Chapter 12
ANDAI dunia ini diibaratkan musik, sehingga setiap tempat atau aktivitas yang dilakukan para makhluk hidupnya akan terdengar musik yang mengalun. Dipastikan jika istana kerajaan akan menjadi musik klasik yakni alunan bunyi tuts piano serta biola yang menghanyutkan, sementara di kuil para Dewa; musiknya berupa lira dan harpa yang menenangkan bahkan cocok sebagai pengantar tidur. Lalu bagaimana dengan Eidothea?
Ah, sungguh sangat sulit digambarkan karena musik dari Eidothea ini seolah campur aduk. Dimulai dari alunan yang menghanyutkan sampai sumbang sekali! Yakini saja kalau seluruh musik berkumpul di sekolah ini karena dimulai pagi hari saja sudah banyak keributan yang para muridnya perbuat, jika pun ada yang bersantai, tetap saja murid lain akan berbuat keonaran sehingga tak ada satu detik pun yang sunyi di sekolah ini terkecuali waktu tidur! Apakah semua murid di sini penderitaan ADHD atau sekrup kewarasan mereka sudah hilang?
Lihat saja! Sebelum sarapan pagi, para murid sudah berkumpul bersama dengan sahabat mereka, lalu memulai gosip di pagi hari. Ada pula yang tertawa keras karena membicarakan kejadian lucu di kelas kemarin; katanya, teman mereka gagal melakukan mantra, harusnya mengubah kelinci jadi gelas kaca, malah diubah jadi panci berkarat. Ada juga yang bercerita kalau di kelas ramuan, kelas mereka jadi berwarna merah akibat ledakan kegagalan pembuatan ramuan, jadi sebelum kelas berakhir, satu kelas bekerjasama untuk membersihkan noda merah dinding kelas, duh jadi kerja bakti namanya.
Para murid di Eidothea memang tak bisa lepas dari lingkaran persahabatan, artinya seseorang pasti punya beberapa teman dekat atau sahabat yang akan selalu bersama-sama ke mana pun, di mana pun, bahkan berbuat keonaran selalu bersama, begitu juga dihukum.
"Jadi tolong ya jangan pernah berkata kalau seseorang harus berteman dengan semua orang; sungguh omong kosong perkataan itu karena tidak semua manusia baik, lebih banyak negatifnya, jadi pandailah memilih dan buatlah lingkaran persahabatan jika tak mau mati dibunuh monster." Nasihat ini dikutip dari salah satu murid yang sudah jadi alumni Eidothea.
Maka ketika melangkah keluar kastil asrama, tidak usah heran dengan para murid yang berjalan menuju kastil Eidothea bersama dengan sahabat mereka entah berdua saja atau lebih. Mereka bahkan berani menaiki sapu terbang kemudian masuk ke aula makan bersama yang akhirnya dimarahi oleh profesor Madeleine. Ketika acara makan juga, kesunyian tak pernah ada di Eidothea, mereka mengoceh dari ujung ke ujung seolah ada ratusan lebah yang berdengung.
Dikarenakan para murid masihlah anak-anak yang perlahan menuju masa remaja, maka tak heran dengan sifat mereka. Ada beberapa murid yang bisa mengontrol ekspresi mereka ketika sedang menggosipkan seseorang, ada pula yang terang-terangan membenci. Lucu sekali juga ketika ada murid yang jatuh cinta, murid itu akan didukung oleh teman-temannya kemudian sengaja mencari tempat duduk yang dekat dengan orang yang ditaksir lalu mereka mulai menggoda teman mereka hingga wajahnya memerah padam. Terkadang iseng dengan menggunakan sihir seperti mengirimkan surat cinta dari kertas yang berbentuk pesawat kemudian terbang pada orang yang ditaksir. Para profesor ada yang sadar dengan tingkat para muridnya itu, tetapi mereka memilih diam selagi dalam batas wajar.
Lagi pula kapan mereka bisa bebas selain di Eidothea? Sulit bagi murid kaum bangsawan hendak menyatakan cinta jika sudah di luar akademi karena ada banyak peraturan bagi anak-anak bangsawan terutama jika mereka ujung-ujungnya dinikahkan demi kebutuhan politik. Kandas sudah kisah cinta tulus mereka akibat pernikahan politik. Begitu pula murid dari kaum proletar yang terhalang kasta jika jatuh cinta pada teman mereka yang berasal dari kaum bangsawan. Jika di luar akademi mereka harus menjaga martabat karena takut menjadi perbincangan masyarakat sosial, berbeda dengan Eidothea yang sedikit membuat mereka terlepas dari kekangan peraturan masyarakat sosial itu.
"Masa remaja, masa terindah dalam hidup sebelum menghadapi pahitnya hidup ketika sudah dewasa nanti terlebih jika dikirim ke Zero Domain," ujar profesor Rosemary, "berada di sana, harus siap kehilangan kepala."
"Rosemary perkataanmu itu cukup mengerikan," balas profesor Ambrosia hampir menyemburkan teh yang ia minum.
"Aku setuju dengan profesor Rosemary," timpal Lilura, "mereka harus menikmati hidup yah meski cinta di Eidothea, tidak semuanya berakhir indah."
"Ya, tepat sekali. Ada yang setelah lulus tetap bersama, ada yang berakhir kandas, ada pula yang meski tak pernah berada di sekolah yang sama, tetapi jatuh cinta meski dicampakkan juga akhirnya." Rosemary sengaja melirik Ambrosia.
"Bisakah kauberhenti menyinggungku dengan dia?" balas Ambrosia.
"Aku penasaran, apa kau akhir-akhir ini ada mengirimkan surat untuknya atau diam-diam meminta Aalisha De Lune mengirimkan surat pada pria itu?" Ah, jelas sekali ke mana arah pembicaraan ini.
"Aku tak mengirimkan surat apa pun!" balas Ambrosia sementara Lilura terlihat menikmati perdebatan keduanya.
"Benarkah, wajahmu memerah jika kubahas tentangnya."
"Tidak, aku tidak ... Rosemary, jangan bicarakan ini lagi ...." Kini Ambrosia sangat malu.
"Sungguh mengejutkan, kau masih menaruh perasaan pada pria itu," sahut Rosemary berdecak sebal. "Aku tak peduli jika dia berasal dari De Lune, andai suatu hari dia menginjakkan kakinya ke Eidothea. Percayalah jika aku akan memberinya satu tamparan"
Di sisi meja lain, profesor Eugenius menikmati makanannya, sementara profesor Madeleine baru saja melayangkan tatapan sinis dengan kacamata melorot pada beberapa murid yang sejak tadi terus berbuat keonaran padahal sedang acara makan.
"Tidak hanya para murid, tetapi ada juga yang sepertinya mulai merasakan jatuh cinta lagi," ujar profesor Eugenius.
"Anak-anak itu harus fokus belajar terlebih dahulu, baru memikirkan cinta, setidaknya mereka harus benar ketika mengubah tikus menjadi gelas kaca, bukan mengubahnya jadi panci masak," sahut profesor Madeleine dengan nada khasnya seorang ibu-ibu yang belum mau anak-anaknya membahas percintaan.
"Tapi bukankah lucu melihat mereka menyukai seseorang, aku lelah melihat mereka bersaing sesama teman dan bersaing antara asrama bahkan ada yang enggan berteman dengan murid beda asrama." Profesor Eugenius meraih piring yang berisi daging dimasak steak.
"Ya, ya, Anda selalu menikmati semua itu seolah membaca novel bertema romansa. Namun, apa Anda lupa kalau masih ada kutukan jatuh cinta itu?" ujar profesor Madeleine.
"Kutukan, Anda mempercayai hal itu?" sahut profesor Eugenius, "jangan terlalu percaya."
"Ya, tapi setiap tahunnya, para murid mempercayainya," balas Madeleine yang membayangkan jika sebentar lagi para murid angkatan baru akan mulai mempercayai kutukan itu.
"Kalau begitu mari kita tunggu," sahut profesor Eugenius lalu mengedarkan pandangannya. "Apakah suatu hari kutukannya patah atau bertahan seperti pertentangan antara cinta kaum Bangsawan Agung."
Profesor Madeleine melirik profesor Eugenius, muncul lagi sifatnya yang seolah melihat segala hal seperti kisah dalam novel. "Mau selama apa Anda menunggu?"
"Entahlah, tetapi patut dinantikan, jika bukan aku yang melihatnya, setidaknya Anda." Senyuman profesor Eugenius terukir indah, ia juga sedikit tertawa seolah dia menunggu akhir yang bahagia di halaman terakhir novel yang dibacanya. Namun, jika akhirnya ternyata menyedihkan, apakah dia siap?
****
Aalisha kesal karena hendak ke kelas saja, mereka harus memutari koridor yang jauh akibat mencari Mylo, Gilbert, dan Kennedy yang hilang begitu saja setelah acara makan pagi tadi. Ya, ternyata mereka bertiga menghilang karena membantu Kennedy menemukan sepatunya yang disembunyikan oleh Galee Ginan, oh Dewa kenapa Orly menyebalkan itu harus hidup di dunia ini? Rasanya hidup tenang dan tentram para murid jadi semakin tipis atas kehadiran si Orly gemuk berpakaian badut itu.
Kembali ke masalah utama, sepatu Kennedy berhasil ditemukan yang ternyata disangkutkan Galee di atap menara, mereka harus susah payah menggunakan sihir untuk menurunkan sepatu itu, benar sepatunya berhasil ditemukan, tidak dengan warnanya yang semula hitam kini jadi polkadot merah muda dan sulit dikembalikan ke warna awal meski dengan sihir.
"Tidak bisakah kau mengembalikan warnanya jadi hitam?" ujar Mylo pada Aalisha yang semakin saja gadis kecil itu menatap sinis.
"Ya kasihan sekali Kennedy, kuyakin gadis De Lune punya pengetahuan akan mantra bahkan mantra mengubah warna," timpal Gilbert.
"Kennedy apakah aku harus mengubah warna sepatumu?" ujar Aalisha beralih pada Kennedy yang wajahnya seolah tak masalah dengan sepatu polkadot merah mudanya.
"Kurasa tak perlu, aku masih ada sepatu di kamar, kugunakan besok saja, untuk saat ini tak masalah sepatu ini dulu," ujarnya agak tak enak jika Aalisha harus menggunakan mantra untuk mengubah warna sepatu meski entahlah apakah gadis itu bisa.
"Kalian mendengarnya!" Aalisha menatap sinis pada Mylo dan Gilbert. "Dia saja tak masalah jadi kalian berdua diamlah sebelum kuubah wajah kalian jadi sehitam arang!"
Keheningan hanya bertahan sekitar dua menit karena Mylo kembali membuka mulutnya lagi. "Kudengar kau bergabung dengan tim Oulixeus Arevalous?"
"Dari mana kau---"
"Sungguh?!! Bagaimana bisa, kupikir harus di tahun kedua baru boleh bergabung?" teriak Gilbert.
Kennedy ikutan berujar, "hebat sekali, kapan seleksinya sampai kausudah bergabung dengan tim?"
"Pasti bantuan orang dalam," balas Frisca.
"Kurasa karena dia kesayangan profesor Madeleine." Anila berujar seraya mempercepat langkahnya agar bisa di samping Aalisha. "Ceritakan bagaimana bisa kaubergabung, kutahu, seleksinya ketat."
Apa yang seleksi ketat? Aalisha rasa dia hanya diseret paksa oleh wanita paruh baya dengan kacamata melorot. "Sebelum kujawab pertanyaan kalian, aku hendak bertanya pada Mylo. Dari mana kau tahu, aku bergabung dengan tim, itu masih rahasia?!"
"Kedua kakakku," sahut Mylo, "mereka kegirangan setelah diberitahu Damien kalau kauresmi jadi anggota tim bahkan mereka berniat membuatkanmu acara perayaan, tapi karena ini masih rahasia jadi tidak bisa. Lalu selamat ya, posisimu sebagai principes."
Maka tidak hanya Gilbert melainkan Anila, Frisca, dan juga Kennedy yang terkejut dengan mata membulat. "Principes, bagaimana bisa?! Bukankah itu posisi langka dan paling sulit? Hey, siapa yang menentukan posisi itu!"
"Kau diseleksi atau tidak sih, seingatku, kau tak pernah dipanggil untuk seleksi tim Oulixeus." Frisca bingung, padahal Aalisha selalu ditempeli Anila, tapi mengapa Anila tak tahu apa pun pasal Oulixeus.
"Apa jangan-jangan waktu itu kau dipanggil profesor Madeleine sendirian, ternyata membahas Oulixeus?" ujar Anila.
Aalisha memutar bola matanya. "Ya, Anila benar. Aku dipanggil profesor Madeleine, kemudian dia berkata jika aku akan bergabung dengan tim Oulixeus. Dia membawaku pada Damien yang menjelaskan permainan itu serta posisiku."
Sukses keheningan terdengar, mereka menatap Aalisha dengan tatapan tak percaya. Apakah memang semudah itu untuk bergabung karena setahu mereka seleksi masuk tim cukup ketat sementara Aalisha masuk tim bermodalkan dipanggil Kepala Asrama? Ataukah karena dia De Lune dan sejak awal dia memenuhi kriteria menjadi anggota tim dengan posisi principes.
"Apa kalian pikir aku diistimewakan? Terserah kalian hendak berpikir seperti apa, tapi kata Damien, aku memang punya kriteria sebagai principes meski entahlah apa kriteria itu, aku pun bingung."
Aalisha tak terlalu peduli tentang pandangan orang-orang. Lagi pula sudah biasa seseorang benci dan kesal pada keturunan Majestic Families karena terkesan selalu diistimewakan keadaan meskipun mereka berusaha payah dengan kemampuan mereka sendiri, tapi tetap saja dinilai diberi hak khusus.
"Aku tak sabar saat kau bertanding nanti!" teriak Mylo yang tiba-tiba merangkul Aalisha, lekas gadis itu menjauhkan tangan Mylo dari pundaknya. "Kuyakin semua orang akan terkagum padamu!"
"Benar! Sialan, kauhebat sekali! Menjadi pemain Oulixeus termuda sepanjang sejarah!" teriak Gilbert yang ikutan girang.
Frisca ikutan merangkul Aalisha padahal baru saja ia lepaskan rangkulan tangan Mylo. "Ini masih rahasiakan? Kuyakin ketika kau tampil pertama kali, semua akan terkejut, seperti surprise! Pemain terbaik Oulixeus akan membawa kemenangan!"
Lalu Frisca sadar kalau ada Kennedy di sini. "Kau sih masuk Sylvester! Jangan beritahu asramamu ya! Kubunuh kau jika membeberkannya, kita tidak akan berteman lagi!" Ia seraya memukul lengan Kennedy.
"Tidak! Aku tidak berniat beritahu pada siapa pun, lagi pula aku senang temanku bisa bergabung ke tim. Selamat, Nona De Lune." Kennedy tersenyum begitu lebar seolah matanya juga ikut tersenyum.
Ah, tadi apa Kennedy bilang, teman? Mereka semudah itu ya menganggap seseorang sebagai teman padahal hingga detik ini Aalisha masih tak begitu mempercayai mereka. Semua keramah-tamahannya ini hanyalah kedok belaka. Ia masih keras kepala seperti yang Arthur katakan. "Kalian terlalu berlebihan, lalu hentikan semua ucapan itu sebelum murid lain mendengarnya."
"Kau gadis pemalu, harusnya kaubangga dan senang karena kami mendukungmu!" ujar Frisca, "aku sangat senang, jadi ingin memelukmu!"
"Jangan sekali-kali, eh Anila---"
Tanpa aba-aba, Anila menarik lengan kurus Aalisha kemudian ia dekap tubuh gadis kecil itu dengan sangat kuat. Membuat yang lain juga ikutan terkejut.
"Anila lepaskan aku, bukankah sudah kukatakan jika aku tak suka dipeluk!" Aalisha meronta, tetapi Anila masih mendekap tubuh gadis itu malah semakin erat. Lalu terdengar suara Anila yang begitu pelan dan tulus.
"Selamat ya, sebenarnya aku tak setuju kaubergabung karena Oulixeus sangat berbahaya, pernah kubaca dari buku sejarah kalau ada pemain yang mati di pertandingan. Namun, itu sudah lama, kuyakin sekarang lebih aman, tapi ini kau, kau selalu saja terlibat masalah. Meskipun begitu, aku selalu percaya kau akan selamat." Semua kalimat itu diucapkannya dengan isakan tangis seolah terdengar juga. Membuat Aalisha bingung harus bereaksi seperti apa.
Sialan, mengapa Anila selalu menggunakan hatinya dengan tulus, padahal Aalisha peduli saja tidak dengan semua kebaikannya. Jadi gadis kecil itu hanya diam, tak pula membalas pelukan Aalisha, seperti biasa, dia harus membentengi dirinya karena hati manusia selalu berubah seiring waktu.
Ia tak mau berharap jika suatu hari nanti, dia akan dibuang dan dibenci.
"Aku juga mau peluk, kalian membuatku sedih!" teriak Mylo mulai kumat sifat menyebalkannya jadi ia mendekat dan memeluk tubuh Aalisha dan juga Anila.
"Woi aku juga!" teriak Gilbert serata merentangkan tangannya begitu lebar.
"Jangan lupakan aku!" balas Frisca ikutan acara berpelukan itu, tak lupa dia menarik lengan Kennedy yang jadinya ikutan berpelukan juga.
Detik itu, rasanya sesak sekali, paling karena pelukan ini jadi tubuh Aalisha terhimpit. Namun, pastinya dia merasa teman-temannya ini bersikap sangat kekanak-kanakan! Apa pula pelukan ini seperti anak kecil saja atau mereka memang masih anak-anak. Ah, mungkin saja karena Aalisha yang terlalu didewasakan keadaan yang membuatnya berpikir jika semua ini tidaklah berguna dan menjijikkan.
Ia benci semua ini.
Ia benci ketika tahu jika ia harus terus berjuang padahal takdir selalu menghancurkannya.
Maka di balik pelukan teman-temannya, di antara para murid yang melihat mereka dan berbisik jika teman-teman di sekitar Aalisha sangatlah aneh. Gadis itu melihat di kejauhan, pria dengan pakaian panjang hingga menyentuh lantai serta kacamata bulatnya, kini dia menatap Aalisha, ya profesor Eugenius tersenyum padanya.
Sungguh ia benci senyuman itu yang seolah-olah berkata bahwa Aalisha suatu hari akan kalah dari egonya.
Kini ia bertanya-tanya, andai Aldrich tak menghilang mungkinkah ia tak perlu menerima undangan dari Eidothea?
Andai Aldrich masih bisa ia raih, akankah hidupnya jauh lebih baik dibandingkan sekarang?
Ataukah andai saja kematian yang dulu ia temui setuju untuk mencabut nyawanya maka dunia akan jauh lebih baik lagi?
****
Kelas ramuan hari ini berjalan seperti biasa, para murid mulai mengeluarkan buku catatan mereka. Tidak ada praktikum membuat ramuan karena mereka hanya akan menyimak penjelasan profesor Xerxes, kemungkinan minggu depan baru mulai membuat ramuan. Proyeksi tiga dimensi muncul di depan kelas, profesor mulai menjelaskan materi yang membahas tentang ramuan yang berfungsi menyembunyikan dan meningkatkan kapasitas neith selama beberapa waktu.
Ah, sudah ditebak Minggu depan akan ada praktikum membuat kedua ramuan itu. Dijelaskan profesor Xerxes jika selain teknik segel, menggunakan ramuan juga bisa menyembunyikan neith terutama bagi para Penyihir yang belum menguasai teknik segel. Lalu hendak minim efek, karena teknik segel lebih banyak dampaknya dibandingkan meminum ramuan, tetapi kekurangan ramuan adalah proses dan bahannya yang sulit.
Selama kelas berlangsung, Anila selalu berhasil menjawab pertanyaan dari profesor Xerxes entah mengenai nama tanaman yang digunakan untuk membuat ramuan hingga larangan yang harus diperhatikan ketika membuat ramuan. Meski di kelas ada Aalisha, tetapi gadis itu enggan menjadi murid rajin yang selalu menjawab pertanyaan guru, ia lebih senang diam mendengarkan dan membiarkan Anila saja karena gadis Andromeda itu terlihat bahagia jika bisa menjawab pertanyaannya lalu tersenyum pada Aalisha seolah dia hendak membuat Aalisha bangga atas kecerdasan yang ia miliki.
"Dia bersikap manja padamu," bisik Mylo yang seperti Aalisha, ia enggan jadi murid rajin atau ia memang bodoh?
"Apa maksudmu?" sahut Aalisha.
"Maksudku dia selalu berusaha menarik perhatianmu," jelas Mylo.
"Ah, terserah dia, tapi apa kau sadar. Anila itu seperti perpustakaan berjalan, kurasa semua pengetahuan dia tahu, tidak seperti kau," sahut Aalisha yang langsung saja Mylo menendang kaki gadis itu.
"Sialan dasar pendek," ucap Mylo.
"Apa kaubilang?" Aalisha membalas dengan menendang kaki Mylo. Jadilah mereka saling tendang-menendang dan akur kembali ketika Anila duduk setelah menjawab pertanyaan profesor Xerxes.
"Kenapa kalian?" tanya Anila.
"Tidak ada," sahut Aalisha dan Mylo berbarengan sembari tersenyum tipis.
"Aneh kalian," sahut Anila kemudian meraih bukunya dan mencatat lagi.
Sebelum kelas berakhir, profesor Xerxes memberi tugas membuat ramuan, diperbolehkan bersama teman agar lebih mudah pengerjaannya. Ramuan yang dimaksudkan adalah ramuan untuk menyembunyikan aura neith. Dikarenakan sudah ada penjelasan bahan yang digunakan dan tata cara pembuatan maka mereka harus mencari bahan-bahannya di gudang penyimpanan bahan ramuan dan mengerjakan pembuatan ramuan di luar kelas. Pengerjaan ini memakan waktu selama dua Minggu sehingga untuk Minggu depan, kelas ramuan ditiadakan.
"Katanya sebagian bahan habis di gudang penyimpanan jadi bisa kita cari di sekitar Prairie Lynx Woods, tanaman yang jadi salah satu bahan tumbuh subur di sana," ujar Mylo karena mendengar perkataan dari kelas lain yang juga mendapat tugas membuat ramuan.
"Kalau begitu besok saja kita cari selagi besok pelajarannya tidak padat," ujar Anila, "kubaca dari buku, tanaman yang kita cari lebih bagus lagi jika dipetik pagi hari."
"Saran yang bagus, mari lakukan besok," sahut Frisca, "oh ya sekarang ngapain?"
"Tidur ke asrama," ujar Aalisha hendak berbelok ke koridor yang mengarah ke asrama Arevalous, sayangnya dicegat Mylo dengan cara menarik jubah Aalisha.
"Tidak! Kita akan menemui kedua kakakku, katanya mereka sedang melawan boneka sihir," ujar Mylo yang disetujui yang lain jadi bersama-sama mereka membawa paksa Aalisha ke ruangan kelas yang di dalamnya ada Easton dan Noah serta beberapa murid lain yang menjadi penonton.
Ruangan kelas ini cukup besar, meja dan kursinya sengaja di pinggirkan sehingga membuat ruangannya semakin terasa lebar. Di dalam sana ada boneka kayu, Easton dan Noah kemudian menyihir boneka kayu itu hingga bersinar hijau. Suara sorakan para murid terdengar ketika secara perlahan boneka itu melayang.
"Kalian sudah siap?" teriak Easton.
"Kami siap!!!" balas para murid yang seraya bersorak-sorai seperti akan ada pertandingan di dalam ruangan ini.
Aalisha hanya bersedekap, ia tak tertarik akan semua ini padahal Anila dan lainnya terlihat antusias, mereka bahkan harus berjinjit untuk melihat apa yang terjadi di tengah-tengah ruangan serta mau diapakan boneka kayu yang semakin bersinar hijau.
"Semua bersiap!" Giliran Noah berteriak.
Maka Sang boneka kayu seperti bergetar, lalu perlahan membesar hingga bentuk boneka itu perlahan berubah. Awalnya lengan kurus terbuat dari kayu, kini berubah jadi dilapisi zirah perang, tubuh boneka itu jadi lebih besar dan seluruhnya juga diselimuti zirah, kepala boneka yang awalnya tak ditutupi apa-apa kini dilindungi ketopong lalu sentuhan terakhir sang Boneka menggenggam pedang panjang. Kini pula boneka itu tingginya melebihi Easton dan Noah meski tidak sampai menyentuh langit-langit ruangan ini. Sorakan kembali terdengar atas keberhasilan Noah dan Easton. Terlebih ada ledakan kecil seperti kembang api ketika boneka kayu itu berubah jadi boneka kesatria zirah putih.
"Semua mundur!" ujar Noah.
"Kami akan mulai melawan boneka itu," ucap Easton seraya memanggil pedangnya. Jenis pedang yang ia gunakan adalah dual-blade sedangkan Noah menggunakan tombak yang kedua ujungnya tajam.
"Hancurkan, hancurkan, hancurkan!" Sorak-sorai para murid yang jadi penonton semakin semangat saja.
Maka Easton dan Noah mulai menyerah boneka zirah putih yang ternyata bergerak dan berusaha menahan setiap serangan kedua murid yang berasal dari tahun keempat itu. Suara dentingan antara besi terdengar ketika senjata Easton dan Noah bersinggungan dengan pedang boneka itu. Angin kencang tercipta membuat suara para murid semakin kencang. Mereka juga melihat kilauan cahaya serta percikan seperti kembang api ketika sihir yang dilontarkan Easton dan Noah mengenai boneka zirah putih itu. Heboh sekali ruangan itu yang seolah ada pesta di malam hari, para murid juga menikmatinya.
Di sisi lain, hanya Aalisha yang tidak ikut bahagia di euforia para murid itu. Dia malah merasa bosan dan hendak pergi. Sayangnya niat itu harus diurungkan ketika ia merasa ada yang aneh ketika melihat lebih jeli boneka zirah putih itu. Ia seolah melihat ada cahaya putih di antara kilauan warna-warni itu. Ia juga mendengar suara dengungan yang menusuk gendang telinganya hingga kepalanya terasa sangat pusing.
Maka detik selanjutnya, pandangannya jadi buram, kabut putih bermunculan, ia melihat samar-samar para murid yang seolah menghilang, ketika berbalik menatap ke arah lain, sudah tak ada lagi para murid itu yang hilang seolah ditelan kabut putih ini. Seluruh suara gaduh juga hilang. Kini hanya terdengar senyap dan sunyi. Menyisakan Aalisha sendirian di ruangan itu, ya hanya ada dirinya.
"Kurasa ini dungeon," ujar Aalisha yang kini berdiri seraya mengedarkan pandangannya.
Aalisha sama sekali tidak panik atau menunjukkan gerakan yang gegabah, ia bisa berpikir logis meskipun dia tak tahu berada di mana sekarang; apakah tempat antah berantah, dungeon seperti asumsinya, atau malah masa lalu? Semua itu masih praduga, tetapi di mana pun dia berada, Aalisha rasa ia takkan lama pergi karena ia masih bisa merasakan densitas neith yang tidak berubah dengan artian sama seperti di ruangan kelas sebelumnya.
Perlahan ia menutup matanya, berpikir apa yang harus dilakukannya agar keluar dari tempat ini. Dipikirkan lagi, ia tak membawa apa pun yang berhubungan dengan kunci Iapthae Portae jadi mustahil jika dia berteleportasi. Kemungkinan kecil juga jika ini dungeon karena kalau dungeon maka murid lain juga akan terseret ke dalamnya terlebih sebuah dungeon tidak bisa memilih target karena sihir ini membutuhkan area luas. Kalau begitu, maka satu jawaban meski tidak pasti. Apa yang terjadi pada Aalisha bukanlah ia dibawa ke dungeon melainkan---
"Penglihatan masa lalu." Maka seketika tempat itu berubah, awalnya dinding batu terlihat bersih dan baru kini perlahan jadi lebih kusam dan berwarna kecokelatan serta cahaya kuning muram terlihat menyinari ruangan ini.
Aalisha lekas melangkah mundur ketika suara langkah kaki terdengar. Ada ruangan lain tak jauh dari posisinya, lalu seorang perempuan yang diselimuti tudung serta membawa lentera melangkah pelan yang di sampingnya ada sosok bertudung juga, tetapi tidak bisa diidentifikasi apakah laki-laki atau perempuan, apakah sudah tua atau masih remaja. Namun, keduanya seolah tengah mengendap-ngendap di malam hari.
"Sudah kukatakan untuk diam, jika kita ketahuan, profesor akan menghukum kita lagi," ujar perempuan bertudung.
"Aku harus melakukannya, jika lambat sedikit saja, maka akan lebih banyak korban! Aku tak punya pilihan, jadi kumohon, biarkan aku pergi dan menyelamatkan semua orang."
Si perempuan bertudung melangkah hendak menuju ke ruangan dengan pintu besar dan menjulang tinggi. Teman si perempuan bertudung mengikuti, tetapi mencegat dengan cara meraih lengannya ketika si perempuan bertudung hendak menyentuh pintu besar itu.
"Sudah kubilang! Aku harus melakukannya!" Si perempuan melepaskan genggaman tangan itu. "Kumohon biarkan aku, aku melakukannya untuk menyelamatkan orang-orang, melindungi tempat ini, demi keluargaku, dan juga kau ...."
Maka temannya itu menarik si perempuan bertudung ke dalam pelukannya. Sangat erat dan cukup lama mereka berpelukan. Lalu perempuan berujar dengan sedikit terisak. "Aku harus melakukannya, demi kau juga karena aku ... aku menyayangimu."
"WOAH, EASTON, NOAH KALAHKAN BONEKA ITU!" Suara teriakan itu terdengar yang seketika seluruh penglihatan Aalisha berubah seperti sedia kala. Dia bisa melihat para murid di ruangan ini bersorak-sorai pada Easton dan Noah yang hampir mengalahkan si boneka zirah putih.
"Aalisha," ujar Anila, "kau baik-baik saja? Wajahmu pucat!" Anila kini memegangi pundak Aalisha terlebih karena wajah Aalisha pucat pasi dan dia seperti hanis melamun panjang. "Aalisha ...."
"Aku baik-baik saja---"
"AWAS ATAPNYA!" Frisca berteriak.
Maka para murid lain jadi ikutan berteriak juga ketika serangan Noah dan Easton malah meruntuhkan langit-langit ruangan ini. Ternyata di atas ruangan kelas ini, ada kelas lagi, jadi suara kencang memekakkan telinga terdengar ketika ruangan atas ambruk ke bawah, beberapa meja dan lemari jatuh ke bawah, parahnya lagi beberapa sangkar berjatuhan juga. Tunggu sangkar?
"Oh Easton, kita akan dikeluarkan dari akademi ini," ujar Noah.
"Sebelum itu mari pikirkan bagaimana cara agar kita tidak diusir dari keluarga," sambung Easton.
"Hei, sangkar apa itu? Apa ada yang memelihara burung di sana?" ucap murid yang sekelas dengan Easton dan Noah. Maka satu ruangan itu terdiam sembari menatap puing-puing tersebut.
"Kelas apa di atas?" tanya salah seorang murid.
"Kalau tidak salah, kelas binatang magis atau kelas transformatio?" jawab murid lain.
"Suara apa itu?!" teriak murid lain ketika mendengar suara yang mengerikan di dalam puing-puing atap yang ambruk. Debu yang tercipta akibat atap kelas atau kelas atas yang ambruk semakin banyak dan samar-samar terlihat binatang kecil di dalam kumpulan debu itu. Tidak hanya itu, suara kepakan sayap seolah ribuan capung berada dalam ruangan ini terdengar memekakkan telinga mereka.
"Gawat, kita semua akan dihukum profesor Madeleine," ujar Noah sambil tersenyum getir.
Maka ketika debu itu menghilangkan. Menampakkan binatang yang besarnya melebihi kepalan tangan orang dewasa, bentuk binatang itu menyerupai kelelawar, tetapi sayapnya seperti capung karena bening dan tipis, lalu binatang itu punya dua ekor yang ujungnya runcing. Binatang itu adalah binatang magis kategori binatang yang digunakan untuk menghasilkan ramuan serta jumlah mereka banyak sehingga mustahil punah. Binatang itu mampu membuat makhluk hidup pingsan akibat mengantuk, hal ini karena dalam tubuh mereka terutama kedua ekor penyengat mereka ada racun tidur yang jika diambil lalu digabungkan dengan bahan lain dapat membuat ramuan penidur. Biasanya digunakan untuk membuat tidur monster atau binatang magis lain dalam pertarungan.
"Veresimioid!!!" teriak salah satu kakak tingkat, "jangan sampai tersengat. Jika kalian tidak ingin pingsan selama dua hari!"
Detik itu, satu ruangan panik bukan main ketika puluhan Veresimioid mengepakkan sayapnya dan menerjang mereka semua, terbang tak tentu arah, menuju keluar kelas. Berusahalah para murid melindungi diri mereka dengan menggunakan sihir atau membuat pelindung dari neith. Aalisha sontak menarik Mylo dan Gilbert, sementara Anila menarik Frisca lalu Frisca menarik Kennedy ke dekatnya. Lekas Aalisha dan Anila menggunakan mantra yang menciptakan pelindung dari neith sehingga ketika para Veresimioid berterbangan ke arah mereka, mereka selamat karena tak bisa para serangga itu menyentuh mereka. Namun, para serangga malah keluar kelas dan mengacau di sepanjang koridor, para murid tak bersalah jadi korbannya.
"Kenapa kalian diam saja?!" teriak Easton pada teman-teman sekelasnya. "Bantu kami atau serangga itu akan membuat yang lain masuk rumah sakit."
"Kalian yang berbuat kekacauan, kenapa kami harus tanggung jawab?!" balas murid lain yang satu asrama dengan Easton dan Noah.
"Bantu kami, tolonglah atau profesor Madeleine akan menghukum asrama kita!" tukas Noah sudah sangat frustrasi maka mau tidak mau, para kakak tingkat itu berpencar untuk menangkap Veresimioid, sebelum mereka membuat murid-murid tertidur di koridor dan serangga-serangga itu kabur keluar akademi.
"Kau tak apa Aalisha?" tanya Anila dan menghentikan sihirnya.
Aalisha hanya mengangguk kecil lalu menoleh pada Easton dan Noah yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Aalisha, tolong kami menghentikan para serangga itu!" rengek Noah.
Gadis kecil itu memberikan tatapan sinis dan berkata dengan nada angkuh. "Coba bersimpuh dan memohon padaku. Lagi pula, semua ini karena kebodohan kalian, berani sekali kalian memerintah padaku seperti itu."
"Oh ayolah, kenapa kau jadi sesombong itu pada kami! Kau teman kami bukan?" timpal Easton seraya menatap Mylo dan memberi kode agar membujuk Aalisha, tetapi Mylo menolak.
"Wah, mudah sekali mulut kalian berucap," balas Aalisha sangat enggan ikut campur terlebih kepalanya masih sedikit pusing setelah penglihatan masa lalu itu.
"Kalau kau tak membantu dan masalah ini semakin menjadi-jadi, nilai asrama Arevalous akan dikurangi, kau mau asrama kita berada di urutan akhir?!" teriak Noah karena itulah kenyataannya. Masalah ini bisa membuat poin asrama mereka menurun drastis.
"Kurasa kita harus membantu juga," ucap Anila yang malah terpengaruh dengan perkataan kedua kakak Mylo itu. "Kita akan kalah dari asrama lain jika masalah ini tidak diselesaikan."
"Sudah nilai paling rendah, semakin jelek kalau para serangga itu dibiarkan saja, ayolah Aalisha," timpal Gilbert yang sebenarnya tak mau jika nilai asrama mereka jelek. Dia lelah diejek oleh murid asrama lain yang memandang rendah Arevalous.
"Ya, apa kau tidak kesal ketika para murid membicarakan dan menghina asrama kita!" sahut Frisca. Sementara Kennedy hanya ikutan mengangguk karena ia akan baik-baik saja meski nilai Arevalous dikurangi.
"Kami akan membantu, jadi kau tidak perlu berlama-lama menggunakan kemampuanmu." Mylo ikutan berujar.
"Aalisha ayolah," ujar Anila seraya mengguncang lengan Aalisha. "Bantu kami, aku tak mau Arevalous menjadi yang paling rendah di tahun ini." Sejujurnya, Anila cukup keras dalam persaingan dengan asrama lain. Dia sama kesalnya ketika murid main mengejek Arevalous terutama Killian yang sangat bangga pada asramanya, Drystan.
Aalisha menghela napas. Dia benci di posisi ini dan sebenarnya tak peduli jika Arevalous berada di urutan terakhir. Namun, jika dipikir-pikir lagi, ia membayangkan bagaimana ketiga Majestic Families menyebalkan akan tersenyum bangga karena asrama mereka lebih unggul.
Anila memanggil lagi karena gadis kecil itu malah melamun. "Aalisha ...."
"Veresimiod itu tipe binatang magis yang akan membentuk kelompok dengan satu ratu yang mereka ikuti, seperti lebah, lalu satu kelompok bisa mencapai 30—50 Veresimiod. Tadi kurasakan ada empat ratunya, jadi ada empat kelompok." Aalisha berujar seraya memunculkan cyubes-nya serta denah dari kastil Eidothea. Perlahan dia gunakan kemampuan mistisnya. "Satu kelompok mengarah ke koridor timur, satunya ke barat, kemudian dua kelompok ke arah utara. Beritahukan murid lain untuk menciptakan barrier di pintu keluar agar serangga itu tidak terbang keluar. Kalian kejar Veresimiod di timur dan barat. Lalu aku, Mylo, dan Anila akan mengejar yang di utara. Lakukan sekarang karena aku enggan menggunakan kemampuan mistisku lebih lama untuk hal sepele ini!"
Maka tanpa bantahan, mereka langsung melaksanakan perintah Aalisha. Noah dan Easton serta beberapa temannya segera menghubungi temannya yang lain untuk menciptakan barrier di luar pintu masuk koridor. Kelompok yang mengejar Veresimiod di timur koridor dipimpin oleh Noah kemudian diikuti Frisca, Kennedy, dan Gilbert. Sementara kelompok Easton serta beberapa temannya mengejar Veresimiod di koridor arah barat.
"Ini bencana," teriak Mylo sambil menatap beberapa murid yang terkena sengatan kemudian berusaha dibantu yang lain.
"Bukan bencana, ini kebodohan," balas Aalisha, "bencana itu ketika akademi ini hendak dibinasakan naga atau monster kuno."
Anila terkekeh dengan jawaban Aalisha yang sukses membuat mulut Mylo terbuka lebar. Sudah watak Aalisha seperti itu jadi harus dimaklumi. "Hei, aku harus membantu murid itu, dia akan disengat. Kalian pergilah lebih dulu!" Anila berbelok ke koridor lain ketika sepuluh ekor Veresimiod hendak menyengat dua murid perempuan yang seangkatan dengannya.
Hanya tatapan singkat yang Aalisha berikan ketika Anila berbelok ke koridor lain. Kini Aalisha bersama Mylo mempercepat lari mereka ketika melihat gerombolan serangga yang hendak menyengat beberapa murid.
"Kupikir binatang magis di akademi ini jinak," ujar Mylo.
"Tergantung, meski jinak, jika mereka merasa terancam, mereka juga akan mengamuk dan menyakiti makhluk lain. Veresimiod merasakan ancaman saat jatuh dari lantai atas," jelas Aalisha, "Mylo kau selamatkan yang terluka."
"Tapi---"
"Lakukan saja perintahku!" teriak Aalisha, "akan mempersulit jika kau terluka dan disengat!"
Aalisha abaikan perkataan Mylo, ia mengarahkan tangannya ke depan. Memunculkan pentagram sihir berwarna biru tua kemudian merapalkan mantra yang berhasil menghentikan pergerakan para serangga itu. Mereka menjadi beku atau lebih tepatnya sistem saraf mereka terhenti sehingga tidak bisa mengepakkan sayap mereka dan kini hanya melayang-layang saja. Dia lalu menghubungi Easton agar beberapa temannya kemari dan membawa sangkar baru untuk menangkap para serangga itu.
"Terima kasih, Nona De Lune," ujar murid yang hampir tersengat Veresimiod.
"Menyingkirlah dari sini, kalian hanya menyusahkan," balas Aalisha, maka lekas murid itu dan temannya segera menjauh. Suara dengungan sayap terdengar kembali. Sontak Aalisha menunduk, berjongkok ketika dari arah belakang sekelompok Veresimiod terbang dengan sangat cepat.
"Sialan, apa mereka gagal menangkap kelompok serangga itu!" Aalisha menatap pada tiga murid yang seangkatan dengan Noah dan Easton.
"Maaf, kami kehilangan kelompok yang itu, tapi kami bawa sangkar yang baru," ujar murid berambut merah dan keriting, dia terlihat berantakan terutama seragamnya yang awaut-awutan, pasti kelelahan karena berlari mengejar Veresimiod.
"Kalian sangat tidak berguna," ujar Aalisha seraya menunjuk pada Veresimiod yang melayang-layang di atasnya dan sistem saraf mereka beku sehingga para serangga itu seperti lumpuh, tenang saja, dua jam lagi para serangga akan kembali normal. "Masukkan serangga-serangga itu ke dalam sangkar."
Tanpa menunggu jawaban, Aalisha berbalik dan berlari kembali untuk mengejar gerombolan Veresimiod yang kini ada dua kelompok yang harus ia kejar. Aalisha enggan sekali menolong beberapa murid yang jadi korban sengatan para serangga. Suara kepakan sayap terdengar, Aalisha berbelok ke koridor lain. Ia melihat ada dua murid yang hampir terancam nyawa mereka karena mereka dikelilingi segerombolan Veresimiod. Satu rapalan mantra yang Aalisha sebutkan berhasil menghalau sengatan para serangga yang malah mereka jadi kabur lagi dan semakin dekat dengan pintu keluar koridor atau taman dalam kastil, sialan jika mereka berhasil menemukan celah sedikit saja, maka habis sudah para serangga itu akan bebas ke alam. Kerugian ada pada Eidothea karena kehilangan ratusan binatang magis serta parahnya bisa saja para serangga itu mengacau di desa atau kota yang padat penduduk. Maka pihak Kerajaan akan turun tangan dan Eidothea akan dibicarakan satu Kerajaan akibat ketidakbecusan menjaga binatang magis mereka.
"Berita eksklusif untuk Lè Ephraim dan aku benci jika para bangsawan mulai bergosip, ini bisa mengancam identitasku juga." Aalisha selalu berhasil membuat para Veresimiod yang hendak menyengatnya jadi membeku dan melayang-layang di udara.
Ia hampir dekat dengan gerombolan Veresimiod itu. Merasa waktunya sudah banyak terbuang, Aalisha akan menyelesaikan masalah ini dengan sangat cepat menggunakan kemampuan mistisnya, ah sialan, ia sebenarnya tidak mau mimisan atau muntah darah setelah menggunakan kemampuan mistis, tetapi tidak ada pilihan dari pada ia berlama-lama bermain petak umpet dengan para Veresimiod.
Seharusnya sangat mudah bagi Aalisha mengendalikan para serangga itu. Namun, beda ceritanya jika kepalanya tiba-tiba terasa sakit dan berdenyut hebat, langkah Aalisha menjadi pelan ketika penglihatannya mulai buram, ia kini melihat kabut asap yang keluar dari dinding koridor, lalu lantai yang semula batu berwarna cokelat muda kini berubah menjadi lebih kotor begitu pula dindingnya yang berubah jadi kusam dan ada retakan di sekitar dinding, lentera yang biasanya ada di sepanjang koridor serta lampu gantung di langit-langit menghilang begitu saja. Kini koridor tempat Aalisha berada terlihat lebih tua. "Terjadi lagi. Apa ini penglihatan baru?"
Tak jauh dari Aalisha, ada pintu yang besar dan menjulang tinggi, lalu dari arah jam sembilan terdengar langkah kaki lain yang menuju pintu besar itu juga. Seorang perempuan dengan tudung cokelat dan membawa lentera yang temaram. Dikarenakan ini hanyalah penglihatan masa lalu atau apa pun itu, Aalisha jadi berani mendekati perempuan tudung cokelat itu yang sepertinya mengendap-endap hendak masuk ke pintu besar itu.
"Kau sebenarnya siapa? Mengapa aku diberi penglihatan ini, apakah karena liontin atau artefak yang dimiliki tuan Thompson?" Sungguh bodoh Aalisha, ia bahkan mengumpat pada diri sendiri karena berbicara pada seseorang di masa lalu yang sudah mati pastinya. "Padahal aku tak mau ikut campur dengan masalah liontin itu, tapi kenapa aku diberi penglihatan ini. Apa pemicunya!"
Kini Aalisha bersilang dada sambil memperhatikan perempuan bertudung cokelat yang perlahan membuka pintu kayu tersebut kemudian masuk ke dalam dan meninggalkan Aalisha sendirian di keheningan. Merasa harus mengikuti perempuan bertudung cokelat jadi Aalisha menuju pintu tersebut juga dan ia dorong pintunya, tetapi tidak mau terbuka. "Sungguh, aku tak bisa membuka pintu ini."
Ia coba tarik, dorong, serta diguncang pintu tersebut, tetapi tak kunjung terbuka seolah-olah terkunci dari dalam. Kemudian ia gedor pintu tersebut, tak juga terbuka, bahkan ia tunggu sahutan seseorang dari dalam, tidak ada sama sekali. Mungkinkah harus didobrak secara paksa? Jika itu satu-satunya pilihan maka Aalisha bersiap untuk mendobrak pintu tersebut dengan paksaan menggunakan sihir. Ketika dia mulai menghitung, satu, dua .... ia hentikan niatnya mendobrak secara paksa ketika pintu kayu tersebut terbuka karena ada seseorang yang keluar dari dalam sana. Seorang laki-laki dengan seragam yang sama persis seperti Aalisha, tetapi hanya berbeda warna pada jubahnya yaitu warna hijau tua.
Aalisha terdiam ketika menatap pada seseorang yang keluar itu. Ternyata bukan perempuan bertudung cokelat melainkan lelaki menyebalkan asal asrama Drystan. Lelaki itu juga menatap Aalisha balik dengan tatapan terkejut dan seperti ketakutan karena kepergok melakukan hal buruk.
"Killian Cornelius, apa yang kau lakukan---" Belum selesai Aalisha berujar. Killian menyerang gadis kecil itu dengan kuat menggunakan sihir hingga Aalisha terjatuh, lalu Killian mulai berlari, kabur dari Aalisha. "Persetan kau, Killian!"
Kini semua penglihatan Aalisha kembali normal, ia tak mau mempertanyakan kenapa tiba-tiba kembali normal karena kini dia harus mengejar Killian yang kabur seperti pencuri yang hendak dihukum penggal. Lekas Aalisha berbelok ke koridor lain karena melihat Killian juga berbelok. Saat ini, prioritasnya berubah, ia tak peduli dengan para serangga, tetapi mencari tahu kenapa Killian ada di penglihatan Aalisha itu! Oh Dewa, kenapa hidupnya sangat rumit!
"Aku kehilangan dia," gumam Aalisha yang tak melihat Killian lagi. Sudah dipastikan jika putra Marquess itu sangatlah pengecut. Namun, dia tak mau kalah, jadi Aalisha kembali mencari Killian seraya menggunakan kemampuan mistisnya untuk mencari informasi dari para serangga seperti nyamuk, lalat, dan kepik mengenai keberadaan Killian.
Hingga setiap langkah Aalisha, rasa sakit di kepalanya menyerang kembali, kali ini seperti ada lonceng berdentang di kepalanya sehingga ia jadi pusing. Larinya jadi pelan ketika pandangannya kembali buram, dinding koridor kini perlahan menghilang, mengabur dan ditelan kabut putih yang perlahan mengelilingi Aalisha. Bukan hanya itu, lantai yang ia pijak kini berubah menjadi lantai sebening kaca. Saking beningnya sampai memantulkan langit biru dan awan-awannya. Sungguh di manakah gadis kecil itu kini berada? Meskipun tempatnya berada lebih luas dan sepi, tetapi ia merasakan ketenangan, sangat berbeda dengan penglihatan sebelumnya yang menyesakkan.
"Ayolah, aku harus kembali," ujar Aalisha, tetapi dia tak tahu cara untuk kembali. Maka terpaksa dia memperlambat lagi langkahnya yang terus-menerus menyusuri lantai bening.
"Aku benci apa yang terjadi padaku saat ini." Aalisha tahu bahwa Athinelon selalu menyimpan keajaiban dan banyaknya rahasia. Namun, bisakah jangan pilih Aalisha karena dia lelah terlibat dengan hal-hal aneh dan mengancam nyawanya. Ia ingin hidup tenang!
Sayangnya, para Dewa tak mengizinkan hal itu. Benar-benar menyedihkan! Bahkan pada detik ini, para Dewa senang sekali mempermainkan hidup Aalisha. Lihat saja gadis itu yang kini seragam akademinya perlahan melebur menjadi cahaya dan pakaian Aalisha berganti menjadi gaun putih tanpa manik, perhiasan, maupun ukiran berlebihan, hanya gaun putih polos melebihi lututnya, lalu ia tak mengenakan alas kaki. Maka ia menginjak lantai bening itu dengan kaki telanjang.
"Kau," ujar Aalisha yang cukup terkejut---tetapi dia bisa mengontrol ekspresi dan rasa terkejutnya---ketika mendapati seseorang muncul dari kabut putih yang kini berada tepat di hadapan Aalisha.
"Tak kusangka kita bertemu di sini, hampir saja kau menabrakku, Aalisha De Lune." Suara itu terdengar cukup menyebalkan bagi Aalisha. Namun, tak bisa dimungkiri jika manik mata biru tanzanit itu cukup memikat. Terutama ketika laki-laki di hadapan Aalisha ini, mengenakan pakaian bangsawan yang hanya berwarna putih saja, putih polos sehingga senada dengan pakaian Aalisha. Sialan! Kenapa lelaki ini ada di penglihatan aneh yang ditampilkan pada Aalisha!
"Athreus," ujar Aalisha, bingung hendak berkata apa saking dia tak mengerti dengan semua yang terjadi padanya.
Melalui penglihatan Athreus, apa yang ia lihat tetaplah normal. Di hadapannya adalah Aalisha yang tetap mengenakan seragam akademi lalu sekitarnya, tetaplah berupa koridor akademi Eidothea yang riuh karena serangga jenis Veresimiod. Namun, mengapa dari penglihatan Aalisha malah berbeda? Sekitar Aalisha berupa pemandangan yang tak terkira ujungnya lalu dikelilingi kabut putih kemudian lantai yang ia pijak sebening kaca serta pakaiannya dan pakaian Athreus berwarna putih.
Kini ada hening antara keduanya yang saling menatap satu sama lain.
"Hei, kenapa kauterkejut melihatku?" ujar Athreus memecah keheningan tersebut dan bingung karena sejak tadi Aalisha malah diam. "Nona Aalisha De Lune ...." Athreus sambil mengibaskan tangannya di hadapan Aalisha agar gadis kecil itu berhenti melamun.
"Apakah aku tak sopan menyapa kamu karenanya kau hanya diam? Sepertinya De Lune memang gila hormat ya." Maka tanpa pikir panjang, Athreus melakukan curtsy yang begitu anggun pada Aalisha. Melalui penglihatan Aalisha, lelaki itu cukup tampan lalu ia melakukan penghormatan seolah-olah berada di pesta bangsawan dan memberikan penghormatan sebelum melakukan dansa bersama.
"Mengapa kau di sini?" ujar Aalisha.
"Kau bertanya mengapa aku di sini? Tentu saja karena aku belajar di akademi ini juga bodoh," balas Athreus yang seketika citranya sebagai pangeran sopan dan memiliki curtsy yang indah nan cantik jadi hancur lebur. "Lagi pula, pasti asramamu berulah dan membuat para serangga itu mengacau!"
"Hei!! Barusan kau menghinaku bodoh?!" Aalisha lekas menyingkirkan omong kosong itu karena yang paling penting adalah penglihatan anehnya ini!
"Ya, kau bodoh karena sudah jelas aku belajar di sini, kenapa kaumasih pertanyakan alasanku di sini, huh?"
Sialan bukan itu yang Aalisha maksudkan! Karena maksud sebenarnya adalah mengapa Athreus ada di penglihatan aneh Aalisha dan lelaki itu juga mengenakan pakaian putih yang sama seperti Aalisha! "Apa jangan-jangan yang dilihatnya berbeda dengan yang kulihat." Ya, pasti ini alasannya, hanya Aalisha yang diberi penglihatan masa lalu yang absurd ini! Sementara yang lain tidak.
"Apa maksudmu? Kini kau berbicara sendiri?" balas Athreus.
"Aku mau bilang, menyingkir dariku!" teriak Aalisha lekas melewati Athreus yang kini terdiam membeku. Oh Dewa, barusan De Lune itu menolaknya?
"Baiklah tak masalah, lanjutkan tugasmu menangkap serangga-serangga itu," balas Athreus.
"Diamlah!" Aalisha berteriak begitu saja dan segera meninggalkan Athreus.
Perlahan Athreus menatap pada Aalisha yang semakin jauh punggungnya. Perlahan senyuman Athreus terukir tipis. "Aku salah lihat saja tadi, sesaat kupikir Aalisha mengenakan gaun putih. Kurasa aku terlalu banyak pikiran jadi tidak fokus."
Aalisha melangkah menjauhi Athreus yang ketika ia menengok ke belakang, lelaki itu masih mengenakan pakaian putih begitu pula penglihatan Aalisha yang tidak memperlihatkan koridor akademi Eidothea. Ia akhirnya mencoba menenangkan diri dan memejamkan kedua matanya, tidak tahu bagaimana cara kerjanya penglihatan ini, tetapi perlahan penglihatannya kembali normal. Kabut putih menjadi dinding akademi, lantai yang awalnya bening berangsur-angsur menjadi lantai batu dan kini tepat di hadapan Aalisha. Sosok pria yang sangat tampan berdiri dengan satu jarinya terarah ke langit-langit serta dua pentagram sihir muncul di dekatnya. Aalisha menatap pada gerombolan Veresimiod yang berhasil ditangkap oleh pria itu.
"Sehari tanpa berbuat keonaran, apakah sulit bagimu, Nona De Lune?" Arthur berujar seraya melangkah hingga persis di hadapan Aalisha.
Manik mata hitam gadis itu menatap Arthur, menelisik setiap ukiran wajah Arthur yang seperti pria itu bukan berasal dari dunia ini. Lebih cocok dikatakan jika ia berasal dari dunia dongeng yang dikarang sesempurna mungkin oleh manusia. Dengan mengabaikan perkataan Arthur, Aalisha melakukan curtsy.
"Salam, Master Arthur. Namun, aku memohon maaf karena ini bukan perbuatanku, aku hanya membantu Easton dan Noah Cressida untuk menangkap para serangga."
Arthur sedikit terkejut, sepertinya gadis kecil ini sedang tak mau bertengkar. "Oh, mereka berdua memang suka berbuat keonaran. Aku akan pastikan, Eidothea akan mengirimkan surat kepada orang tua Cressida dan mereka berdua dihukum. Dan kau Nona De Lune, tugasmu selesai, kau boleh pergi, biarkan aku yang mengurus serangga-serangga ini."
"Terima kasih, Master Arthur."
Hari itu diakhiri juga amarah dari para profesor yang lain serta Orly yang harus kewalahan untuk membantu para murid yang terluka. Master Arthur selaku Kepala Asrama kedua Arevalous memanggil Easton dan Noah serta teman-temannya dan mereka mendengar ceramah panjang sebelum diberikan hukuman.
Malam ini, semua murid tidur dengan nyenyak di kamar asrama masing-masing terutama yang terkena sengatan, meski sudah diberikan obat penawar racun, tetapi efeknya membuat para murid itu tertidur begitu nyenyak hingga melupakan makan malam mereka. Waktu bergulir hingga tengah malam dan bulan bersinar terang. Ada beberapa murid yang sepertinya tidak tertidur nyenyak.
Berada di asrama Gwenaelle, Athreus membuka jendela kamarnya, menatap rembulan dengan di tangannya ada secangkir cokelat hangat yang di atasnya berupa marshmallow. Ia menyeruput minumannya. Sesaat terbayangkan pertemuannya dengan Aalisha yang meski berlangsung sebentar saja, tetapi dia merasakan ada hal aneh pada gadis kecil itu, lalu apa pula ia lihat Aalisha mengenakan gaun putih?
"Sial, semakin berurusan dengan gadis itu, kurasa hal-hal aneh dan seru juga akan menghampiriku," ucap Athreus tersenyum begitu dingin dan kelam sementara manik matanya sesaat bersinar biru sebelum dia memutuskan untuk menutup jendela kamarnya.
Di waktu yang sama, Aalisha tidak bisa tidur. Dia duduk di ranjangnya dengan lutut ditekuk dan ia peluk. Semua yang terjadi hari ini dan hanya menimpanya membuatnya jadi resah. Ia yakin jika ini efek karena terlibat liontin artefak maupun tersesat di dungeon bersama tuan Thompson. Namun, seharusnya ia tak terlibat lagi karena liontinnya sudah tak ada di sini, lalu mengapa dia tiba-tiba dapat penglihatan aneh itu? Mengapa harus dirinya, Dewa!!
"Sialan, semua ini menyebalkan." Ia menenggelamkan wajahnya di antara lipatan lututnya.
Lalu murid terakhir yang tidak bisa tidur pada malam ini adalah Killian Cornelius yang berada di balkon asrama seraya memandangi suasana hening dan sepi serta cahaya rembulan yang perlahan tertutupi awan. Pikirannya dipenuhi oleh Aalisha ketika mereka berpapasan tadi siang. Hal ini sangat mengganggunya karena ia takut jika De Lune itu memergokinya lagi.
"Aku harus bermain lebih rapi, dia tak boleh terlibat."
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
Waduh, Aalisha dapat penglihatan masa lalu nih? Kira-kira apa ya pemicunya^^ Kasihan Aalisha harus terlibat hal-hal yang mengancam nyawa padahal dia maunya hidup damai~
Nggak disangka bakal ketemu Athreus, mana pertemuan mereka sedikit---gimana jelasinnya pakai kata-kata ya. Namun, intinya pertemuan mereka berkesan meski hanya dalam hitungan detik. Dan teruntuk pada Killian, kamu sangat sus yah, he he~
|| Afterword #1
Para bangsawan atau kaum borjuis sering melakukan pernikahan politik untuk memperkuat keluarga mereka bahkan sering mereka berusaha menjodohkan anak-anak mereka dengan Majestic Familes, tetapi para Majestic Families sangat ketat dalam memilih calon pasangan mereka. Kemudian ada beberapa Majestic Families yang juga melakukan pernikahan politik atau sudah menjodohkan anak-anak mereka sejak kecil. Meskipun begitu, telah dicatat dan dibuktikan oleh sejarah bahwa pernikahan sesama keturunan Majestic Families adalah pernikahan yang sulit terjadi bahkan mustahil karena suatu sebab yang cukup banyak.
Prins Llumière
Sabtu, 16 Desember 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top