Chapter 18
|| Beri 50 vote dan 250 komentar. Jika berhasil mencapai target akan langsung update lagi.
|| Chapter ini sedikit sensitif karena membahas cat-calling dan pemerkosaan terhadap perempuan. Mohon Arcaners untuk bijak membaca^^ Ada spesial Afterword di chapter ini.
Bisa Aalisha tebak jika kini seluruh sekolah membicarakan dirinya dan ketiga Majestic Families. Siapa juga yang takkan bergosip tentang mereka terlebih di hari dan waktu yang sama, keempatnya pingsan ketika kelas ramalan dan tak sadarkan diri selama berjam-jam. Para murid saat kejadian itu sangat heboh terutama yang berada di tempat kejadian; memanggil para orly, tenaga medis, keempat Majestic Families dilarikan ke rumah sakit. Bahkan murid-murid lain yang tidak ada di tempat kejadian, rela berdesak-desakan di sekitar ruangan perawatan hanya untuk melihat apakah benar keempat Majestic Families ambruk bersamaan. Media jurnalistik sekolah juga langsung turun lapangan untuk mewawancarai para murid yang ada di tempat kejadian serta bertanya pada dokter dan perawat mengenai alasan mengapa keempat Majestic Families tersebut ambruk tiba-tiba seolah-olah terkena serangan jantung dadakan. Semua kehebohan para murid sirna ketika master Arthur dan profesor Rosemary datang ke ruangan perawatan dan berteriak; semua murid bubar karena takut.
Kini mengabaikan tatapan dan bisikan para murid, Aalisha melangkah ke asramanya sebelum jam pelajaran pertama dimulai pada pukul delapan, ia juga harus sarapan pagi, ia enggan absen untuk kelas kali ini, terlebih yang mengajar adalah Arthur. Melewati para murid, wajahnya tetap tenang, ia gunakan topeng ketidakpedulian yang menyangkal keributan di Akademi ini.
Saat Aalisha memasuki asramanya, hal pertama yang menyambutnya adalah pemandangan Anila Andromeda dan Mylo Cressida serta Frisca dan Gilbert. Namun, yang paling kentara adalah ekspresi Anila dan Mylo, dipenuhi kekhawatiran yang tulus. Suara mereka mencapai telinga Aalisha, sebuah simfoni halus yang sesaat menarik tali hatinya yang dingin.
"Akhirnya kausadar juga, aku sangat khawatir dan takut jika hal buruk menimpamu." Suara Anila terdengar seperti riak lembut yang berusaha menerobos benteng pertahanan Aalisha.
Lengan Anila melingkari tubuh halus dan kecil Aalisha, menariknya ke dalam pelukan yang membawa rasa khawatir dan kasih sayang tulus. Bisa Aalisha rasakan napas Anila yang berat seolah-olah degup jantungnya berdetak kencang karena rasa takut jika Aalisha tak kembali lagi.
"Syukurlah kau tidak terluka parah." Mylo berujar, tersenyum lembut, selembut sutra. Dia berdiri tepat di samping Aalisha dan Anila kemudian tanpa izin juga mendekap kedua gadis itu.
Suasana menjadj tegang, para murid memperhatikan interaksi mereka terutama bangsawa Majestic Families yang dikenal sebagai manusia berhati dingin. Para murid itu sengaja menghentikan aktivitas mereka seolah menahan napas untuk menunggu respons Aalisha. Tanggapan dari Aalisha memang seperti yang telah ditebak oleh mereka---dingin, tidak peduli, wajahnya tenang, dan tidak menunjukkan tanda-tanda emosi yang berputar-putar di dalam dirinya. Sesungguhnya dia menolak pelukan yang mereka tawarkan, hendak mundur secara halus, postur tubuhnya menjaga dari kerentanan dan kasih sayang. Namun di balik tabir tabahnya, sesaat dia merasakan sesuatu yang hangat menjalar ke dalam relung hatinya. Namun, lekas ia sangkal.
Maka ketika Anila dan Mylo melepaskan pelukan mereka, sikap Aalisha dengan cepat kembali ke sikap acuh tak acuh seperti biasanya, wajahnya adalah topeng yang dingin, tak tersentuh. Ia bahkan tak peduli ketika air mata hampir berlinang di manik mata tulus dan penuh kasih Anila Andromeda. Aalisha juga sama dinginnya ketika Frisca memberikan pelukan singkat yang disusul usapan halus di atas kepalanya oleh Gilbert.
"Aku baik-baik saja, kalian semua terlalu berlebihan." Kalimat yang sudah ditebak mereka semua, tetapi tak satupun mengunci kalimat menyakitkan itu ke lubuk hati mereka karena kepedulian mereka pada sosok gadis yang disembunyikan dari dunia itu sangatlah tulus.
Kini para murid lekas kembali menjalani aktivitas mereka dan saling mendesak segera ke kelas masing-masing ketika Aalisha memberikan tatapan sinis karena menjadikannya sorotan. Satu hal yang mereka pahami atas kejadian ini bahwa persahabatan manusia-manusia di sekeliling Majestic Families sangatlah rumit.
****
Atas desakan Anila dan Mylo, maka terpaksa Aalisha menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya dan ketiga Majestic Families; terutama mengenai Aalisha yang ditanam segel oleh pihak keluarganya sehingga isi pikiran dan masa lalunya tidak mudah terbaca. Setelah keadaan kembali tenang terutama sikap overprotective Anila mulai mereda, Aalisha menjalani kelas sihir dan mantra dasar dengan tenang. Meskipun beberapa murid bergosip karena tak menyangka meski habis mengalami kejadian buruk, Aalisha masih bisa belajar. Sungguh kehebatan para Keturunan Agung; kaki patah pun, mereka masih bisa berlari.
Entah mengapa, kelas Arthur terasa berbeda. Berlangsung sangat damai seperti air mengalir di sungai tanpa adanya gangguan. Biasanya Aalisha sering menjadi target Arthur entah karena kejenakaan atau ia memang ingin Aalisha menjadi sukarelawan di kelas ini. Namun, detik ini, nama Aalisha sama sekali tak disebut bahkan pria itu tak juga melirik Aalisha meskipun dia mengantuk di kelas.
Rasanya aneh, asing, tapi pasti karena Arthur mau berbaik hati atas kejadian yang menimpa Aalisha. Baguslah, ia berharap jika pria tampan itu selalu menganggap Aalisha tidak ada dan berhenti mengusiknya.
"Sudah merasa lebih baik? Kupikir kau akan beristirahat hari ini." Arthur berujar yang menghentikan langkah Aalisha dan lainnya yang hendak keluar kelas.
"Aku bukan manusia lemah yang akan berhenti sejenak karena masalah sepele seperti semalam," balas Aalisha memberi kode pada yang lain agar lebih dulu pergi.
Arthur menatap Aalisha seraya merapikan buku-bukunya. "Syukurlah karena kejadian kemarin, profesor Godiva berkata jika detak jantungmu sempat berhenti satu menit."
"Apa?! Apakah Anda berkata serius?" balas Aalisha, tetapi Arthur tertawa.
"Hanya bercanda, mana mungkin Majestic Families mati satu menit hanya karena medium tangan buntung dari batu dan cermin." Arthur tersenyum puas karena melihat mata Aalisha yang dipenuhi api berkobar-kobar.
"Lain kali, tangan Anda yang akan kubuat buntung." Setelah mengatakan itu, Aalisha melenggang pergi, ia banting pintu kelas dengan sihir tepat sebelum Arthur keluar, hampir saja wajah Arthur terkena bantingan pintu.
Arthur menghela napas, membuka pintu seraya melirik pada Aalisha yang sudah pergi bersama teman-temannya. Lalu profesor Ambrosia melintas dengan menggendong Lilura; ia hendak ke kelas untuk mengajar. "Jangan kau ganggu anak itu, Arthur. Dia masih sakit."
Arthur tersenyum tipis. "Kau bersikap seperti ibunya, apakah kini kaubelajar cara menjadi calon istri? Owen De Lune masih lajang lho." Lekas Arthur pergi karena Ambrosia akan meledak.
Maka benar saja. Suara Ambrosia terdengar lantang. "Berengsek kau, Arthur Hugo Ellard!! Jangan sebut nama pria itu dan aku tidak belajar untuk menjadi calon istrinya!"
****
Hari-hari di Eidothea berjalan seperti biasa meski pasti ada kejadian aneh yang menimpa para murid-muridnya; dimulai dari ledakan ramuan, hampir tertusuk panah, jatuh dari kuda, terkena muntahan salah satu binatang magis, kabur ketakutan karena Aramis si Wyvern mengamuk; mereka gagal memberi makan Aramis. Hingga pertengkaran karena kalah di latih tanding, sungguh kekanak-kanakan.
Hari ini Aalisha dan lainnya selesai mengikuti praktikum pembuatan ramuan untuk mengobati luka bakar. Mereka tak ada kelas Latih Tanding karena master Aragon sedang ada perjalanan ke luar wilayah dan lusa baru kembali.
Frisca berujar setelah menatap sesaat Cyubes-nya. "Apakah kalian sudah baca berita dari surat kabar Lè Ephraim, ada berita yang akhir-akhir ini dibicarakan di Kekaisaran Ekreadel."
"Berita tentang apa?" sahut Gilbert sambil menggigit buah pir yang sangat manis.
"Apakah ada perampokan atau berita tentang ekspedisi Zero Domain?" sahut Kennedy sambil mengangguk ketika beberapa temannya dari asrama Sylvester menyapa.
Mylo menatap Frisca yang terdiam sejenak. "Bukan tentang ekspedisi Zero Domain? Jangan katakan jika berita tentang Phantomius lagi!"
Frisca menggeleng. "Tidak, malahan berita ini pelakunya dari pihak manusia dan seorang bangsawan." Terlihat Frisca mengepalkan tangannya.
"Hey ... katakan saja, jangan ragu," ujar Anila dengan suara lembutnya.
"Tajuk beritanya berbunyi, "Hukuman mati Seorang Putri Baron yang Membela Diri Dari Pemerkosaan Putra Duke", itu judulnya dan setelah aku baca beritanya, aku tak bisa berkata-kata." Perlahan Frisca menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ia ditenangkan Anila karena Anila tahu isi berita tersebut, ia baca beritanya tadi malam sebelum tidur.
"Terdengar dari judulnya saja ... putri Baron itu diperkosa dan dia juga yang dihukum mati?" ujar Mylo, "bagaimana bisa? Bukankah tak adil, dia korban lho, kenapa dia yang dihukum mati?"
"Berita ini juga dibahas oleh pihak Keluargaku," kata Kennedy, ia putra seorang Marquess, "tapi tak ada surat kabar atau jurnalisme yang berani mengangkat beritanya karena putra dari Duke itu sangat berkuasa dan kejam."
"Putra Duke, Duke siapa?" ujar Gilbert.
"Putra dari Duke Loryn Vicdithas," sahut Aalisha yang tiba-tiba seekor burung hantu terbang menuju nya seraya memberikan surat kabar yang berlembar-lembar isinya. Si burung hantu hinggap di bahu Aalisha.
Dengan gerakan jari, surat kabar tersebut melayang dwn terbuka sendiri ke halaman utama yang membahas hukuman mati seorang perempuan yang diperkosa. Aalisha menatap judul tersebut, sungguh perlu diapresiasi karena Lè Ephraim adalah surat kabar yang berani bersuara lantang dan tak mau dibayar para penguasa serta koruptor.
"Aku akan membacakannya secara singkat dan mudah dipahami," ujar Aalisha, di sisi lain Anila tahu jika topik atau isu yang berkaitan dengan perempuan terutama perempuan dilecehkan cukup sensitif bagi Aalisha.
"Hukuman mati Seorang Putri Baron yang Membela Diri Dari Pemerkosaan Putra Duke.
"Duke Loryn Vicdithas itu mudahnya dikenal sebagai Duke yang kejam dan suka semena-mena. Meskipun punya posisi tinggi dan sering ikut dalam ekspedisi Zero Domain, banyak rumor yang mengatakan jika keluarga tersebut sering mengkorupsi uang rakyatnya dan membunuh rakyatnya yang melayangkan kritik terhadap pemerintahan yang kejam dan otoriter jadi tak heran jika banyak dari masyarakat di Duchy Vicdithas yang hendak pindah, tetapi pada akhirnya mereka gagal atau mereka terbunuh. Alasan kenapa dia terus dibiarkan karena Duke itu punya kekuasaan tinggi dan juga punya relasi dengan keluarga Kerajaan bahkan rumornya dekat dengan keluarga Kekaisaran."
Mereka terdiam sejenak, kini mereka tahu alasan mengapa Duke gila itu tak dihukum meski sudah melecehkan seorang perempuan hingga perempuannya yang dihukum mati.
"Lalu bagaimana dengan putranya," ujar Gilbert.
"Sama saja berengsek dan harusnya dibakar para Dewa di Evigheden," sahut Aalisha, sembari membaca tulisan di surat kabar tersebut kemudian berujar lagi. "Putranya bernama Derrick Vicdithas, belum mendapatkan gelar Duke, tapi dia adalah satu-satunya pewaris. Layaknya anak-anak bangsawan, Derrick tentu saja menggunakan otoritas ayahnya untuk melakukan apa pun termasuk berjudi, memenangkan kompetisi berburu dengan cara curang, sering melanggar aturan dan norma, membunuh orang-orang yang tak disukainya, termasuk ... menggoda, melecehkan dan memperkosa seorang perempuan."
Aalisha menghela napas ketika Frisca mengepalkan tangannya dan punggungnya diusap-usap oleh Anila. Pasti menyesakkan bagi Frisca terutama karena dia adalah perempuan dan putri dari Baron yang miskin juga.
"Derrick Vicdithas hendak menargetkan putri dari Baron Lory'an, Daffodil Lory'an. Derrick bertemu dengan Daffodil saat di kota. Jadi mula-mula, dia menggoda Daffodil dengan siulan atau kata-kata cantik, tapi bermaksud vulgar, mudahnya adalah cat-calling. Namun, Daffodil hanya mengabaikan karena merasa risi, tetapi Derrick terus saja menggodanya bahkan menawarkan uang agar Daffodil mau bersama dengannya, tapi Daffodil terus menolak.
"Di berita ini, Lè Ephraim menuliskan bahwa Daffodil dan ayahnya Baron Lory'an sempat melaporkan masalah ini ke Vigilium Eques atau Mahkamah Agung Kerajaan Crataeton, tetapi ditolak karena tiga alasan utama; pertama karena mereka berasal dari masyarakat kalangan bawah atau hanya bergelar Baron, kedua dikarenakan cat-calling dianggap sebagai masalah sepele atau masalah yang tak perlu dibesar-besarkan---padahal cat-calling itu termasuk tingkatan awal dari budaya perkosaan, lho, mereka bangsawan bodoh. Kemudian yang ketiga karena keluarga Duke lebih dihormati jadi keluarga lain tidak boleh menentang atau merusak nama baik Duke."
"Jadi intinya laporan tersebut ditolak?" kata Gilbert.
"Ya, ditolak karena lawan keluarga Baron itu adalah bangsawan Tinggi, pastinya Mahkamah Agung juga banyak berpihak pada mereka," ujar Anila, "sulit menang bagi para kaum proletar atau bangsawan menengah jika berkonflik dengan bangsawan tinggi karena mereka pasti punya banyak cara licik untuk menjatuhkan siapa pun."
Aalisha menggerakkan jarinya, membalik ke halaman selanjutnya dari surat kabar yang ia baca. "Derrick Vicdithas tahu jika Daffodil melapor, tetapi laporannya tak diterima, akhirnya membuat Derrick semakin gencar menggoda dan mengusik hidup Daffodil, bahkan berniat memperkosanya. Puncaknya adalah ketika Derrick membunuh ibunya Daffodil yang menyelamatkan Daffodil ketika diperkosa Derrick. Melihat ibunya mati, Daffodil pun membunuh Derrick. Hari esok, Vigilium Eques menangkap Daffodil atas pembunuhan pada putra Duke, tanpa melalui persidangan dan pembelaan dari Daffodil karena diperkosa serta ibunya dibunuh, Mahkamah Agung pun menjatuhkan hukuman penggal kepala pada Daffodil, ayahnya diambil gelar bangsawannya, dan diasingkan ke luar Kerajaan."
Mereka hening setelah Aalisha mengatakan hal itu, masing-masing hanya menatap rerumputan, angin bertiup menyibak jubah mereka saat mereka duduk di taman dalam akademi. Frisca dan Gilbert yang paling merasakan sesak karena mereka berasal dari bangsawan menengah, mereka tahu meski mereka bangsawan, mereka akan kalah jika melawan Bangsawan Tinggi, apalagi orang-orang yang tak punya gelar bangsawan dan hanya masyarakat proletar.
"Ini sangat tidak adil," ujar Mylo, "surat kabar lain tak ada memberitakan hal ini. Sudah terlambat juga kalau bangsawan dari luar Kerajaan Crataeton hendak melakukan aju banding karena kasus ini sangat tidak adil bagi Daffodil. Dia jelas-jelas korban, tetapi malah dihukum karena membela diri."
"Terlebih lagi, ditulis dalam surat kabar itu kalau Daffodil berkata bahwa ia takkan membunuh Derrick jika hanya memperkosanya, tetapi karena Derrick membunuh ibunya, Daffodil jadi berani membunuh orang lain," ujar Anila, "dia hanya ingin membela karena ibunya dibunuh."
"Kapan hukuman penggalnya?" tanya Gilbert.
"Jam empat sore nanti, akan dihadiri seluruh masyarakat Kerajaan Crataeton," ujar Frisca.
"Tidakkah ada yang bisa kita lakukan?" ujar Mylo, "jika sudah tersebar di Lè Ephraim seharusnya pihak Eidothea tahu, biasanya ketidakadilan yang terjadi di masyarakat terkadang bisa ditangani Eidothea."
"Kurasa akan sulit juga karena Kerajaan Crataeton sangat jauh dari sini dan lawannya adalah Duke," sahut Anila melirik Aalisha. "Terkecuali ... ada yang punya kekuasaan lebih tinggi dari Duke dan pihak Kerajaan." Namun, ia tak berharap apa pun karena akan bahaya juga jika Aalisha menggunakan otoritas De Lune terutama dunia tidak tahu Aalisha. Mustahil juga pihak keluarganya turun tangan.
"Aku tahu bangsawan tinggi memang suka semena-mena," ujar Kennedy, "tapi aku tak menyangka jika akan sejahat ini. Korban disalahkan dan dihukum. Mana keadilan itu?"
Perlahan Aalisha berujar, "apa yang kalian harapkan pada manusia yang jika diberi kekuasaan malah berlaku semena-mena? Orang-orang sudah tahu bahwa Duke Vicdithas adalah seorang otoriter, kejam, pembunuh, dan koruptor, tetapi tidak ada yang berani melawan."
Perlahan Aalisha turun dari bangku batu, menyibak jubahnya. "Sejahat-jahatnya Majestic Families, kami tidak pernah menyakiti masyarakat di Archduchy. Bahkan Kami berani melawan Kekaisaran jika mereka menyentuh masyarakat kami." Maka Aalisha berbalik badan dan melangkah keluar dari taman tersebut serta diikuti yang lain.
"Kau benar," balas Anila, "meski kejam juga, aku sering mendengar jika Archduchy De Lune dan Majestic Families lainnya, lebih damai dan makmur dibandingkan wilayah di bawah Kerajaan dan Kekaisaran Ekreadel."
"Tentu saja karena Majestic Families hidup dengan berdiri di kaki sendiri, kami tidak di bawah kendali segelintir manusia bajingan, dan kami bukanlah boneka Penguasa dari Kekaisaran Ekreadel." Pembicaraan mereka pun usai.
Setelah kepergian mereka, ternyata mengundang seorang murid yang perlahan menuju bangku batu kemudian mengambil surat kabar yang Aalisha baca tadi. Murid itu angkat surat kabar tersebut, manik mata cantiknya membaca judul berita kemudian senyum kecil terukir.
"Kau juga tertarik dengan berita itu?" Suara profesor Eugenius terdengar, tepat di belakang si murid yang masih memegang surat kabar.
"Salam, Profesor Eugenius," ujar si murid, suaranya merdu dan ia melakukan curtsy. "Benar sekali Profesor, aku sudah mengetahui berita ini."
"Apa pendapatmu tentang kasus itu?" kata profesor Eugenius seraya menatap burung Amadeo yang hinggap di jarinya. "Pemerkosaan pada perempuan, membunuh ibunya, tapi korban yang disalahkan dan akan dihukum penggal."
Murid itu tersenyum manis. "Tentu saja, Duke Vicdithas dan putranya telah berbuat kezaliman di dunia ini. Mereka menggunakan otoritas sebagai bangsawan tinggi untuk melecehkan kaum perempuan dan itu bertentangan dengan norma, moral, etika, serta ajaran para Dewa-Dewi.
"Wanita adalah kaum yang punya kehormatan sangat tinggi, mereka tidak sepantasnya diperlakukan tidak adil terlebih lagi hingga melecehkan kehormatan itu. Para penguasa tidak seharusnya mengabaikan pelecehan pada kaum wanita, semua tindakan pelecehan baik verbal dan fisik harus ditindak dan dihukum seberat-beratnya, bahkan cat-calling yang mengarah ke hal-hal vulgar juga harus diberikan hukuman bukan dianggap sebagai candaan karena cat-calling adalah tingkatan awal dari budaya perkosaan! Semua pelaku tindakan pelecehan harus dihukum."
Senyuman profesor Eugenius terukir lebar. Perlahan ia menatap tegas pada muridnya itu. "Dengan begini, kau pasti paham apa yang akan kuperintahkan padamu, benar bukan?"
Maka perlahan murid atau pemuda di hadapan profesor Eugenius itu, meski masih menggenggam surat kabar, ia kembali melakukan curtsy yang sangat cantik dan anggun, sungguh patut dipuji keindahan curtsy-nya itu. "Tentu saja Profesor. Atas nama dari Dewi Genevieve, Dewi Cinta dan Kasih Sayang serta Dewi Aarthemisia D'Arcy, Dewi Perang, Pelindung, dan Balas Dendam. Maka aku akan melaksanakan perintah Anda untuk membinasakan Bangsawan Duke Vicdithas, hari ini juga."
Ketika pemuda itu mengibaskan surat kabarnya perlahan tubuhnya menghilang dari pandangan profesor Eugenius. Kini pria tua itu menatap langit. "Semoga para Dewa-Dewi memberikan berkah pada setiap murid-muridku di Eidothea ini."
****
"Kau tidak berniat bergabung dengan ekstrakurikuler mana pun?" Aalisha berujar sambil berjalan beriringan dengan Mylo yang sibuk menghabiskan roti selai cokelatnya.
Mylo berujar dengan mulut penuh, membuat beberapa remah roti tersembur. "Telan dulu makananmu itu! Kaujorok sekali."
Setelah menelan habis rotinya, Mylo berucap sambil mengeluarkan sebotol air dari dalam invinirium-nya. "Aku tidak tertarik ekskul mana pun, aku tak suka opera dan orkestra, tak juga tertarik dengan ekskul tanaman hias atau ramuan, apalagi ekskul Astronomi!"
Kini Aalisha hanya bersama dengan Mylo karena Frisca dan Gilbert ada pelatihan opera dan orkestra, Kennedy sibuk membantu profesor Solana karena dia sangat tertarik dengan biologi dan tanaman hias serta tanaman magis. Sementara Anila sibuk mengikuti banyak ekskul seperti klub baca buku, Astronomi, bahkan ramuan. Entah bagaimana Andromeda itu mengatur dan membagi jadwalnya yang padat dan dia tetap bisa mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Aalisha saja sudah cukup dengan satu ekskul yakni Oulixeus yang latihan rutinnya setiap tiga kali seminggu. Hari ini termasuk latihan, jadi Aalisha akan menemui anggota timnya pada pukul empat sore nanti, masih ada tiga jam lagi.
Di antara mereka berenam, hanya Mylo yang tidak mengikuti ekskul karena tak ada yang cocok. Dia pernah mencoba ekskul yang sama dengan Frisca dan Gilbert, tapi hampir berujung pada menghancurkan alat-alat orkestra. Ia tidak sanggup jika harus bergabung dengan ekskul seperti Kennedy, ia tak suka memahami tanaman. Apalagi ekskul Anila yang perlu kecerdasan ekstra karena isinya murid yang cerdas.
"Aku berharap bisa bergabung di Oulixeus sepertimu," ujar Mylo.
"Maka tunggulah lima bulan lagi," balas Aalisha. Sebenarnya sudah jadi syarat jika para murid boleh bergabung ke tim Oulixeus ketika di tahun kedua. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kecelakaan berlebihan ketika di arena pertandingan. Namun, berbeda keadannya jika Majestic Families yang sudah sering turun ke lapangan dan menghadapi marabahaya. Jadi tak heran jika keturunan Majestic Families diperbolehkan ikut tim Oulixeus lebih dulu dari yang lain.
"Mereka pilih kasih," ujar Mylo memanyunkan bibirnya.
"Aku tahu, sekolah ini sangat gila apalagi arena pertandingan Oulixeus bisa membunuh para murid, aku tak sabar melihat salah satu anggota kehilangan kakinya." Aalisha berucap tanpa ekspresi yang membuat Mylo merinding ngeri. Bisakah gadis kecil itu memilah kata-kata yang lebih terdengar ramah?! Ataukah Aalisha sedang menyindir. Seolah-olah berkata jika ia lebih ingin tak ikut Oulixeus yang sebenarnya membahayakan nyawanya.
"Kapan akademi ini normal," kata Mylo ketika mereka berdua melihat segerombolan Orly yang memenuhi halaman depan asrama Faelyn. Para Orly itu sedang berdemo, entah apa yang mereka serukan, barangkali kenaikan gaji karena gaji yang diberi profesor Eugenius tidak mencukupi kehidupan mereka.
"Entahlah aku tak peduli." Aalisha mempercepat langkahnya yang membuat Mylo juga mengikuti Aalisha meskipun ada rasa penasaran menyeruak di dada Mylo.
"Siapa pria itu, pria yang di depan para Orly." Mylo berujar. Mau tidak mau, Aalisha menatap pada sosok pria yang agak jangkung. Pria itu berhasil menenangkan para Orly. "Lalu siapa pria agak pendek yang menggunakan tunik seperti pastor itu?"
"Kurasa dia Kepala Asrama Faelyn," balas Aalisha, "aku tak kenal pria tunik itu."
Kepala Asrama Faelyn adalah Professor Daniel Moore Cadwallon. Dia seorang pria yang mengajar di tahun kedua dan kelima di akademi Eidothea serta mata pelajaran yang diajarnya adalah Ilmu Matematika dasar, Kalkulus, dan Astronomi. Profesor Daniel dikenal sebagai keluarga bangsawan yang rata-rata keturunan keluarga itu adalah Profesor di sebuah Perguruan Tinggi sehingga menjunjung ilmu pengetahuan. Serta dikenal sebagai keluarga yang pro-bangsawan, sedikit bermusuhan dengan Kekaisaran, dan menghormati Majestic Families. Kemudian Wakil Kepala Asrama adalah Clover Javaris yang berada di tahun keempat sama seperti Damien.
"Kurasa pria tunik itu mengajar di tahun kedua." Mylo berucap sementara Aalisha tak peduli. Namun, sesaat manik matanya bersinggungan dengan pria mengenakan tunik itu, entah mengapa Aalisha tak menyukai tatapannya yang seolah-olah bercampur rasa jijik dan tak senang ketika melihat Aalisha.
"Ayo pergi, aku mau ke kantin rumah pohon." Aalisha berucap maka segera Mylo mempercepat langkahnya.
Di halaman asrama Faelyn, profesor Cadwallon selesai mengatur para Orly yang sempat mengamuk karena keisengan Galee Ginan dan beberapa Orly nakal lainnya yang berniat mengacaukan pohon suci tempat tinggal mereka. Profesor Cadwallon berujar pada pria mengenakan tunik di sampingnya. "Ada apa Profesor Prambudi, siapa yang kau lihat?"
Profesor Prambudi menggeleng pelan. "Sekilas kukira, aku melihat murid yang aku kenal, tapi kurasa dia dari tahun pertama."
"Baiklah. Kalau begitu mari masuk ke dalam. Tadi apa yang hendak Anda bahas? Jika tidak salah kuingat, mengenai Pembacaan Bintang dan Kastil Sihir?" Profesor Cadwallon menuntun profesor Prambudi masuk ke asrama Faelyn.
"Benar sekali Profesor Cadwallon, aku hendak mengetahui apakah Kastil Sihir bisa ditemukan dengan membaca rasi bintang," ujar pria itu tersenyum simpul.
****
Kini Aalisha sendiri karena Mylo tiba-tiba diseret oleh kedua kakaknya; Noah dan Easton, kata mereka ada urusan keluarga yang harus dibicarakan. Mendengar hal itu, Aalisha tentu tak peduli dan memilih untuk sendirian di meja kayu kantin rumah pohon. Meskipun ada banyak murid di sini, dia terlihat acuh tak acuh. Para murid juga tak ada yang berani mendekati atau duduk di bangku meja Aalisha berada. Ada perasaan takut dan hormat secara bersamaan memenuhi relung mereka.
Mengetahui sikap para murid, Aalisha hanya bisa terkekeh dan tersenyum karena betapa munafiknya mereka semua. Awalnya sebelum Aalisha memberitahukan identitasnya, sudah dipastikan jika para murid akan merundungnya bahkan akan melakukan segala cara untuk mempermalukan Aalisha, tetapi kini mereka harus menundukkan pandangan ketika berada di dekat Aalisha.
"Hidup memang banyak leluconnya," gumamnya.
Aalisha berusaha mengabaikan segala gangguan di sekitarnya, ia menyeruput Caelum Milk. Aroma susu dan rumput di sekitarnya yang baru dipotong bercampur dengan angin sepoi-sepoi, membuat suasana terasa damai. Namun, segera dikalahkan oleh aroma yang familiar. Aroma cologne yang mempesona---perpaduan antara aroma Eucalyptus dan mawar terjalin dengan sedikit rempah-rempah membara sehingga menggelitik indra, benar sekali jika aroma ini menyegarkan sekaligus memikat. Perpaduan aroma ini, menonjolkan kehadiran seseorang dengan cara yang halus, tetapi menawan.
Aalisha menghela napas sedikit berat ketika dia menyadari siapa pemilik perfume ini, maka manik mata hitamnya melirik pada sosok lelaki yang berjalan menuju meja Aalisha sambil membawa makanan dan minumannya. Sesaat manik mata mereka sempat bertemu, tetapi lekas Aalisha alihkan. Sosok lelaki itu adalah Nicaise Von Havardur.
Saat Nicaise duduk di depan Aalisha sambil meletakkan makanan dan minumannya. Aalisha secara naluriah meluruskan postur tubuhnya, jantungnya sesaat berdebar kencang di dadanya. Suaranya lembut dan menenangkan begitu mencapai telinga Aalisha ibarat melodi yang paling indah dan dipuji banyak manusia. Aalisha berusaha mempertahankan ketenangannya, menatap Nicaise dengan ekspresi angkuh.
"Bukankah harusnya kau bisa membaca suasana? Tak ada orang yang duduk di sekitarku jadi menandakan jika aku tak ingin diganggu." Dengan nada angkuh, ia menatap Nicaise yang malah menikmati steak yang diberi bumbu yang terasa pedas, tetapi nikmat.
"Tidak ada bangku yang tersisa jadi aku duduk di sini karena kosong," balas Nicaise tersenyum simpul.
Aalisha mengedarkan pandangannya. "Apakah kau buta, ada banyak bangku kosong di sini! Kau pasti sengaja duduk di depanku karena ingin mengacau dan menggangguku."
Setelah memakan sepotong daging, Nicaise kunyah pelan, daging di mulutnya habis baru dia berujar, "aku melihatmu sendiri, aku berpikir untuk menemanimu, apalagi aku juga sendirian di sini. Lebih jika kita bersama bukan? Teman harus seperti itu."
"Aku bukan temanmu dan aku ingin sendiri." Aalisha berujar dengan tegas seolah-olah ada bara api di matanya.
Nicaise menatap Aalisha yang entah mengapa gadis kecil itu mengalihkan pandangannya; sengaja untuk tidak ingin manik mata mereka saling bertautan. "Kau berkata, aku bukan temanmu? Baiklah, tapi bagiku, kau adalah temanku." Nicaise kembali memakan steak dagingnya. "Apakah kaumau merasakan steak ini. Tinggal dua potong, aku akan berbagi satu untukmu."
Entah mengapa, Aalisha benci perkataan itu keluar dari mulut Nicaise, seperti mengasihi Aalisha. Namun, gadis itu lebih benci pada dirinya sendiri karena kini detak jantungnya tidak karuan setiap berada di dekat lelaki itu. "Aku tidak makan bekas orang lain."
Nicaise mengangguk, ia sangat paham betapa angkuhnya seorang De Lune. "Baiklah, tapi kusarankan kau untuk mencoba steak ini karena rasanya tidak kalah lezat dengan masakan koki keluarga bangsawan atau kerajaan."
Hening, tidak Aalisha jawab. Haruskah Aalisha pergi saja karena ia risi dengan detak jantungnya yang aneh ini. Diamnya Aalisha membuat Nicaise berucap lagi. "Apakah kau sudah sangat sehat?"
"Kau tak perlu bertanya kesehatanku hanya karena marabahaya yang sepele," balas Aalisha dan dibalas anggukan pelan oleh lelaki bermata ungu itu.
Nicaise perlahan-lahan memotong steak-nya, ia sengaja lambat agar bisa mengobrol lebih lama dengan Aalisha. "Kau benar, aku tadi hanya bertanya karena khawatir jika ada efek jangka panjang. Ternyata tidak."
Sungguh meski Aalisha tetap menjaga penampilan luarnya, berusaha bersikap angkuh, tetapi matanya kadang-kadang berkhianat. Aalisha terkadang curi pandang pada wajah tampan sosok Majestic Families di hadapannya ini. Ia mengagumi mata ungu Nicaise yang bersinar dengan indah dan berkarisma. Namun, dengan setiap pandangan yang dicuri oleh Aalisha, dia berusaha memperkuat penghalang di antaranya dengan Nicaise. Aalisha benci berada di situasi ini.
Setelah steak Nicaise habis, dia lekas menyeruput minumannya. "Kurasa sampai di sini saja, aku tak mau mengganggu ketenanganmu jadi sampai jumpa lagi Nona De Lune." Nicaise bangkit dari bangkunya dan berniat mengembalikan piring dan cangkir kotor ini ke dapur kantin rumah pohon.
Sepeninggalan Nicaise, Aalisha perlahan mencengkeram seragam di dadanya karena merasakan jika detak jantungnya masih tak karuan. Perlahan dia menenggelamkan wajahnya di antara lipatan tangan. Merasakan angin membelai helaian rambutnya.
Aalisha tidak mau mengakuinya, tetapi kehadiran Nicaise tadi sukses membuat Aalisha tersenyum dan telinganya memerah. "Aku benci dia."
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
|| Afterword #7
Saya sebagai seseorang yang belajar Feminisme, Patriarki, Kesetaraan dan Ketidakadilan Gender, serta sering mengkaji banyak isu-isu sosial di masyarakat, tentu saja, saya sangat memperhatikan tulisan saya dan berusaha untuk lebih memperdalam mengenai isu-isu lingkungan yang terjadi di sekitar. Karena sekali lagi, masalah seperti ini bukanlah masalah sepele, tidak bisa dibiarkan atau sampai tone deaf dan menutup mata karena bisa menimpa siapa saja, atas inilah perlu kita pahami bahwa aware terhadap isu-isu ini sangat diperlukan.
Berikut piramida budaya perkosaan:
Jika kalian membaca chapter ini, The Arcanum of Aalisha, memanglah fiksi fantasi, tetapi saya kemas dengan mengangkat isu yang benar-benar terjadi di masyarakat. Atas inilah karya sastra sering dianggap sebagai cerminan kehidupan.
Jadi jika dalam fiksi fantasi saja isu seperti pemerkosaan atau penyalahgunaan kekuasaan dapat terjadi, bagaimana jika di dunia nyata? Jika Pemegang Kekuasaan saja seperti Bangsawan di cerita ini berlaku semena-mena, bagaimana jika di dunia nyata? Jika korban di cerita ini saja dipenggal kepalanya karena kalah melawan Bangsawan Tinggi atau Para Penguasa, bagaimana jika terjadi di dunia nyata? Jika masyarakat Kekaisaran Ekreadel memberikan kritik, tetapi malah dibunuh, bagaimana jika terjadi di dunia nyata?
Afterword ini tidak bermaksud menjatuhkan pihak mana pun. Hanya sebagai pembelajaran agar cobalah belajar dan memahami sesuatu serta berpikir kritis tanpa termakan isu kebencian dan hoax.
Karena jika kalian kesal dengan para murid di Eidothea yang merundung murid karena dari kaum proletar, penguasa yang berlaku semena-mena, pelecehan/pemerkosaan hanya saja korban yang disalahkan, serta lainnya. Maka hal-hal ini sebenarnya terjadi pula di kehidupan nyata jika tak terjadi di lingkungan sekitar kalian maka terjadi di lingkungan orang lain.
Mohon Arcaners untuk jadi pembaca yang bijak dan cerdas, terima kasih🙏🙏
Prins Llumière
Senin, 05 Februari 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top