalisha katakan berulang-kali jika ia tidak tertarik. Lagi pula, Aalisha bukanlah manusia bodoh seperti tokoh naif nan bodoh dalam novel sastra yang dengan mudahnya menerima setiap tawaran yang berkaitan dengan hal-hal misterius tanpa pikir panjang, terlebih jika membawa bencana kematian.

"Tawarkan saja pada orang lain," balas Aalisha, "lagi pula kau harus ingat Loluet. Aku bukan gadis dungu yang hidup dalam alur cerita klise sehingga secara sadar mau masuk ke tempat misterius hanya untuk mementingkan egoku."

Tawa Loluet terdengar kencang. "Anda benar-benar berbeda seperti yang orang-orang bicarakan. Namun, Anda benar juga, kebanyakan tokoh utama dalam novel sangatlah tolol karena terima-terima saja hal-hal aneh tanpa memikirkan apa dampaknya."

"Kau tampaknya paham, jadi sekarang enyahlah," sahut Aalisha.

"Tidak mau! Aku masih mau mengganggu Anda!" kata Loluet yang kini melayang-layang tak jelas ke sana kemari.

Sesaat Aalisha menatap pada Orly tersebut, terbesit pikiran hendak menanyakan sesuatu. "Loluet."

"Ah apakah Anda berubah pikiran?"

"Jawab pertanyaanku," kata Aalisha, "apakah kau pernah mendengar rumor mengenai wabah tikus atau semacamnya?"

Detik itu senyuman Loluet terukir mengerikan dan sangat lebar, manik matanya membulat sempurna, dan ia berhenti melayang ke sana-kemari. "Aku akan menjawabnya dengan syarat ... Anda harus mau memainkan biola ini!" teriak Loluet seraya memunculkan biola yang dulu ia mainkan dan terdengar sangat sumbang. "Bagaimana, apakah Anda setuju? Ini penawaran yang tak sulit lho, Anda dapat jawabannya dan aku mendengar permainan biola seorang Keturunan Utama De Lune."

Aalisha menatap Loluet tanpa ekspresi kentara, sementara Loluet sudah berbinar-binar karena menunggu jawaban Aalisha, lalu gadis kecil itu berujar, "tidak, biola itu terlalu jelek untuk seorang putri Agung sepertiku, setidaknya biola yang boleh kusentuh seharga jutaan D'Orques."

Rasa kesal Loluet memuncak, lekas ia mengentak-entakan kakinya di udara kosong, baru kali ini ia merasa sangat marah padahal biasanya orang-orang akan marah menghadapinya. "Aku marah, marah, marah! Secara tak langsung Anda berkata jika aku miskin karena hanya punya biola butut ini!"

"Kau memang miskin 'kan? Lagian di dunia ini siapa yang lebih kaya melebihi diriku, huh?" balas Aalisha.

"Sialan! Kau jahat, sangat jahat! Bukan salahku, jika aku miskin! Sekolah ini saja yang tak menggajiku dengan benar!" kata Loluet.

Aalisha terkekeh mengejek. "Kau saja yang tak becus bekerja. Aku heran, kenapa pula sekolah ini membayar mahal kau hanya untuk menjaga kuil terbengkalai dan mengganggu para murid?"

Loluet tampak membeku karena perkataan Aalisha, kini Orly tersebut terlihat pundung karena ngambek dan terduduk diam sambil melayang-layang. Aalisha hanya memutar bola matanya malas. "Lebih baik aku pergi karena kau tak juga mau menjawab pertanyaanku bukan?"

Baru hendak gadis itu beranjak, Loluet mengatakan sesuatu meski tak menatap Aalisha. "Profesor Benedict Chameleon adalah monster."

Dahi Aalisha mengernyit sesaat. "Apa?"

"Jangan percaya pada siapa pun, mereka pasti mengenakan topeng kemunafikan, termasuk Chameleon. Mungkin sejarah menuliskan dia menjadi salah satu kepala sekolah akademi terbaik, tetapi tetap saja dia adalah monster yang meski tak berbahaya, tapi tetap berbisa," kata Loluet seraya berbalik menatap Aalisha.

"Kau pernah bertemu dengannya?"

Sayangnya Loluet tak menjawab dan malah berkata lagi. "Profesor Chameleon telah membuat kesalahan fatal di masa lalu. Dia telah membawa sesuatu masuk yang seharusnya dibinasakan. Kemungkinan atas perbuatannya tersebut, akan menciptakan kehancuran di suatu masa nanti."

"Apa sesuatu yang kau maksudkan itu?" kata Aalisha, tapi Loluet tak mau menjawab, ini seperti permainan kata.

"Yang Mulia, Anda harus ingat satu hal. Apa yang di depan Anda nanti, belum tentu terlihat sebagaimana aslinya, barangkali hanya jebakan yang disembunyikan dalam fasad saja, sehingga tak ada yang bisa dipercaya di dunia ini." Senyuman Loluet menghilang. "Hanya itu yang bisa kukatakan."

Perlahan Aalisha menutup matanya, menghela napas panjang, meski seluruh perkataan Loluet bersifat konotatif sehingga memerlukan penafsiran mendalam, tetapi gadis itu sepertinya mengerti maksud Orly tersebut.

"Yang Mulia, aku izin pergi ...." Perkataan Loluet terhenti, manik matanya membulat ketika melihat Aalisha merapalkan mantra kemudian memunculkan sebuah biola mewah dengan warna biru dan ada ukiran bunga di badan biolnya serta senar biola berwarna biru tua. Tampak gadis itu memperbaiki posisi duduknya agar lebih memudahkannya bermain biola, ia sengaja menjuntaikan kedua kakinya ke bawah.

"Jangan salah tangkap," kata Aalisha, "aku memainkan biola ini atas kehendakku sendiri bukan untuk memenuhi permintaan makhluk rendahan sepertimu."

Loluet hendak mengumpat, tetapi ia urungkan, kini ia duduk melayang di sana sambil menatap pada Aalisha yang perlahan menutup matanya ketika ia mulai menggesekkan senar biola indah tersebut sehingga menghasilkan suara yang melodis dan lembut. Tampaknya gadis De Lune itu memilih musik yang menyedihkan untuk ia mainkan malam ini, atas inilah melodi sang biola mengalun membawa perasaan sedih serta begitu dalam hingga siapa pun yang mendengarnya dipastikan akan sampai menyentuh ke relung dada masing-masing. Tak terdengar suara derak angin atau ranting pepohonan yang saling bersinggungan seolah-olah mereka juga tengah menikmati pertunjukkan musik seorang Tuan Putri De Lune.

Jari-jari lentiknya benar-benar terampil, meski kecil nan pendek, ia mampu menggerakan tongkat senar serta menekan setiap benang senar biola dengan sempurna, tanpa ada kecacatan sedikit pun, tanpa ada nada yang sumbang, tanpa ada bait musik yang tertinggal sehingga ia benar-benar membawakan musiknya dengan sangat sempurna seperti seharusnya diharapkan seorang Majestic Families jika harus hidup tanpa sedikit pun kesalahan.

"Yang Mulia De Lune," ujar Loluet di tengah-tengah permainan biola Aalisha, tetapi tak digubris gadis kecil itu. "Betapa dunia pasti akan heboh saat mengetahui jika Anda hidup. Aku menunggu saat-saat itu. Menunggu ketika ribuan, tidak, triliunan makhluk di Athinelon terbungkam karena kehadiran Anda."

Maka Loluet tertawa kencang. Sementara Aalisha masih fokus bermain, perlahan-lahan kabut malam pun berarak mendekati mereka, berangsur-angsur melahap mereka, hingga ketika tubuh mereka habis ditelan kabut, suara musik biola itu tak terdengar lagi, menandakan berakhirnya permainan dan berakhir pula percakapan pada malam itu.

****

Euforia semangat pagi sudah sangat terasa, para murid yang biasanya malas bangun pagi, kini dari jam empat subuh sudah bersiap dengan tubuh yang wangi serta mengenakan pakaian terbaik atau pakaian khusus para pendukung tim asrama Oulixeus masing-masing. Menelusuri halaman asrama, mereka menambahkan pernak-pernik dan lambang asrama sebagai hiasan demi memeriahkan hari ini yang menjadi hari pertandingan Oulixeus antara asrama di Eidothea.

Menuju arena pertandingan di sebelah Barat Akademi Eidothea, sudah tersedia tribune yang sangat besar dan mengelilingi arena pertandingan, kemudian Cyubes-cyubes besar sebagai monitor agar para murid bisa menonton dengan lebih jelas. Di setiap tribune, sepertinya kursi-kursi yang menjadi tempat duduk para murid, memiliki lima warna yang berbeda serta diberi bendera sesuai dengan lambang asrama masing-masing, hal ini mempermudah para murid untuk memberikan dukungan pada anggota mereka yang akan maju bertanding mewakili martabat dan harga diri asrama, tentu saja poin asrama yang dipertaruhkan juga, terlebih lagi hanya ada dua hasil di setiap pertandingan Oulixeus ini yakni pemenang dan pecundang.

Riuh terdengar ketika tribune masing-masing asrama sudah dipadati para murid dari setiap asrama, mereka saling bercakap-cakap, menyiapkan yel-yel dan alat musik sebagai dukungan dan membuat pertandingan semakin seru. Namun, tampak aneh jika melihat ke tribune dengan kursi warna ungu yang ternyata kosong-melompong. Membuat murid asrama lain jadi mempertanyakan, di manakah para pendukung tim Oulixeus Arevalous? Padahal pertandingan hari ini adalah Tim Faelyn melawan Arevalous.

"Mungkin mereka enggan datang," ujar murid asal asrama Gwenaelle.

"Aku yakin mereka pasti malu dengan tim mereka, jadi memutuskan tidak hadir." Suara kekehan terdengar dari murid asrama Drystan.

Salah satu murid asrama Sylvester berpendapat. "Aku tak yakin mereka mundur, pasti tetap akan maju dan mendukung tim mereka, kalian tahukan jika asrama itu termasuk heboh dalam hal apa pun."

"Memalukan jika mereka mundur," kata murid Faelyn, "tapi jika tetap maju ke pertandingan, mereka pasti akan kalah telak melawan tim kita."

"Percayalah padaku." Murid Drystan berujar lagi, "orang-orang Arevalous itu pasti ketakutan. Lihatlah kini, tak satu pun menunjukkan batang hidungnya." Lalu suara tawa saling bersahutan, membuat tribune bagian Drystan jadi sangat meriah.

Kini banyak murid yang bertanya-tanya; benarkah asrama Arevalous mengundurkan diri karena hanya tribune mereka saja yang masih kosong padahal setengah jam lagi menuju pertandingan?

Maka dari itu, mari menuju Asrama Arevalous yang meski tidak terdengar riuh dari luar, tetapi ketika memasuki pintu utama, mulai terdengar suara genderang ditabuhkan sangat keras sehingga bergema di seluruh sudut asrama tersebut, tak heran karena ada sekitar sepuluh murid menggunakan genderang tersebut. Lalu suara nyaring memekakkan telinga karena berdentang keras terdengar dari alat musik simbal tangan berwarna emas yang dimainkan sekitar delapan atau sepuluh murid juga.

"Ayo lebih keras!!" Murid lain mengomando.

Dengan penuh semangat, para murid meniupkan alat musik terompet mellophone dan terompet brass yang berjumlah lebih dari sepuluh sehingga sudah tak bisa didefinisikan lagi seberapa ributnya asrama tersebut. Hanya tak terdengar dari luar saja karena diberi mantra khusus agar orang luar asrama tak mendengar kemeriahan para murid asrama itu. Para murid juga tampak menari-nari dalam balutan seragam dukungan mereka serta ada yang menghamburkan confetti warna-warni, dibantu sihir agar lebih banyak serta meletus-letus di langit asrama.

Sungguh pasti sangat membingungkan bagi orang lain jika mengetahui bahwa murid-murid Arevalous sudah heboh dengan segala tetek-bengek alat musik dan confetti padahal pertandingan belum dimulai? Adakah gerangan mereka sebahagia ini? "Semuanya, ayo lebih meriah! Kita buktikan jika Arevalous akan menduduki peringkat pertama karena kini Tuan Putri De Lune ada di pihak kita dan bertanding hari ini!!"

"Woooooohooooo!! Hidup Putri De Lune!" teriak murid lain.

"Kemenangan pasti milik Arevalous setelah berbulan-bulan diremehkan!" Semakin keras simbalnya dihantamkan sehingga suara keras seolah-olah mampu menembus langit ketujuh.

"Dewi Aarthemisia D'Arcy pasti merestui kita hari ini!" Beberapa murid menghamburkan kembali confetti membuat lantai dipenuhi kertas warna-warni. "Yang Mulia Aalisha akan membawakan kemenangan untuk kita semua!! Kalahkan semua asrama lalu duduki kursi peringkat pertama Oulixeus."

"Hidup Tuan Putri De Lune!!!"

Semua kebahagiaan mereka bermula ketika dua bersaudara Cressida yang sialan mengatakan jika Putri De Lune ternyata adalah anggota dan senjata rahasia Tim Oulixeus mereka. Atas inilah dibuat sambutan yang sangat meriah bahkan sejak semalam banyak murid yang jadi pendukung tidak bisa tidur nyenyak karena hormon adrenalin mereka bergejolak, mereka semua menyentuh kebahagiaan tak terkira pada hari ini karena telah menunggu momen dimana Arevalous bisa bangkit kembali dan melawan asrama-asrama yang selalu meremehkan mereka karena sering di peringkat terbawah.

Hanya saja, di saat hampir seluruh murid berbahagia, tampaknya ada gadis kecil nan pendek yang merasa hendak menghilang saja dari dunia ini. Terlebih lagi ketika ia baru keluar dari kamar, ia sudah diseret ke bawah untuk melihat kemeriahan ini.

Lebih parahnya lagi, Aalisha diberi topi kerucut warna ungu dengan ujung bundar menyerupai bola berbulu, lalu kalung terbuat dari karangan bunga dengan gradasi warna ungu, putih, dan biru serta sebuah bendera kecil dengan lambang asrama Arevalous. Aalisha benar-benar tampak lucu karena seperti anak kecil yang tengah dirayakan ulang tahunnya.

"Tutup mulut kalian," ujar Aalisha pada teman-temannya yang sejak tadi menahan tawa, tapi tak bisa hingga akhirnya tertawa juga saking lucunya penampilan Aalisha. Penuh pernak-pernik padahal wajah gadis itu sangat kesal.

"Ini ide kedua kakakku," kata Mylo, "tapi karena dadakan, jadi bukan mahkota yang mereka sediakan melainkan topi itu." Lalu Mylo segera menjauh karena ia hendak tertawa lagi disusul oleh tawa Gilbert yang memukul pahanya sendiri.

"Jagad Dewa! Kau benar-benar lucu, tinggal tambahkan tomat di ujung hidung," kata Gilbert.

"Sialan Gilbert!" Frisca memukul bahu lelaki itu meski ia juga masih terkekeh. "Aalisha itu yang dirayakan lho, bukan ... bukan badutnya."

"Oh ayolah kalian, berhenti mengejek Aalisha," kata Anila padahal jauh dalam lubuk hatinya, dia merasa jika Aalisha sangat menggemaskan dan lucu, membuatnya ingin mencubit pipi gadis itu dan memeluknya saking imutnya.

"Kau tak perlu membelaku, aku tahu kau juga menahan tawa sejak tadi." Aalisha menatap sinis pada Anila yang akhirnya pecah juga tawa gadis Andromeda tersebut.

"Aku tawa bisa menahannya!" Tiba-tiba gadis itu mendekap tubuh mungil Aalisha. "Kau sangat imut ... ini benar-benar menggemaskan."

"Sialan, jangan peluk aku!" Lekas ia mendorong Anila dan perlahan mundur, tapi tiba-tiba dirangkul Frisca.

"Jangan malu-malu, aku tahu kau bahagia dirayakan seperti ini bukan?"

"Berhentilah memelukku!" teriak Aalisha, "kalian semua berhenti merayakan hal ini dan cukup sudah musik sumbang kalian!" Sayangnya, tak satu pun murid mendengar suara gadis itu dan terus lanjut bersorak-sorai dan menari-nari serta meniup terompet sekencang mungkin.

Kini tangan Aalisha terkepal kuat hingga mematahkan tongkat benderanya, ia benar-benar kesal pada semua orang ini, bahkan Damien tampak tak peduli, dan lihatlah Easton serta Noah yang terus memukul genderang. "Kubakar saja kali ya asrama ini, aku sekolah di sini tanpa asrama pun tak masalah." Hanya saja, berkah Sang Dewi membuat hati Aalisha berhasil lunak sehingga tak ada kebakaran di kastil Arevalous.

****

Tibalah rombongan para pendukung Arevalous dengan segala pernak-pernik mereka serta alat musiknya, mereka membentuk barisan panjang sehingga menjadi sorotan seluruh murid yang sudah lebih dulu duduk di tribune, terlebih lagi asrama itu paling akhir datang padahal keempat asrama sudah sejak beberapa menit yang lalu. Jelas saja hal ini menimbulkan banyak perbincangan---saat itu juga---di kalangan para murid lain karena tak mereka sangka jika murid-murid Arevalous masih punya nyali untuk datang bahkan membawa kehebohan melebihi asrama Faelyn yang pastinya lebih unggul dibandingkan mereka.

Tatapan-tatapan sinis itu pun tidak terhindari, tapi asrama Arevalous tidak gentar karena kini mereka punya kartu AS! Lihat saja nanti saat anggota tim Oulixeus maju ke arena! Untuk sekarang, masih acara pembukaan berupa sambutan dari para profesor dan informasi mengenai mekanisme pertandingannya.

Aalisha disembunyikan dahulu oleh anggota tim. Lalu sepertinya masih banyak yang tak sadar jika Aalisha sudah jadi anggota tim, entah karena mereka berpikir jika belum saatnya murid baru bergabung dengan tim Oulixeus? Padahal Majestic Families tidak terikat aturan tersebut. Sungguh menguntungkan, tapi di sisi lain ironi pula.

"Ah lihat itu," kata seorang murid laki-laki, ia merangkul sahabatnya yang kini menatap sinis pula pada rombongan Arevalous. "Para cecunguk sok hebat itu datang juga, kupikir tidak jadi ikut pertandingan karena sudah berkali-kali jadi tim paling payah."

"Oh ayolah Alejandro," kata Chloe, "mereka itu rata-rata bodoh jadi kalah atau menang yang terpenting bisa bermain-main padahal tidak lebih dari pecundang payah."

Laki-laki satunya terkekeh. "Benar sekali, anggota tim mereka hanya sampah, apalagi kedua bersaudara Cressida," balas Killian, "benar-benar orang tolol sama seperti ayah mereka yang termasuk bangsawan miskin. Kuyakin mereka jugalah yang berinisiatif membawa band abal-abal untuk mendukung kekalahan mereka."

"Benar sekali, meski ada Damien Nerezza, tetap saja dia tak sebanding dengan Majestic Families keturunan utama, ujung-ujungnya tetap akan dibantai Nicaise atau Eloise," kata Alejandro seraya merangkul Killian sambil berjalan ke arah tribune. "Kuharap ada taruhan nanti, akan kupasang ribuan D'Orques untuk kemenangan Faelyn."

"Pasti ada," ujar Killian, tampak ia memasukkan tangan ke saku celana, seolah-olah menutupi sesuatu. "Kudengar murid di asrama kita sudah ada yang bertaruh jika Faelyn akan mendapatkan poin tertinggi."

"Bagus!! Aku akan bertaruh juga!" kata Alejandro lalu berbisik, "ibuku sudah mengirim ribuan D'Orques semalam."

Chloe geleng-geleng kepala. "Awas kalau kalian kalah lagi seperti waktu itu."

"Ah sialan, waktu itu memang lagi sial saja." Tawa Alejandro terdengar. "Kali ini pasti menang karena si pecundang akan melawan si pemenang, benar bukan, buddy?" Ia menatap pada Killian, tetapi lelaki itu tampak melamun sejenak.

"Ya kau benar, aku akan bertaruh dan pastinya Arevalous akan kalah telak," kata Killian, tetapi tidak tampak benar-benar semangat karena pikirannya ie mana-mana, seolah-olah ada rencana yang ia susun matang-matang.

Suara riuh terdengar ketika seorang pria dengan rambut pirang panjang kini mulai memasuki tempatnya di salah satu menara pengawas. "Halo semuanya, di sini bersama dengan Huckleberry Corals Chervil sebagai komentator kalian semua di Pertandingan Oulixeus antara Asrama Faelyn melawan Asrama Arevalous!" Tepuk tangan terdengar karena Huckleberry menjadi salah satu komentator terbaik di Eidothea

"Cuaca hari ini benar-benar sangat mendukung, tapi panas terik mentari tidak akan menurunkan semangat para anggota yang bertanding dan seluruh murid meskipun begitu tetaplah kenakan tabir surya kalian agar terhindar dari gosong kulit dan penuaan serta kanker kulit."

Tampak si Huckleberry mengolesi tangan, wajah, dan lehernya dengan tabir surya. "Jangan ragu gunakan tabir surya ya, laki-laki pun juga seperti itu, jangan malu-malu karena kalau wajah kalian belang-belang, nanti nggak ada yang tertarik lho, takutnya dikira sapi juga!" Beberapa murid tertawa dengan candaan tersebut.

"Baiklah, Huckleberry sudah terlindung dari sinar matahari. Jadi mari berikan tepuk tangan dahulu!" Suara tepuk tangan terdengar semua. "Bagus, bagus, ayo tes ombak dahulu! Mana suaranya Sylvester!!" Maka terdengar suara teriakan para murid dari Sylvester, tampak mereka membawa semacam balon yang biasanya digunakan sebagai bentuk dukungan, meski tak bertanding.

"Bagus, bagus!" ujar Huckleberry, "sekarang menuju ke Drystan! Mari kita sambut, asrama yang telah siap dengan paduan asrama mereka!" Maka salah satu murid asrama Drystan berdiri, memegang semacam tongkat hitam, lalu berdiri di tengah-tengah. Ketika ayunan tongkatnya dilakukan, para murid yang menjadi paduan suara asra tersebut, mulai bernyanyi dengan sangat merdu, diiringi pula dengan alat musik seperti harpa. Tampaknya memang menunjukkan asrama yang kebanyakan diisi oleh bangsawan tinggi.

"Sangat indah dan cantik! Baiklah selanjutnya, teriakan suara kalian para Gwenaelle!" Lekas suara riuh terdengar bersamaan letusan kembang api berkat mantra yang membuat tulisan "Gwenaelle Queen and King is here", bermunculan.

"Meski tak bertanding, harus tetap eksis ya! Selanjutnya, mari beralih ke asrama Drystan! Mana suara kalian!" Tampak para murid berteriak kencang sambil menggunakan sihir yang menghasilkan suara tepuk tangan bergema hingga seluruh tribune. "Sangat bermartabat."

"Sekarang, mari menuju kedua bintang pada hari ini!!" teriak Huckleberry, "berikan sambutan kepada asrama Faelyn yang sudah beberapa kali menempati posisi pertama dan bersaing berat dengan asrama Gwenaelle!" Detik itu, suara terompet terdengar kencang dan para muridnya bersorak-sorai serta tepukan tangan di mana-mana juga. Terlihat ada yang membawa bendera lambang Faelyn dan maskot berupa kesatria berzirah besi.

Huckleberry menganggukan kepalanya, memang benar jika Faelyn sangat dapat diharapkan apalagi sudah berkali-kali menang, tetapi yang paling dinantikan oleh Huckleberry adalah tim kedua yang akan bertanding karena tampaknya asrama mereka sangat-sangat mempersiapkan diri serta antusias. "Kemudian yang terakhir, tim kedua yang akan bertanding hari ini, meski berkali-kali terjatuh, tetapi mereka tak pantang menyerah bahkan semakin bersemangat, mari kita sambut Arevalous!"

Riuh paling besar dihasilkan asrama tersebut dimulai dari suara genderang ditabuhkan sekencang-kencangnya, puluhan terompet ditiupkan meski tak senada suaranya, mereka melemparkan confetti meski hanya di area tribune mereka saja, suara simbal benar-benar memekakkan telinga hingga murid asrama lain harus menutup telinga mereka. "Arevalous! Arevalous! Arevalous!" teriak para muridnya serentak seperti kali ini mereka adalah kesatria yang takkan mundur meski langkah mereka terasa berat.

"Aku mewakili tim asrama Arevalous menyatakan jika kami takkan mundur dan menyerah serta terus maju hingga bisa menempati peringkat pertama!" Teriakan semakin kencang ketika seorang murid perempuan bernama Georgiana Hoganis menjadi maskot.

Setiap mata menatap ke asrama tersebut ketika ia menuruni tangga tribune hingga ke tengah-tengah, tampak ia mengenakan pakaian berupa helaian kain putih bersih yang dibalut ke seluruh tubuhnya, tanpa alas kaki, kemudian manik mata ditutupi kain pula, mengenakan mahkota emas, membawa pedang yang ujung gagangnya ada jam bundar, serta membawa timbangan, merepresentasikan bahwa ia adalah Undefeated Goddess.

"Sekali lagi kami katakan jika kami takkan pernah menyerah karena kini sang Dewi Yang Tak Terkalahkan pasti merestui kami." Murid Arevalous itu berujar lagi yang sukses membuat hening seluruh tribune bahkan Huckleberry pun tak bisa berkata-kata sesaat padahal ia adalah komentator. Maka satu dentangan simbal yang sangat keras berhasil membuat para murid tersadar dari lamunan mereka.

"Baiklah, semua itu adalah sambutan terakhir!! Sekarang tanpa banyak basa-basi, aku Huckleberry akan menjelaskan jenis pertandingan dan peraturan yang harus dipatuhi para pemain!" Lalu muncul peraturan dan jenis pertandingan melalui Cyubes besar yang ada di setiap tribune. "Silakan untuk fokus ke Cyubes! Pertandingan Oulixeus kali ini dinamakan Satu Panah, Satu Kemenangan."

Para murid pun fokus membaca Cyubes tersebut sambil mendengarkan Huckleberry menjelaskan. Oulixeus selalu punya jenis pertandingan yang beragam, kali ini dinamakan Satu Panah Satu Kemenangan. Tim yang bertanding hari ini hanya tim Faelyn dan Arevalous. Setiap tim hanya ada lima anggota yang bermain, terdiri dari Hastae, Custodes, Veneficus, Exploratorem, dan Principes. Arena pertandingan berupa lapangan rerumputan, pepohonan rindang, dan rumah gubuk kayu tua, serta beberapa wooden dummy di sepanjang arena pertandingan sebagai musuh tambahan. Meskipun arena tampak biasa saja, tetapi jenis pertandingan dan perolehan poinnya cukup sulit.

"Pertandingan kali ini bukanlah pertarungan saling mengalahkan lawan, melainkan mendapatkan poin. Seperti yang kalian lihat, jika di arena pertandingan tersebar bola-bola bersayap dengan tiga warna yang berbeda," kata Huckleberry, "ketiga bola memiliki poin yang berbeda-beda; bola kuning senilai 10 poin, bola biru senilai 20 poin, dan bola merah senilai 30 poin. Kemudian setiap anggota yang bertanding akan mendapatkan masing-masing tiga panah dengan tiga tipe warna sesuai dengan ketiga bola, jadi agar bisa mendapatkan nilai, maka para anggota tim harus memanah bola-bola tersebut sesuai tipe warnanya. Jika semisal ada anak panah yang menembak tak sesuai warna, kemudian bolanya pecah, maka kalian akan mendapat poin minus 20 per bola."

Para murid tampak memahami aturan pertandingan tersebut. "Selanjutnya, panah-panah tersebut dapat dicuri oleh lawan, serta ada panah lain yang tersembunyi di hutan sehingga para anggota harus mendapatkan panah agar bisa menembak bola-bola berwarna untuk mendapatkan poin lagi." Kini para murid mulai merasakan jika pertandingan ini cukup sulit, apalagi harus mencari panah karena jumlahnya terbatas.

"Ada satu bola khusus yakni yang berwarna putih, bola ini sangat terbatas jumlahnya dan bernilai 250 poin, tetapi panah putihnya tidak menentu kapan munculnya di pertandingan serta dibawa kabur oleh Orly, jadi para anggota harus saling bersaing untuk mendapatkan panah tersebut. Kemudian para anggota juga bisa bertarung satu sama lain untuk memperebutkan bola-bola melayang."

Oh sudahlah, pertandingan pasti sangat seru, pertama harus menargetkan bola melayang agar memperoleh poin, kedua saling bertarung memperebutkan anak panah, ketiga mengincar Orly yang membawa panah putih, belum lagi harus selamat dari incaran wooden dummy dan hambatan lainnya. Pastinya selain kekuatan, kecerdasan dan strategi juga sangat diperlukan. "Kemudian peraturan terakhir, peserta yang terluka parah dan tak bisa melanjutkan pertarungan akan dikeluarkan dan poin tim akan berkurang sebanyak 100 poin, sehingga tetaplah waspada jangan sampai terluka. Ah, dan waktu pertandingan hanya 55 menit."

Detik itu para murid benar-benar tercengang, terutama para murid angkatan baru, sungguh pertandingan yang sangat sulit!! Bukankah akan adanya peraturan yang baru disebutkan tadi, maka poin tim bisa minus jika ada anggota yang terluka dan tak bisa bertanding lagi maupun didiskualifikasi?!

Kini tampaknya murid angkatan tahun pertama sudah mulai memahami mengapa pertandingan Oulixeus sangat krusial, sulit, dan bukan sekadar pembuktian kehebatan, tetapi benar-benar kompleks serta selain dibutuhkan kekuatan juga butuh kecerdasan. "Pantas saja, mereka yang bergabung di tim Oulixeus apalagi pertandingan antarsekolah dan perwakilan Kerajaan adalah orang-orang yang berkualitas."

"Benar kau benar, jika tingkat akademi saja sudah sesulit ini tantangannya, bagaimana dengan tingkat internasional?" Murid angkatan baru lainnya menyahut.

"Oh selesai sudah tim Arevalous itu," celetuk murid berbeda, berasal dari angkatan Atas. "Mereka takkan selamat dengan anggota payah, meski ada Damien Nerezza, tapi mereka akan tetap dibantai habis Nicaise dan Eloise."

"Ah sayangnya kudengar dari temanku asal Faelyn, kalau Nicaise dan Eloise tidak ikut serta dalam pertandingan kali ini."

"Benarkah, kenapa?"

"Bukankah sudah jelas alasannya?" Tiba-tiba murid lain ikut nimbrung. "Karena lawannya keroco, begitu pikir mereka, jika lawannya Gwenaelle terus yang turun Athreus dan Nathalia, baru mereka mau ikut andil."

"Jadi mereka benar-benar meremehkan tim Arevalous meski ada Damien?"

"Barangkali memang sesombong itu Faelyn," timpal murid tersebut, "lagi pula ada Keturunan Cabang Majestic Families juga di pihak Faelyn, jadi bisa bersaing dengan Damien. Nah sisanya tinggal bantai para keroco Arevalous, apalagi si banyak omong, Noah dan Easton, mereka benar-benar habis di tangan Faelyn."

Tawa mereka pun menggelegar. Lalu di sisi lain, mulai bermunculan murid-murid dengan Cyubes-nya dan pita di kepala kemudian menyatakan bahwa para murid yang hendak bertaruh siapa pemenang pertandingan hari ini, silakan masukkan upeti sebesar yang mereka mampu dimulai dari beberapa receh koin perak dan emas hingga puluhan D'Orques bagi yang berasal dari bangsawan. Tampaknya ini jadi kesenangan besar buat mereka, padahal taruhan seperti ini dianggap sebagai judi dan dapat memberikan kerugian besar, andaikata mendapatkan kekalahan.

"Jangan ikut jika memang tidak mampu," celetuk murid asal Sylvester. "Ini buat kesenangan para bangsawan kebanyakan saja."

"Betul tuh betul," sahut murid lain, "kau juga takkan ikutan bukan? Kennedy."

Kennedy mengangguk kecil. "Jika dalam skala besar untuk kesombongan, aku takkan ikut, kecuali hanya dengan teman-teman dekatku, itu pun uangnya hanya kami gunakan untuk membeli camilan."

"Kau sangat cerdas, jangan terpapar hal seperti ini karena kalau bukan bangsawan kaya raya seperti Majestic Families, lebih baik jauhi." Seorang kakak tingkat menjelaskan. "Apalagi taruhan seperti ini berlanjut hingga dewasa, terutama sampai berjudi besar-besaran padahal miskin. Oh hancur sudah hidup orang-orang seperti itu, iblis pun iri pada kebodohan mereka."

"Aku jadi teringat sebuah kisah." Kakak tingkat lain ikut bercerita. "Bahwa para Dewa dan Dewi selalu mengawasi tindak-tanduk Hamba Mereka, tidak tidur sekali pun, dan ada Dewi yang sangat membenci taruhan dan perjudian serta takkan segan memberi hukuman berat."

"Siapa?"

Senyumannya terukir kecil. "Aarthemisia D'Arcy, Sang Dewi paling ditakuti dalam tataran Dewa dan Dewi Athinelon." Ia lalu melirik pada murid Arevalous si Georgiana Hoganis yang masih mengenakan kostumnya. Disusul yang lain serta Kennedy.

"Kalau tidak salah ...." Kakak tingkat lain berujar.

"Yaps kau benar, rumornya kalau Dewi inilah yang jadi inspirasi dari Patung Undefeated Goddess di Arevalous itu. Terus cerita warisan mereka jika ada suatu masa, saat salah satu murid adalah titisan Sang Undefeated Goddess, wow cerita yang menarik."

"Wah, bakal sangat mencengangkan kalau cerita itu jadi kenyataan."

Kini para murid semakin banyak yang memberikan taruhan secara besar-besaran kepada tim Faelyn, mereka sangat yakin jika tim tersebut lah yang akan menang. Hanya saja, tidak dapat dimungkiri jika ada beberapa murid yang bertaruh besar pula di asrama Arevalous entah dengan alasan iba atau mereka hendak bermain-main saja, jika kalah sudah tak mengherankan, jika menang, bukankah terdengar mustahil? Kemungkinan karena keberuntungan saja.

"Nathalia, kau tidak ikut bertaruh?" kata temannya, mereka di tribune Gwenaelle.

"Kurasa tidak," balas Nathalia dengan senyuman. "Dua-duanya unggul, jadi aku tak yakin siapa yang akan menang."

"Bukankah sudah pasti Faelyn? Mereka juara berturut-turut sama seperti asrama kita," balas temannya yang lain. "Ayolah bertaruh saja agar seru."

"Tidak, aku tak mau," kata Nathalia lalu menatap pada si murid yang berkeliling membawa Cyubes untuk mengumpulkan upeti atau uang taruhan. "Kau boleh pergi." Ia berujar lembut.

Baru saja si pembawa upeti hendak pergi, seseorang mengetuk bahunya dengan telunjuk. "Tunggu aku mau bertaruh untuk Arevalous."

"Oh iya, oke," sahut murid pembawa upeti itu agak bingung kemudian pergi.

Kini Nathalia menatap pada si pria di sampingnya yang terukir senyuman antusias dan semangat. "Kau bertaruh pada mereka?"

"Yups." Pria itu sambil kembali mengunyah roti isi kejunya.

"Kau sulit ditebak ya," balas Nathalia seraya geleng-geleng kepala. Namun, tidak ada jawaban kembali.

"Tes, tes," ujar Huckleberry, "baiklah, halo semua!! Setelah beberapa jeda sesaat tadi, jadi mari lanjutkan acaranya. Kini sudah mendekati waktu pertandingan, maka dari itu, aku akan memanggil kedua tim untuk memasuki lapangan! Pertama-tama mari kita sambut Tim dari pihak Faelyn, diketuai oleh keturunan cabang Adrastus menempatkan posisi sebagai Exploratorem, Tuan Abel Fen Silverling Adrastus!" Suara tepuk tangan ketika Abel memasuki arena pertandingan dan berdiri di posisinya dengan menggunakan seragam khusus asrama saat pertandingan Oulixeus dan membawa bendera dengan lambang Faelyn.

"Selanjutnya kita sambut pula para anggota yang akan bermain, dimulai dari Maudie Plums sebagai Veneficus, Rohan Ironwood sebagai Custodes, Glenn Hyatt Poults sebagai Hastae, dan terakhir Dante Patell Myghell berperan sebagai Principes." Kemeriahan terdengar ketika tim Faelyn memasuki arena, anak asrama mereka lekas berteriak kencang dan menyalakan petasan meskipun di siang hari, tetapi petasan tersebut membuat sebuah tulisan yang sangat jelas sehingga dapat dibaca oleh siapa pun.

"Wow semuanya bangsawan tingkat tinggi," celetuk Alejandro yang duduk di bangkunya. "Kurasa aku takkan salah karena bertaruh di asrama Faelyn."

"Kau mau ke mana?" kata Chloe karena Killian tampak berdiri dari bangkunya.

"Kurasa aku ada urusan, maksudnya aku lupa mengirimkan surat balasan untuk ibuku," kata Killian tersenyum tipis, sungguh tidak ada yang sadar jika jauh dalam lubuk hati lelaki itu, dia tengah tidak stabil detak jantungnya. "Jadi aku akan kembali nanti."

"Kau yakin mau pergi?" ujar Alejandro, "oh ayolah setidaknya nonton pertandingannya di awal, surat ibumu bisa kautunda."

"Aku tak bisa menundannya, ibuku sangat ingin tahu kabarku," kata Killian.

Alejandro menatap sinis, seperti mencium bau-bau kebohongan. "Bro, surat bisa nanti, lagi pula ini ibumu bukan? Jika ayahmu okelah kaupanik, ibumu pasti paham, ayolah nikmati hari libur dan lupakan urusan rumah."

"Ya, nontonlah beberapa menit di awal," ujar Chloe menatap pada Huckleberry yang mulai memanggil nama-nama anggota Arevalous yang akan bermain. "Jika pertandingannya membosankan karena Arevalous pengecut akan mudah ditumbangkan, baru kau pergi dari sini."

Killian hendak setuju atas usulan tersebut, tetapi suara-suara dalam kepalanya terus memerintahkannya untuk pergi dan segera menjalankan misinya. "Aku tidak mau membuat ibuku menunggu, terlebih ada urusan lain yang mendesak----"

Suara keras simbal dan drum terdengar dimana-mana bersatu padu dengan suara komentator. "Dan yang terakhir! Anggota baru Tim Arevalous yang akan bermain di pertandingan pertamanya!" teriak Huckleberry, sukses membuat para murid yang sibuk berceloteh dan mengabaikan sambutan ini, kini menatap semua ke arena pertandingan. "Menjadi salah satu anggota termuda sepanjang sejarah Oulixeus Eidothea dalam sepuluh tahun terakhir ini. Serta seorang gadis yang selalu menjadi pembicaraan hangat bahkan dihormati oleh seluruh akademi! Atas inilah, mari kita sambut ....."

Sontak banyak murid yang berdiri dari bangkunya, menatap penuh ketidakpercayaan dan rasa terkejut. Sementara anak-anak Arevalous sangat berbahagia, mereka terus memainkan drum-drum dan bersorak-sorai, kini segalanya telah ditutupi semangat dari asrama tersebut. "Yang Mulia Aalisha Galad De Lune yang menempati posisi Principes di Tim Arevalous!"

"Bunyikan terompetnya!!" teriak murid Arevalous, maka puluhan terompet ditiupkan sekencang mungkin serta ribuan confetti dilemparkan ke udara hingga berguguran di seluruh tribune bahkan hingga ke atas kepala para tim yang bertanding hari ini.

"Jagad Dewa! Dia bergabung dengan tim Arevalous?! Tapi dia masih di tahun pertama!"

"Barusan anak Arevalous berkata jika dia mendapatkan izin dari tiga profesor besar, terlebih kemampuannya sudah unggul jadi tidak masalah meski belum menginjak tahun kedua."

"Oh sialan," kata Chloe, "tuan putri De Lune itu ...."

Alejandro tampak terdiam membisu. "Bajingan," ucapnya, "ini tidak sesuai perkiraan kita. Mana kutahu jika dia bergabung dengan timnya di tahun ini. Sialan! Aku bertaruh ribuan D'Orques untuk tim Faelyn!"

Sementara Killian kembali duduk di kursinya, ia mengepalkan kedua tangannya, ia urungkan pergi menjalankan rencana busuknya karena sungguh tak ia duga jika Aalisha akan bergabung di tim Oulixeus secepat ini! "Keparat, dia selalu selangkah lebih cepat dariku." Ia berujar dalam pikirannya yang kini dipenuhi amarah. "Selalu dia, selalu Majestic Families! Dunia ini benar-benar tidak adil!!"

Senyuman kecil seorang gadis De Lune terukir kecil saat tahu bahwa targetnya telah mengurungkan diri untuk pergi. "Sudah kuduga, orang-orang akan selalu menjadikanku sorotan dan tokoh utama dalam panggung mana pun." Aalisha hendak tertawa, tetapi ia tahan sebisa mungkin. "Namun, mana dua Majestif Families sialan lainnya? Ah, mungkin mereka akan datang, mari hitung berapa lama mereka bisa sampai ke sini."

Maka di sisi lain, sebuah taman dalam akademi Eidothea. Tampak beberapa murid ada yang enggan menonton pertandingan Oulixeus sehingga mengadakan pesta salon kecil-kecilan sebagai pengisi waktu di hari Minggu ini. Tampak dihadiri enam perempuan saja yang mereka semua berasal dari bangsawan tingkat tinggi serta seorang gadis keturunan Keluarga Agung Clemence.

"Kurasa pertandingannya sudah dimulai," ujar Eloise seraya menikmati teh favoritnya lalu beberapa nona bangsawan lain mengangguk.

"Anda Benar, Nona Clemence," kata Veronica, "tapi jujur saja, kurasa pertandingannya akan selesai dengan cepat karena lawannya adalah Arevalous---"

"De Lune!" ujar nona bangsawan berambut merah muda. "Aku barusan mendapatkan kabar jika Tuan Putri De Lune ternyata bergabung dengan tim Arevalous!"

"Apa?!" Suara Eloise meninggi, ia menaruh cangkirnya dengan kasar. "Aalisha De Lune bergabung di timnya!"

"I—iya, barusan nama dia dipanggil maju ke arena pertandingan. Arus dukungan lekas memihak Arevalous yang sebelumnya ada di pihak Faelyn---"

"Bocah sialan itu terus saja membuat kehebohan di sini, aku benar-benar geram padanya!" Tanpa menunda-nunda, lekas Eloise melenggang pergi dari pesta salon tersebut seraya disusul oleh para nona bangsawan yang lain.

Mari beralih ke jembatan di danau Eidothea, tampak seorang lelaki bermanik mata ungu tengah membawa buku sihir dan mengobrol dengan ikan koi mengenai gerbang teleportasi, sepertinya ia masih berusaha mengulik bahkan barangkali mencari cara untuk menemukan kunci gerbang teleportasinya atau cara masuk tanpa kunci? Namun, intinya ia lebih memilih rasa penasaran menguasainya dibandingkan menonton pertandingan padahal asramanya yang hari ini bertanding.

"Jadi cara apa yang kauketahui agar aku bisa membuka gerbang ...." Ia mengurungkan perkataannya dan menatap pada Orly yang mendatanginya dengan terburu-buru. "Ada apa?"

"Yang Mulia Von Havardur. Anda harus ke tempat pertandingan segera karena ternyata Tuan Putri De Lune bergabung dengan timnya dan ia bertanding hari ini."

"Dia apa---sialan, timku benar-benar sial hari ini!"

Tanpa banyak basa-basi, lekas Nicaise berlari menuju ke tempat pertandingan. Ini sungguh di luar dugaan, ia tak pernah memikirkan jika Aalisha tertarik pada Oulixeus dan bergabung di timnya. Hal ini benar-benar sial bagi tim Faelyn karena kemungkinan yang tak terduga adalah mereka akan habis dibantai oleh Aalisha, apalagi Nicaise dan Eloise memutuskan tak bertanding karena berpikir jika keroco seperti Arevalous bisa dikalahkan oleh anggota tim mereka.

Mari kembali ke tempat dilaksanakannya pertandingan yang kini semakin banyak murid yang menonton bahkan mereka yang awalnya enggan menonton, memutuskan untuk pergi secepat mungkin ke tempat pertandingan bahkan berdesak-desakan di tribune akibat tersebarnya informasi jika Aalisha telah bergabung dengan timnya dan bertanding hari ini. Mereka sungguh-sungguh penasaran bagaimana kekuatan dari seorang Putri De Lune yang disembunyikan dari dunia ini!

Ketika para murid saling bertanya-tanya, kebingungan, bahkan ketakutan karena menyesal melakukan taruhan, tampaknya ada seorang lelaki bermanik mata biru yang terkekeh puas seolah-olah dia sudah memprediksi hal ini akan terjadi. "Ini sungguh menyenangkan, orang-orang bingung dan ketakutan." Ia tertawa renyah, benar-benar bahagia. "Inilah kenapa aku bertaruh penuh di tim Arevalous, mampuslah orang-orang yang bertaruh ratusan D'Orques dan menganggap jika Faelyn akan menang telak. Padahal ada plot twist jauh sebelum pertandingan dimulai."

Nathalia geleng-geleng kepala dan heran lagi, ia menatap pada lelaki di sampingnya ini. "Jadi kau sudah tahu sebelumnya, Athreus? Dan kau tak memberitahu kami."

Lelaki itu tersenyum tipis, ada kilatan cahaya biru di mata biru tanzanit-nya. "Karena aku belum yakin, aku hanya menebak-nebak saja dan ternyata firasatku benar."

Tampaknya ada kebohongan sedikit dalam perkataan Athreus, ia memang jujur jika hanya menebak-nebak, tetapi ia tak jujur kalau beberapa kali ia pernah melihat Aalisha berlatih dan entah sekadar latihan rutin atau ada rahasia yang ia sembunyikan. Namun, Athreus lebih memilih diam agar ia bisa melihat reaksi tercengangnya orang-orang di akademi ini. "Yeah bagaimana pun juga, gadis De Lune itu selalu berhasil membuat orang-orang terkejut, bahkan jauh sebelum dia dikenal sebagai De Lune, benar bukan?" Dan manik matanya menatap pada gadis tersebut yang berada di arena.

"Oh Nicaise dan Eloise kemari," kata Nathalia.

"Sudah kuduga, mereka jadi tertarik untuk menonton." Athreus berujar seperti itu karena saat pagi hari tadi, Nicaise dan Eloise dengan sombong enggan datang karena menganggap jika Faelyn bisa mengalahkan lawannya dengan mudah.

"Baiklah, lagi pula, siapa juga yang tidak tertarik pada pesona De Lune itu." Nathalia berujar dan Athreus hanya diam.

Di sisi arena, Aalisha terkekeh kecil. "Kurang dari lima menit mereka berhasil kemari." Ia lalu menatap sinis pada Eloise dan Nicaise yang berada di pinggiran pagar tribune, menatap Aalisha dengan tatapan penuh rasa kesal, terutama si Clemence.

"Huckleberry!" teriak Eloise Clemence yang lekas para murid jadi semakin tegang. "Aku ingin menggantikan salah satu anggotaku dan biarkan aku bertanding!"

Oh sungguh semakin memanas karena sepertinya Tuan Putri Clemence tak mau jika timnya dibantai oleh gadis kecil De Lune. Namun, sayangnya Huckleberry berujar, "maaf Nona Clemence, tapi anggota yang sudah tercatat bertanding hari ini tidak bisa diganti lagi kecuali anggota tersebut sakit atau meninggal."

"Bajingan! Berani kau melawanku, huh?!" teriak Eloise, sedangkan Nicaise berusaha menenangkan gadis itu karena ia tak mau Eloise meledak meskipun Nicaise juga khawatir jika anggota mereka dibantai si De Lune, terlebih tidak ada yang tahu benar-benar potensi gadis tersebut bermain di lapangan dan bertarung secara berkelompok.

"Maafkan aku, tapi sudah peraturannya seperti itu, jadi silakan Anda nikmati saja pertandingan ini," ujar Huckleberry yang lekas asrama Arevalous membunyikan simbal dan terompet mereka karena Huckleberry tak tunduk pada Clemence

"Diamlah kalian!" teriak Eloise.

"Oh ayolah, Clemence," kata Athreus yang tiba-tiba sudah di dekat mereka. "Tenangkan dirimu dan nikmati pertandingan ini, bukankah anggota kalian semuanya unggul atau kalian tak yakin dengan tim kalian sendiri?"

"Jangan memprovokasi, Athreus," kata Nicaise.

"Aku tak menambahkan bensin dalam api kok," balas Athreus, "aku hanya berkata fakta kalau tim kalian kalah, poin kalian akan berkurang banyak dan sungguh memalukan. Lalu menambah kesempatan jika Gwenaelle jauh lebih unggul."

"Cukup kalian. Sudah bertengkarnya, tolong, dunia nggak berputar di kalian saja," kata Nathalia tiba-tiba. Sesaat membuat ketiga Majestic Families terdiam lalu detik selanjutnya terdengar tawa di arena pertandingan.

Perlahan Aalisha maju bersama dengan anggota timnya ke arah panitia yang ada di lapangan. "Oh ayolah, kenapa semuanya memanas di sini? Bukankah kalian semua kemari karena hendak menonton pertandingan Oulixeus, jadi duduk diam dan tontonlah dengan damai dan biarkan aku bermain di atas panggung opera dengan nyaman ...."

Detik itu semua murid yang ada di sana, masing-masing anggota tim, panitia, kemudian Huckleberry bahkan ketiga Majestic Families tercengang saat Aalisha De Lune mengeluarkan jari tengahnya, menarik kelopak mata bawahnya, dan memeletkan lidah kepada ketiga Majestic Families sebagai bentuk ejekan. Aalisha benar-benar menunjukkan sisi kekanakan dan bocah jailnya jika seperti itu. "Dan saksikanlah ketika aku menjadi pemenang di pertandingan kali ini." Ia kemudian terkekeh puas.

Lekas suara tepuk tangan dan sorakan ada di mana-mana bahkan murid-murid Arevalous kembali memainkan alat musik mereka, membuat hari itu sangat-sangat meriah. Serta ada tambahan api berkobar akibat dua Majestic Families sangat kesal sementara Kieran Zalana malah tertawa. "Gadis itu memang sesuatu yang unik."

"Oh Jagad Dewa," kata Mylo, sementara teman-teman Aalisha hanya diam karena lelah dengan sifat Aalisha yang tiba-tiba tampak bahagia. "Sehari tanpa membuat orang-orang kesal, ia pasti tak bisa."

"Tolong lindungi dia serta kita semua para murid Arevalous," timpal Frisca.

"Aamiin," ujar Anila dan Gilbert.

Pertandingan Oulixeus: Satu Panah, Satu Kemenangan pun dimulai.

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

|| Afterword #25

Gimana, apakah terasa euforia para murid sebelum pertandingannya dimulai?

Menulis chapter ini butuh pertimbangan banget, mulai dari jenis arena, rintangan, permainannya, hingga apakah harus menampilkan pertarungan antarketurunan Majestic Families sesegera mungkin? Namun, sepertinya tidak karena terlalu cepat, terlebih masih pertandingan perdana Aalisha, sungguh menyulitkan jika menulis perkelahian mereka yang bakal membuat arena hancur lebur, haha.

Lagi pula, gue mau memperlihatkan bagaimana kesombongan Majestic Families Direct Line atau Keturunan Utama dalam memandang murid lain dan yaps, tampak mereka---Eloise dan Nicaise sengaja tak mai bertanding karena meremehkan lawan mereka, kalau lawan mereka Gwenaelle, pastinya mereka bakal ikut bertanding. Sepertinya mereka tidak memikirkan bahwa Aalisha juga bisa bergabung dengan cepat^^

Berbicara mengenai taruhan, sudah dijelaskan berkali-kali dalam cerita kalau taruhan memang kebiasaan para murid entah karena kakak tingkat mereka atau kebiasaan kaum bangsawan, terlebih jika diberi banyak uang saku:) Namun, sejatinya taruhan ini bisa jadi kesialan karenanya banyak juga murid menghindari hal ini. Perlu diingat pula jika taruhan seperti ini bisa berujung judi, makanya beberapa murid enggan terlibat apalagi kalau memasang taruhan dengan harga tinggi, haha. Ada baiknya antarteman satu geng saja untuk senang-senang, jadi ikut kebiasaan bangsawan yang jelek seperti Killian maupun Alejandro.

Jadi menurut kalian, siapa yang akan menang?

Oh ya, bagi yang lupa:
- Hastae: Penyerang terdepan, biasanya menggunakan senjata.
- Custodes: Ahli teknik penyembuhan, tapi bisa juga bertarung.
-Veneficus: Ahli sihir atau serangan jarak jauh
- Exploratorem: Biasanya jadi pemimpin atau ahli strategi
- Principes: Harus ahli semua posisi

Prins Llumière

Sabtu, 09 November 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top