Chapter 09

Kegiatan Aalisha berdoa di kuil dalam kastil Eidothea tidak pernah dia tinggalkan, setidaknya dalam seminggu dia harus berkunjung ke kuil ini meskipun sekadar berkata maaf karena sering mengumpat atau berpikiran hendak mati cepat. Sungguh Aalisha bukanlah manusia yang spiritualis atau religius, dia hanya merasa perlu untuk menemui para Dewa lalu menempelkan kedua tangannya dan berdoa meskipun tak ada doa-doanya yang benar-benar terkabulkan.

"Yang Mulia Aalisha!" teriak Elijah muncul dari taman kemudian duduk tepat di samping Aalisha. "Pagi sekali Anda."

"Kurasa hari ini akan terik matahari, jadi aku ke kuil sekarang, malas jika agak siang," balas Aalisha selesai mengikat benang merah lalu mengenakan gelang merah di tangan kanannya. "Lagi pula nanti aku harus menemui profesor Madeleine."

"Begitu, baguslah Anda berkunjung! Aku senang sekali! Oh ya sekitar dua hari lalu tuan muda Athreus berkunjung kemari juga terus dia memberiku cokelat yang enak sekali!" jelasnya dengan perasaan menggebu-gebu.

"Sebenarnya aku tak tanya dan tak peduli." Sungguh jawaban Aalisha ibarat anak panah yang menohok tepat ke dada Elijah. Kini Orly itu membuat wajah sedih, cemberut, pipi menggembung, dan bibir agak maju.

Elijah itu seperti anak kecil, tingkahnya juga. Tingginya bahkan hampir setara dengan Aalisha. Meskipun umurnya sudah tua, Elijah memiliki wajah yang cukup tampan dan imut terutama pipinya yang suka memerah jika dia sedang malu. Rambutnya blonde serta ia sering mengenakan pakaian bangsawan. Elijah adalah Orly yang diperintahkan profesor Eugenius menjaga kuil dan membantu para pengunjung yang hendak berdoa karena Elijah memang suka di kuil.

Aalisha berujar, "hei, kenapa kau malah sedih? Aku benar tak peduli pada lelaki itu."

"Habisnya Anda berkata seperti tadi! Padahal aku mau cerita panjang lebar pada Anda!" sahut Elijah

Alasan mengapa Aalisha bisa mengobrol dengan Elijah semudah ini karena Elijah adalah salah satu dari mereka yang di antaranya adalah profesor Eugenius dan master Arthur yang ternyata mengetahui identitas Aalisha lebih dulu. Ya, pertemuan pertamanya dengan Elijah, sebenarnya Orly itu sudah tahu bahwa Aalisha keturunan De Lune, tetapi Elijah sengaja merahasiakannya. Cerdas sekali Orly itu karena bisa membaca situasi.

Bagaimana bisa Elijah tahu jika Aalisha adalah De Lune. Itulah yang Aalisha tanyakan, lalu tahu apa jawaban dari Elijah? Orly itu berujar, "karena ketika melihat Anda, aku menemukan kemiripan Anda dengan kakak Anda, Yang Mulia Aldrich De Lune."

"Benarkah?" Jawab Aalisha pada hari itu. "Dari segi apa kemiripan antara diriku dengan Aldrich? Wajah, manik mata, hidung, suara, atau sifat."

"Sayangnya semua yang Anda sebutkan salah, terlebih sifat, bertentangan sekali. Anda sangat kasar sedangkan tuan Aldrich begitu lemah lembut."

"Jahat sekali kau," sahut Aalisha.

"Sungguh Yang Mulia, sifat kalian bagaikan tanah dan langit. Meskipun begitu, ketika pertama kali bertemu dengan Anda. Saya merasakan neith yang begitu menenangkan terpancar dari Anda, hampir mirip tuan Aldrich, apakah karena kalian berdua adalah saudara? Lalu ketika Anda tersenyum meski senyum kecil saja, sesaat bisa kulihat senyum tuan Aldrich. Mungkin itulah yang membuatku paham jika Anda adalah adiknya."

Aalisha terdiam. Dia juga baru tahu kalau Aldrich sering berkunjung ke kuil ini karena inilah dia begitu akrab dengan Elijah. "Alasannya, bukan karena kakak bercerita padamu tentangku?"

"Tidak Yang Mulia, tuan Aldrich tak pernah bercerita tentang Anda."

"Begitu, baguslah dia tak bercerita ke banyak orang."

Senyuman Elijah terukir. "Meskipun begitu, ketika berdoa, tuan Aldrich sangat khusyuk. Pernah sekali kubertanya, siapakah nama yang paling sering disebut oleh tuan Aldrich dalam doanya sehingga dia begitu rajin mengunjungi kuil. Tuan Aldrich lalu berujar; seseorang yang sangat berharga dan kucintai, aku selalu berdoa pada Dewa agar dia dilindungi, bisa mencapai mimpinya, dan selalu bahagia. Kurasa seseorang yang dimaksudkan itu adalah Anda, Yang Mulia Aalisha."

Perlahan Aalisha menekuk lututnya. Ia tadi teringat percakapannya dengan Elijah ketika masa liburan kemarin, sebelum dia dipanggil ke kediamannya. Memikirkan tentang Aldrich, sesaat dadanya sakit, ia sesak pula, serta ingin menangis, tetapi selalu berhasil ditahannya.

"Tenangkan diri di sini saja, Yang Mulia, takkan ada yang kemari di pagi buta," ujar Elijah.

Sepertinya Elijah paham dari gelagat Aalisha. Jadi dia pun mendekap lututnya dan diam, memandang lilin yang sedikit tertiup angin, untunglah tidak padam api lilin itu. Sementara itu, Elijah berada di samping Aalisha, hanya diam juga, memandangi lilin itu. Mereka berdua terhanyut dalam keheningan sampai lilinnya habis dilalap api serta matahari menampakkan sinarnya. Barulah Aalisha bersiap ke ruang makan bersama.

****

Ada sedikit penundaan bertemu dengan profesor Madeleine---harusnya sekitar pukul sembilan tadi---jadi baru bisa Aalisha temui setelah makan siang. Dia meminta pada Anila kalau dia akan menemui profesor Madeleine sendirian saja. Maka di sinilah Aalisha yang melangkah di koridor lumayan ramai karena beberapa kelas sudah selesai pelajaran hari ini. Sebenarnya Aalisha tak tahu alasan dia dipanggil, apakah dia berbuat kesalahan atau ada hal khusus yang hendak dibahas wanita tua itu?

"Galee, biadab kau ya! Jangan ganggu kami!" teriak murid asrama Sylvester yang buku-bukunya jadi berserakan.

"Kau saja yang penakut, wlee, bodoh, kau penakut!" ejek Galee yang wajahnya terlihat menyerupai babi, sepertinya dia menggunakan sihir perubahan pada wajahnya untuk menakut-nakuti para murid.

"Aku terkejut bodoh! Siapa yang tidak bakal terkejut jika kau muncul dari lantai dengan wajah babi sialan itu!" Sepertinya murid itu adalah kakak tingkat angkatan enam jadi berani menyahuti Galee.

Tidak mau berlama-lama menonton kenakalan Galee Ginan. Aalisha pun mempercepat langkahnya. Kini dia sangat paham mengapa pada awal semester lalu, Galee dikirim ke luar Akademi oleh profesor Eugenius dengan dalih liburan gratis untuknya, padahal untuk menjauhkannya dari para murid baru.

Kakak tingkatnya di Arevalous bercerita jika Galee pernah membuat seorang murid menaiki sapu terbang jadi tersangkut di menara, lalu Gelee senang muncul dari dalam kloset toilet sehingga membuat air tersembur sehingga banjirlah kamar mandi. Galee juga senang memberikan teka-teki, tebak-tebakan yang tidak bermutu sama sekali, terkadang candaannya lucu, garing, bahkan lebih parahnya suka melewati batas.

"Kenapa Orly itu ada di sini ya padahal suka berbuat keonaran, dia juga tak bekerja atau bermanfaat seperti Elijah yang menjaga kuil atau Orly yang membersihkan asrama."

Alis Aalisha terangkat, ia menghentikan langkahnya kembali ketika mendapati sekitar tiga ekor anak kelinci dengan warna bulu; dua abu-abu dan satu putih bersih. Para kelinci itu saling berdampingan, dua kaki berpijak kuat seolah-olah sedang berjinjit lalu berfokus pada sesuatu.

Aalisha berhenti di belakang para kelinci, ia berjongkok. "Mengapa kalian di sini? Apa yang kalian sedang lihat?"

"Woy Galee!" Tak disangka Galee ada di sini. Apa Orly pembuat pnar itu sudah selesai mengganggu murid sebelumnya tadi? "Kemari kau! Turunkan kelinci itu!" Seorang murid perempuan berteriak.

Kawannya yang seorang laki-laki berteriak pula. "Kembalikan kelinci itu! Jangan kau bawa terbang-terbang!"

Galee tidak menggubris para murid di bawahnya. Dia masih senantiasa melayang dengan posisi terlentang sembari memeluk kelinci yang kemudian ditatapnya lalu diguncang kelinci itu seolah hanyalah boneka. Kasihan sekali si kelinci yang kemungkinan ibu kelinci itu terlihat pusing. "Lucu sekali kau," kata Galee, "cit cit cit, kau sangat lucu, apa rasanya jika kau kumakan atau kupelihara saja?"

"Galee, kumohon turunkan kelincinya!"

"Lakukan sesuatu, aku tak mau kelinci itu dijatuhkan Galee," ucap kawannya lagi.

"Lakukan apa? Sihir, mana bisa! Galee ahli sihir, lalu bagaimana jika sihirku malah mengenai kelincinya?!" Sepertinya mereka adalah murid angkatan tahun pertama.

"Demi Dewa, kelinci itu akan mati! Galee turun sekarang juga!"

"Tidak mau!" Galee mengubah wajahnya jadi babi kemudian mengejek para murid di bawahnya dengan menjulurkan lidahnya yang sangat panjang. Wajahnya kembali seperti semula lalu menatap si kelinci. "Haruskah aku melemparmu? Aku mau lihat kau melayang juga! Atau kau kumakan saja kelinci imut!"

"Galee jangan lakukan itu!" Beberapa murid berdatangan dan mereka jadi panik, sangat takut jika Galee benar melempar atau memakan si ibu kelinci. Haruskah mereka cari bantuan, tapi pada siapa?!

"Galee jika kau lakukan hal itu pada si ibu kelinci, nanti anak-anaknya nangis lho!" kata si murid perempuan.

"Ya!! Kau tak mau bukan kalau anak-anak kelinci bersedih," timpal kawannya.

Galee menatap pada para murid. "Benarkah?"

"IYA," kata para murid serempak.

"Kalau seperti itu bukankah aku bisa memakan para anak kelinci juga setelah memakan ibu mereka!" teriak Galee, "satu ... dua ...." Galee mulai menghitung.

"Jangan Gale, jangan!" Semakin panik para murid.

"Tiga---"

"Galee Ginan," ujar Aalisha yang tak hanya membuat Galee terkejut, tetapi para murid juga. "Turunkan kelinci itu sebelum aku marah padamu."

Maka besar sekali senyuman Galee yang terukir, tak disangka olehnya jika keturunan Majestic Families lebih dulu mengajaknya berbicara! Galee sangat bahagia! "Cobalah tangkap aku dulu Nona De Lune! Sebelum kelinci ini melayang atau kumakan, hap-hap!"

Sungguh, kesal Aalisha memuncak. Ia mengepalkan tangannya. Jika menggunakan sihir akan sulit, Orly itu katanya ahli sihir juga, lalu salah sedikit saja si ibu kelinci yang akan terluka. Benar, Aalisha harus merebut kelinci itu dengan tangannya sendiri. "Baiklah jika itu yang kaumau, bersiaplah kuhantam wajahmu itu, dasar jelek dan tua bangka!"

"Biadab kau bocah! Jangan mengejekku!"

Mata Galee membulat. Ketika Aalisha berlari menuju pancuran yang ada di taman dalam kastil akademi ini. Dengan lincah dan mahirnya, serta tak peduli jika jubah maupun sepatunya basah, Aalisha berhasil menaiki pancuran itu dengan cepat. Kini dia sejajar dengan Galee yang sedang melayang-layang, maka tanpa rasa takut, setelah dikumpulkan neith ke kedua kakinya, Aalisha melompat cukup tinggi hingga benar-benar mencapai Galee. Seharusnya dia bisa meraih Orly itu. Namun, Galee lebih dulu menghindar dengan terbang lebih tinggi sebelum Aalisha menarik kakinya. Maka gadis itu hampir menghantam dinding dan terjatuh ke bawah jika dia tidak memunculkan pisau kemudian ditancapkan ke dinding sehingga di bergelantungan di sana.

"Gagal, kau gagal, bocah bodoh yang sekarang mirip monyet! Kau monyet!" Dia mengejek Aalisha sembari mengubah wajahnya jadi monyet lalu menjulurkan lidahnya.

"Aku belum selesai," gumam Aalisha yang mengeratkan pegangan pada pisau. Sungguh hebat karena gadis itu bisa mengangkat tubuhnya padahal hanya bertopang pada tangan kanannya yang menggenggam pisau. Kini dia injak dinding-dinding kastil kemudian menggunakan mantra sehingga kedua kakinya menempel di sana. "Kau harus tahu Galee, aku tidak serius menghadapimu karena kau Orly bodoh dan berotak dangkal."

Maka dengan seluruh tenaganya, Aalisha mendorong tubuhnya hingga terlihat seperti terbang padahal dia melesat begitu cepat.

"Kau takkan bisa meraihku!" teriak Galee.

Orly itu hendak terbang lebih tinggi dan menjauh dari Aalisha, tetapi dia terkejut bukan main ketika air pancuran seketika melayang kemudian menciptakan semacam pijakan yang berhasil dipijak Aalisha dan menahan berat tubuhnya. Air itu juga menjadi semacam tali yang berhasil mengikat kedua kaki Galee. Mengumpat dengan kencang Orly itu lalu ia berteriak kesakitan ketika satu sayatan pisau berhasil mengenai lengannya, sontak dijatuhkannya si ibu kelinci, tetapi selamat karena Aalisha menciptakan gelembung yang memerangkap ibu kelinci dan berhasil menghentikannya jatuh ke tanah.

"Sialan, sialan, kau sakiti Galee, sakit, sakit, bocah sialan!"

Aalisha membuat tubuhnya naik dengan air dari pancuran kemudian dengan sangat cepat dia memutar tubuhnya kemudian menendang tepat di perut Galee hingga Orly itu terpental dan tubuh gemuknya menghantam dinding sehingga sebagian dinding itu hancur serta berjatuhan ke bawah. Aalisha puas bisa melakukan itu pada Galee. Setelahnya lekas dia turun, lalu gelembung yang berisi kelinci melayang perlahan mendekatinya dan kini kelinci itu ada di pelukannya.

"Bocah bajingan!!!" teriak Galee seketika menyambar dengan cepat ke arah Aalisha.

"Frigus Aquemerium!" Atas sihir Aalisha, maka tubuh Galee terdorong dan terempas oleh gelombang air, sehingga tubuh gemuknya itu terlempar jauh serta keluar dari taman ini dan menghilang di langit-langit. Kini tamannya jadi basah, seperti habis dilanda hujan.

"Hebat," puji salah satu murid yang sejak tadi menonton Aalisha, mereka sangat takjub.

"Kau sangat hebat!" puji murid lain yang rambutnya jadi sedikit basah, ah tak masalah. Sementara murid laki-laki hanya diam dengan mulut menganga.

Aalisha melirik mereka. Ia tak suka dirinya jadi tontonan, tapi sudahlah, terlanjur. Jadi dia mendekati mereka, hendak menyerahkan si kelinci putih. Namun, terenyak ketika profesor Madeleine muncul.

"Nona Aalisha! Oh Dewa, kau hebat sekali tadi. Tak salah penilaianku, jadi mari kita percepat karena banyak yang hendak kubicarakan denganmu."

"I-iya!" Mengapa wanita itu muncul tiba-tiba? Lekas Aalisha serahkan si kelinci pada murid laki-laki. "Bawa kelinci ini ke anak-anaknya."

"Ayo Nona Aalisha," ucap profesor Madeleine.

"Tunggu sebentar Profesor." Gadis kecil itu melirik ke dinding yang sedikit hancur. "Omnia Tempus." Perlahan-lahan bagian yang hancur pada dinding itu kembali seperti semula.

"Kau paham sihir itu, sangat menakjubkan," kata profesor Madeleine.

"Terima kasih atas pujiannya."

Ia pun pergi dengan profesor Madeleine yang menggenggam erat pergelangan tangannya serta berjalan bersama seolah mereka adalah ibu dan anak. Di sisi lain, para murid tadi masih mengagumi kehebatan putri De Lune itu. Sepertinya kejadian yang indah seperti ketika dia menenangkan naga mengamuk yakni di Aramis masih berlanjut dan kemungkinan ada bermacam-macam keajaiban yang akan Aalisha perlihatkan lagi.

"Oh sialan," ujar si lelaki.

"Kenapa?"

"Bisa-bisa, aku jatuh cinta padanya."

"Huh, gila kau ya!" teriak para murid di sekitarnya.

****

Sakit kepala Aalisha menyeruak karena profesor Madeleine mengatakan secara gamblang jika Aalisha harus bergabung dengan tim Oulixeus asrama Arevalous. Sungguh tak bisa berkata-kata dia ketika profesor Madeleine berbicara dengan begitu bahagia, mata berbinar-binar bahwa Aalisha punya kemampuan alami untuk bergabung dan ikut pertandingan Oulixeus. Semua kemampuannya entah bertarung, menggunakan sihir, analisa di lapangan, barangkali strategi pula sangatlah memenuhi syarat menjadi anggota tim Oulixeus. Atas inilah profesor Madeleine akan memasukkan Aalisha ke tim terutama tim Arevalous karena kekurangan anggota.

Kini mereka menuju sebuah kelas yang sedang berlangsung pembelajaran tentang Aritmatika. "Permisi Profesor, maaf mengganggu pembelajaran. Namun, aku hendak meminjam tuan Damien Nerezza, apakah boleh?"

"Ah profesor Madeleine, silakan, silakan, pembelajaran juga hendak selesai," balas profesor yang mengajar di angkatan tahun keempat itu.

"Baiklah, terima kasih. Nerezza cepat kemari, kemari."

"Baik Profesor," ujar Damien seraya merapikan buku-bukunya. "Salam Profesor." Ia berpamitan dengan profesor yang mengajar kemudian menyusul profesor Madeleine.

Berada di luar, Damien memasukkan semua bukunya ke dalam invinirium, ia bingung pula karena ada Aalisha di samping profesor Madeleine. Duh, jangan katakan, bocah De Lune itu berbuat keonaran lagi?! "Ada apa Profesor Madeleine?"

Lekas Madeleine menarik lengan Aalisha agar gadis itu tepat di hadapan Damien. Ia tepuk bahu Aalisha. "Damien, anak ini akan menjadi anggota baru di tim Oulixeus."

Sontak Aalisha maupun Damien menatap bersamaan pada profesor Madeleine. Damien berujar, "sungguh Profesor?" Dia masih tercengang.

"Tentu saja! Mana mungkin aku bercanda! Anak ini akan bergabung sebagai anggota. Dia memenuhi segala kriteria dan syarat sebagai anggota, kemampuannya sangat bagus, kurasa dia alami dan terlahir untuk pertandingan Oulixeus jadi mulai detik ini, dia adalah anggota tim Arevalous." Entah apa alasan wanita itu sangat bahagia sampai-sampai senyumannya begitu indah.

"Ta-tapi Profesor, dia belum cukup umur, lalu bagaimana dengan persetujuan master Arthur apakah dia setuju?" sahut Damien bukan menolak Aalisha bergabung, tapi ada syarat lain yang harus dipenuhi.

"Aku sudah mendiskusikan ini dengan Arthur, dia setuju saja. Lalu mengenai syarat umur, aku akan membujuk profesor Eugenius. Kuyakin dia akan setuju juga, dia menyayangi Aalisha seperti dia cucunya. Intinya anak ini ...." Profesor Madeleine mendorong Aalisha ke dekat Damien. "Kau beritahu dia tentang segala hal mengenai Oulixeus, teorinya, maupun posisinya. Ajarkan mulai sekarang! Laksanakan perintahku, jika tidak, niscaya aku akan marah dan kau kuhukum."

"Ba-baiklah Profesor Madeleine," sahut Damien yang kemudian profesor Madeleine mendekatkan wajahnya tepat di samping telinga Damien.

"Principes, posisi itu tepat untuknya," bisik profesor Madeleine lalu tersenyum seraya menepuk punggung Aalisha. "Selamat bergabung di tim Oulixeus Arevalous."

Kini keduanya menatap kepergian profesor Madeleine yang melangkah begitu mantap, bisa saja rerumputan jadi subur karena ia menebarkan kebahagiaan. Sementara Aalisha dan Damien hanya diam, mereka lalu saling tatap seraya berujar, "sialan."

"Tak baik kalian berdua mengumpat," ujar Evanora muncul di belakang keduanya. "Apa yang kalian bicarakan? Kenapa ada Aalisha di sini?"

****

Aalisha terpaksa mengikuti Damien menuju sebelah utara dari arah kastil akademi. Mereka berjalan cukup lama kemungkinan sudah sepuluh menit lebih. Selama itu pula, Aalisha mendengar celotehan Evanora yang mengungkapkan rasa terkejutnya karena Aalisha jadi anggota tim Oulixeus!!

"Sudah kubilang, aku tak mau! Wanita tua itu memaksaku dan menyeretku!" balas Aalisha.

"Ya ampun, mana etiketmu sebagai bangsawan kelas tinggi?" sahut Evanora.

"Ketika kugunakan etiket, niscaya kau akan kupenggal karena selalu menyahut perkataan seorang Majestic Families." Aalisha menatap tajam, tetapi tidak berlaku buat Evanora yang malah terkekeh.

"Ayolah aku hanya bercanda. Jadi kini kau jadi anggota tim?"

"Sudah kubilang, aku tidak mau! Aku dipaksa!" teriak Aalisha terutama kepada Damien yang melangkah dengan santai seolah tak terjadi apa-apa.

Kini mereka sampai di tanah lapang, sebelah kiri ada semacam bangunan kastil yang entah apa isinya. Di tempat ini sangatlah baru Aalisha kunjungi, dia juga melihat menara menjulang tinggi. "Sekarang beritahu aku alasan kau tidak mau bergabung?" tanya Evanora.

"Alasan. Pertama aku tak mau kelelahan dengan ikut segala kegiatan di Akademi ini. Kedua, aku malas jika harus punya jadwal latihan setiap minggu serta terlibat dengan segala masalah terutama jika penyebabnya karena Oulixeus ini! Aku hanya ingin menjalani kehidupan Akademi yang tenang," jelas Aalisha.

"Apa sekarang kehidupan Akademimu berjalan dengan tenang?" sahut Damien.

"Tidak."

"Bagus, semua yang ada di sini juga tidak mendapat ketenangan itu. Kaupikir akademi yang didirikan puluhan ribu tahun lalu oleh delapan Majestic Families dapat membawa ketenangan? Tidak! Bahkan aku percaya di akademi ini menyimpan monster di lantai bawah tanahnya atau ruangan rahasia! Jadi tak ada alasan, tidak bergabung ke tim karena hendak hidup tenang, terlebih kau maupun aku adalah Majestic Families. Kau-tahu-kan-maksudku?"

Aalisha kesal karena semua perkataan Damien itu benar. "Kalau begitu, aku tidak mau terlibat jauh dengan masalah. Kuyakin Oulixeus banyak masalahnya."

"Tak bisa dimungkiri, tapi kaulupa ya kalau profesor Madeleine yang menyeretmu? Apa kau berani berkata padanya kalau kau tak mau bergabung, harusnya kau katakan sejak awal tadi, kenapa malah diam?"

Aalisha juga bingung. Kenapa dia hanya diam saja, kenapa dia tidak langsung menyahut? Apakah karena melihat profesor Madeleine yang bahagia jadi dia enggan mengusik kebahagiaan itu. Tidak! Aalisha tak perlu mempedulikan kebahagiaan orang lain! "Akan kukatakan padanya jika aku menolak bergabung. Kukatakan sekarang!"

Damien malah mencegah Aalisha. "Kau tidak boleh pergi."

"Kenapa? Bukankah kau ingin aku tak bergabung," balas Aalisha.

"Kapan aku berkata kalau aku tak mau kau bergabung? Aku malah setuju dengan profesor Madeleine," balas Damien yang membuat Aalisha tercengang.

"Gila kau ya!"

Damien memegangi pangkal hidungnya. "Baiklah aku jujur, sebenarnya tim Oulixeus sangat butuh anggota baru. Jadi aku sangat setuju kaubergabung terutama dengan segala kemampuan yang kaumiliki, kurasa tim kita bisa bangkit dan bersaing dengan tim asrama lain."

"Tuan Damien Nerezza, kau benar-benar membuatku kesal!" Aalisha mengepalkan kedua tangannya.

"Wow, wow, wow! Bisakah kalian berdua tenang!" teriak Evanora langsung menjadi penengah antara kedua Majestic Families itu. "Bisakah salah satu dari kalian jadi air, tenangkan emosi! Kalau dua-duanya api bagaimana bisa masalah ini selesai dengan baik ataukah aku yang harus jadi airnya sedangkan kalian api dan bensin?"

"Baiklah, jika sekarang aku tenang, kau mau apa huh? Sudah kukatakan berulang kali bahwa aku menolak bergabung," sahut Aalisha. Duh, jadi ingin Evanora memukul kepala gadis kecil itu. Namun, harus sabar karena Aalisha adalah Majestic Families keturunan utama!

"Begini, bagaimana jika kau dengarkan dulu penjelasan Damien tentang Oulixeus, posisi setiap pemain, jenis pertandingannya, jadi kau bisa memperkirakan segala kemungkinan tentang pertandingan ini serta risikonya, jika kaubenar menolak, mari bicarakan baik-baik dengan profesor Madeleine, bagaimana?" Evanora menatap bergantian pada Aalisha dan Damien, tetapi tak kunjung ada sahutan dari Aalisha.

"Apa kau tahu Aalisha," sambung Evanora yang terpikirkan ide lain! Entah berhasil atau tidak. "Kakakmu, Aldrich De Lune juga anggota tim Arevalous di pertandingan Oulixeus."

"Oke," sahut Aalisha cepat, "jelaskan."

Sekakmat, kini Evanora tahu bagaimana cara membujuk gadis kecil itu. Dia berpikir, mungkin saja salah satu alasan profesor Madeleine memasukkan Aalisha ke tim karena dulu berdasarkan perkataan kakak tingkat dan alumni bahwa Aldrich adalah pemain yang sangat hebat dan selalu meraih kemenangan untuk timnya.

"Oulixeus itu pertandingan yang sudah sejak lama ada, awalnya digunakan untuk latihan para kesatria dan prajurit sebagai persiapan peperangan dan menaklukan zero domain, secara perlahan mengalami perkembangan dan mulai ada di sekolah-sekolah sebagai pertandingan antara murid atau antara sekolah." Damien mulai menjelaskan. Ia tak tahu apakah aman membujuk Aalisha dengan menggunakan nama Aldrich.

"Baiklah aku paham, lewatkan sejarahnya karena aku sudah tahu," balas Aalisha kemudian duduk di batang pohon yang memang disediakan sebagai tempat untuk duduk. "Bagaimana dengan jenis dan posisinya?"

"Oulixeus punya banyak jenis jadi setiap pertandingan Oulixeus ada bermacam-macam rintangan, musuh, dan latar pertandingannya."

"Mirip dengan Chrùin Games yang rintangan dan tipe latarnya yang berubah-ubah?" ucap Aalisha.

Damien mengangguk. "Benar mirip, tapi Oulixeus ada di seluruh dunia dan sekolah, semua masyarakat tahu, tetapi Chrùin Games hanya ada di Eidothea sebagai pertandingan melihat kemampuan murid baru di Eidothea"

Evanora menimpali, "bahkan Oulixeus ada Organisasi Resminya loh, semacam persatuan gitu. Ada yang didirikan pihak Kekaisaran Ekreadel, ya khusus Kekaisaran kita, ada juga organisasi Oulixeus dari ras lain. Jadi kalau di luar sekolah, Oulixeus ini pertandingan sangat bergengsi yang banyak tim profesionalnya. Bahkan pendapatan para pemain profesional itu mampu membeli kastil terapung yang harganya hampir triliunan."

Aalisha mengangguk paham. "Oke aku paham. Lalu apa ada tingkatan jenis rintangannya?"

"Tentu saja ada," balas Damien, "dikarenakan banyak sekali jenis atau macam rintangannya maka dibuat juga klasifikasi tingkatannya. Jadi ada beberapa tingkatan yang tidak boleh diikuti tim yang dianggap tidak profesional. Tim Oulixeus di sekolah-sekolah mustahil ikut pertandingan jika tingkatannya sangat tinggi, meskipun begitu ada pertandingan resmi di tingkatan antara sekolah."

"Bagaimana jika Eidothea ikut pertandingan antara sekolah, tim dari asrama mana yang akan dikirim?" Aalisha menyilang kedua kakinya.

"Bukan tim dari salah satu asrama, tetapi akan dibuat tim khusus yang mewakili Eidothea. Anggotanya adalah para pemain terbaik dari setiap tim di lima asrama," jelas Damien, "kebanyakan pemain yang terpilih adalah yang memiliki kemampuan terbaik, bonus juga mereka yang berasal dari Majestic Families biasanya terpilih."

"Aku semakin tak mau bergabung," sahut Aalisha.

"Sialan, tapi itulah intinya untuk jenis dan tim Oulixeus."

"Oke, aku ulangi semoga ingatanku berfungsi," ujar Aalisha, "jadi Oulixeus ini ada di seluruh dunia, ada tim profesional serta organisasi resminya, kalau di sekolah-sekolah bisa bertanding antara sekolah dengan mengirim perwakilan tim khusus yang terdiri dari pemain terbaik. Rintangannya memiliki tingkatan dan risiko masing-masing."

"Ya, bagus sekali. Selanjutnya akan kujelaskan mengenai posisi," ucap Damien.

"Tunggu sebelum dia menjelaskan posisi, bagaimana kalau kau berikan jawaban apakah setuju bergabung atau tidak?" sahut Evanora.

"Kenapa sekarang? Aku harus mendengar sampai akhir dulu terutama posisi di Oulixeus lagi pula jika akun setuju bergabung aku tak tahu posisi mana yang akan kupilih nantinya?" balas Aalisha.

"Nona Aalisha, dengarkan aku, akan percuma menjelaskan panjang lebar jika kau menolak, kemudian posisi di Oulixeus ini ditentukan oleh penilaian profesor Madeleine atau kemampuan anggota itu, bukan kau pilih seenaknya! Jadi kau setuju bergabung atau tidak?" teriak Evanora.

Aalisha berdecak. "Apa risiko pertandingan ini sangat besar? Entah di pertandingan profesional atau biasa?"

"Kecelakaan tidak dapat dihindarkan, bahkan ada yang pernah koma karena Oulixeus. Di dalam sejarah, ada pertandingan Oulixeus yang berlangsung selama berbulan-bulan karena tim yang bermain sama-sama kuat dan unggul serta tak ada yang mau mengalah. Kenapa kau bertanya hal ini?" Damien menyilang kedua tangannya di depan dada.

"Apa ada yang pernah mati karena pertandingan ini?"

"Kalau kubilang ada, kenapa memangnya?" balas Damien.

"Baiklah aku setuju untuk bergabung ke tim Arevalous," sahut Aalisha.

"Aalisha De Lune!" ucap Evanora yang berpikir jika Aalisha bergabung karena hendak celaka dan mati. Sementara Damien hanya menatap saja.

"Bercanda, bercanda," balas Aalisha, "aku bergabung bukan karena hendak mati. Ada alasan tertentu, tapi intinya aku ikhlas untuk bergabung ke tim ini."

"Kau ini ...." Evanora tidak bisa menebak jalan pikiran seorang De Lune itu.

"Kuharap alasan itu cukup bagus," balas Damien, "akan kumulai penjelasan posisi dan posisi apa yang kau dapatkan."

Posisi atau peran dalam tim pertandingan Oulixeus sangat lah penting karena dengan adanya posisi ini memungkinkan tim tersebut bergerak lebih efisien dan mempermudah kerja sama karena ada peran mereka masing-masing. Melalui perkembangan dari zaman ke aman, sudah diresmikan ada lima posisi yang ada dalam sebuah tim. Kemudian syarat sebuah tim Oulixeus yang diakui adalah tim yang memiliki lima posisi tersebut, sehingga minimal ada lima anggota dalam satu tim. Lalu sebuah tim diperbolehkan memiliki anggota yang posisi atau peran yang sama.

"Mudahnya begini, sebuah tim yang diakui dan diperbolehkan ikut pertandingan harus ada lima posisi tersebut, kemudian diperbolehkan juga lebih dari satu anggota yang posisinya sama. Semisal ada delapan anggota, kemudian tiga anggota ini punya posisi yang sama, itu tidak masalah asalkan sudah terpenuhi syarat lima posisi."

Damien mulai menjelaskan kelima posisi yang dimaksud. "Lima posisi itu antara lain; Hastae, Custodes, Veneficus, Exploratorem, dan Principes. Kujelaskan satu per satu."

Hastae diartikan sebagai soldier atau ujung tombak. Mereka yang menempati posisi ini berperan sebagai penyerang utama dalam pertempuran, sehingga berada di garis depan dan melakukan serangan langsung pada jantung pasukan musuh, dapat pula memusnahkan pasukan tersebut. Posisi Hastae ahli dalam serangan fisik, bela diri, serta ahli penggunaan senjata jarak dekat.

"Atas inilah posisi Hastae dinamakan juga ujung tombak karena mereka yang berada di posisi ini adalah yang pertama menyerang musuh dan posisinya di garis depan. Banyak yang menempati posisi Hastae, meskipun begitu posisi ini paling rawan terluka fisik karena mereka juga harus ahli melewati rintangan."

"Posisi pertama Hastae, oke sudah kucatat," ujar Aalisha yang benar-benar mencatat di bukunya bersampul hitam.

Custodes diartikan sebagai posisi Healers. Posisi ini ditempati oleh mereka yang memiliki teknik pertahanan tinggi, mampu menggunakan sihir penyegelan, serta ahli dalam penyembuhan. Tugas utama mereka adalah melakukan pertahanan jika pasukan musuh menyerang secara besar-besaran, mereka juga bertugas untuk menyembuhkan atau mengobati anggota yang terluka parah.

"Para Custodes sangat penting karena dianggap sebagai paru-paru sebuah tim. Jika mereka mati maka habis sudah tim itu terutama kalau anggota lain tidak ahli dalam mantra penyembuhan. Kemudian setidaknya para Custodes harus bisa teknik penyegelan, jadi ketika terdesak maka Custodes harus menyegel musuh untuk menahan mereka selama beberapa waktu supaya Custodes bisa menyembuhkan yang terluka."

Aalisha mengangguk cukup antusias. Entah mengapa mulai seru. "Custodes mudahnya ahli penyembuhan. Uhm, siapa Custodes di tim Arevalous saat ini?"

"Aku!" sahut Evanora seraya mengangkat tangannya. Sontak Aalisha menatap tak percaya. "Kenapa kau melihatku begitu De Lune, jangan remehkan aku!"

Aalisha abaikan. "Bagaimana dengan Custodes tim lain?"

"Aku tak terlalu ingat kalau tim lain, tapi kalau tidak salah, asrama Gwenaelle, Custodes-nya nona Clodovea, Nathalia Clodovea. Dia termasuk yang terbaik, bahkan lebih baik dari Evanora."

"Permisi, kau juga senang ya mengejekku!" teriak Evanora jadi kesal sementara Aalisha tak heran karena Clodovea memang dikenal pintar dalam bidang itu.

"Baiklah silakan dilanjutkan."

Veneficus atau sorcerer. Mereka yang berada di posisi ini biasanya berada di posisi atau tempat paling belakang, jika Hastae berada di posisi terdepan maka Veneficus di belakang karena mereka adalah ahli sihir dan pengguna serangan jarak jauh. Posisi ini menjadi variabel penting dalam sebuah tim karena faktor pendukung keberhasilan.

"Posisi mereka biasanya ditempatkan di belakang karena pengguna sihir kebanyakan serangan jarak jauh. Sebenarnya semua posisi pasti bisa dalam sihir, tetapi terkhusus Veneficus, mereka bukan sekadar bisa, tapi sangat ahli."

"Posisi ketiga, Veneficus, ahli sihir dan posisi biasanya ditempatkan di belakang. Oke selanjutnya," kata Aalisha.

Exploratorem diartikan pula sebagai Spy adalah posisi yang menjadi otak dalam pertempuran. Pandai menganalisa, ahli membuat strategi, hebat dalam mengorek informasi mengenai pasukan musuh maupun rintangan dan misi yang dihadapi tim, serta menyebarkan informasi pada anggota tim demi kelancaran kerjasama.

"Kebanyakan di posisi ini punya daya analisa yang tinggi serta menuntun para anggota lainnya karena mereka punya informasi yang dibutuhkan agar semua rencana tertata rapi dan berjalan tanpa ada kesalahan. Sehingga mereka ahli strategi karena itu disebut sebagai otak dalam pertempuran."

"Oke, jadi mudahnya Exploratorem ini ahli strategi. Di tim kita, siapa yang menempati posisi ini?" ujar Aalisha.

"Tuh tepat di depanmu," balas Evanora.

"Ah jadi kau, kupikir kau di posisi Veneficus atau Hastae," balas Aalisha agak tercengang.

Damien tersenyum tipis. "Tidak, aku yang mengatur strategi karena posisi Hastae ditempati dua Cressida bersaudara sementara Veneficus ada anak tahun ketiga."

"Noah dan Easton ternyata anggota tim juga."

"Tentu saja, mereka adalah penggemar Oulixeus dan memaksa sekali masuk tim, untungnya memang punya kriteria dan diterima. Keduanya menempati Hastae karena sangat bar-bar dan tidak punya strategi ketika bertempur karena inilah aku menempati posisi Exploratorem."

"Pantas saja Arevalous kalah terus," ejek Aalisha.

"Hei!! Jangan menghina!" ucap Damien dan Evanora berbarengan.

Tidak Aalisha gubris karena menurutnya tim ini cukup payah. "Bagaimana Exploratorem tim lain, kurasa aku perlu mengetahuinya."

"Tim lain suka gonta-ganti Exploratorem, tapi yang paling terkenal ada di asrama Gwenaelle. Athreus Kieran Zalana, dia Exploratorem sama sepertiku."

Detik itu Aalisha diam sejenak. Ia terkejut kemudian berujar, "Athreus! Kupikir dia Hastae, bukankah dia ahli pedang, dia keturunan Kieran Zalana!"

"Aku terkejut juga saat tahu dia Exploratorem, tapi terkadang di pertandingan dia sering maju ke garis depan meskipun begitu strateginya sangat brilian dan mampu menyudutkan setiap tim, dia juga cerdas mengatur anggotanya." Damien bukan rendah diri karena sesama Exploratorem, tetapi dia benar memuji Majestic Families itu.

"Tidak perlu heran 'kan," ujar Evanora, "keluarganya saja menjadi pemilik pasukan militer terbanyak di antara delapan Majestic Families, ayahnya ahli strategi perang bahkan strategi perang atrisi saja yang mencetuskan adalah leluhur Kieran Zalana."

"Benar, kau benar, tapi aku masih tercengang. Bagaimana dengan dua lainnya?"

"Mau kusebutkan? Nathalia tadi Custodes, Athreus Exploratorem, Eloise Clemence posisinya Veneficus, sedangkan Nicaise adalah Hastae."

"Clemence menempati Veneficus." Alisha menaikkan satu aslinya. "Aku tidak terkejut."

"Ya benar, dia termasuk penentu kemenangan timnya karena sekali dia menggunakan elemen api, dia bisa membakar seluruh arena pertandingan," balas Damien. Hal ini menjadi faktor yang harus diperhatikan jika bertanding dan Eloise dikirim sebagai perwakilan timnya.

"Oke, bisakah sudahi pembicaraan tentangnya? Lanjut posisi terakhir."

"Oke, posisi terakhir adalah Principes."

Principes diartikan juga dengan nama Rulers atau Penguasa. Posisi ini ditempati oleh mereka yang memiliki keahlian di setiap posisi yang ada sehingga bisa berada di posisi mana pun. Biasanya juga menjadi pendukung ketika posisi lain terdesak karena posisi ini dianggap multifungsi.

"Serius ada posisi menyebalkan dan menyusahkan ini?"

"Ya, posisi ini termasuk sulit didapatkan, jarang ada yang mencapai kriteria sebagai principes atau rulers karena harus ahli di segala posisi; ahli sihir, senjata dan fisik, teknik penyembuhan, maupun strategi. Mereka juga jadi pendukung andai yang lain terdesak karena mereka bisa di posisi mana pun berkat keahliannya. Sebenarnya di sekolah ini ada beberapa murid yang memenuhi kriteria principes, tetapi menolak di posisi ini yang menurutnya sangat membebani."

"Memang membebani! Siapa pula mau jadi multifungsi yang bisa di posisi mana pun? Mereka harus menyembuhkan, terus bertarung di garis depan, kemudian mundur untuk menyerang dengan sihir jarak jauh! Sangat membebani!" Sungguh Aalisha benci posisi ini. "Lalu manusia mana di tim kita yang menyedihkan karena mendapat posisi ini?"

"Kau," sahut Damien sangat cepat. "Profesor Madeleine menempatkanmu di posisi itu."

"Oh aku dipilih---APA?!" teriak Aalisha.

"Apa kau bilang tadi?!" Evanora juga terkejut. "Dia dipilih jadi principes?" Oh sial, Evanora bingung, haruskah dia bahagia? Karena tim Arevalous kehilangan principes mereka karena mengundurkan diri akibat sering terdesak. Atas inilah beberapa kali Arevalous tidak ikut pertandingan Oulixeus.

"Sialan! Katakan kalau kau bercanda!" teriak Aalisha yang jadi frustrasi! Mengapa dia dapat posisi yang dibenci olehnya!

"Mana mungkin aku bercanda! Profesor Madeleine dan master Arthur menempatkanmu di posisi itu! Lagi pula kebetulan principes Arevalous memang sedang kosong."

"Itu namanya tumbal!" balas Aalisha, "aku mau ganti posisi."

"Tidak bisa, itu posisi yang pas untukmu!" sahut Damien.

"Tidak mau! Aku benci posisi yang membebani! Aku mau ganti posisi atau aku tidak jadi bergabung dengan tim ini?"

Damien diam, ia menghela napas, lalu berujar lagi. "Tuan Aldrich De Lune juga menempati principes dan dia sangat bangga di posisi ini."

"Baiklah, aku setuju di posisi principes dan bergabung dengan tim Arevalous," balas Aalisha tanpa pikir panjang.

"Sebenarnya kau itu punya pendirian tidak sih?" sahut Evanora tiba-tiba jadi geram.

Sementara Damien hanya menatap Aalisha, Sekali lagi gadis itu setuju jika Aldrich De Lune juga melakukannya. "Kau bergabung hanya karena tuan Aldrich dulu juga anggota tim Oulixeus?"

"Terus kenapa, tak ada yang bisa melarangku kalau aku ingin melakukan apa yang kakakku lakukan?"

"Jangan katakan, kau masuk akademi ini pun karena kakakmu?" sahut Damien dengan ada sedikit sinis.

Detik itu ekspresi Aalisha berubah. "Hei, berani sekali kaubertanya hal tak sopan seperti itu, wahai keturunan cabang Nerezza."

"Wow tenanglah," ucap Evanora mendekati keduanya.

"Diam kau Evanora," balas Aalisha, "teruntuk Tuan Damien, aku takkan menjawab pertanyaan yang menurutku sangat tidak sopan itu."

"Aku tak menyalahkan jika kau masuk ke Eidothea karena kakakmu, tapi tidakkah ada alasan lain, selain karena dirinya? Seperti kau pasti punya tujuanmu sendiri 'kan atau mimpi?"

Detik itu, Damien merasa jika ia telah salah berucap karena Aalisha menatapnya begitu mengerikan dengan sesaat manik mata gadis itu berubah keemasan. "Sekali lagi kukatakan, jangan bahas hal ini atau kupotong lidahmu yang tidak sopan itu."

Evanora lekas menyenggol siku Damien, lelaki itu melirik Evanora yang menggeleng pelan. Seolah paham kode itu, maka Damien pun berujar, "aku minta maaf. Aku takkan membahas hal ini lagi, jadi bagaimana kalau kutunjukkan salah satu rintangan dari pertandingan Oulixeus."

Aalisha menatap Damien yang mulai melangkah menjauh darinya sedangkan Evanora hanya tersenyum tipis. Helaan napas panjang terdengar, Aalisha harus mengontrol diri jika ada yang menyinggung nama Aldrich karena jika mudah emosi maka ia akan kehilangan martabatnya yang tinggi sebagai keturunan De Lune. Kini dia mendekati Damien yang sedang memanggil seseorang.

"Tuan Patricio, apa Anda di sini?"

Muncullah seorang Orly yang mengenakan pakaian hitam serta topeng. "Ya, aku di sini Tuanku, apakah Anda hendak menggunakan arena?"

"Hanya sebentar, aku ingin menunjukkan padanya salah satu arena Oulixeus, tolong yang tingkat paling dasar saja," balas Damien kemudian mengangguk tuan Patricio, tetapi sebelum dia melaksanakan perintah Damien, Orly itu menatap Aalisha kemudian memberi salam singkat.

"Siapa dia?" ujar Aalisha.

"Tuan Patricio, salah satu yang bisa mengakses arena Oulixeus. Jadi sebenarnya arena Oulixeus dibuat dengan sihir tingkat tinggi seperti dungeon sehingga bisa menghilang dan dimunculkan. Kemudian satu lapangan besar, bisa terdapat sepuluh tingkatan arena. Jadi kalau mau menggunakan arena, kita harus meminta pada Orly yang diberi akses arena itu," jelas Evanora yang dibalas anggukan oleh Aalisha.

Cahaya neith berwarna abu-abu terlihat berputar di tengah-tengah lapangan ketika tuan Patricio membuka salah satu halaman dari buku bersampul merah, ia komat-kamit seperti membaca doa. Kemudian dengan penuh keajaiban, melalui tanah, naik ke permukaan sebuah arena pertandingan Oulixeus tingkat bawah serta rintangannya. "Sudah kulaksanakan Tuan Nerezza, selamat bersenang-senang."

"Terima kasih," balas Damien, kini dia di hadapan Aalisha. "Ini salah satu arenanya dan rintangannya, dinamakan Pemukul Yang Menjatuhkan."

Aalisha menatap heran, barusan apa yang ia dengar? "Jelek sekali namanya!"

"Aku juga berpikiran hal yang sama, tetapi sudah sejak zaman dulu, rintangan ini yang menjadi rintangan termudah!"

Dinamakan pemukul yang menjatuhkan karena arena pertandingan ini di tengahnya terdapat menara kayu, tetapi tidak bisa dimasuki dalamnya. Menara itu benar-benar terbuat kayu berwarna cokelat, menjulang tinggi dan sangat kokoh. Kemudian di puncak menara ada bendera. Jadi tujuan untuk meraih kemenangan adalah dengan memanjat menara itu dan meraih benderanya. Terlihat mudah, tetapi sangat sulit karena di badan menara itu banyak jebakan seperti besi-besi yang ditancap di dinding menara kayu, ada bagian menara kayu yang dapat berputar, seperti mesin penggilingan. Kemudian ada pula prajurit berupa boneka kayu yang biasanya digunakan untuk berlatih dan para prajurit itu bergerak dengan kedua tangannya bergerak untuk menyerang musuh.

Damien teringat sesuatu jadi ia berujar, "ada yang lupa kujelaskan. Sebenarnya ada beberapa rintangan pertandingan Oulixeus yang syaratnya hanya dua atau tiga atau bahkan perwakilan saja yang boleh ikut pertandingan. Biasanya yang terpilih adalah menyesuaikan dengan jenis arena, tingkatan, dan rintangannya."

"Baiklah aku paham."

"Jadi mau kaucoba?"

"Sebentar saja, kurasa ini mudah, toh hanya mengambil bendera 'kan? Sihir melayang saja sudah cukup."

Damien tersenyum tipis. Pantas saja anak ini sombong, keturunan Majestic Families, jadi mari lihat bagaimana kesombongannya bertahan. "Selamat bersenang-senang."

Harusnya Aalisha sadari senyum aneh Damien, sayangnya dia terlanjur menganggap enteng atau haruskah ia tarik kata-katanya karena ketika mulai memasuki arena, dia baru tahu kalau densitas neith di arena ini rendah sekali. Sementara itu para boneka kayu malah terasa aura yang terpancar kuat. Ah jadi inilah yang dinamakan rintangan mematikan pertandingan Oulixeus padahal baru tingkatan terendah pantas saja menjadi pertandingan bergengsi di dunia.

Maka atas percaya dirinya, Aalisha memulai pertandingan ini. Ia awalnya terlihat begitu mudah hingga tak sengaja terkena pukulan yang membuat wajahnya terasa sakit, keseriusannya mulai naik ke permukaan. Sungguh pertandingan ini berlangsung sekitar setengah jam, cukup cepat, dan gadis itu memang berhasil mencapai puncak. Ia sangat bangga, tetapi ketika meraih benderanya. Menara itu runtuh dan ia jatuh ke bawah begitu menyakitkan, tulangnya terasa patah dan seolah bergeser dari tempatnya kemudian terbakarlah bendera yang sebenarnya bendera palsu karena bendera aslinya ada pada salah satu boneka kayu yang ia lewatkan begitu saja.

Aalisha pun gagal di percobaan pertamanya.

"Kini kau tahu bagaimana rasanya? Ini masih permulaan, belum pertandingan sesungguhnya," ujar Damien yang tepat di belakangnya.

Lekas Aalisha duduk seraya merapikan rambutnya yang sangat berantakan. "Kuakui, ini cukup seru."

"Jadi apakah Anda siap untuk bertanding melawan tim lain ketika pertandingan Oulixeus nanti?"

"Tentu saja. Akan kuperlihatkan pada mereka semua, bagaimana Arevalous mendapatkan kemenangannya," sahut Aalisha yang membuat Damien sangat senang. Dia yakin, profesor Madeleine tidak salah memilih.

"Aku sangat yakin, Anda akan menjadi principes yang hebat seperti tuan Aldrich De Lune."

"Itu sudah pasti." Aalisha lekas bangun setelah dibantu Evanora.

"Jadi mari kembali! Aku sudah lelah. Lalu bagaimana jika kita rahasiakan kalau Aalisha bergabung dengan tim agar menjadi kejutan satu sekolah!" ucap Evanora sangat bangga.

"Aku setuju." Damien mengangguk.

"Lumayan, tidak buruk," balas Aalisha. Entahlah bagaimana ke depannya, tetapi Aalisha ingin mencoba hal-hal yang tak pernah diajarkan padanya sebagai sosok De Lune karena ia tak tahu kapan malaikat kematian menjemputnya menuju akhir yang menyakitkan.

Damien berucap setelah mereka lumayan jauh dari arena pertandingan yang telah kembali seperti semula. "Oh ya Nona Aalisha, jangan lupa ada latihan, seminggu tiga kali latihan."

"Sialan, jam istirahatku berkurang."

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

Waduh, Galee kalau sudah terlewat candaannya memang perlu dipukul ya, beruntungnya si ibu kelinci berhasil diselamatkan, hehe.

Aalisha kalau sama binatang jauh lebih lembut dibandingkan sama manusia^^ Karena kan manusia banyak munafiknya, upss.

Kira-kira bagaimana ya kehidupan Aalisha setelah bergabung dengan tim Oulixeus mana dapat posisi yang paling ribet lagi. Berdoa saja semoga Aalisha tidak patah tulang atau masuk rumah sakit!


Prins Llumière

Sabtu, 04 November 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top