Chapter 26

|| Sorry untuk chapter yang lambat update karena masalah kesehatan dan skripsi^^

|| Total chapter ini sebanyak 7.382 kata. Silakan cari posisi ternyaman untuk membaca.

|| Beri vote dengan komentar 350. Jangan spam komentar yang sama.

Kendatipun tugas sekolah sudah mulai banyak, kemudian ditambah dengan latihan rutin karena kelas latihan pedang dan sihir penuh dengan praktik. Namun, para murid sepertinya masih lebih banyak menghabiskan waktu dengan berleha-leha atau bermain dengan teman-teman mereka entah berkeliling Eidothea, melihat binatang magis meski nanti diusir para kesatria akademi karena mengganggu tidur binatang magis, hingga mencoba berbagai teknik sihir hanya untuk bermain-main saja bukan berlatih meski pengambilan nilai sudah di depan mata.

Kelas-kelas akhir ini berjalan cukup normal, meski banyak keributan dan gosip sana-sini, tetapi tidak ada kejadian yang menghebohkan jadi kehidupan akademi cukup aman terkendali. Begitu pula Aalisha dan kawan-kawannya, maksudnya para manusia yang selalu menempel padanya. Mereka menjalani aktivitas di Eidothea begitu tenang, tak ada serangan atau gangguan yang mengancam nyawa, sangat nyaman mereka nikmati hari-hari ini. Seperti sekarang, di kelas profesor Reagan menjelaskan mengenai sejarah revolusi Kekaisaran Ekreadel sebelum menjadi Kekaisaran.

Selama kelas berlangsung, para murid sesekali menguap karena menahan kantuk, lalu Anila tampak rajin mencatat setiap poin materi yang penting, Gilbert dan Kennedy diam-diam makan di kelas, sangat nakal, sepertinya Kennedy mulai terpengaruh kenakalan Gilbert. Frisca bergosip dengan beberapa murid, Mylo mencoret-coret kertas agar tak tertidur sedangkan Aalisha sejak tadi hanya memutar pena bulunya, sesekali menulis di buku catatan, lalu memikirkan hal lain. Ada pula Killian yang entah apa yang ia lakukan. Selama seminggu ini, dia tidak melakukan hal-hal mencurigakan dan hingga kini pun, belum Aalisha temukan di mana keberadaan gelang Iapthae Portae.

Jeda antara kelas sejarah ke kelas Neith dan Nereum hanya setengah jam jadi para murid lekas menuju kelas gabungan yang menggabungkan tiga jelas. Katanya profesor Ambrosia dan Lilura akan cuti selama seminggu mulai besok karena ada urusan keluarga. Jadi karena itu, beberapa kelas digabungkan agar tidak tertinggal materi selama profesor Ambrosia tidak mengajar, yah meski bisa saja ada guru pengganti. Kelas pun dimulai, seperti biasa, wanita itu selalu memilih gaun yang cantik dan cocok untuknya, manik mata pink rouge-nya begitu indah seolah-olah bersinar di bawah paparan sinar matahari. Sementara itu, Lilura setia dengan gaun putihnya dan kali ini topi baret hitam, ia duduk di atas meja dengan mata tertutup, kemungkinan tertidur.

Aalisha memperhatikan profesor Ambrosia, jika dipikir-pikir lagi, wanita itu hingga kini masih lajang padahal umurnya sudah sangat matang untuk menikah. Jika membahas profesor Ambrosia, Aalisha masih tak menyangka, seolah-olah plot twist dalam hidupnya saat mengetahui bahwa profesor Ambrosia pernah bertemu dengan Owen dan mereka berkencan? Sebenarnya tak bisa disebut kencan karena hanya Ambrosia yang menganggap seperti itu, sementara Owen tidak. Terlebih lagi secara tak sengaja, Owen mencampakkan Ambrosia. Barangkali hal inilah yang membuat Ambrosia masih lajang. Mungkinkah wanita itu masih menyimpan perasaan pada Owen? Oh Demi Dewa, semoga tidak karena mencintai Owen pasti akan membawa bencana dalam hidupnya.

"Kudengar rumor jika profesor Ambrosia cuti karena ada beberapa lamaran datang ke kediamannya, lamarannya tak main-main karena datang dari bangsawan tinggi yang dekat dengan Kekaisaran." Murid di belakang Aalisha berujar pada murid lain di sampingnya.

"Apakah akan ditolak oleh profesor lagi?" balas temannya, "kudengar dari kakak tingkatku kalau profesor sudah sering dilamar dan selalu ia tolak, entah apa alasannya."

"Mungkin kriteria dan standar prianya sangat tinggi."

"Jika seperti profesor Ambrosia, kurasa hal yang tak mengherankan jika dia punya kriteria pria yang tinggi."

"Syukurlah profesor Ambrosia bisa menjalani hidup dengan baik seperti sedia lala setelah beberapa bulan lalu difitnah sebagai Phantomius."

"Mungkin profesor belum menikah, karena masih ingin mengajar atau belum siap."

"Menurutku karena profesor mencintai seseorang? Jadi dia menunggu orang yang dicintainya datang melamarnya, seperti dalam novel, seorang tuan putri menunggu pangerannya." Beberapa murid terkikik karena merasa gemas semisal hal itu benar-benar terjadi.

Berbeda dengan keturunan De Lune di depan mereka. Aalisha malah hendak muntah andaikata jika profesor Ambrosia benar-benar menunggu Owen untuk melamarnya. Sialan, tolong jangan sampai terjadi karena Aalisha tak bisa membayangkan bahwa seorang Owen yang menyebalkan itu akan menjadi budak cintanya seseorang. Kini gadis itu membatin, "semoga bukan Owen, semoga bukan Owen, profesor Ambrosia pantas mendapatkan pria yang lebih baik dari si bajingan Owen itu."

"Aalisha, kenapa?" kata Anila.

"Aku baik-baik saja," balas Aalisha.

Waktu berlanjut. Setelah makan siang. Aalisha dipanggil ke kandang naga maksudnya Wyvern untuk menemui seorang dokter sekaligus peneliti binatang magis, seorang profesor yang mengajar angkatan atas. Mereka akan membahas perkembangan kondisi Aramis.

"Seperti pertemuan kita sebelumnya," ujar profesor Tasar Raloceran, pemimpin utama rumah sakit Eidothea yang terkadang mengajar di kelas ramuan dan penyembuhan. "Kami sudah melakukan pengecekan kondisi Aramis dan penyelidikan sumber yang membuat Aramis mengamuk. Berdasarkan hal itu, Aramis hanya dalam kondisi belum sepenuhnya terbiasa tinggal di Eidothea terutama karena beberapa murid sering datang ke kandang untuk melihatnya, hal ini membuatnya jadi stress. Selain itu, melalui penyelidikan kami dengan bantuan para Orly, kami menemukan bahwa ada tindakan kesalahan penyuntikan dosis vitamin dan obat khusus pada Aramis oleh salah satu kesatria yang ditugaskan untuk menjaga kesehatan Aramis."

Sejenak Aalisha diam. Apakah tidak ada tanda-tanda gigitan tikus? Apakah sebenarnya gigitan tikus kemarin yang ia lihat adalah bekas suntikan, lalu bagaimana dengan gelang tertancap di telinga? Mungkinkah mereka tak sadar karena gelangnya hancur saat Aalisha sentuh. Sialan, ini memusingkan.

Profesor Ailwin Jomaris berujar karena tak ada yang Aalisha katakan. "Kesatria itu lalai dalam tugasnya. Sehingga dosis yang tak sesuai itu mempengaruhi emosi Aramis, ketika dia mendengar keributan di pertandingan Oulixeus minggu lalu, dia menganggapnya sebagai medan perang karenanya dia mengamuk dan terbang ke sana serta mulai menyerang para murid."

Aalisha berpikir sejenak. "Perang, maksud Anda, Aramis pernah terjun ke medan perang?" Apa-apaan ini? Mengapa Aalisha baru tahu jika Aramis pernah diterjunkan ke medan perang!

"Apakah profesor Eugenius tidak memberitahukan Anda, Yang Mulia?" ujar profesor Tasar.

Aalisha mendengus, ia kesal. "Tidak." Rasanya hendak sekali Aalisha mengumpat pada pria tua itu yang gelagatnya susah sekali dibaca.

"Aku akan jelaskan saja, sebenarnya Aramis adalah Wyvern yang sudah lama di bawah Kekaisaran Ekreadel, tetapi kurang diperlakukan dengan baik dan dia sudah sering digunakan untuk terjun ke medan perang atau ekspansi Zedo Domain." Profesor Tasar menjelaskan dengan hati-hati karena kemungkinan gadis di hadapannya ini akan meledak.

"Dia tidak diperlakukan dengan baik?" Aalisha ulangi perkataan itu.

"Ya," balas profesor Tasar, "Ekreadel punya banyak jenis naga yang digunakan untuk ke medan perang, kemungkinan karena itu, Aramis kurang diperhatikan oleh Kekaisaran bahkan tak diberi kebebasan."

Rasanya ubun-ubun Aalisha memanas. Lupakan gigitan tikus dan gelang, ia hendak mengamuk karena perlakuan bajingan pihak Kekaisaran Ekreadel pada Aramis. Jika mereka tak becus merawat seekor Wyvern, mengapa tak bebaskan saja atau kembalikan ke habitat asli, ini malah tak diperhatikan kemudian dihadiahkan ke sebuah Akademi! Bukankah gila!

"Bagaimana dengan kesatria yang lalai dalam tugasnya itu?" Sepertinya Aalisha mampu mengontrol emosinya.

"Pihak Eidothea sudah berikan hukuman dan kesatria itu dipecat dari Akademi, mengenai masalah seperti ini harus bersikap tegas pada mereka yang sudah lalai terutama jika membahayakan nyawa," ujar profesor Ailwin.

"Baguslah karena jika kalian tak mengusirnya, maka aku akan memotong kedua tangannya," sahut Aalisha dengan ramah sementara kedua profesornya hanya diam, tak terkejut karena sudah terbiasa berhadapan dengan keangkuhan para Majestic Families. Lihat daja Eloise, Athreus, dan Nicaise, mereka bertiga juga bencana.

"Baiklah, mengenai Aramis ...." Aalisha berujar lagi. "Kalian yakin jika penyebabnya hanya mengamuk karena stress dan dosis obat?"

"Ya, kami sudah melakukan pengecekan secara berulang," balas profesor Tasar seraya menatap seorang pria bertubuh besar mendekati mereka. "Bahkan master Howard juga membantu kami dan itulah hasil yang kami dapatkan."

"Maafkan aku karena terlambat." Master Howard berujar dengan nada khasnya seraya terkekeh kecil. "Tadi harus memberi makan beberapa Bobynolous."

"Aalisha!" sapa Anila yang muncul di belakang master Howard kemudian mendekap Aalisha, tetapi gadis itu dorong.

"Apa yang kau lakukan?" ucap Aalisha kebingungan. "Bahkan kau juga, Mylo?" Kini dia menatap pada Mylo yang membawa camilan cookies dalam kresek kertas.

"Anila melihat master Howard, jadi dia menyeretku untuk mengikuti master Howard yang ternyata menemuimu," jelas Mylo.

"Baiklah anak-anak," ucap master Howard, "jadi bagaimana Nona Aalisha, apakah masih ada yang membuatmu ragu atau ada yang hendak kau bahas lagi?"

Aalisha memperhatikan Anila dan Mylo yang menempel seperti perangko, lebih tepatnya mereka menempel pada Aalisha. "Tidak ada, sudah cukup."

Dia bukan tak mau membahas ini lebih lanjut, tetapi penemuan para profesornya ini jika Aramis mengamuk karena stress dan dosis obat yang salah, tidak ada tanda-tanda mereka menemukan gigitan tikus atau gelang di telinga. Bagi Aalisha bisa saja penyebab aslinya seperti itu, lalu pasti ada dalangnya, tetapi hanya Aalisha yang tahu karena penyebab utamanya hilang tanpa jejak. Jika Aalisha berkata bahwa ia melihat gelang dan gigitan tikus kemudian masalah ini dibawa hingga ke profesor Eugenius atau master Arthur, maka akan jadi masalah serius. Terlebih jika diulik hingga ke artefak ditemukan tuan Thompson, kastil sihir, Iapthae Portae, hingga wabah tikus. Sudah dipastikan jika itu masalah kompleks dan Aalisha akan diinterogasi banyak hal.

"Karena tak ada yang hendak Anda bicarakan lagi, kurasa kami akan undur diri," kata profesor Ailwin. "Salam Yang Mulia."

"Kami pamit, Salam Yang Mulia," ucap profesor Tasar juga dan keduanya pergi meninggalkan Aalisha dengan master Howard.

"Salam Profesor!" kata Anila begitu juga Mylo, lalu lelaki itu menyuap cookies-nya lagi.

"Aku lelah menegur orang-orang untuk tidak memanggilku dengan sebutan Yang Mulia," ujar Aalisha.

"Mereka hanya bersikap bagaimana adanya kepada Majestic Families, mereka menghormatimu," ucap master Howard.

Aalisha memutar bola matanya. "Bisakah sehari saja kalian tak menempel padaku?"

"Tidak," balas Anila sedikit bernada. "Kami harus mengawasimu, nanti hilang."

"Benar," balas Mylo, "mau?" Ia sodorkan cookies-nya.

Aalisha menghela napas seraya mengambil cookies tersebut. "Master Howard, kurasa kami akan pergi."

"Tunggu," ujar master Howard, "maukah kalian ikut denganku? Maksudnya ada beberapa hal yang ingin kubicarakan dengan Nona Aalisha."

Aalisha menilik sesaat pada pria yang sangat tinggi itu lalu pada Anila dan Mylo yang sedang mengunyah cookies. "Baiklah."

"Mari," ucap master Howard. Aalisha memutar bola matanya dan mengikuti master Howard meski ia malas sekali. Lalu diikuti Mylo dan Anila.

Mereka menyusuri jalan setapak yang kemungkinan mengarah pada kandang binatang-binatang magis. Berada di sini, sepoi-sepoi angin bertiup sejuk, membuat rambut dan jubah Aalisha sedikit berkibar, terdengar burung-burung berkicau dengan merdu. Anila dan Mylo sibuk sendiri seperti menunjuk burung-burung atau makan cookies. Mereka berusaha tak ikut campur dan hanya akan mendengarkan saja.

"Aku merasa kau seperti tak puas dengan penjelasan profesor Tasar tadi," ujar master Howard, "lalu setiap membicarakan Aramis, kau terlihat cukup sensitif."

"Aku memang tak puas," balas Aalisha, "meski penyelidikan mereka benar, aku merasa masih tak terima karena Aramis menderita, kelalaian mereka membuatnya menderita. Harusnya sejak awal Aramis tak di Eidothea jika pihak Eidothea tak bisa mengurusnya dengan benar. Namun, setelah aku mendengar jika Aramis tak diurus dengan benar juga di Kekaisaran Ekreadel, kurasa lebih baik dia dikembalikan ke habitatnya."

"Perkataanmu tidak salah Nona Aalisha, tapi apakah kau tahu jika alam liar pun, tidak selalu menjadi tempat yang aman bagi binatang magis, sama halnya dengan para naga atau binatang yang bisa dijadikan pasukan perang," balas master Howard.

"Aku tahu," kata Aalisha seraya memicingkan mata pada Mylo dan Anila karena Mylo hampir terjerembab dan menjatuhkan kresek cookies-nya. "Memang tak ada tempat aman di dunia ini. Perkataan profesor Eugenius mengenai Eidothea adalah rumah yang aman, kebanyakan mengandung omong kosong juga."

Senyum master Howard terukir. "Aku paham jika kau berpikiran seperti itu, tetapi terkadang rumah yang aman, bisa tidak aman bukan karena rumahnya, tetapi ada seseorang dari dalam yang berusaha merusak rumah itu."

Aalisha paham maksud dari perkataan master Howard dan ia sangat setuju dengan hal itu. "Anda benar." Seekor kepik hinggap di jari Aalisha, ia tatap sejenak.

"Kurasa kau tak hanya sensitif pada Aramis, tapi pada semua binatang." Master Howard membahas hal itu lagi.

Masih menatap si kepik merah kecil. Aalisha berujar, "ya aku sensitif pada apa pun yang berkaitan dengan binatang."

Master Howard menunduk untuk menatap gadis kecil di sampingnya ini. Perbedaan tinggi mereka terlihat begitu jelas. "Apakah karena kau Keturunan Maha Agung De Lune atau ada alasan pribadi?"

"Mungkin karena dua-duanya." Sebenarnya Aalisha merasa enggan membahas hal ini. Seolah-olah untuk apa ia harus curhat pada manusia lain yang kastanya di bawah Aalisha dan tak punya hubungan apa pun, bahkan Aalisha takkan mau bercerita pada mereka yang masih punya hubungan keluarga dengannya. Namun, detik ini seperti ada sesuatu yang mendorongnya untuk setidaknya ia berbagi satu atau dua cerita.

"Jika tak mau mengobrol mengenai hal ini, aku takkan memaksa," ujar master Howard karena Aalisha hanya diam saja.

"Benar, jangan dipaksakan," ujar Anila juga. "Mylo, jangan dihabiskan, sisakan untuk Aalisha juga!"

"Huh! Aku beli ini dengan uangku," balas Mylo, "suruh dia beli sendiri, dia punya banyak uang bahkan bisa membeli pabriknya!" Terjadilah pertengkaran kecil antara Anila dan Mylo. Aalisha menggeleng dan kembali fokus pada percakapannya dengan master Howard.

"Di keluarga De Lune, setiap keturunan De Lune pasti memiliki satu ciri khas yang sama; dicintai para binatang. Biasanya seorang De Lune, setelah mereka lahir, para binatang secara naluriah akan menyukai mereka, menunjukkan bahwa para binatang itu menghormati para De Lune."

Tidak disangka oleh master Howard jika Aalisha akan bercerita. "Jadi seperti bukti jika seseorang adalah De Lune, para binatang secara naluriah akan menghormati mereka?"

Aalisha menatap pada dua landak yang di atas duri mereka tertancap buah-buahan kecil. Mylo dan Anila juga berjongkok di dekatnya.

"Mau dibawa ke mana buah-buahan ini?" kata Mylo.

"Tentu saja dibawa ke rumah mereka," sahut Anila.

Aalisha lanjut menjawab perkataan master Howard. "Ya, biasanya para binatang akan mengetahui seorang anak sebagai keturunan De Lune dimulai dari umur dua tahun ke atas, tanda-tandanya ada banyak, seperti burung berkumpul dan berkicau atau seekor kijang datang ke halaman rumah dan mencari si anak keturunan De Lune, serta ada tanda lainnya lagi. Setelah itu akan dilakukan ritual atau upacara khusus dari Keluarga De Lune, Celestenta. Mirip debutante, tetapi hanya dihadiri keluarga De Lune saja."

"Apakah ada kenangan buruk saat pelaksanaan ritual itu padamu?" kata master Howard, menatap pada Aalisha. Sementara Anila dan Mylo hanya diam saja, mereka mendengar dengan saksama cerita dari Aalisha.

"Tidak," balas Aalisha, "aku tidak menjalani ritual itu."

"Sungguh?! Bagaimana bisa?" teriak Mylo dan seketika dipukul Anila di bahu.

"Jangan berkata seperti itu!" balas Anila.

Seorang keturunan De Lune ketika lahir ke dunia, para binatang selalu punya naluriah untuk mendekati dan memberi penghormatan pada anak-anak yang lahir tersebut. Dikarenakan sudah sejak zaman dahulu atau sejak generasi kuno para leluhur De Lune, selalu sama polanya, jadi sudah tak mengherankan jika para binatang akan datang seraya memberi persembahan kecil pada setiap keturunan De Lune yang lahir, baik perempuan atau laki-laki, baik keturunan cabang terutama keturunan utama dan setelah itu dilaksanakan ritual Celestenta.

Keturunan Utama selalu memiliki tanda-tanda yang datang lebih cepat, jika keturunan cabang, biasanya pada umur dua tahun ke atas. Keturunan Utama akan muncul tanda-tandanya bisa dibawah umur dua tahun. Hal ini menandakan bahwa Keturunan Utama tersebut sangat diberkati para Dewa-Dewi dan dianggap begitu termasyhur. Para Tetua Agung selalu bangga akan hal ini.

Hingga di suatu generasi Keluarga De Lune, ada seorang Keturunan Utama yang tanda-tanda tersebut datang tepat di waktu kelahirannya. Bahkan selama sebulan lebih, para binatang terus bergantian datang menemuinya dan memberikan persembahan; burung-burung selalu berkicau merdu, para rusa atau kijang memberi buah hingga sebuah mahkota bunga yang entah bagaimana mereka membuatnya, hingga kabarnya seekor naga suci sempat menemui Keturunan Utama De Lune itu. Hal ini tentu saja membuat seluruh Keluarga Besar De Lune jadi sangat bangga bahkan para Tetua Agung begitu bahagia termasuk Kepala Keluarga De Lune. Sebagai rasa gitu, diberi hadiah pula berupa ritual Celestenta yang paling megah hingga Debutante-nya pun begitu termasyhur.

Ya, Keturunan Utama De Lune yang sangat termasyur dan dicintai itu adalah Aldrich Dhiaulhaq Galad De Lune.

Kelahiran Aldrich adalah berkah yang tak terhingga bagi Majestic Family De Lune bahkan banyak yang menganggap jika dengan kelahiran Aldrich maka Keluarga De Lune akan menjadi Majestic Families yang terhebat sepanjang masa. Maka tidak mengherankan jika seluruh Keluarga Besar De Lune dimulai dari para Keluarga Cabang, para Tetua Agung, dan masyarakatnya, berharap jika anak kedua akan sama termasyhurnya seperti Aldrich De Lune. Namun, kenyataannya kelahiran anak kedua telah meruntuhkan seluruh ekspektasi tersebut.

"Berbeda dengan Aldrich. Aku hingga berumur tiga tahun lebih, tidak kunjung ada tanda-tanda para binatang datang menemuiku. Hal ini membuat pihak keluargaku berpikir jika aku cacat karena keturunan cabang saja di umur dua tahun sudah terlihat tanda-tandanya, sementara aku sebagai keturunan utama, tidak kunjung terlihat tanda-tanda itu padahal aku hampir berumur empat tahun."

Master Howard, Anila, dan Mylo hanya terdiam. Mereka tak tahu harus berkata apa. Terutama karena Aalisha yang tengah bercerita kisah sedih, tetapi tak terukir kesedihan di wajahnya.

"Hingga saat umurku genap empat tahun, seekor kelinci putih akhirnya datang menemuiku, hanya satu kelinci saja, tapi itu dipastikan tandanya," ujar Aalisha seraya menancapkan kembali buah berry yang jatuh dari punggung landak. Berry-nya jatuh lagi jadi kali ini, Anila hang menancapkan berry itu di punggung landaknya.

Aalisha lanjut berujar lagi. "Namun, pihak keluargaku hanya sekadar tahu saja, tanpa berniat melaksanakan ritual Celestenta. Awalnya aku pikir, ritualnya tidak dilakukan karena identitasku disembunyikan, padahal barangkali bukan itu alasan utamanya. Karena bukankah bisa saja kalau ritualnya diadakan secara kecil-kecilan dan hanya dihadiri segelintir keluarga cabang. Namun, tidak dilakukan, seolah-olah mereka sengaja tak mau ada ritual apa pun padaku, bahkan aku tak menjalani debutante. Padahal esensi kedua acara itu adalah doa karena memanggil pendeta jadi bukan hanya sekadar pesta mewah, tapi pihak keluargaku sepertinya tak peduli padaku."

Kini Aalisha menyesal sudah cerita. Ia seharusnya tak curhat sedikit pun mengenai kehidupannya. Lagi pula, ia enggan dikasihani terutama oleh para manusia rendahan di dekatnya ini. Ia sangat yakin setelah ini Anila atau Mylo akan merasa kasihan padanya. Padahal Aalisha selalu berusaha untuk tak menganggap hidupnya mengenaskan.

"Mau cookies?" kata Mylo menyodorkan kresek cookies yang tertinggal tiga cookies-nya.

"Tidak."

"Baiklah," balas Mylo, "hey, landaknya kembali, woah dia membawa apel!"

"Kurasa landaknya ingin memberimu apel," ujar Anila karena landak yang membawa berry tadi kini kembali dengan membawa apel dan berhenti di dekat Aalisha. "Nah ambillah, untukmu."

Aalisha raih apel hijau tersebut kemudian dia makan. "Terima kasih." Setelahnya si landak pun pergi. Anila dan Mylo tersenyum karena mereka begitu bahagia bisa melihat senyuman tipis Aalisha.

Master Howard berdeham. "Kurasa pertemuan kelas Binatang magis selanjutnya, kita bisa mempelajari binatang kecil seperti Hippibia atau Squicypus."

"Ya!" teriak Mylo sangat bersemangat. "Aku ingin mempelajari binatang itu."

"Ide yang bagus," sahut Anila, "sekali-kali harus mempelajari binatang yang ramah, jangan selalu binatang seperti Bobynolous."

Terdengar tawa mereka begitu juga master Howard sementara Aalisha fokus makan apel. Lalu seekor kupu-kupu hinggap di bahu Aalisha, membawa suatu informasi. "Anila, Mylo," ujar Aalisha seraya menatap tajam pada kedua manusia itu, seolah-olah memberi kode. "Kita harus pergi."

"Ada apa?!" sahut master Howard.

"Master," balas Anila, "kami ada kelas setelah ini, dan sepertinya Mylo meninggalkan bukunya di asrama."

"Iya," sahut Mylo, "kami harus segera pergi karena aku meninggalkan bukuku dan kelas selanjutnya akan dimulai."

"Kami pamit Master Howard," balas Anila karena Aalisha sudah berlari lebih dulu.

"Maafkan atas kelakukan Aalisha, dia tidak suka terlambat," ujar Mylo, "kami pamit, sampai jumpa Master!" Kemudian Mylo menyusul Anila dan Aalisha.

"Dasar anak-anak, selalu lalai dengan pekerjaan sekolah mereka," gumam master Howard lalu pergi juga.

****

Mereka berlari menuju asrama Drystan yang sudah kembali seperti semula, perbaikan asrama itu menjadi baru lagi hanya butuh waktu kurang dari seminggu dan para muridnya sudah bisa menempati kamar mereka. Akan tetapi, detik ini bukan membahas asrama Drystan, melainkan salah seorang penghuni asrama itu karena seperti memperlihatkan gerak-gerik yang mencurigakan; diberitahukan oleh para kupu-kupu yang Aalisha perintahkan untuk mengawasinya.

"Sialan," ujar Aalisha saat seekor belalang hinggap di bahunya. "Dia pergi ke Prairie Lynx Woods. Kita harus segera ke sana."

"Apa yang dilakukannya?" ujar Mylo seraya mereka berlari di koridor untuk memotong jalan.

"Entahlah," sahut Aalisha, "mungkin menuju gerbang teleportasi."

"Kita harus mencegahnya," ujar Anila yang terlihat kesal. "Kali ini jangan larang aku untuk menghantam wajahnya."

Sayangnya nasib sial menimpa mereka saat tak sengaja seorang pria berpakaian bangsawan yang sangat rapi berujar, "kalian bertiga."

Lekas mereka menghentikan langkah dan menatap pada pria tampan yang manik mata indahnya menatap sedikit sinis. "Kenapa sangat terburu-buru?"

Celaka! Mengapa dari ratusan manusia di akademi ini harus master Arthur yang mencegah mereka? Dia adalah salah satu manusia yang harus mereka waspadai jika tak mau rencana mereka hancur atau terkena hukuman.

"Bukan urusan Anda," sahut Aalisha. Sungguh Anila dan Mylo merasa jika jawaban itu bukanlah jalan keluarnya. Namun, mereka sadar, kalau bukan Aalisha yang menjawab, bisa saja Arthur akan memergoki rencana mereka jika Arthur menggunakan sihir mendeteksi kebohongan. "Terserah kami mau pergi ke mana, lagi pula kami ada kelas dan kami hampir terlambat---"

"Kelas apa?" ujar master Arthur.

Mampus! Sebenarnya tak ada kelas apa pun. Jika Aalisha menjawab dengan kebohongan, bisa saja Arthur akan mengecek jadwal kelasnya. "Mengenai hal itu---"

"Oh Demi Dewa," ujar Mylo seraya menepuk dahinya. Ia mulai berakting. "Aku dapat kabar dari Gilbert kalau kedua saudaraku berbuat keonaran lagi! Aku harus mencegah mereka, sebelum ibuku mengamuk lagi jika Eidothea mengirimkan surat mengenai keonaran mereka! Master, kami harus segera pergi."

"Lihat, kasihan Mylo harus bersabar menghadapi kedua saudaranya," timpal Aalisha, "kami harus pergi Master, karena sepertinya Anda juga sibuk---"

"Kelas apa, kau belum menjawabku," ujar master Arthur seolah-olah tak peduli dengan perkataan Mylo. Sementara Aalisha seolah-olah ingin menghantam wajah tampan Arthur.

"Kelas profesor Solana, Biologi, Master," ujar Anila.

Master Arthur mengangguk. Semoga Anila dipercaya, andaikata Arthur tak percaya perkataan Aalisha. "Kebetulan tadi aku bertemu dengan profesor Solana, dia ternyata ada urusan jadi kelas Beliau ditiadakan hari ini."

Cukup, mereka salah karena melawan manusia selicik master Arthur. "Dikarenakan kalian tak ada kelas jadi aku ingin kalian membantuku, lebih tepatnya aku punya tugas untuk kalian."

"Tapi Master---"

Perkataan Aalisha diinterupsi oleh Master Arthur. "Tugas kalian adalah ...." Pria itu menjentikkan jarinya, sekitar sepuluh kotak kardus melayang dari dalam kelas ke depan Aalisha, Anila, dan Mylo. Kemudian satu kotak terbuka, memperlihatkan botol-botol kaca yang berisi bahan-bahan kelas ramuan. "Ini adalah bahan baru untuk kelas ramuan, jadi kalian pergi ke gudang penyimpanan bahan ramuan dan susun berdasarkan nama bahannya ke dalam rak-rak bahan."

"Kenapa harus kami!" sahut Aalisha, sudah sangat kesal.

"Karena kalian menganggur, mudahnya tak ada urusan yang kalian lakukan jadi alangkah baiknya kalian mengerjakan perbuatan berpahala dengan cara membantuku," sahut Arthur dengan enteng dan tersenyum simpul. "Mengerti?"

Mereka terpaksa menerimanya. Jadi Anila dan Mylo mulai mengangkat satu kotak kardus masing-masing, sisanya kemungkinan dengan bantuan sihir melayang. Sementara Arthur sangat puas melihat wajah penuh amarah dari seorang putri De Lune, suasana hati Arthur membaik karena sudah lama ia tak mengerjai Aalisha. "Lakukan tugasmu, Nona Aalisha."

Perlahan pria tampan dan berkharisma, tetapi menyebalkan di mata Aalisha itu berbalik dan menyibak jubahnya. "Semoga Anda tersambar petir di siang bolong!" ujar Aalisha.

"Dan semoga kau tidak tercebur ke danau," balas Arthur tersenyum manis lalu melangkah menjauh.

Aalisha mengepalkan kedua tangannya. "Harusnya kubunuh dia."

"Aalisha," ujar Anila, "aku sudah menghubungi Gilbert dan lainnya, mereka akan membantu kita meski aku belum jelaskan alasannya, tapi mereka sudah menuju ke Prairie Lynx Woods."

Sesaat Aalisha terdiam karena tak pernah dalam hidupnya jika ia menghadapi suatu permasalahan, seseorang akan membantunya jadi ia merasa asing dengan semua ini. "Ya! Ayo cepat selesaikan tugas bajingan master Arthur ini."

"Err, kotak kardusnya---" Baru Mylo hendak bertanya bagaimana sisa kotak kardusnya karena ia tak yakin menggunakan sihir melayang kalau kardusnya berat. Namun, Aalisha dengan mudahnya menggunakan sihirnya dan membuat sisa kotak kardus melayang kemudian mengikuti langkahnya ke gudang penyimpanan bahan ramuan.

"Dia bisa melakukannya dengan mudah," sahut Anila.

Berada di waktu yang sama, tetapi dalam suasana menegangkan. Gilbert, Frisca, dan Kennedy menuju Prairie Lynx Woods, mereka pikir harus masuk ke dalam hutannya, tetapi dari kejauhan mereka sudah melihat Killian bersama dua temannya yakni Chloe dan Dwayne yang terlihat mencurigakan dan membawa sebuah botol ramuan. Mereka berada di jembatan kayu di danau.

"Keparat! Kenapa kau menyerang kami!" teriak Dwayne karena Gilbert menyerang dengan mantra api meski tak kena dan hanya membuat bulatan hitam di jembatan kayu.

"Kalianlah yang sedang apa?!" teriak Frisca, "pasti kalian tengah merencanakan perbuatan jahat!"

"Berani kau menuduh kami, dasar kasta rendahan! Kau hanya putri Baron, jangan seenaknya berucap!" teriak Chloe yang menyerang balik dengan mantra angin.

Kini terjadi pertarungan antara mereka. Saling menyerang dengan mantra dan mengumpat satu sama lain. Frisca dan Chloe saling menyerang, Gilbert melawan Dwayne, sementara pertarungan paling sengit adalah Kennedy melawan Killian. Keduanya sama-sama putra seorang Marquess yang mahir dalam menggunakan pedang. Namun, terlihat Killian lebih unggul dan beberapa kali berhasil memukul mundur Kennedy dengan pedangnya bahkan melukai tubuh lelaki itu hingga seragam akademinya sobek.

"Seperti rumornya," kata Killian, "kau lebih lemah dan payah dibandingkan saudara-saudaramu. Aku rasa, Marquess Cymphonique sangat kecewa karena salah satu putranya lebih tertarik belajar Biologi dibandingkan strategi perang."

"Ayahku tidak kecewa," sahut Kennedy yang kini menggunakan beberapa mantra untuk mendukungnya mengalahkan Killian. Namun, semua mantranya berhasil ditepis, ia malah terluka karena Killian menggunakan gaya bertarung Keluarga Cornelius.

"Benarkah? Dia hanya memendam rasa kecewanya karena dia tahu kalau kau adalah putranya paling lemah dan payah!" Killian menggunakan mantra yang membuat bayangan hitam muncul di belakangnya dan menyerupai tangan hitam panjang serta membawa dua pedang. "Aku yakin jika ayahmu sangat malu karena kau tidak seperti keturunan Cymphonique yang tertarik pada ranah militer. Kau terlihat menyedihkan karena selalu berkutat pada buku-buku!"

Serangan Killian menjadi berkali-kali lipat, terus memukul mundur Kennedy hingga ia sangat terdesak dan mulai kehabisan tenaga. "Apa ya sebutannya untuk lelaki sepertimu? Ah ya, banci! Lebih baik kau ganti kelamin saja jadi perempuan! Dasar banci dan kutu buku! Kau tidak pantas menyandang nama putra dari Marquess!"

Tubuh Kennedy terpental kuat dan menghantam tanah bersamaan kedua pahanya terluka parah akibat sayatan dari kedua pedang sihir Killian. "Lihat, kau lebih lemah dariku---bajingan kau jalang!"

"Jangan menghina Kennedy!" teriak Frisca setelah melancarkan serangan api dan mengenai bahu Killian. "Dia punya pilihan untuk menjadi apa pun yang dia mau!"

"Apakah termasuk menjadi perempuan?" sahut Killian, "dia cocok jadi perempuan karena sifat lemah gemulai dan pengecutnya!" Ia memberi kode pada Dwayne dan Chloe. Maka kedua sahabatnya menyerang Gilbert secara bersamaan, memukul mundur sejauh mungkin.

Killian menatap sinis pada Frisca, ia merapalkan mantra, uap panas langsung menerpa tubuh Frisca hingga ia terbatuk-batuk dan pandangannya buram, ia merasa tubuhnya tersengat listrik bersamaan membuat tubuhnya kejang. Suara jeritan Gilbert dan Kennedy terdengar karena Frisca terluka. Namun, Killian malah tertawa kencang ketika gadis itu ambruk. "Kau sangat menyedihkan, kaum proletar! Gadis jalang!"

Rapalan mantra kedua menciptakan bayangan monster menyerupai kalajengking yang siap untuk mencabik-cabik tubuh mangsanya. Kini Kennedy berteriak agar Killian tidak melukai Frisca lebih jauh lagi. Namun, lelaki itu tak mau mendengar. "Kau takkan mati, kemungkinan hanya pingsan karena racun jadi selamat tidur---"

Sekonyong-konyong rantai besi mengikat kedua kaki Killian kemudian menariknya hingga tubuhnya menghantam tanah dengan sangat kuat. Remuk redam tubuh Killian terasa sekali meski lekas ia sembuhkan rasa sakitnya dengan sihir. Perlahan pandangan kaburnya melihat gadis berambut cokelat mendekati Frisca. Kemudian lelaki rambut merah kecokelatan membantu Kennedy berdiri setelah memberikan pertolongan pertama. Sementara gadis berambut hitam tanpa jubah karena sudah disimpannya ke Invinirirum kini berdiri di hadapan Killian.

"Bersiaplah untuk tidur di rumah sakit malam ini, Cornelius." Suara Aalisha terdengar dingin.

"Serang dia!" teriak Killian memberikan komando pada Chloe dan Dwayne.

Naas sekali karena serangan mereka bahkan tidak berhasil menembus selubung pelindung Neith Aalisha. Malahan Dwayne ditarik dengan mantra oleh Aalisha seraya serangan di titik tertentu; bahu, perut, paha, dan leher berhasil membuat Dwayne lumpuh kemudian tubuhnya diangkat dengan sihir angin lalu dihantamkan sekeras mungkin ke tanah hingga ia berdarah. Lekas rantai besi menjerat lehernya membuat Dwayne kesulitan bernapas, tubuhnya kejang, dadanya sakit, ia mengeluarkan air liur dan meminta pertolongan Killian, tetapi gagal dan Dwayne pingsan, baru Aalisha lepaskan sihir rantainya.

Di sisi lain, Chloe terdiam dan ketakutan, tetapi belum sempat bereaksi entah kabur atau menyerang balik. Aalisha sudah mengentakkan kakinya dan tanpa rapalan mantra, tanah tinggi seketika menghantam perut Chloe bersamaan sihir angin menerbangkannya setinggi mungkin kemudian menahannya di langit, jarak 500 sentimeter dari tanah. "Kumohon ampuni aku."

Aalisha yang wajahnya datar, menatap sinis Chloe kemudian menggunakan sihir anginnya untuk menghantamkan tubuh Chloe ke tanah hingga tak sadarkan diri.

"Percuma saja." Gadis itu berujar saat Killian menyerangnya dengan pedang. "Kau butuh 100.000 tahun jika hendak mengalahkanku." Ia tahan serangan Killian dengan besi yang muncul begitu saja dari telapak tangan Aalisha. Kemudian suara dentingan terdengar saat kedua senjata itu saling bergesekan.

"Akan kubuktikan jika aku bisa mengalahkanmu detik ini juga! Ignitio!" teriak Killian seraya mengaktifkan senjata magisnya.

"Makhluk rendahan selalu penuh omong kosong," balas Aalisha seraya mengeluarkan Aeternitas.

Seketika angin bertiup kencang saat kedua pedang tersebut saling bergesekan. Killian terlihat sangat frustrasi dan putus asa saat pedangnya tak bergeming, tak berhasil melukai Aalisha meski Killian sudah mengaktifkan pedangnya. Lekas Killian memberikan serangan lagi dengan teknik khusus berpedang ala keluarga Cornelius. Hanya saja setiap serangannya selalu berhasil ditepis bahkan dengan bantuan sihir pun gadis itu tak kunjung terluka.

"Bajingan, bajingan! Aku tidak terima jika gadis sepertimu adalah De Lune!" teriak Killian, "bajingan!!! Kenapa harus kau?! Kenapa De Lune!"

Aalisha terkekeh. "Kau sangat putus asa, huh? Mengetahui jika perempuan yang dulu kau hina ternyata dihormati oleh seluruh makhluk hidup, seluruh dunia?"

"Keparat!" Serangan Killian terus bertambah. Namun, terus dan terus, ia gagal bahkan Aalisha sempat menguap karena pertarungan ini membosankan.

"Lemah."

"Diam kau jalang!" teriak Killian, "Cornelius Family's special technique, Tabescens Veneumbra!"

Muncul asap hijau yang berubah menjadi beruang dengan ekor kalajengking yang siap untuk menyebarkan racun. Suara raungan beruang tersebut terdengar. Sementara Killian tersenyum puas. Ia pasti akan membunuh Aalisha dengan teknik spesial dari Keluarga Cornelius ini. "Umbra!"

Sayangnya, ekspektasi Killian dengan mudah dihancurkan ketika Aalisha mengangkat pedang Aeternitas-nya tanpa ia aktifkan dan dia ayunkan. Satu ayunan itu berhasil membelah asap hijau yang berbentuk beruang berekor kalajengking dengan dengan mudah bersamaan air danau yang menyembur dan membasahi jembatan kayu, akibat serangan Aalisha mengenai air danau.

"Jadi tadi itu teknik spesial keluargamu? Sangat lemah." Aalisha muncul di hadapan Killian yang kedua kakinya gemetar lemas dan tak mampu menahan berat tubuhnya, kini kedua lututnya menyentuh tanah, ia terdiam membisu karena pedang Aalisha tepat berada di dekat lehernya. "Jadi mau memberitahuku, kejahatan apa yang kau rencanakan?"

"Aku tak merencanakan apa pun!" teriak Killian dengan bibir gemetar.

"Baguslah, tapi kau harus tetap menerima akibatnya karena membuatku kesal." Maka Aalisha mengangkat Aeternitas dan ia ayunkan. Namun, berhenti persis ketika hampir menebas leher Killian---lehernya sedikit tergores dan berdarah---karena tiba-tiba muncul dua jari yang kukunya tajam tepat berada di dekat leher Aalisha. Sesosok Orly yang berdiri di sampingnya menghentikan pergerakan Aalisha.

"Berani sekali, seorang Orly rendahan sepertimu menghentikan Keturunan Agung De Lune," ujar Aalisha seraya menoleh dengan tatapan penuh amarah pada Orly di sampingnya.

"Aku hanya menuruti perintah Masterku," ujar sang Orly, ia adalah Galenus.

Suara langkah berat dengan membawa pedang claymore terdengar mendekati Aalisha. "Sudah cukup Nona Aalisha De Lune. Meski aku tak tahu alasan kalian bertengkar, tetapi membunuh sesama murid Eidothea, tetaplah dilarang dan akan dikenakan sanksi."

"Master," ujar Anila yang masih mendekap Frisca karena pingsan.

"Jadi Anda yang berani menghentikanku?" sahut Aalisha, "bukankah tidak beretika jika ikut campur dengan urusan seorang Keturunan Majestic Families. Aku benar bukan, Master Aragon?"

"Aku tahu, tetapi aku takkan diam saja saat kedua muridku saling membunuh, terutama saat Keturunan Agung hendak membunuh murid yang lebih lemah darinya," ujar Aragon, "maaf Nona Aalisha, aku hanya tak mau terjadi pembunuhan pada sesama murid."

"Bahkan jika aku menggunakan otoritasku sebagai seorang De Lune?" kata Aalisha dan mengeratkan genggamannya pada pedangnya. Sementara Aragon hanya diam dengan tatapan sinis.

"Baiklah," sambung Aalisha sambil menurunkan pedangnya. "Kalau begitu turunkan juga tanganmu, Orly."

Perlahan Orly suruhan master Aragon menurunkan tangannya, helaan napas masternya terdengar karena Aalisha masih mau diajak bernegosiasi. Sepertinya dia masih punya hati. Benarkah?

"Igniesco!" Rapalan mantra terdengar bersamaan ledakan kencang tercipta dan api menyebar.

"Aalisha De Lune!" teriak master Aragon.

Maka di antara kepulan asap, Aalisha memusatkan Neith di kaki kanannya, ia tendang perut Killian sekuat tenaga ke arah danau hingga lelaki itu terempas sangat kuat. Terdengar rapalan mantra lagi, "Altaqua Ravida." Seketika tali terbuat dari air menjerat tubuh Killian dan menariknya ke tengah danau secara cepat bersamaan rapalan mantra selanjutnya terdengar lantang, "Ferrum Glacies!" Air danau seketika menerjang ke atas seperti semburan dahsyat yang perlahan-lahan air tersebut membeku lalu muncul besi-besi es, siap menusuk tubuh Killian yang ditarik menggunakan tali air.

"De Lune itu benar-benar hendak membunuh putra Cornelius!" Master Aragon membatin, kemudian berteriak, "Galenus!!"

Seketika Orly milik master Aragon muncul di belakang Killian kemudian mendekap tubuh Killian yang bersamaan besi es menusuk tubuh Orly tersebut hingga tembus dan beberapa besi es berhasil menggores perut Killian, tidak sampai tembus. Aalisha memperhatikan dengan sinis saat mantra besi esnya perlahan mencair karena Orly Master Aragon. "Explodere," gumam Aalisha. Seketika ledakan terdengar yang membuat air menerjang ke atas hingga melahap tubuh Killian dan Orly milik master Aragon.

"Aalisha De Lune, sudah cukup," ujar master Aragon, tetapi terdiam saat melihat senyuman Aalisha.

"Anda membuatku kesal," balas Aalisha, "Ignitio." Maka Arternitas pun diaktifkan, cahaya biru pekat menyelubungi pedang magis Aalisha yang perlahan ia angkat ke atas. "Bagaimana jika Anda yang menghadapiku sebagai hukuman karena sudah ikut campur masalahku."

"Aalisha cukup!" teriak Mylo, "dia guru kita. Kau tak bisa menyerangnya!"

"Aalisha," ujar Anila, "kumohon, jangan lakukan."

"Maaf, tapi seorang De Lune takkan menurunkan pedangnya sebelum menggores wajah lawannya." Betapa senyuman Aalisha terukir, bukan amarah yang ada di sana. Dia sama sekali tak marah, malah terlihat sangat bahagia terutama ketika ia mengayunkan pedangnya ke arah master Aragon dengan sangat berani. "Aeternitas penuhi permintaanku!"

"Oh De Lune," ujar master Aragon sambil menggelengkan kepalanya. "Kau membuat pilihan yang salah."

Tidak dipedulikan Aalisha, maka Aeternitas yang bersinar terang dan sinarnya seolah-olah menembus langit. Perlahan ia ayunkan pedang tersebut ke arah master Aragon. Seketika energi yang sangat kuat begitu terasa hendak membelah tubuh master Aragon, hal ini membuat terciptanya angin bertiup yang lekas membuat Anila dan lainnya saling berpelukan agar tidak terempas ke belakang. Saat serangan pedang Aalisha hampir memenggal tubuh master Aragon yang hanya diam dan tak berkutik itu. Tiba-tiba Orly master Aragon muncul dan melesetkan serangan tersebut hingga akhirnya menggores tanah, meledakkannya, dan tercipta cekung sedalam empat meter tepat di belakang master Aragon.

Aalisha berdecak sebal. Tanpa mau membuang waktu, ia melesat ke hadapan master Aragon, sekali lagi dilindungi oleh Orly-nya. "Aku ingin bertarung melawan Anda, bukan Orly rendahan ini!"

"Kau belum tentu bisa mengalahkan Orly-ku," sahut master Aragon dengan senyuman sinis.

Manik mata Aalisha menatap sangat tajam. "Anda meremehkanku? Baiklah, kuterima tantangannya dengan senang hati!"

Atas inilah, Aalisha membelokkan serangannya pada Orly yang mengenakan pakaian bangsawan itu. Gema pedang saling berdentang ketika Aalisha mengayunkan pedangnya sementara Galenus hanya menggunakan belati kecil. Meskipun serangan Aalisha terus menerus ditangkis, tetapi gadis itu malah terlihat senang dan tersenyum puas bersamaan rapalan mantranya terdengar, muncul pentagram sihir biru. Seketika rantai besi hitam menerjang ke arah tubuh Galenus dan melilitnya, tetapi sang Orly berhasil terbebas dari jeratan rantai besi.

Apakah Aalisha marah? Gadis itu semakin tersenyum kemudian merapalkan mantra lagi yang sukses menciptakan tanah tinggi, lalu menghantam tubuh Galenus, muncul besi dan menjeratnya, besi berubah menjadi batang pohon yang seketika menusuk tubuh Orly tersebut menggunakan duri-duri yang muncul di sepanjang batang hingga menembus seluruh tubuh Galenus. Belum usai, Aalisha mengayunkan pedangnya tepat ke leher Galenus hingga memenggalnya bersamaan kepala Sang Orly terputus dan menggelinding ke tanah. Kini tubuh sang Orly ambruk di atas tanah tinggi itu.

Semua terdiam melihat Aalisha begitu tenangnya ketika memenggal kepala Orly milik master Aragon. Namun, sang Master malah tersenyum sambil berkata, "kau takkan bisa membunuh seorang Orly hanya dengan memenggal---"

"Cavea Sigillum Tenet." Aalisha merapalkan mantra yang seketika terdengar bel bergemerincing, muncul pentagram sihir biru tepat di bawah kedua kaki Galenus, mengeluarkan empat dinding kerangkeng besi yang sukses memerangkap tubuh Orly tersebut bersamaan dari langit turun sebuah patung seorang pria mengenakan tunik dan tangannya memegang ujung kepala bel, bel itulah yang bergemerincing. Lalu bagaimana dengan kepala Galenus? Terlihat jika kepalanya tertusuk besi panjang dari leher hingga menembus tempurung kepalanya. Aalisha menyegel Orly tersebut.

"Bisa ulangi lagi, barusan apa yang hendak Anda katakan?" ujar Aalisha sambil mengusap darah yang keluar dari hidungnya kemudian tersenyum sumringah seraya menatap master Aragon.

Perlahan master Aragon menegakkan tubuhnya, menarik pedangnya yang menyerupai kapak berbilah lebar, tetapi tajam dan tipis. Sesaat pria itu membatin, "gadis De Lune ini tidak menyerang karena amarah, tetapi untuk bersenang-senang. Majestic Families memang gila."

"Sepertinya itu jawaban Anda," ujar Aalisha yang kembali bersinar pedang Aerternitas-nya. "Bersiaplah."

Pertarungan pun tak terelakkan. Aalisha bergerak dengan sangat cepat, ayunan pedangnya menghasilkan serangan energi Neith biru yang berhasil menggores tanah secara horizontal karena master Aragon menangkis Aeternitas dengan pedangnya. Lalu Aalisha melakukan tendangan berputar, kakinya dihentikan, tetapi ia merapalkan mantra yang membuat ledakan terdengar. Berada di antara kepulan asap, lekas ia menerjang kembali dan terdengar ratusan suara berdentang ketika Aeternitas terus bersinggungan dengan pedang kapak master Aragon. Aalisha begitu mahir dengan mengaplikasikan serangannya menggunakan sihir. Beberapa mantra terdengar begitu lugas dan fasih padahal di saat bersamaan gadis itu terus mengayunkan pedangnya.

"Kau masih tak bisa menggores wajahku, Nona De Lune," ujar master Aragon, ia sama sekali tak terusik dengan serangan Aalisha.

"Ini baru pemanasan." Maka gadis itu lekas melompat mundur. Tangannya terarah ke depan kemudian memunculkan pentagram sihir tepat di bawah kaki master Aragon. "Diffunditur Elektra." Seketika aliran listrik biru bersinar langsung menerjang dari dalam pentagram dan kini mengelilingi master Aragon serta menyengat tubuhnya.

Mereka yang menyaksikan pertarungan itu hanya bisa terdiam karena Aalisha terlihat tak main-main. Rasa takut menjalar terutama pada Chloe dan Dwayne yang kini berada di dekat Killian yang pingsan dan tak sadarkan diri serta penuh luka. Saat ini hanya satu hal yang mereka pikirkan, jika Aalisha bisa menyerang master mereka tanpa rasa takut, bukankah sejak awal dia bisa membunuh mereka tanpa belas kasihan?

"Yah sudah kutebak jika takkan mempan pada Anda," ujar Aalisha ketika master Aragon berjalan dengan perlahan melewati sulur-sulur listrik yang mengelilinginya.

"Sudah cukup," ujar master Aragon seraya menepuk-nepuk lengan bajunya karena ada percikan api yang muncul.

"Sudah kukatakan, tadi baru pemanasan," ujar Aalisha yang ketika ia mengayunkan tangan kirinya. Maka puluhan akar muncul dari dalam tanah dan menerjang dengan sangat cepat, terus-menerus hendak melilit dan menusuk tubuh Aragon yang di mana pria tersebut berhasil menghindar dan menebas beberapa akar hingga menjadi beberapa bagian.

"Kapan anak itu mau berhenti," gumam master Aragon lalu terkejut ketika di antara akar pohon, Aalisha muncul seraya mengayunkan pedangnya yang membuat kedua pedang saling bersinggungan kembali kemudian mengempaskan tubuh Aragon sejauh mungkin. Namun, ia berhasil menyeimbangkan tubuhnya sehingga tak menghantam tanah.

Kini Aragon menatap pada Aalisha yang berpijak di salah satu akar pohon. Pedang Aerternitas-nya sudah tak ada. Gadis itu terlihat memejamkan mata yang perlahan ketika ia membuka matanya, sesaat cahaya emas terukir di pupil matanya hingga perlahan melebar dan memakan iris matanya. Lalu perlahan samar-samar, Aragon seolah melihat bayangan sebuah rantai emas yang melilit bahu kanan Aalisha perlahan putus. Kemudian ia membaca gerakan bibir Aalisha yang berkata, "Latreia."

Perlahan master Aragon menutup matanya, ia takkan salah membaca gerakan bibir. Ia yakin gadis itu mengatakan Latreia. Sebuah kata yang jika di dunia Athinelon adalah suatu ucapan untuk memulai sebuah doa atau ibadah pada tiga dari First Main God-Goddess of Athinelon.

"Anak itu, benar-benar gadis yang unik," ujar master Aragon, "Ignitio!" Maka master Aragon mengaktifkan pedang claymore-nya yang kini bersinar merah gelap kemudian ia angkat pedang tersebut setinggi mungkin.

"Special Technique, De Lune Family," gumam Aalisha yang perlahan tercipta angin, berputar-putar tepat di belakangnya hingga menyerupai tiga cincin angin yang di tengahnya ada energi Neith berwarna biru gelap. Cincin angin itu mengenai akar-akar pohon membuatnya tergores seolah-olah digergaji dengan sangat cepat. Kemudian muncul tiga pentagram sihir biru tua, lalu dari dalam pentagram, keluar sebuah kepala menyerupai serigala yang di lehernya dililit seekor ular, tiga kepala serigala dan ular berwarna biru tua bercampur putih seolah-olah terbentuk dari petir biru yang kini bergemuruh. Perlahan tiga kepala serigala dililit ular itu semakin keluar dari pentagram milik Aalisha. "Serpens Luvius Intonuit."

Maka gemuruh petir terdengar, membuat siapa pun yang melihatnya, menampakkan rasa takut. Angin berbentuk cincin seketika menerjang tubuh Aragon yang berusaha menahan serangan yang ibarat gergaji itu, kini menggores pula seluruh pakaian Aragon. Kemudian petir serigala-ular perlahan turun dan melesak sangat cepat ke arah Aragon yang saat mengenai tubuhnya maka hujan petir seketika menghancurkan sekitar; rerumputan gosong merata, tanah terangkat dan menjadi cekung, hingga tak bisa terlihat lagi tubuh Aragon karena termakan dan dikelilingi petir yang berhasil menciptakan kepulan asap serta memporak-porandakan titik jatuhnya serangan tersebut. Sudah dipastikan jika serangan itu setidaknya melukai master Aragon.

Darah memuncrat dari mulut Aalisha yang kini telapak tangannya memerah karena darah. Dadanya sakit dan berdebar kencang. Tak ia sangka, membuka satu rantai segel bisa berakibat seperti ini bahkan pandangannya perlahan buram, dan ia tak mampu menahan berat tubuhnya, kedua kakinya lemas. "Sialan, aku ingin pingsan."

Aalisha berusaha bertahan sambil menatap pada Anila dan lainnya. Mereka tentu saja selamat dan tak terkena dampak apa pun karena .... "Aku tak menduga jika kau menciptakan barrier pelindung terlebih dahulu agar mereka yang tak terlibat, tidak terkena dampak sama sekali. Kau memang sulit ditebak, Yang Mulia De Lune."

Suara itu sontak membuat Aalisha terkejut, ia menoleh dan mendapati master Aragon sudah berada di sampingnya. Pria itu sebagian baju dan jubahnya sudah gosong dan sobek, serta terluka karena beberapa bagian tubuhnya tergores dan berdarah. Namun, lukanya tak begitu parah. "Sayangnya, kau kalah, Yang Mulia."

Aragon kemudian menyentil dahi Aalisha. Seketika energi sangat besar mengempaskan seluruh akar pohon di sekeliling Aalisha hingga hancur lebur bersamaan tubuh Aalisha yang terempas sangat kencang dan jauh. Menabrak jembatan kayu, punggungnya menyeret jembatan itu hingga hancur dan tubuh Aalisha tercebur ke danau.

Butuh beberapa detik agar Aalisha keluar dari danau, untungnya tidak di area danau yang dalam jadi Aalisha tak tenggelam; ia tak bisa berenang. Rasa sakit dan amarah kini campur aduk karena Aalisha dikalahkan oleh master Aragon. Ia juga sudah tak bisa bertarung lagi, pandangannya semakin buram. "Bajingan."

Sementara itu, master Aragon perlahan melangkah hendak mendekati Aalisha. Ia berniat untuk membuat gadis itu jera karena sudah berani menyerang pengajar sendiri dengan alasan untuk bersenang-senang. "Kurasa aku akan memberimu hukuman." Perkataan master Aragon terhenti serta langkahnya juga. "Apa yang kalian lakukan?"

Detik itu, tak hanya Aragon yang terkejut melainkan Aalisha juga saat dia melihat punggung yang berdiri di hadapannya untuk menghalangi langkah Aragon menuju Aalisha. Punggung-punggung itu adalah milik Mylo, Gilbert, dan Kennedy. Masing-masing dari mereka menggenggam pedang meski tangan dan kaki mereka gemetar ketakutan. Perlahan Aalisha menatap pada seorang gadis yang berdiri di dekat Aalisha dengan tangan di depan wajahnya, seolah-olah hendak melindungi gadis itu.

"Jika Anda melangkah lebih jauh lagi," kata Anila Andromeda, "maka Anda harus menghadapi kami."

Mendengar perkataan itu, tangan Aalisha terkepal kuat. Ia tak paham mengapa teman-temannya malah melakukan semua ini padahal yang bersalah di sini adalah Aalisha. Ia yang lebih dulu menyerang secara membabi buta pada seorang pengajar di Eidothea. Seharusnya Aalisha yang disalahkan, seharusnya mereka takut padanya karena tak segan untuk menyakiti seorang pengajar.

"Anda dengar perkataannya," ujar Mylo, suaranya gemetar hebat, tetapi tatapannya tak gentar. "Jangan melangkah lagi jika Anda tak mau menghadapi kami sekaligus."

Sesaat Aragon memperhatikan para muridnya lalu pada Aalisha De Lune yang terlihat diam saja. Sungguh tak bisa Aragon tebak bagaimana isi kepala dari para muridnya ini. Entah mengapa semakin bertambah angkatan baru di Eidothea, semakin pula bertambah pembuat onar.

"Baiklah, aku menyerah," ujar Aragon perlahan menghilangkan pedangnya. "Kembali lah kalian ke Eidothea. Lalu untuk kalian berempat, 20 poin masing-masing, 10 poin untuk Arevalous dan Sylvester, aku salut dengan sikap kalian melindungi teman kalian."

Terlihat Mylo, Gilbert, dan Kennedy menurunkan pedang mereka kemudian tersenyum begitu pula Anila. Ia lekas berbalik untuk membantu Aalisha berdiri karena gadis itu benar-benar akan pingsan.

"Ah teruntuk Nona Aalisha," sambung master Aragon, "pengurangan poin sebesar 150 poin untukmu karena merusak tanah Eidothea dan hampir membunuh Orly-ku." Aragon melangkah setelah ia menghilangkan Orly-nya untuk penyembuhan.

Aalisha hendak mengamuk kembali, tetapi ia urungkan karena sudah tak punya tenaga. Perlahan ia dibopong oleh Mylo dan Anila sementara Frisca digendong oleh Gilbert. Lalu entah kenapa Killian, Chloe, dan Dwyane sudah menghilang sejak tadi.

Saat Aalisha melangkah keluar dari air danau yang dangkal, ia menatap pada tanah yang rerumputannya gosong, terlihat jika abu rumput perlahan bergerak dan membentuk sebuah tulisan. Seperti memberi pesan berupa:"Bukankah sudah kuperingatkan agar tidak tercebur ke danau? Kasihan sekali kau, Nona Aalisha De Lune." Tertanda, Arthur Hugo Ellard yang tampan.

Jadi semua ini karena Arthur? Arthur yang membawa Aragon ke tempat ini!! "Manusia bajingan itu benar-benar harus masuk daftar manusia yang wajib kubunuh!" Setidaknya itulah yang Aalisha teriakan dalam hatinya sebelum ia pingsan dan dilarikan ke rumah sakit Eidothea.

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

|| Afterword #15

De Lune Family, para keturunan mereka mendapatkan tanda berupa diberkati melalui kedatangan para binatang kemudian mereka akan melakukan ritual Celestenta sebagai upacara doa. Mereka yang hadir di acara ini hanyalah keluarga De Lune saja, tidak ada orang atau bangsawan lain. Sementara Debutante adalah acara untuk memperingati debut sosial keturunan bangsawan (termasuk Majestic Families) di kalangan sosial. Sehingga tampak perbedaan antara Celestenta dengan Debutante.

Kemudian Celestenta hanya ada di keluarga De Lune, upacara khusus keluarga ini saja. Jika Majestic Families lain memiliki upacara khusus mereka tersendiri.

Aalisha tidak pernah menjalankan upacara atau pesta apa pun, termasuk pesta ulang tahun^^

Sepertinya Aalisha memang layaknya Majestic Families yang berani melawan siapa pun termasuk pengajar^^ Lalu Arthur selalu berhasil membuat Aalisha marah.

Prins Llumière

Rabu, 15 Mei 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top