✒ Chapter 17
|| Alasan bertahan baca cerita ini, kecuali karena karakternya?
"Ke mana kaumembawa kami De Lune!" teriak Eloise mendekati Aalisha lalu dengan kasarnya dia mencengkeram kerah seragam Aalisha. "Kutanya sekali lagi, tikus kecil, ke mana kau membawa kami!"
"Mengapa aku? Aku bahkan tidak tahu kenapa kita bisa di sini dan jangan salahkan aku karena kaulah yang memaksaku mencoba ramalan itu!" balas Aalisha berusaha melepaskan cengkeraman tangan Eloise karena perlahan gadis Clemence itu mengangkat tubuh Aalisha.
"Hey, hentikan kalian berdua!" Suara Nicaise terdengar, mendekati keduanya, mencengkeram lengan Eloise agar segera menurunkan Aalisha. "Eloise Clemence, bukan waktunya untuk bertengkar."
Eloise berdecak dan melepaskan cengkeraman tangannya secara kasar. Hampir saja Aalisha terjatuh jika dia tak menyeimbangkan tubuhnya. Aalisha mundur seraya menepuk-nepuk seragamnya. "Sekali lagi kukatakan, aku tidak tahu kenapa kita bisa berapa di sini."
Athreus mendekati mereka bertiga. "Sudah selesai dramanya karena aku merasa jika awannya berarak lebih cepat."
Mereka bertiga menatap awan yang terlihat bergerak lebih cepat, cahaya matahari perlahan ditutupi awan-awan itu hingga di sekitar mereka menjadi gelap. Lantai yang mereka pijak juga berubah warna menjadi hitam lalu berangsur-angsur warna abu-abu menutupi seluruh lantai. Terdengar pula derit kayu dari berbagai arah.
"Ini buruk," ujar Nicaise.
"Aku benci tempat asing ini." Athreus tak lupa menimpali.
"Kauberutang nyawa padaku De Lune karena menyeretku kemari." Eloise menatap sinis pada Aalisha yang hanya diam.
"Sudah kukatakan jika aku tak tahu alasan kenapa kita berada di sini." Nada suaranya tetap sama seolah-olah tak ada amarah dan kekesalan pada Eloise. Namun, Aalisha merasakan firasat buruk yang menusuk hingga tulang dan membuat dadanya berdenyut sakit.
Ketika mereka menatap arah depan, mereka menyaksikan dinding berwarna cokelat terbuat dari batu mengelilingi mereka, jendela menjulang tinggi dengan jenis kaca patri sehingga ada ukiran di jendela tersebut yang berwarna merah, kuning, dan hijau. Lentera terang terlihat di beberapa titik dinding batu, lampu gantung memancarkan warna kuning terang tergantung di tengah-tengah aula megah ini, lalu balok-balok kayu bermunculan dari lantai yang perlahan tersusun rapi menjadi sebuah tribune sehingga banyak orang bisa duduk di sana. Lalu di antara tribune, tepat di tengahnya ada bangku khusus dengan meja tinggi seperti podium barangkali altar tempat pastor mengumandangkan khutbah. Sementara di hadapan podium tersebut ada tempat khusus berupa karpet merah yang di atasnya ada bantal untuk seseorang duduk kemudian bersujud di sana.
Mereka berempat tahu pasti aula dan tempat apa ini. "Aula rapat para Consinilarium, para Tetua Majestic Family, aku benar bukan?" Eloise berbalik dan menatap Aalisha. "Apakah ini kenangan burukmu?"
Aalisha hanya menatap Eloise sejenak dan tidak berniat menjawab pertanyaan itu. "Jangan diam saja, apakah kau bisu! Hey, sialan, kau yang membawa kami kemari!"
Hampir saja Eloise menghantam wajah Aalisha jika tidak dihentikan Athreus. "Tenanglah Clemence, bukan waktunya bertengkar. Tidakkah ada hal yang lebih penting dibicarakan dari pada tersulut emosi?"
Tiba-tiba saja Eloise menendang kaki Athreus sehingga lelaki itu terkejut dan merasa kakinya berdenyut sesaat. "Kasar sekali kau!"
"Kau bajingan sialan, pantas mendapatkan itu," balas Eloise kini menghela napas kemudian bersilang dada dan memperhatikan sekelilingnya. "Jadi apa pendapat kalian, mengapa kita di sini. Apakah perpindahan tempat, dimensi, atau hal lain. Lalu mengapa hanya kita saja?"
Entah mengapa jika Eloise bersikap diam dan tenang jauh lebih terasa aman dibandingkan jika dia berapi-api yang seperti hendak membakar segala hal di sekitarnya. "Kurasa ini karena efek dari medium ramalan itu, maksudku kita tidak hanya melihat kenangan buruk dari cermin dan mendengar suaranya, tapi seolah-olah masuk ke dalam kenangan buruk itu." Athreus berujar, ia melangkah karena hendak melihat-lihat struktur aula ini yang sangat nyata, meski masih ada beberapa celah yang tembus pandang karena aula ini hanyalah semacam ilusi.
Nicaise berujar, "aku setuju dengan Athreus. Profesor Godiva menjelaskan jika individu yang mencoba ramalan ini, maka ilustrasi kenangan buruknya terlihat di cermin. Namun, semakin individu tersebut memiliki neith yang kuat, maka tidak hanya terlihat di cermin melainkan terdengar pula suaranya sehingga orang lain di sekitar individu tersebut akan merasakan apa yang dialami, misalnya saja seperti Eloise tadi. Jadi dapat kita simpulkan jika ini efek dari Aalisha, ketika dia mencoba ramalan tersebut, kita tidak melihat melalui cermin atau mendengar suara, tapi kita ikut terseret ke dalamnya dan akhirnya tiba di tempat ini."
"Mudahnya," timpal Athreus yang sudah paham bagaimana konsep tempat ini dan alasan mereka berada di sini. "Kenangan buruk Aalisha, kita lihat dengan visualisasi tiga dimensi, seperti nyata jadi bukan sekadar ilustrasi di cermin saja, kita berada di dalamnya dan langsung melihat kenangan tersebut barangkali kita juga bisa berinteraksi karena tadi aku bisa mematikan lentera di sini. Mungkin karena dia keturunan De Lune jadi kapasitas kekuatannya lah yang membuat visualisasi kenangan buruknya jadi terlihat nyata dan seolah-olah kita diseret masuk ke dalam kenangan tersebut."
Eloise sebenarnya paham meski tidak perlu dijelaskan, tetapi dia ingin mendengar penjelasan yang lain untuk mengetahui sudut pandang mereka masing-masing. "Lalu kenapa hanya kita?" Eloise seraya menatap Aalisha yang hanya diam sambil celingak-celinguk.
"Mudah saja karena kita adalah sesama Majestic Families. Aku berasumsi jika murid lain tidak bisa melihat visualisasi nyata kenangan buruk ini, jadi hanya kita saja yang terseret kemari," jawab Athreus seolah-olah dia murid paling cerdas di seluruh akademi. Namun, tak bisa disangkal jika ia memang cerdas.
"Kau dengar itu De Lune," ucap Eloise, "kau penyebab semua ini dan tanggung jawablah untuk membawa kami keluar dari sini."
"Kau kejam sekali Eloise, dia bahkan tidak menginginkan dirinya berada di tempat ini," kata Nicaise seraya menghela napas.
"Terus saja bela dia," balas Eloise yang ingin sekali memukul kepala Aalisha karena gadis kecil itu tak kunjung menjawab dan masih terlihat seperti orang linglung. "Hey, De Lune, kenapa kau hanya diam!"
Lekas Aalisha berbalik karena hendak memastikan sesuatu. "Dari perkataan kalian, artinya kita tidak berteleportasi ke suatu tempat bukan? Tubuh fisik kita tidak berpindah kemari bukan?"
Ketiganya hening setelah perkataan itu. "Secara logika iya, hanya pikiran kita yang berada di sini atau anggap saja jiwa kita berada di kenangan burukmu yaitu tempat ini sedangkan fisik tubuh kita ...."
Athreus segera menyahut, "masih berada di kelas dengan artian kita berempat sedang tidak sadarkan diri."
Maka sesuai dengan perkataan itu, kini riuh dan kacau kelas ramalan profesor Godiva karena setelah cahaya biru bersinar terang. Mereka terkejut bukan main ketika menemukan keempat Majestic Families pingsan dengan darah keluar dari hidung mereka. Tubuh Eloise ambruk di dekat tangga, Nicaise wajahnya membentur meja dan pingsan, begitu pula Athreus yang tak sadarkan diri, sementara Aalisha terkapar di lantai dengan tangan patung yang hancur menjadi abu serta cerminnya retak. Lekas profesor Godiva meminta beberapa muridnya memanggil Orly yang bertugas di rumah sakit sekolah. Lalu murid lainnya terutama kawan-kawan keempat Majestic Families untuk menghentikan pendarahan yang terus keluar dari hidung mereka.
Terlihat sangat jelas jika banyak yang panik terutama Anila dan Mylo yang tidak menyangka hal buruk menimpa Aalisha lagi, kini para Majestic Families yang lain juga terkena imbasnya. Di sisi lain, Nathalia Clodovea serta temannya berusaha menghentikan pendarahan. Ia sangat khawatir terutama karena ketiga sahabatnya terluka serta ia khawatir melihat kondisi putri De Lune yang paling parah; wajah Aalisha yang sangat pucat dan tubuhnya demam tinggi.
"Kurasa mereka sangat panik saat ini." Athreus memecah keheningan. Kini kembali pada keempat Majestic Families yang terjebak di kenangan buruk Aalisha.
"Kuharap setelah ini kelas ramalan akan dilarang pihak sekolah dan profesor Godiva ditendang dari Eidothea." Eloise berujar tanpa belas kasihan seraya mengamati struktur aula ini dan tribune yang masih kosong.
Aalisha berujar, "mengapa kau sebenci itu pada profesor Godiva?"
"Bukan urusanmu De Lune dan kautak ada hak bertanya mengenai diriku." Eloise menatap tajam Aalisha.
"Namun, sejujurnya aku juga penasaran, kenapa kau sebenci itu pada profesor Godiva padahal para profesor lain di bidang ramalan, kau biasa saja?" Athreus berucap dan melirik pada Aalisha sambil memberikan senyum tipis, tetapi Aalisha membuang wajahnya dan enggan mengobrol dengan Athreus. "Kau ada dendam pribadi pada profesor Godiva, Eloise?"
Eloise memutar bola matanya, menatap manik mata biru itu. "Ya, aku membencinya. Bisakah berhenti membahas tentangku dan cari cara agar keluar dari tempat ini, hey tikus got, cari cara agar kau mengeluarkan kami sebelum kugunakan cara kasar."
"Seperti apa contohnya, cara kasarmu itu, Nona Clemence?" Nicaise melangkah menuju tengah aula. Ia penasaran mengapa aula ini kosong.
"Tentu saja dengan membakar yang ada di sini, kuyakin efeknya hanya pada De Lune karena aku membakar isi pikiranmu." Eloise membuat wajah mengejek. Mungkin selagi tidak di Eidothea, ia bisa menghancurkan Aalisha meski hanya secara pikiran dan mental karena fisik tubuh mereka pasti akan baik-baik saja.
"Aku malah berasumsi jika kita terluka di sini, maka tubuh fisik kita juga akan terluka." Athreus malah membuat keadaan menjadi tegang.
"Sialan," umpat Eloise.
"Intinya jangan berbuat kebodohan di sini." Nicaise kini berada di samping Aalisha. "Ada sesuatu yang kau pikirkan?"
"Dari pada menanyakan hal itu, mengapa tidak pikirkan cara untuk pergi dari sini dan buat kita kembali ke tubuh fisik kita karena aku tak mau terperangkap di sini bersama dengan tikus got." Eloise berkata dengan sarkas tanpa mau menutupinya. Ia sengaja hendak menyindir Aalisha secara terang-terangan dan hal ini sedikit membuat si gadis kecil kesal. Sudah Aalisha duga jika dia takkan bisa ditempatkan di satu ruangan dengan Eloise karena hanya ada perselisihan di antara keduanya.
"Aku tak tahu cara keluar dari sini." Sengaja Aalisha membalas dengan nada mengejek.
Sebelum Eloise terpancing emosi, Nicaise mencegah gadis itu kemudian berujar, "kurasa aku tahu caranya. Bentuk ramalan ini dapat dipatahkan dengan dua cara, pertama dengan cara menghentikan individu berinteraksi dengan mediumnya atau orang luar harus menyadarkan kita. Kedua adalah kita harus melawan kenangan buruk dari ramalan ini seperti yang Eloise lakukan. Jadi jika profesor Godiva dan lainnya tidak bisa membangunkan kita maka kita harus mematahkan kenangan buruk dari dalam."
"Baiklah masuk akal." Eloise melangkah menuju Nicaise. "Namun, pertanyaannya, mana kenangan buruk itu, mengapa hanya aula rapat para Consinilarium, aku tak melihat hal buruk di sini atau iblis dan monster! Bisakah kau memikirkan cara De Lune atau buka mulutmu dan katakan sesuatu! Mengapa kau diam saja, biasanya kau banyak bicara angkuh."
Perlahan Athreus menunjuk ke tengah ruangan. "Kurasa Aalisha harus menggerakkan ingatan masa lalu ini. Aku tidak tahu apa yang terjadi di masa lalumu, jadi hanya kau yang tahu harus berbuat apa. Aku benar bukan---"
"Tutup mulutmu, aku tidak bodoh dan tahu apa yang harus kulakukan," balas Aalisha yang membuat Athreus terdiam. Nicaise memperhatikan perubahan ekspresi Aalisha yang menjadi kesal karena Athreus berbicara padanya, Eloise juga menyadari hal itu, tetapi memilih tak peduli.
"Kalau begitu maka lakukanlah karena aku ingin segera pergi dari sini." Eloise menyahut sambil bersilang dada.
Aalisha tidak menjawab, dia berjalan pelan menuju tengah-tengah aula. Ketiga Majestic Families memperhatikan Aalisha dari belakang. Ketika gadis itu melangkah menuju tengah aula yang terdapat karpet dan bantal untuk duduk. Sepatu Aalisha bersinar dan ia tak bisa melangkah. Ia tahu alasannya mengapa. Jadi ia melepaskan sepatunya yang kini dia melangkah dengan kaki telanjang. Bersamaan itu, seragam Eidothea-nya berangsur-angsur menjadi seragam khusus yang menjadi ciri khas Majestic Family De Lune. Athreus, Nicaise, dan Eloise memperhatikan bagaimana perubahan pakaian gadis itu lalu mereka terkejut karena tiba-tiba pakaian Aalisha berubah lagi menjadi pakaian berupa kemeja putih lengan panjang, celana kain berwarna putih pula. Seiring langkah gadis itu menuju karpet merah, bercak darah bermunculan di pakaian putihnya bahkan di lantai juga terlihat banyak jejak kaki yang terbentuk dari darah.
Gadis kecil itu terus melangkah, kini mulailah terdengar suara riuh karena bermunculan para Tetua Agung atau Consinilarium yang duduk di kursi mereka masing-masing, para tetua itu mengenakan jubah dengan tudung yang menutupi wajah mereka. Para tetua itu berbicara satu sama lain seperti kawanan lebah atau barangkali domba bodoh. Suara mereka bergema di seluruh aula ini, mereka seolah-olah hanya sibuk dengan urusan mereka masing-masing dan tak peduli jika ada rapat penting pada detik ini.
Aalisha menginjak karpet yang terasa tebal. Lalu duduk di atas bantal dengan kedua belah kaki terlipat ke belakang, duduk bersimpuh. Meskipun Aalisha sudah duduk di tengah-tengah aula, tidak juga para tetua itu menutup mulut mereka, terus-menerus mereka mengoceh sampai beberapa dari mereka memuncratkan air liur saking mereka tak berhenti mengobrol satu sama lain. Aalisha masih duduk bersimpuh dengan kepala menunduk, menunggu kapan dimulainya rapat ini, tetapi tak kunjung dimulai padahal beberapa menit sudah berlalu.
"Para tetua sialan itu, kenapa mereka terus-terusan mengoceh?" Eloise berdecak kesal. "Lalu pemandangan kenangan ini membuatku risi."
Sikap para tetua itu membuat Athreus, Nicaise, dan Eloise menatap sinis dan memasang wajah ketidaksukaan seolah-olah mereka siap untuk membinasakan para makhluk yang duduk di tribune itu. Sebenarnya bukan hal yang mengejutkan karena di keluarga mereka, para Consinilarium juga bersikap seperti ini dan semena-mena. Namun, melihat pemandangan ini membuat mereka risi dan jijik. Terutama para tetua yang selalu mengoceh padahal keturunan utama mereka sudah bersimpuh di tengah-tengah aula.
"Apa yang mereka tunggu, kenapa terus mengoceh?" Eloise memperhatikan para tetua De Lune yang semakin saja mereka berbicara satu sama lain dan mengabaikan Aalisha.
"Hey Aalisha!" teriak Athreus yang sontak mendapatkan tatapan mengintimidasi dari Eloise dan Nicaise. Mereka seolah-olah berkata: Mengapa kau memanggil Aalisha di saat seperti ini?! Namun, Athreus mengabaikan tatapan itu. "Mereka takkan berhenti mengoceh jadi lakukan sesuatu, ingatan masa lalu ini takkan berjalan, kau harus menggerakannya!"
Aalisha mengepalkan kedua tangannya yang di atas kedua pahanya. Dia benci Athreus dan benci menggerakkan kenangan masa lalu ini, tetapi jika tak ia lakukan maka takkan bisa mereka keluar dari sini. Kini perlahan dia membungkukkan tubuhnya, dia bersujud di tengah-tengah aula tersebut, dahi dan hidungnya mencium lantai yang dingin karena secara perlahan bantal dan karpet merahnya lenyap begitu saja. Pemandangan Aalisha bersujud membuat ketiga Majestic Families membulatkan mata, mereka sungguh tak menyangka jika Aalisha akan melakukan hal itu.
"Sialan, kenapa dia bersujud?!" Eloise menggeram karena seumur hidupnya, meski di hadapan sesama Majestic Families, dia takkan pernah melakukan perbuatan rendahan itu! "Suruh dia angkat kepalanya! Ini melukai harga diriku juga karena sesama keturunan utama!"
Nicaise tak menyahut karena ia sadar jika para Consinilarium mulai berhenti mengoceh. "Eloise, apakah kau tidak pernah menghadiri rapat Keluarga Besar dan para Consinilarium juga hadir?"
"Tidak," balas Eloise lantang. "Aku bukan anak pertama jadi aku tidak pernah hadir karena tak diundang, kedua kakakku yang biasanya hadir di rapat para tetua itu."
"Maka bersyukurlah," tukas Athreus yang kini manik mata birunya memperhatikan Aalisha yang masih bersujud dengan seluruh pakaiannya bersimbah darah. "Karena pertama kalinya aku mengikuti rapat seperti ini. Aku juga duduk bersimpuh di tengah-tengah aula dan para Tetua Bau Mayit itu seolah-olah tak menghargaiku, hanya saja ... seumur hidupku mengikuti rapat dengan Keluarga Besar Kieran Zalana, aku tak pernah sampai harus bersujud."
"Setiap Majestic Families punya aturan mereka sendiri," sambung Nicaise, "mungkin inilah aturan yang dimiliki keluarga De Lune."
Eloise hanya diam, tak memberi tanggapan yang mendalam karena dia hanya berkata, "aku benci pemandangan ini."
Kini seluruh Tetua Agung terdiam ketika seseorang dengan jubah berupa tunik putih krem mencapai lutut, menaiki podium dan mengetuk-ngetuk palu agar seluruh Tetua Agung berfokus pada rapat yang akan dimulai. Manik mata ketiga Majestic Families menilik ke kursi khusus untuk Kepala Keluarga De Lune, tetapi kursi itu tak kunjung ada penghuninya dan kosong hingga rapat dimulai. Kepala Keluarga De Lune tidak hadir dalam rapat ini dan entah mengapa hal ini menusuk ke dada ketiga Majestic Families. Bagaimana bisa rapat besar yang dihadiri keturunan utama, tetapi Kepala Keluarganya tidak hadir? Mereka tahu jika para Kepala Keluarga diibaratkan Dewa di dalam Athinelon, tetapi tidak menghadiri rapat seperti ini terutama mengabaikan keturunannya sendiri adalah perbuatan yang sungguh sangat kejam. Mungkinkah ini alasan mengapa Kepala Keluarga De Lune dianggap sebagai 'Kepala Keluarga yang paling jahat'.
Rapat dimulai, tetapi mereka tak bisa mendengar jelas apa yang dibicarakan di dalam rapat tersebut. Mereka melangkah untuk mendekat dan memperhatikan para Consinilarium, kini tetua menyebalkan itu malah berdebat satu sama lain. Berteriak-teriak dan mengumpat bahkan mencaci maki sesama tetua seolah-olah mereka memendam kebencian dan melupakan etika kesopanan, membuang semua norma dan kontrol diri mereka dan diserahkan pada amarah serta hasrat yang membara. Ketiga Majestic Families takkan menyangka jika akan sekacau ini bahkan sangat di luar akal pikiran karena setahu mereka, sebuah rapat tetaplah harus berdasarkan norma kesopanan dan tidak saling mencaci-maki. Apakah benar ini keluarga De Lune ataukah ada yang salah dengan ingatan masa lalu ini?
"Ini mengerikan, mengapa mereka bersikap seperti binatang yang binal?" Athreus berucap lalu tersentak ketika Eloise meninju perutnya. "Ada apa Clemence, jangan seenaknya memukulku!"
"Apakah binatang juga diperbolehkan ikut rapat?" Eloise berucap seraya menunjuk tribune yang di antara para tetua itu. Ada makhluk berjubah dan ditutupi bulu hitam, wajahnya seperti gagak dengan paruh panjang.
"Hanya karena keluarga ini bisa mengendalikan binatang, bukan berarti para binatang juga ada di sini!" Athreus berucap lalu dia menyadari jika para tetua itu berubah menjadi makhluk setengah gagak. Tubuh manusia, tetapi wajah mereka hitam, mata menyalak tajam, dan punya paruh panjang.
"Mereka berubah," ujar Nicaise perlahan melangkah maju. "Mereka menjadi buruk gagak, semua tetua itu menjadi gagak!"
"Itu bukan hanya gagak, bodoh! Itu Kannirth Pogha!" Eloise berteriak bersamaan suara jeritan para monster gagak yang kini suara mereka bergema di seluruh aula. "Menyingkir dari sini!"
Eloise belum sempat bereaksi dan menggunakan sihir ketika satu Kannirth Pogha berubah menjadi monster gagak yang terbang dengan kecepatan tak bisa ia lihat dengan kedua matanya. Hampir saja, Eloise tercabik jika Athreus tidak menciptakan pedang tajam yang kemudian membelah lurus tubuh monster tersebut hingga darah memuncrat dan organ tubuhnya terhambur. "Arah jam dua!"
Mendengar peringatan Athreus, lekas Nicaise menggunakan sihir yang membuat udara di sekitarnya berubah menjadi tajam seperti pedang yang kemudian bergerak dan menebas para Kannirth Pogha yang terbang dan hendak mencakar mereka. Bulu-bulu para monster itu berhamburan setiap serangan Nicaise yang memenggal tubuh mereka menjadi beberapa bagian. Athreus juga terus melancarkan serangan ketika seluruh tetua Agung berubah menjadi monster kemudian menyerang mereka.
"Bajingan!" umpat Eloise, "kenapa ingatan ini sangat kacau! Apa benar ini terjadi di masa lalu Aalisha!"
Dengan penuh amarah, Eloise mengarahkan tangannya ke depan, tepat pada sepuluh Kannirth Pogha yang menerjang hendak mencabik tubuh Eloise. Namun, para monster itu malah terempas ke belakang karena sihir Eloise yang menciptakan angin kencang kemudian hawa panas terasa ketika sepuluh Kannirth Pogha terbakar oleh api Eloise dan melenyapkan mereka menjadi abu.
Athreus sedikit takjub dengan kehebatan Clemence mengendalikan elemen. "Kurasa ingatan Aalisha dilindungi dengan mantra tingkat tinggi jadi seseorang akan sulit untuk melihat ingatannya."
"Sialan, jelaskan dengan lebih rinci!" Eloise berteriak dan semakin kesal karena para monster gagak ini tidak ada habisnya. Sudah dibakar berkali-kali, tetapi terus bermunculan. Bahkan Nicaise juga hampir membunuh 25 Kannirth Pogha, tetapi mereka malah semakin banyak.
Athreus berdecak, sebelum ia menjawab, ia merapalkan mantra yang menciptakan puluhan besi panas dan tajam kemudian melesak cepat dan menebus tubuh para Kannirth Pogha. "De Lune, mereka keluarga yang ahli dalam mengendalikan pikiran. Aku pernah dengar rumornya jika keluarga itu punya sihir khusus yang diperuntukkan pada keturunan mereka saja, yaitu sihir untuk menyegel ingatan mereka, hal ini digunakan untuk mencegah orang luar yang berusaha mengorek informasi melalui pikiran mereka. Jadi ketika ada individu yang hendak melihat ingatan mereka, maka ingatan ini akan kacau dan campur aduk seperti sekarang ini jadi individu itu takkan bisa mengorek informasi apa pun."
Eloise mengepalkan tangan dan menggunakan kekuatannya yang kini tercipta gelombang air, membasahi banyak Kannirth Pogha yang kemudian mereka mati karena air tersebut berubah menjadi es yang menusuk tubuh mereka. "Jadi ingatan ini kacau balau karena sihir Keluarga De Lune untuk mencegah kita melihat masa lalu Aalisha?"
"Ya, benar sekali," balas Athreus, "aku sudah curiga sejak awal karena ada yang tidak beres seperti perubahan dadakan pakaian Aalisha serta sikap para Consinilarium yang seperti binatang binal tak beretika." Suara jeritan para Kannirth Pogha melengking hingga menyakitkan gendang telinga ketika serangan sihir Athreus berupa kilauan cahaya menyerupai pedang menembus dada mereka.
Kini sudah terjawab, sejak awal Aalisha memang tidak bisa diramal atas inilah saat mencoba medium yang Profesor Godiva sediakan, tidak ada yang terjadi, tetapi malah memerangkap para Majestic Families karena mereka punya kapasitas neith yang membuat ingatan Aalisha bersinggungan dengan mereka. Sayangnya, ingatan ini disegel jadi apa yang mereka lihat ini adalah bentuk perlawanan dari teknik segel itu untuk melindungi Aalisha. Pertanyaannya adalah apakah Aalisha tidak tahu jika dirinya diberi segel ingatan ini karena ketika tiba di tempat ini, Aalisha terlihat kebingungan seolah-olah ia tak tahu akan segel ingatan yang tertanam dalam dirinya.
"Hey De Lune!! Berhenti bersujud dan bantu kami mencari cara untuk keluar dari ingatan gilamu ini!" teriak Eloise, tetapi tidak ada sahutan dari Aalisha.
Segalanya terjadi begitu cepat ketika terdengar lengkingan suara Siaghios yang terbang di langit-langit. Tubuh para kuda iblis itu dilapisi neith hitam-keunguan, mereka berjumlah lebih dari sepuluh dan terbang menukik untuk menyerang ketiga Majestic Families.
"Aku benci karena monsternya bertambah," ujar Athreus kemudian menciptakan pedang bertipe katana dan mulai menyerang sebelum para Siaghios itu berada di jarak dua meter dari mereka. "Hati-hati dengan para Yahua-nya!"
"Sialan, kupikir aku tak bisa melihat para penunggang kuda itu." Eloise melancarkan serangan sihir berupa bola api yang membara kemudian membakar dan menghanguskan tubuh Siaghios dan Yahua-nya.
Nicaise juga melancarkan serangan sihir yang sukses memotong setiap bagian tubuh para Siaghios yang jadi berhamburan di lantai. "Kurasa karena ingatan aneh Aalisha ini yang tak beraturan jadi kita bisa melihat mereka dengan mata telanjang."
Mendengar perkataan Nicaise, sesaat ketiganya jadi memikirkan segala kemungkinan yang ada bahwa meskipun ingatan ini campur aduk untuk menutupi ingatan asli Aalisha. Namun, bukankah artinya Aalisha memang pernah bertemu para Siaghios dan Yahua? Bukankah artinya gadis itu---
"Bajingan!" pekik Eloise karena dia mendengar suara raungan beberapa Minotaur. "Itu monster di hutan Kimari, ingatan ini sangat kacau!"
Maka terjadilah pertarungan, masing-masing dari mereka membunuh para monster, tidak sedikit pun ketiga Majestic Families terluka karena betapa ahlinya mereka dalam sebuah pertarungan terutama melawan sekelompok iblis dan monster. Mereka menunjukkan kemampuan masing-masing dalam menggunakan teknik berpedang dan sihir. Amarah Eloise membara karena para Minotaur yang terus berdatangan tak ada habisnya dan berteriak dengan suara jelek nan sumbang mereka. Membuat Eloise mendidihkan isi perut para Minotaur itu hingga perut mereka membesar seperti balon dan meledak, organ tubuh mereka berhamburan.
Athreus yang membunuh setiap monster dengan pedangnya, ia menebas mereka tanpa ampun bahkan ia jadikan daging cincang yang siap akan dimasak atau dihancurkan hingga tak bersisa. Sementara Nicaise menyerang dengan berbagai jenis sihir dan mantra yang salah satunya adalah sihir yang membuat tubuh para monster tersebut meleleh dan menjadi jeli yang kemudian menguap ke udara.
"Hey, Athreus, sadarkan gadis pendek itu atau kita takkan bisa keluar dari sini!" Eloise berteriak yang entah mengapa energi neith-nya jadi semakin cepat terkuras serta ia merasakan densitas neith di tempat ini yang seolah-olah menurun.
Athreus berdecak, tetapi tetap ia lakukan bahkan ia mempercepat langkahnya ketika ada Minotaur di dekat Aalisha, ia berpikir jika monster itu akan mengayunkan kapaknya pada Aalisha yang masih bersujud, maka sebelum itu terjadi, Athreus berhasil menembus tubuh Minotaur dengan salah satu lembingnya. Kemudian dengan cara yang agak kasar, Athreus menarik kerah seragam Aalisha, melompat mundur sebelum terkena serangan Kannirth Pogha, sukses hal ini membuat Aalisha sadar dan gadis kecil itu memekik karena ia sedikit tercekik.
"Athreus sialan! Kenapa kau menarik kerah bajuku, tidakkah kau tahu jika para tetua masih rapat ... apa yang terjadi di sini!" Aalisha melihat sekitarnya yang sangat kacau balau. Ada banyak monster di mana-mana serta tidak ada para Consinilarium di tribune.
Jika sejak tadi keadaan sekacau ini, lalu mengapa saat Aalisha bersujud yang ia dengar adalah para Tetua Agung menyampaikan argumen dan bersahut-sahutan.
"Ingatan ini kacau balau karena sepertinya kau diberi segel jadi kita tidak bisa melihat ingatan masa lalumu!" teriak Athreus, "dan sejak tadi monster terus berdatangan, tidak ada kami dengar para Consinilarium yang berargumen! Mereka semua malah berubah menjadi Kannirth Pogha."
Aalisha belum bisa mencerna apa yang terjadi secara keseluruhan, tetapi dia memahami satu hal jika ini pasti karena segel dalam dirinya yang menciptakan ingatan kacau-balau dan tumpang-tindih barangkali ada ingatan yang tak ada, tetapi diciptakan di sini agar tidak mengorek informasi masa lalu Aalisha. "Baiklah, aku tahu tujuan kita adalah keluar dari sini."
"Kalian berdua menjauh dari sana!" Gema suara Nicaise terdengar ketika lima Yahua bersiap melemparkan tombak mereka ke arah Athreus dan Aalisha.
"Sialan!" Aalisha mengarahkan tangannya hendak menggunakan kemampuan mistisnya untuk mengendalikan para monster itu, tapi dia tak bisa menggunakan kekuatannya. Ia terdiam dan hampir saja tertembus tombak jika Athreus tidak menebas salah satu tombak kemudian menggunakan sihir untuk membunuh kelima Yahua.
"Kenapa kau hanya diam!" Athreus terus melancarkan serangan karena kini para monster gagak semakin ganas dan hendak mencabik tubuh mereka.
"Aku tidak bisa menggunakan kemampuan mistisku!" teriak Aalisha.
Hal ini membuat ketiga Majestic Families menyadari jika kemampuan mistis mereka juga tak bisa digunakan. Mereka sejak tadi hanya menyerang dengan sihir mereka. Kini mereka hanya berpikir positif jika ini terjadi karena mereka tidak berada di dunia nyata, tubuh fisik mereka pasti ada di rumah sakit Eidothea, hanya pikiran mereka yang bersatu dan berada di ingatan kacau-balau Aalisha.
"Lupakan kemampuan mistis, kita hanya perlu bekerjasama dan mencari cara agar secepatnya sadar dan keluar dari sini." Nicaise berucap. Perlahan dia memusatkan neith-nya ke seluruh tubuh.
"Dia benar," sambung Athreus perlahan mengubah pedang Katana-nya menjadi pedang panjang dan berat jenis Claymore. "Ayo keluar dari sini karena aku muak melihat wajah monster-mosnter ini."
Eloise berdecak. "Lihatlah perbuatan De Lune yang menyeret kita kemari, kini dia malah seperti orang hilang akal dan tak tahu menahu." Ia menatap sinis pada Aalisha, bahkan melangkah mendekati gadis kecil itu. "Harusnya kuserahkan tubuhmu agar dimakan Minotaur."
Aalisha hanya melirik sesaat pada Eloise. Dia sama sekali tak punya tenaga untuk bertengkar. "Podium," kata Aalisha, "hakim agung tidak menjadi monster dan hanya diam di sana menatap kita semua."
"Kau bilang apa?!" balas Nicaise, "hakim itu Kannirth Pogha, benar dia hanya diam di sana, tapi melalui penglihatanku, dia---"
"Manusia dari penglihatanku, jadi dia adalah target kita karena ada perbedaan penglihatan antara aku dengan kalian. Semua penglihatan kita sama, kecuali hakim agung itu." Lekas Aalisha melangkah ke depan. Para monster meraung penuh amarah. "Jadi ayo selesaikan ini dengan cepat."
Amarah Eloise naik beberapa oktaf. "Kau gadis sombong yang seenaknya memerintahku!"
Nicaise menyahut, "kali ini turunkan egomu Eloise, jadi ikuti instruksinya dan mari selesaikan semua ini agar kita cepat sadar."
Eloise menghela napas dan berujar, "baiklah kali ini mari bekerjasama."
Aalisha yang tak berujar apa pun kini menatap pada lautan monster yang terus meraung-raung dan mulai melindungi podium seolah-olah mereka tahu jika hakim agung di podium tersebut telah menjadi incaran keempat Majestic Families. Kini keempat keturunan menggunakan pedang mereka masing-masing, berdiri di posisi yang sudah mereka pahami jika mereka memang harus berdiri di posisi tersebut. Pedang mereka kini berkilauan di bawah sinar matahari karena langit-langit aula ini sudah lenyap seiring waktu bahkan dinding dan tribune-nya, hanya menyisakan para kelompok monster dan podium tempat sang hakim agung berdiam diri.
Aroma bahaya kini tercium oleh mereka berempat. Ketika para monster meningkatan energi neith mereka dan memperkuat fisik mereka dengan energi tersebut. Kini para monster perlahan-lahan maju dan menggeram, monster gagak beterbangan dan terlihat mempersiapkan cakarnya yang tajam.
Gelombang adrenalin mengalir melalui nadi Aalisha saat dia bertatapan dengan ketiga Majestic Families, pemahaman diam-diam melintas di antara mereka. Mereka terlibat dalam hal ini bersama-sama. Maka tanpa sepatah kata pun seolah-olah ada suara yang mengomando isi pikiran mereka. Mereka melakukan serangan yang tersinkronisasi.
Pertarungan mereka melawan sekelompok monster dimulai dengan hiruk-pikuk yang kacau balau, tetapi mereka dapat mengatasinya dengan kerjasama yang cukup sempurna. Athreus yang ahli strategi seolah-olah memberikan instruksi begitu cepat pada yang lain membuat mereka dapat bermanuver secara teratur ketika menyerang para monster. Aalisha mengayunkan pedangnya, ia seperti mesin yang diminyaki dengan sangat baik, maka ia menghindari setiap serangan para Minotaur dan Yahua, merunduk, menenun seolah-olah ia menenun benang dengan rapi dan tak kusut maka ia berhasil mengayunkan pedangnya tanpa kesulitan dan membuat simpul yang sempurna, ia memotong kaki-kaki para Siaghios menjatuhkan Yahua yang kemudian ia tebas para Yahua tersebut, ia juga berhasil menebas banyak Minotaur dan membuat organ tubuh mereka berhamburan hingga lantai dipenuhi darah.
Eloise Clemence yang mahir dalam menggunakan sihir elemen, tanpa ampun membakar setiap tubuh sasarannya bahkan dengan sihir hidrokinensisnya, dia menciptakan gelombang air yang dahsyat kemudian menghantam tubuh para monster seperti tsunami yang meratakan bangunan, membuat para monster terkapar kemudian tubuh mereka mengejang akibat aliran listrik dari sihir Eloise.
Kemudian Nicaise yang juga ahli dalam sihir, perlahan dia menggunakan sihir angin yang membuat para Kannirth Pogha tertarik ke arahnya kemudian dengan tebasan yang cekatan dan rapi, dia berhasil memotong sayap, kaki, dan kepala para monster tersebut. Hingga potongan tubuh mereka berjatuhan dari langit seperti hujan deras.
Terakhir Athreus yang dengan suaranya terus mengomando, ia hanya perlu memberikan satu kalimat instruksi dan ketiga Majestic Families lainnya dengan mudah memahami instruksi tersebut tanpa ada kecacatan dalam kerjasama mereka. Ketika gerbang terbuka lebar dan Athreus melihat kesempatan, maka ibarat mercusuar kepemimpinan dalam pertempuran kali ini, ia menggaungkan mantra spesial dari keluarganya. Memanggil lembing panjang nan tipis berwarna hitam dan berukiran emas.
Fokus Athreus menyempit pada sosok Kannirth Pogha yang berdiri di podium. Athreus menegakkan bahunya, cengkeramannya semakin erat pada lembing hitam surgawinya. Waktu terasa berjalan lambat, ia merasakan keheningan di sekelilingnya. Pada saat itu, indranya meningkat hingga mencapai puncaknya. Mata biru lautnya berkedip-kedip penuh tekad, mencerminkan ombak yang bergolak tepat di bawah permukaannya.
Dia memperhatikan tiga Majestic Families yang berusaha mencegah para monster mendekatinya. Maka saat dia siap. Dengan gerakan cepat, dia menarik kembali lengannya, otot-ototnya melingkar seperti pegas yang siap melepaskan kekuatannya. Lembing itu berkilauan di bawah sinar matahari, esensi ilahi lembingnya bersenandung dengan kekuatan.
Melalui manik mata Aalisha. Dia melihat tubuh Athreus bergerak dengan anggun, wujudnya sempurna saat dia berputar dengan satu kaki, memanfaatkan momentum seluruh keberadaannya. Lengannya melesat ke depan dengan kecepatan yang menantang pandangan, lembing itu melesak di udara seperti sambaran petir. Ia berlayar melewati lautan monster, membelah kekacauan dengan presisi yang mematikan.
Udara tampak berderak dengan energi saat lembing itu melonjak menuju sasarannya. Saat itu sang Kannirth Pogha di atas podium, terukir secercah ketakutan di matanya, sebuah bukti keakuratan lemparan lembing Athreus yang mematikan. Maka sang Kannirth Pogha berteriak dengan marah, tapi sudah terlambat, karena takdir sudah ditentukan. Lembing itu menusuk dada dengan bunyi seperti kain disobek menggunakan kekuatan tangan. Embusan angin bertiup di udara saat makhluk itu terjengkang ke belakang, gerakannya menjadi lamban hingga perlahan kehilangan nyawanya.
Pada saat itu, hati Athreus membuncah penuh kemenangan, indranya hidup dengan manisnya rasa kemenangan. Majestic Families lain menghela napas lega karena kini para monster di sekeliling mereka terlihat perlahan-lahan lenyap seolah-olah keberadaan mereka dibawa oleh sepoi angin.
"Untungnya kau berhasil menembus dada makhluk itu." Suara Eloise terdengar meski sinis.
"Tentu saja, aku Kieran Zalana, lembingku selalu tepat sasaran." Suara kesombongan Athreus terdengar.
Nicaise berdecak, ia selalu tak setuju jika rivalnya membesar-besarkan dirinya sendiri. "Aku juga bisa melemparkan lembing itu, kau hanya beruntung karena tiba-tiba seenaknya memimpin dan memerintah kami."
"Katakan saja jika kau iri pada kemampuanku, Von Havardur." Tubuh Athreus condong pada Nicaise seolah dia menantang rivalnya itu.
"Jangan selalu merasa paling hebat, Kieran Zalana." Tak ada rasa takut atau kata mundur karena Nicaise akan selalu maju paling depan jika harus berhadapan dengan Athreus.
"Hey, tikus got, kenapa kau hanya diam," ucap Eloise karena kini gadis De Lune itu menatap ke arah depan dengan pandangan fokus. "Apa yang kau lihat?"
Tangan kurus dan kecil Aalisha menunjuk pada awan-awan hitam yang bergerak perlahan ke arah mereka. Udara berderak karena ketegangan dan firasat buruk menggantung di atmosfer. Naluri Aalisha meneriakkan bahaya, tapi dia tidak bisa menentukan sumbernya; awan apa itu? Aroma tajam memenuhi udara, menyengat lubang hidungnya, dan memicu rasa urgensinya. Kepanikan muncul di mata mereka berempat. Lekas Nicaise menoleh pada Eloise.
"Eloise," ujar Nicaise.
Eloise memperhatikan awan-awan yang bergerak lebih cepat. Dia yang ahli dalam memahami elemen, mineral, dan zat yang ada di dunia, langsung mengetahui bahaya apa yang menghampiri mereka. "Awan itu dipenuhi asam sulfat."
Asam sulfat artinya senyawa yang bersifat korosif. Perkataan itu memicu tombol bahaya dalam diri mereka masing-masing. "Kita harus bergerak! Sekarang!!!" teriak Athreus, suaranya terdengar mendesak.
Athreus tak perlu izin maka dia meraih tangan Aalisha, cengkeramannya kuat dan tak tergoyahkan, saat dia menggerakkan mereka. Mereka berempat kemudian berlari menjauh, kaki mereka mengentak-entak lantai. Namun, awan asam sulfat bergerak lebih cepat dari mereka.
"Sial, kita akan mati!" teriak Nicaise.
Awan melonjak ke depan, sulur-sulur asam sulfat menerpa yang dengan rakusnya mencari daging mereka untuk dihancurkan. Maka benar saja, belum sempat mereka mencari cara atau menggunakan sihir untuk menyelamatkan diri, awan asam sulfat tersebut berhasil melahap tubuh mereka berempat, tak bersisa.
****
Kelopak mata Aalisha terbuka, pandangannya kabur dan kehilangan arah. Ruangan itu bermandikan cahaya lembut bulan dan lentera saat dia memicingkan matanya dan indranya perlahan kembali padanya. Dia mengerjap, matanya menyesuaikan diri dengan lingkungan yang remang-remang. Ketika sekelilingnya menjadi fokus, dia menyadari bahwa dia sedang berbaring di ranjang rumah sakit, lingkungan steril yang sangat kontras dengan bahaya yang ia hadapi sebelumnya.
Saat pandangan Aalisha beralih, dia melihat penghuni ruangan lainnya yang terbangun dari tidur mereka. Athreus, Nicaise, dan Eloise mulai bergerak-gerak di tempat tidur mereka masing-masing, mata mereka terbuka satu demi satu. Perlahan mereka sadar di mana mereka berada dan perlu menyesuaikan diri dengan sekitar yang hanya bercahaya lentera redup. Tak lama kemudian tawa Athreus lah yang pertama kali memecahkan keheningan mereka.
"Gila sangat gila! Aku tak menyangka akan melewati bahaya seperti itu padahal hanya melalui alam pikiran yang kacau balau!" Athreus kembali tertawa, dia dipenuhi kesenangan seolah-olah barusan dia tidak berhadapan dengan bahaya seperti melawan sekelompok monster dan asam sulfat.
Nicaise duduk, menekuk kakinya dan dia tertawa pula. "Asam sulfat sialan, aku sempat merasa sesak napas tadi, beruntungnya kita sudah kembali sebelum mati karena kehabisan napas dan tubuh kita meleleh."
Kini terdengar nada suara Eloise yang penuh dengan sindiran. "Semua ini karena kau De Lune, kita terbaring di ranjang pesakitan dan sekarang sudah malam. Kau bertanggung jawab atas semua yang menimpa kami!"
Perlahan Aalisha menyerong tubuhnya, menatap Eloise yang tidak jauh dari jarak pandangannya. "Dengar ya Clemence, sudah kukatakan berkali-kali jika aku tidak bermaksud menyeret kalian. Semua terjadi begitu saja, aku bahkan tidak paham konsep mengapa kalian berada di alam pikiranku!"
"Oh ayolah berhenti bertengkar kalian berdua! Terutama kau Eloise, tidakkah kau bisa mengambil hikmah kejadian ini? Kita bersenang-senang tadi meski hampir mati karena asam sulfat." Athreus tiba-tiba menjadi penengah lalu kata asam sulfat terasa lucu di pendengarannya.
Eloise tak menyahut dan hanya menatap langit-langit ruangan ini. Dia sangat kesal pada Aalisha, tapi tak bisa memungkiri jika bahaya yang mereka lewati cukup menantang adrenalin dan membuatnya senang, sudah lama dia tidak merasakan ketegangan seperti ini.
Atas diamnya Eloise, perlahan Nicaise memecah keheningan lagi. "Dipikir-pikir lagi, bukankah kita tadi jadi bekerjasama, menurutku tidak buruk juga."
Athreus dan Eloise hanya diam. Sebenarnya mereka sudah sering berada di pertarungan yang sama dan saling membantu untuk melawan sekelompok musuh, tetapi kehadiran Aalisha sedikit memberi kesenangan baru. "Tidak," sangkal Eloise, "aku malah berharap jika tikus kecilku mati saja."
"Jahat sekali kata-katamu, hey Aalisha, bunuh saja Eloise sekarang juga, terlebih lagi kemampuan mistis kita sudah kembali!" ucap Athreus, tetapi tak ada sahutan. "Hey Aalisha!"
"Dia tidur, bodoh!" balas Eloise yang sesaat melirik pada Aalisha karena gadis kecil itu memejamkan mata dan tertidur nyenyak dengan cepat. "Dasar bayi, bagaimana bisa kau sudah tidur secepat ini, huh!"
"Ini sudah jam dua malam asalkan kau tahu," sahut Nicaise.
"Oh Dewiku, berapa lama kita pingsan!" balas Eloise.
"Entahlah, jelasnya kita pasti membuat satu akademi heboh." Athreus menarik selimutnya dan perlahan memejamkan matanya.
"Kuharap hal ini tidak terdengar sampai telinga pihak keluarga kita," ujar Nicaise memperbaiki posisi berbaringnya dan perlahan menutup matanya. "Tidurlah Eloise, ini sudah sangat larut."
Eloise menghela napas pelan, kemudian dengan satu jentikan jari, dia membuat cahaya lentera padam. Eloise tak suka tidur dengan lampu menyala. Kini ruangan tersebut hanya bercahayakan sinar rembulan. Eloise pun terlelap dengan nyenyak.
Di luar ruangan tersebut. Profesor Eugenius berdiri. Dia mendengar semua percakapan keempat muridnya. Manik matanya kini menatap pada Tamerlaine yang membawa lilin. "Master, mereka sudah tidur kembali, setelah koma beberapa jam."
Anggukan kepala terlihat pada pria tua tersebut. "Ramalan adalah salah satu misteri dunia. Namun, kini di Eidothea, kehadiran De Lune sedikit mengubah banyak takdir." Ia melangkah pelan yang disusul Tamerlaine. "Aku takkan membiarkan Eidothea hancur, aku akan melakukan segala cara untuk melindungi rumah ini, meskipun harus berhadapan dengan Keluarga Agung."
"Jadi apa balasan Anda terhadap surat itu, Profesor?" kata Tamerlaine.
"Balas suratnya dengan sangat sopan dan katakan jika asumsi mereka salah besar." Kini profesor Eugenius menatap rembulan yang bercahaya menenangkan.
"Baiklah akan Hamba laksanakan perintah Anda, Profesor." Maka Tamerlaine perlahan lenyap dari sana. Meninggalkan Eugenius dengan kesendiriannya dan pergulatan isi pikirannya.
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
|| Afterword #6
Di zaman kuno, saat generasi awal Majestic Families. Para Majestic Families saat itu sering bekerjasama dalam sebuah ekpedisi dan kombinasi kerjasama mereka sangat sempurna tergantung pada siapa mereka bekerjasama. Dan yang paling mengerikan saat bekerjasama adalah Keluarga De Lune dan Clemence. Mereka ada perpaduan yang hebat terutama saat mengendalikan makhluk hidup + mengendalikan berbagai macam zat dan elemen.
Dikatakan jika kedua Majestic Families tersebut sudah bekerjasama maka Majestic Families lain akan menyingkir dari arena pertarungan agar tak terkena imbasnya. Meskipun begitu, De Lune dan Clemence adalah dua keluarga yang paling tidak akur.
Ke depannya, Eloise akan punya cerita utama sendiri yang berkaitan dengan Arc Clemence Family.
Encyclopedia!
|| Kannirth Pogha
Merupakan salah satu ras yang ada di Athinelon layaknya ras Manusia, Elf, Siren, Kurcaci, Werewolf, Vampire, dan masih banyak lagi. Jadi Kannirth Pogha bukanlah binatang magis atau iblis atau pun monster. Mereka adalah makhluk hidup yang bertubuh manusia dan berkepala burung, tetapi banyak yang berkata berkepala mirip burung gagak. Mereka tinggal di Benua Barat Athinelon dan memiliki pemukiman penduduk yang biasanya di daerah hutan.
Kannirth Pogha adalah makhluk yang cukup membenci makhluk hidup lain terutama bangsa Siren dan Elf karena kedua Bangsa itu berparas cantik dan tampan berbeda dengan Kannirth Pogha yang sering dihina sebagai monster. Kemudian makhluk hidup ini tak suka ikut campur dengan permasalahan yang terjadi di luar bangsa atau ras mereka. Mereka juga tak suka diperintah makhluk hidup lain.
Makhluk hidup ini memiliki dua form, form pertama adalah form mereka berjalan dengan kedua kaki dan hidup layaknya makhluk hidup lain. Sementara form kedua adalah ketika mereka berubah menjadi gagak besar, sering dikatakan sebagai monster gagak oleh ras atau bangsa lain. Berikut ilustrasi Kannirth Pogha:
Prins Llumière
Rabu, 31 Januari 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top