Chapter 07

Hari ini aktivitas pembelajaran sudah berjalan seperti biasa. Para murid bergegas ke kelas karena tidak mau terlambat, nanti dikurangi poin individu, tetapi tak bisa dimungkiri jika kastil Eidothea ini memang rawan tersesat bahkan yang sudah di kelas enam saja masih suka kesasar. Kembali dipertanyakan bagaimana arsitek zaman dulu menciptakan kastil ini. Berdoa saja tak ada ruangan rahasia yang menyimpan monster di sini, ya semoga.

Kejadian malam sambutan oleh profesor Eugenius yang berakhir karena kedatangan mantan inquisitor yakni tuan Thompson Harper dan Aalisha De Lune yang bersimbah darah membuat pidato malam itu diakhiri lebih cepat. Pada hari ini, masih saja beberapa murid membicarakan kejadian itu padahal sudah diperingatkan agar jangan bergosip terutama berkaitan dengan musibah yang menimpa seorang Keturunan Majestic Families, ahhh masih tak disangka-sangka jika gadis yang dulu paling sering dirundung ternyata putri yang disembunyikan.

Berada di kamarnya, Aalisha bersiap untuk sarapan pagi hari ini. Dia perhatikan dirinya melalui pantulan cermin. Sudah tak ada lagi luka, tak perlu perban juga, serta tangan kanannya tak ada bekas sayatan pisau lagi. Semua pengobatan yang diberikan pihak Eidothea sangatlah manjur.

Sesaat dia teringat ketika dilarikan ke rumah sakit. Saat itu Aalisha pingsan, lebih tepatnya dia berpura-pura pingsan. Begini, begini, jadi dia merasa kepalanya sakit, telinganya berdengung, tidak tahan untuk terus terjaga, terlebih lagi Anila dan Mylo memeluknya erat sekali sampai susah dia bergerak jadi ia pun menutup matanya hendak tidur sebentar, tapi tak disangka malah keterusan sampai ia tidak mendengar panggilan dari Anila. Ia pun dikira pingsan lalu ketika Mylo menggendong tubuhnya, sontak Aalisha sadar. Dikarenakan malu sekali, jadi gadis itu lanjutkan saja akting pingsannya.

Setelah dibaringkan di atas ranjang, Aalisha terus berpura-pura pingsan hingga benar-benar tertidur lelap. Dia tak sadar ketika para perawat serta dokter mengobati kaki kanannya, bahunya, serta telapak tangannya yang penuh sayatan, dan luka-luka lainnya. Hanya saja ada satu hal yang diketahuinya---dia dengar cerita dari salah satu perawat---jika semalaman Aalisha di ruangan perawatan, ternyata Anila dan Mylo menunggunya dan rela tidak tidur di kasur mereka. Ya, kedua bangsawan itu menunggu Aalisha.

"Bodoh," ujar Aalisha yang masih menatap dirinya melalui pantulan cermin. "Mereka melakukan kebodohan lagi. Bisa-bisanya rela tidur sambil duduk hanya demi menungguku? Andai aku di posisi mereka, aku enggan melakukannya."

Dia beranjak menuju sepatunya, dikenakan, diikat sekencang mungkin. Kemudian keluar dari kamarnya setelah dikunci dan diberi mantra singkat, jaga-jaga saja. Kini dia dikenal sebagai Majestic Families, mana tahu ada manusia bodoh yang berniat menerobos ke kamarnya.

Berbicara mengenai kejadian gila yang menimpa Aalisha dan tuan Thompson, dia merasa bersyukur karena semenjak malam itu, ia tak dipanggil oleh profesor Eugenius atau tidak diinterogasi perihal apa yang terjadi padanya. Tuan Thompson menepati janjinya agar tidak semakin menyeret Aalisha ke dalam masalah ini. Yah meskipun gosip antara murid tak bisa dibendung, syukurnya Aalisha sudah terbiasa menjadi topik utama di sekolah ini lalu para murid tak bisa berlaku semena-mena padanya karena ia putri keluarga De Lune.

"Entah aku harus bersyukur lahir sebagai De Lune atau tidak." Langkahnya terhenti, dia bisa merasakan neith milik Anila dan Mylo serta manusia-manusia lainnya. Ah, mereka pasti sedang menunggu Aalisha.

"Salam Nona Aalisha De Lune," sapa salah satu murid yang melewatinya. Begitulah ketika beberapa murid lain melewatinya lagi.

"Aku malas bertemu dengannya, jangan katakan jika dia habis mencari informasi lagi."

Aalisha diam di dekat tangga, tengok saja ke bawah, maka dia bisa melihat Mylo yang mengoceh dengan Gilbert. Frisca yang sedang mengobrol dengan Kennedy, Aalisha dengar jika Frisca belajar memasak karena ada temannya yang ikut ekskul memasak kemudian dia membuatkan muffin untuk Kennedy, tanpa kacang karena Kennedy alergi kacang. Terkadang Frisca suka mengganggu Kennedy juga, entah sedekat apa hubungan mereka meskipun Kennedy sangatlah kaku.

Manik mata hitam Aalisha beralih pada Anila yang sedang membaca buku, ia tebak jika buku itu bukanlah buku mata pelajaran Sejarah pada hari ini, tetapi buku tentang binatang dan monster. Tebak saja alasan gadis Andromeda itu membaca buku tersebut kalau bukan karena Aalisha menceritakan apa yang terjadi padanya dan tuan Thompson.

Sungguh mengejutkan bukan? Aalisha sebenarnya enggan bercerita. Namun, semenjak dia bangun dari tidurnya ketika masih berada di rumah sakit ruang perawatan pasien di Eidothea. Anila sudah mengoceh beribu-ribu pertanyaan yang sungguh membuat kepala Aalisha pening, Mylo juga ikut-ikutan bertanya meski tidak separah Anila. Intinya mereka berdua membuat Aalisha darah tinggi maka terpaksa gadis itu menceritakannya; dimulai dari alasan tuan Thompson ikut mengantarnya, menaiki kereta kuda dan bercerita hingga diserang Siaghios dan Yahua, lalu muncul iblis membawa lava yakni Biedrad dan terakhir keretanya dibawa ke langit-langit oleh Kannirth Pogha.

Hampir Anila pingsan dan membentur lantai---untungnya dicegah Mylo---karena mendengar cerita Aalisha ketika dirinya nyaris mati tenggelam dan menggunakan kemampuan mistisnya demi selamat dari serangan para monster gila.

Tunggu ... sepertinya ada yang janggal dengan cerita Aalisha. Tentu saja! Gadis itu enggan bercerita panjang lebar dan mengungkapkan segalanya begitu jujur, ia tak menceritakan alasan sebenarnya mengapa ia dan tuan Thompson diserang; alasan bohongnya, mereka diserang karena mengincar tuan Thompson yang mantan inquisitor, padahal karena artefak kuno yang berubah menjadi liontin sialan kemudian membawanya berteleportasi ke dungeon yang hampir membuat Aalisha gila! Ia jadi terlibat dengan masa lalu sekitar 1.000 tahun dan tikus? Apa pula tikus yang dimaksudkan dan mengapa ada ramalan dari Drazhan Veles ... Aalisha berharap dia dapat melupakan apa yang dirinya lihat mengenai masa lalu itu.

Mari kembali berbicara mengenai keturunan Andromeda yang dikenal sebagai keluarga cerdas. Setelah cerita Aalisha, diyakini olehnya kalau Anila mencari informasi mengenai monster-monster yang ia ceritakan. Pasalnya pada esok pagi ketika berjalan di koridor, ocehan gadis itu terdengar.

"Aku sudah mencari tahu mengenai Kannirth Pogha dan lainnya melalui buku-buku bahkan aku meminjam buku lagi di perpustakaan akademi. Aku ketahui jika Kannirth Pogha itu ras burung, mereka dapat mengubah wujud mereka kemudian makhluk burung itu sebenarnya tidak suka terlibat dengan ras lain ...."

Begitulah ocehannya yang membuat telinga Aalisha panas. Ia lirik Mylo yang hanya diam, lelaki itu diam bukan karena tak mau ikut campur, tetapi sejak jam dua malam. Anila mengetuk pintu kamarnya kemudian menyuruh Mylo membaca catatan singkat mengenai informasi para monster yang menyerang Aalisha. Mulai detik itu hingga pagi hari, otak Mylo sudah dipenuhi oleh informasi dan data serta kenyataan bahwa makhluk yang menyerang Aalisha bukanlah sekadar makhluk ecek-ecek. "Aku sudah mati kalau di posisinya, melawan Minotaur saja aku masih trauma apalagi monster gagak dan iblis pembawa lava."

"Aalisha! Kau yakin tak ada yang perlu diceritakan lagi. Ingat ya, jangan sembunyikan apa pun, kau harus menceritakan masalahmu pada kami agar kami selalu bisa membantumu. Seorang teman harus saling tolong-menolong, lalu aku khawatir jika kau nanti berhadapan dengan mereka lagi jadi ini gunanya aku dan Mylo, agar kami bisa melawan para monster ...." Serta masih banyak ocehannya lagi, haruskah Aalisha gunakan sihir membungkam mulut atau menghilangkan suara seseorang agar gadis Andromeda itu berhenti mengoceh? Tak tahukah dia kalau Mylo tertekan, lihatlah wajahnya yang seolah mengatakan; bukankah Aalisha lebih baik menyelesaikan masalahnya sendirian dibandingkan membawa beban seperti kita, terutama aku! Aalisha itu Majestic Families, dia bisa menyelesaikan masalahnya tanpa bantuan orang lain!

"Mylo kau setuju 'kan denganku?!" ucap Anila menatap Mylo begitu intens.

Apa tadi yang Anila bicarakan? Mylo sama sekali tidak memperhatikan jadi dia jawab asal saja. "Ya, mari berjuang bersama lagi."

"Jawabanmu tidak nyambung," sahut Anila seraya mengibaskan tangannya. "Aalisha!"

"Apalagi?" Baiklah sudah dia putuskan untuk menggunakan sihir yang mengunci mulut pada si Andromeda ini!

"Kau harus ingat. Kau punya kami jadi jangan menanggung segalanya sendirian. Jika kau lelah, maka katakan saja, kami akan bantu sebisa kami. Jadi kumohon, jangan sembunyikan masalah yang menimpamu."

Sangat Aalisha ingat jika dia tak menjawab perkataan Anila itu. Dia hanya melenggang pergi seolah tak memerlukan kalimat penenang seperti itu. Ia anggap perkataan itu hanyalah angin lalu karena dia masih memegang teguh jika suatu hari mereka akan membuangnya, cepat atau lambat atau barangkali tahun depan. Semua itu sudah pasti. Terkadang Aalisha kesal akan keadaannya, mengapa dia terjebak di situasi dan kondisi yang paling dibencinya. Ia benci semua perlakuan dan perhatian mereka.

Aalisha terbatuk. Ia tersadar dari lamunannya. "Duh, mengapa debu berjatuhan." Ia menengok ke langit-langit seraya membersihkan rambutnya dari debu.

"Sa-salam Yang Mulia De Lune!" teriak seorang Orly yang sedang membersihkan atap dan patung-patung di asrama ini. Pakaiannya putih, berenda, celana hitam panjang.

"Sshht. Diam ...." Hendak Aalisha bungkam mulut Orly itu.

"Aalisha!" teriak Frisca, "kau di sana, sejak tadi kami menunggumu!" Jadi ketahuan Aalisha padahal dia masih mau bersembunyi atau langsung keluar asrama tanpa memberitahu mereka.

"Ini salahmu, ujar Aalisha sambil menatap sinis pada si Orly yang sudah gemetar takut.

"Maaf Yang Mulia, aku mohon undur diri!" Orly itu terbang cepat seolah lari terbirit-birit. Kemudian menghilang menembus tembok.

"Hei Aalisha, kau dengar aku tidak?!" teriak Frisca lagi.

"Hey pendek!" teriak Gilbert, "cepat turun!"

Maka Aalisha turun perlahan, bisa terlihat wajah ketakutan para murid lain karena panggilan Gilbert yang terkesan berani pada seorang Majestic Families. "Besok-besok cobalah berbicara seperti yang diajarkan, kau tak tahu kapan seseorang akan mudah tersinggung kemudian menarik pedangnya dan menjadikan kepalamu sebagai pajangan."

"Oh ayolah, kau kan anak yang identitasnya tak diketahui, untuk apa aku menghormatimu," ejek Gilbert.

"Gilbert, hati-hati, kau tak mau kan tiba-tiba diculik kemudian dibawa ke hutan belantara, seram." Frisca ikut mengejek juga.

"Hai Aalisha, apa kau sudah sehat?" sapa Kennedy agak kaku, sungguh apakah hanya lelaki itu saja yang normal?

"Bagaimana, sudah lebih nyaman, kau ingat untuk meminum obatmu 'kan?" timpal Mylo, "aku tak mau profesor Madeleine mengomel lagi."

"Ya. Aku baik." Sesaat dia melirik pada Anila yang sudah berdiri dari sofa, menutup bukunya, dimasukkan ke dalam invinirium. "Bisakah kita lebih cepat, sarapannya mau dimulai," sambung Aalisha langsung melenggang. Ia diam-diam hendak menjauh dari Anila.

"Haloo Nona De Lune, bukannya karena kau, makanya kita jadi terlambat!" ucap Frisca.

"Tidak tahu diri," tukas Gilbert yang merasa ada aura seram terpancar di dekatnya. Ia juga mendengar Anila memanggil nama Aalisha, tetapi malah diabaikan. Oh gawat, apakah akan terjadi bencana alam?

Di sisi lain, Aalisha sengaja mengabaikan Anila karena dia tahu kalau gadis itu akan mengoceh lagi, terlebih Aalisha abaikan beberapa pesannya yang tak ada lelahnya bertanya akan kondisi Aalisha. Oh Dewa harusnya Anila tahu jika Aalisha bukan anak biasa, dia putri De Lune dan sekali lagi Aalisha katakan jika dia benci perhatian yang diberikan manusia lain.

Maka dia berniat pergi dan menjauh untuk sementara dari Anila. Lekas diabaikan lagi panggilan teman-temannya serta hendak meraih gagang pintu keluar dari asrama ini. Hanya saja, dia terlambat keluar karena Anila Andromeda lebih cepat menggunakan sihir yang sukses menarik tubuh Aalisha.

"Kau mengabaikanku?!" ujar Anila sedikit keras suaranya. "Kenapa tak baca pesanku, aku khawatir padamu! Kau bahkan tak mengizinkanku ke kamarmu padahal ada banyak hal yang hendak kubicarakan, aku sudah mencari informasi lain mengenai para monster itu terus ada juga yang mau kutanyakan, apa kau hanya menghadapi mereka atau ada hal lain ...."

Aalisha menceritakan penyerangannya hanya sebatas melawan para monster. Ia sengaja tak menceritakan lebih terutama di dungeon dan memori masa lalu. Ia hendak melupakan apa yang terjadi. Namun, sepertinya putri Andromeda ini sedikit curiga ataukah menyadari sesuatu?

"Anila, bisakah sudahi pembicaraan ini dan pencarianmu mengenai para monster itu? Aku tak memerlukannya dan aku tak mau membicarakan hal ini lagi." Sepertinya ia harus mengatakan secara langsung karena dia yakin Andromeda itu takkan menyerah dengan mudah. "Sekarang paham 'kan, jadi mari lupakan saja. Lagi pula aku baik-baik saja, kekhawatiranmu tidak ada gunanya."

Lekas Aalisha berbalik, ia hendak meraih gagang pintu. Namun, suara pintu menjeblak sangat keras menggelegar. Aalisha terkejut karena Anila menggunakan sihir lagi. Ya, pintu itu terkunci dengan sihir sehingga tak bisa dibuka dengan mudah entah dari dalam atau pun dari luar. Aalisha jadi kesal, dia enggan menggunakan sihir karena neith-nya belum stabil setelah ia menggunakan Kemampuan Mistis pada saat dia berada di dungeon.

Aalisha pun berbalik. "Anila cukup, buka pintunya!"

Bukannya menuruti perkataan si gadis De Lune, Anila malah membanting Aalisha hingga punggung gadis itu membentur dinding, lalu memojokkannya kemudian tangan kanan Anila menggebrak dinding di belakang Aalisha hingga membuat gadis kecil itu tak bisa kabur darinya. Dia mengunci posisi Aalisha. "Kau bilang lupakan saja? Kau tak tahu apa jika aku khawatir padamu! Kau hampir dibunuh monster gagak lalu memintaku untuk mengabaikannya! Ada apa denganmu, kau ini kenapa?"

Aalisha diam seribu bahasa, dia bisa merasakan beberapa pasang mata murid lain sedang menatap padanya. Jika dia keras kepala sudah dipastikan Anila akan semakin keras kepala juga. "Iya, iya, iya, aku salah, terserah kau mau apa, tapi bisakah jangan secara gamblang membicarakannya, aku tak mau orang lain tahu."

Anila mengangguk kecil, tiba-tiba memajukan wajahnya yang membuat kepala belakang Aalisha terbentur karena berusaha menghindari tatapan Anila yang menusuk itu. Wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter saja. "Baiklah, kau harus mendengarkan informasi yang kudapat mengenai para monster itu sebagai antisipasi semisal mereka tiba-tiba menyerang, semoga tidak."

"Iya, iya, lakukanlah apa yang kaumau."

Suara pintu terbuka yang sontak Aalisha dan Anila serta lainnya terdiam membeku. Ternyata yang membuka pintu itu adalah Evanora yang di belakangnya ada dua lelaki, Noah dan Easton. Mereka bertiga menatap heran pada adik-adik tingkatnya terutama Anila dan Aalisha.

"Kuyakin adegan ini ada sebutannya dalam sebuah novel, benar 'kan Easton?" ucap Noah.

"Benar, apa ya, mari kita ingat!" balas Easton dan kini dia bersama Noah berpikir selama kurang lebih 20 detik.

"Ah, kalau tidak salah istilahnya Kabedon!" ucap Noah.

"Aku tak peduli!" teriak Evanora, "mengapa kalian masih di sini!!! Tak tahukah kalau sarapannya hendak dimulai, Damien lelah harus berteriak mengatur kalian semua untuk segera ke aula makan! Makanya aku kemari! Jadi cepatlah ke aula makan!!!" Evanora tidak sengaja menatap Kennedy. "Hei kok ada anak Sylvester?"

"Ha-halo Kak," balas Kennedy tersenyum.

"Halo," jawab Evanora, "semuanya cepat ke aula makan!"

Sangat Aalisha ingat jika hari itu Evanora marah besar, dia pasti merasakan lelahnya juga jadi Damien Nerezza yang bertugas sebagai Wakil Asrama Arevalous yang terkenal dengan keonarannya, tapi jarang memenangkan pertandingan Oulixeus, selalu kalah dari Gwenaelle dan Faelyn. Beruntungnya Damien masih sabar dan tidak berniat meracuni anak-anak asrama dengan darahnya karena darah keturunan Nerezza bisa berubah jadi racun mematikan.

Setelah hari itu, esoknya menjadi hari yang cukup ikonik terutama di pelajaran Binatang Magis yang diajarkan oleh master Howard. Berada di lapangan hijau, seluruh kelas di tahun pertama duduk di rerumputan seraya menunggu binatang magis yang hendak diperkenalkan master Howard.

Pria itu berkata kalau binatang ini adalah peliharaan baru Eidothea, sekali lagi ditekankan jika binatang ini, peliharaan baru Eidothea yang diberikan oleh pihak Kekaisaran Ekreadel. Oh tak disangka bukan kalau Kekaisaran memberikan binatang magis pada Eidothea, kira-kira apa alasannya ya?

"Katanya karena murid Eidothea berhasil berperan dalam pencegahan Zephyr di tangan bangsa iblis," bisik salah satu murid setelah ditanya oleh Frisca. "Jadi ini penghargaan serta kata Terima Kasih dari Kaisar sendiri."

Mendengar penjelasan ini, sontak Frisca serta lainnya melirik pada Aalisha yang duduk tenang dan menatap entah ke mana. "Aku akan marah jika namaku disebut di Kekaisaran."

"Kurasa tidak," balas Frisca, "kan pihak Eidothea sepakat merahasiakan identitasmu."

"Jika sampai bocor." Para murid lain merasakan aura yang tajam pada diri Aalisha. "Eidothea lah yang pertama kuruntuhkan."

Hendak sekali para murid di dekat gadis itu menjauh saking mereka takut, tetapi diurungkan ketika terdengar suara beberapa prajurit yang membawa binatang magis yang dimaksudkan serta master Howard begitu bahagia memperkenalkan peliharaan baru di Eidothea.

"Akhirnya datang!" ujar master Howard yang membuat para murid mendongakkan wajah mereka, sedikit menegakkan tubuh agar dapat melihat jelas jenis binatang magis yang dimaksudkan. Detik itu pula ketika mereka sadar binatang jenis apa yang dibawa, mereka semua diam membeku.

Master Howard berujar kembali. "Dia adalah binatang magis yang diberi Kekaisaran Ekreadel sebagai hadiah, binatang jenis naga yang umurnya belum terlalu tua. Bagaimana kalian suka?!"

Apa dibilang master Howard tadi? NAGA! Kekaisaran Ekreadel memberikan naga sebagai hadiah, gila sekali Kekaisaran itu terutama Kaisarnya!

"Kenapa kalian diam saja? Kupikir kalian akan senang?" Master Howard jadi bingung pasalnya tak seorang pun membuka mulut atau memberikan pujian dan merasa senang. Mereka hening sekali.

"Master," tanya Ixchel Nerezza, "apa naga itu memang disetujui profesor Eugenius untuk dipelihara di Eidothea?"

"Tentu saja!!!" sahut master Howard, "profesor Eugenius yang menyetujuinya, ketika diberi surat oleh Kaisar Ekreadel, dia bahkan langsung membalas surat itu dan setuju jika naga ini dipelihara Eidothea! Bahkan kandangnya sedang dalam masa renovasi!"

"Apa naga itu aman?" timpal Victoria Adrastus. Meski dia keturunan Adrastus yang bisa mengubah wujud menjadi monster atau binatang magis, tetapi dia tahu benar memelihara makhluk seperti itu di Eidothea bukanlah hal baik.

"Tentu saja, ah mengapa kalian pertanyakan! Dia sangat jinak jadi aman, lagi pula alasan profesor Eugenius menerima naga ini karena ...." Pria itu mencari-cari salah satu muridnya di antara barisan yang begitu banyak ini. Murid lain sadar apa yang tengah di cari master Howard, begitu pula empunya---yang sedang dicari langsung bersuara.

"Jangan katakan karena ada aku?!" teriak Aalisha.

"Ya! Benar sekali, kurasa salah satu alasan beliau menerima naga ini karena ada nona Aalisha!" balas master Howard, entah ini suatu kesalahan atau bukan.

Detik itu, Aalisha merasa dirinya tertimpa batu yang beratnya berton-ton. Maka dia perlahan berdiri seraya berujar, "bolehkah aku menyampaikan sesuatu."

"Tentu saja," sahut master Howard. Para murid mulai menatap pada Aalisha yang menjadi pusat seolah-olah dia matahari.

Aalisha menatap pada makhluk magis yang diberi Kekaisaran Ekreadel sebagai hadiah untuk Eidothea. Makhluk itu cukup besar, warna sisiknya hitam keabu-abuan dengan manik mata emas, giginya tajam, serta kemungkinan bisa menyemburkan api atau malah racun, barangkali keduanya. Ekornya panjang dan tajam juga, lalu hanya memiliki dua kaki besar, dan sayap besar serta lebar.

"Pertama aku ingin mengatakan jika makhluk di sana itu bukan naga! Melainkan Wyvern! Kedua, meski aku De Lune, bagiku memelihara seekor Wyvern meski itu jinak adalah suatu kebodohan dan sangat konyol! Jadi ketahuilah jika aku takkan pernah turun tangan jika Wyvern itu mengamuk nantinya!"

Itulah yang Aalisha katakan yang setelahnya dua hari kemudian, kejadian Wyvern mengamuk ketika hendak diberikan ramuan berupa vitamin oleh para prajurit. Aalisha yang berada di kelas profesor Reagan harus terdistraksi karena seorang prajurit bernama Ivert memohon bantuan untuk menenangkan Wyvern tersebut. Atas berat hati Aalisha maka dia mau tidak mau akan turun tangan kemudian berhasil menenangkan Wyvern yang diberi nama oleh Aalisha dengan nama Aramis.

Sungguh hari-hari yang sangat berat padahal masih awal semester kedua, entah berapa kali Aalisha mengumpat karena kejadian belakangan ini. Terlebih mengenai Aramis si Wyvern yang masih berusaha beradaptasi di Eidothea jadi ada kesulitan diberi makan dan terkadang mengamuk, hampir saja mencakar tubuh salah seorang prajurit.

Hari ini, Aalisha dipanggil dadakan oleh profesor Eugenius jadi sebelum kelas Sihir dan Mantra dasar, dia pergi ke kantor kepala sekolah itu. Melewati koridor, agak sepi karena beberapa kelas sedang melangsungkan pembelajaran. Ketika melewati depan toilet laki-laki, Aalisha menghentikan langkahnya karena genangan air yang membanjiri lalu ada pula genangan yang berwarna merah, kuning, dan hijau, warna-warni karena terkena cat akrilik. Beberapa murid jadi menghentikan langkahnya juga dan menatap genangan air, lalu terdengar suara gaduh di dalam toilet laki-laki itu.

"Woi! Jangan mencorat-coret tembok dan pintu toilet!"

"Dasar Orly nakal, bisa-bisanya kau mengubah air jadi warna-warni!"

"Galee, jangan kau kacaukan toilet ini!"

"Siapa pun hentikan Orly gila itu!"

Aalisha melirik pada beberapa murid yang berbisik membicarakan kehebohan di dalam toilet itu. Kata perempuan rambut jingga. "Itu pasti Orly yang dibicarakan kakak tingkat, namanya Galee Ginan. Dia suka berbuat kenakalan, sampai-sampai pernah satu murid disangkutkannya di menara Astronomi."

"Galee!" teriak seorang murid lelaki berasal dari angkatan tahun keempat. "Keluar kau atau kuberitahu tuan Lance!"

"Tidak, tidak, tidak ada tuan Lance! Dia lagi keluar akademi!" balas Galee meski hanya terdengar samar-samar, tetapi Aalisha tahu jika suara Galee itu sangatlah menyebalkan.

Lalu seorang murid laki-laki yang habis dari pelatihan pedang berteriak. "Galee, berhenti berbuat kekacauan atau kulaporkan kau pada profesor Rosemary!"

"Tidaaakkkk, jangan dia, aku takut." Maka hilanglah Orly nakal itu entah pergi ke mana.

Aalisha melangkah kembali, ia tak percaya jika ada Orly gila seperti itu. Sebenarnya Galee ini siapa? Lalu tuan Lance siapa? Terlalu banyak hal aneh di Eidothea yang belum Aalisha ketahui dan enggan ia ketahui saking malasnya dia.

Kini menaiki undakan tangga, dia menuju patung besar yang berbentuk kesatria dengan di pundaknya ada seekor burung elang. Aalisha mengucapkan kode atau kata kunci untuk membuka pintu yang mengarah pada ruangan profesor Eugenius. Jadi sebenarnya akses atau jalan ke kantor profesor Eugenius selalu berubah-ubah. Semester lalu mudah saja karena melewati pintu, kini berubah menjadi patung yang harus disebutkan kata kunci baru terbuka pintu rahasia di patung tersebut yang mengarah pada ruangan kantor profesor Eugenius. Aalisha curi-curi dengar, alasan akses ke kantor itu berubah-ubah karena memang profesor menyukai teka-teki. Jadi sebelum bertemu dengan profesor, harus membuat janji dahulu baru dituntun melalui cyubes di mana patungnya berada dan juga kata kuncinya.

"Alasan bodoh, bilang saja mau membuat muridnya susah."

"Siapa yang Anda katai bodoh, Nona Aalisha?" ujar tuan Tamerlaine yang menyambut kedatangan Aalisha. Orly itu mengenakan pakaian warna putih serta kacamata bulat.

"Ada seseorang yang mengacaukan toilet jadi kubilang dia bodoh." Aalisha pandai sekali mencari alasan.

"Begitu, aku pikir Anda mengumpat karena sulit menemukan ruangan ini," sahut tuan Tamerlaine.

Aalisha tersenyum tipis. "Tidak, mudah sekali menemukan ruangan ini."

"Begitu, baguslah. Sekitar dua tahun lalu. Akses kesini, para murid harus melewati ruangan yang terdapat seluncurannya, bahkan ada yang harus bermain catur magis dahulu dan ternyata di balik lawan main caturnya sebenarnya profesor Eugenius." Tamerlaine menjelaskan seraya menuntun Aalisha masuk ke dalam.

"Baiklah, kutunggu ke depannya bagaimana teka-teki untuk menemui profesor nantinya," sahut Aalisha tak habis pikir dengan keanehan di Eidothea ini yang berakar dari keanehan para penghuninya.

Berada di dalam ruangan ini, profesor Eugenius sedang berfokus pada buku yang sampulnya sudah tua, kacamatanya sedikit melorot, sementara tangan kirinya mengelus seekor kelinci putih. Bagaimana bisa makhluk menggemaskan itu ada di sana?

"Salam profesor Eugenius," ujar Aalisha seraya melakukan curtsy.

"Salam, senang bertemu denganmu Nona Aalisha," balas profesor Eugenius sambil menutup bukunya.

"Aku juga, jadi apa gerangan Anda memanggilku?" Aalisha sangat berharap jika pria itu tak membicarakan tentang kejadiannya dengan tuan Thompson lagi pula sudah beberapa hari berlalu.

"Akan langsung saja kukatakan, bagaimana dengan pihak keluarga De Lune, adakah permintaan dari keluarga itu pada Eidothea mengenai identitasmu?"

Syukurlah, ternyata membahas mengenai identitas Aalisha yang tidak boleh tersebar. "Dari rapat para Tetua, mereka sepakat untuk mencegah tersebarnya identitasku jadi beberapa hari ke depan mereka kemungkinan mengirim para Orly untuk mendeteksi masyarakat yang mendengar rumor tentang keturunan De Lune, jika rumor itu terdengar maka mereka segera memberantas akarnya. Lalu terkhusus Eidothea, permintaan mereka hanyalah agar Eidothea mengatur para muridnya untuk tidak menyebarkan identitasku bahkan pada orang rumah mereka. Hanya itu."

"Ah, baiklah sebenarnya aku juga mendapatkan surat itu dari perwakilan De Lune yang membahas semua yang kaujelaskan tadi," sahut profesor Eugenius.

"Kalau begitu mengapa Anda memanggilku kemari?" Sabar, dia harus sabar menghadapi pria tua ini.

"Ada hal lain yang hendak kubahas." Profesor Eugenius berdiri sambil menggendong si kelinci putih, ia mendekati Aalisha lalu diserahkan kelinci itu yang dengan senang hati Aalisha gendong. "Mengenai naga yang diberikan Kekaisaran Ekreadel, kautahu 'kan kalau aku menerima hadiah itu alasannya karena ada kau di sini?"

"Ya, lalu perlu kukoreksi bahwa namanya Aramis dan dia seekor Wyvern," sahut Aalisha.

"Ah ya benar, Howard juga melapor padaku kalau kau kesal karena orang-orang menganggap makhluk itu sebagai naga."

"Itulah gunanya pengetahuan," balas Aalisha.

"Berbicara mengenai Wyvern dan naga, apa alasanmu mengatakan bahwa Aramis adalah Wyvern?"

"Anda bertanya karena benar tak tahu?" balas Aalisha.

"Aku ingin mendengar pemahaman dari seorang De Lune, lagi pula tak masalah menambah ilmu dari mereka yang berbeda umur. Ilmu bisa datang dari siapa dan mana saja."

"Mudahnya naga memiliki empat kaki, sementara Wyvern memiliki dua kaki sedangkan dua lainnya bergabung langsung dengan sayapnya. Ukuran naga lebih besar dari Wyvern lalu para Wyvern lebih cepat terbang dari naga." Aalisha malas sekali menjelaskan panjang lebar. "Haruskah kutarik Anila Andromeda untuk menjelaskan? Karena sepertinya dia sudah membuat catatan ringkas dan padat mengenai para makhluk magis yang dapat terbang."

"Tidak perlu karena sepertinya akan jadi kelas yang panjang jika anak itu dipanggil kemari," ujar profesor Eugenius yang membuat Aalisha terkekeh.

"Anda barusan mengejeknya? Tak disangka, tapi perkataan Anda benar."

Profesor Eugenius hanya menanggapi dengan senyuman. Lucu sekali tawa gadis kecil yang bertampang dingin ini. "Nona Aalisha dikarenakan hanya kau satu-satunya keturunan De Lune, maukah kau sedikit lebih dekat dengan Aramis si Wyvern yang kauberi nama, mungkin dia lebih jinak jika bersama denganmu."

Aalisha menatap sinis lalu ia menghela napas. "Akan kuusahakan."

"Baguslah."

"Sekarang apa aku boleh pergi, kurasa kelas sejak tadi dimulai, aku pasti terlambat dan master Arthur akan mengamuk."

"Jangan takut, aku sudah mengirimkan surat pada Arthur jika kau akan terlambat karena ada urusan denganku." Profesor Eugenius berucap.

"Wah, bisa jadi kesempatanku untuk bolos." Aalisha asal menyahut, ia masih menggendong si kelinci putih yang tertidur lelap. "Jadi apakah ada yang hendak Anda bicarakan lagi? Aku benar-benar harus pergi."

Sedikit berpikir profesor Eugenius. "Aku punya pertanyaan sebelum kaupergi. Nona Aalisha, apa kau pernah bertemu dengan Wyvern atau naga sebelumnya?"

Senyuman Aalisha terukir jelas. "Menurut Anda dari mana pengetahuan didapatkan selain dari buku?"

"Pengalaman," sahut profesor Eugenius.

"Anda benar." Perlahan Aalisha membungkuk sebagai penghormatan. "Aku mohon undur diri, kelinci ini akan kutaruh di taman akademi."

Baru hendak berbalik, serta tuan Tamerlaine membukakan pintu. Profesor Eugenius berujar kembali. "Bagaimana rasanya menghadapi para makhluk terbang itu?"

"Sangat buruk," jawab Aalisha tanpa berbalik, "naga dan Wyvern hanyalah bagian kecilnya begitu pula Aramis. Paling aku ingat, aku pernah dibawa ke suatu wilayah penuh dengan air, kapal-kapal perang berukuran besar ada lebih dari sepuluh, tapi semuanya rata dan terombang-ambing di lautan hanya dengan satu serangan dari Elder Dragon."

"Semengerikan itu?" balas profesor Eugenius.

"Ya, kurasa ukuran naga itu hampir sebesar gunung." Aalisha lupa jenis naga yang dia lawan. "Sekali lagi, aku mohon undur diri."

"Satu lagi Nona Aalisha!"

Maka Aalisha hentikan lagi langkahnya, ia menghela napas. Bisa dilihatnya pula senyum tuan Tamerlaine yang menertawakan Aalisha. "Apalagi, Profesor?"

"Syukurlah kaukembali dengan selamat setelah melawan Elder Dragon itu, lain kali kau takkan dikirim ke situasi mengancam nyawa tanpa izinku dan Eidothea. Akademi ini selalu melakukan segala cara untuk melindungi para muridnya karena kalian adalah keluarga bagi Eidothea. Kemudian, selamat datang di semester dua. Semoga kausemakin betah tinggal di Eidothea."

Aalisha sudah lenyap dari balik pintu tanpa menyahut perkataan profesor Eugenius. Tuan Tamerlaine yang baru menutup pintu melirik pada profesor Eugenius, berkata lah Orly itu. "Kurasa dia masih sulit menerima akademi ini."

"Ya, aku tahu. Kebanyakan para murid bangga masuk Eidothea. Nona Aalisha memang agak berbeda, tetapi tak masalah. Dia butuh waktu, lagi pula dia masih muda dan umurnya masih panjang."

"Anda benar." Tuan Tamerlaine menaruh teko dan cangkir ke atas nampan. "Aku hendak bertanya. Benarkah Anda menerima Wyvern itu karena ada nona De Lune."

"Itu hanya dalih yang kukatakan pada para murid." Profesor Eugenius menuju jendela kemudian melihat para muridnya yang berkegiatan, ah dia lihat pula si Orly narsis yakni Galee.

"Alasan sebenarnya apa?"

"Ekreadel mencurigai kita karena kita sering terlibat dengan banyak hal yang tak bisa diselesaikan Kekaisaran serta ditutupi oleh mereka. Eidothea lahir dari tangan para Majestic Families tanpa campur tangan bangsawan dan Kekaisaran. Eidothea tidak bisa diikut campurkan dengan politik. Alasanku menerima Aramis ... si Wyvern karena aku ingin membuktikan bahwa Eidothea tidak bisa diremehkan. Ini adalah rumah bagi mereka yang menerima undangannya.

❝Rumah yang meskipun banyak keanehan di sini, tetapi menjadi tempat pulang paling tulus yang pernah ada di Athinelon.❞

****

Setelah menaruh si kelinci putih di taman dalam kastil akademi. Aalisha bergegas ke kelas Sihir dan Mantra Dasar yang berada di lantai tiga. Sungguh ia benci dengan infrastruktur kastil Eidothea terutama kelasnya yang selalu berpindah-pindah. Sesampainya di depan kelas dengan pintunya tertutup, dia yakin jika praktikum sihir sudah dimulai karena instruksi semalam yang dikirim ke cyubes pada kelas hari ini akan ada praktik sihir.

Setelah mengetuk pintu. Aalisha masuk ke dalam ruangan kelas yang seperti panggung teater dengan tribune yang bisa menampung hampir 300 murid. Ah, dia masih tak habis pikir karena master Arthur bisa mengajar murid sebanyak ini dan tidak kewalahan.

"Baiklah, kita akan langsung mulai praktik Mantra Penyegelan ...."

"Permisi Master Arthur, maaf mengganggu Anda," ujar Aalisha yang langsung jadi pusat perhatian satu kelas. "Bolehkah aku bergabung kurasa Anda telah menerima surat dari profesor Eugenius. Itulah alasanku terlambat."

Master Arthur sepertinya semakin diberi berkah ketampanan para Dewa. Ia juga mengenakan pakaian yang sangat rapi dan mewah, kemungkinan dia membeli pakaian itu di butik ternama atau butik langganan profesor Rosemary. Meskipun ia tampan di mata banyak orang, tetapi Aalisha tetap tak suka padanya terutama jika tahu sifatnya yang kejam. "Ya, aku sudah mendapatkan suratnya. Silakan bergabung dan cari tempat dudukmu Nona Aalisha."

"Terima kasih," balas Aalisha langsung melenggang pergi. Tadi master Arthur tersenyum? Mengapa dia tersenyum, sialan sekali, Aalisha benci pria itu.

Ia menaiki undakan tangga, beruntung sekali ada manusia seperti Anila Andromeda jadi Aalisha tak perlu susah payah mencari tempat duduk seolah para murid tahu jika di sebelah Anila selalu Aalisha.

"Mari kita lanjutkan lagi. Di atas meja kalian sudah ada boneka yang akan jadi objek yang disegel, kemudian aku memerlukan relawan untuk membantuku jadi kupilih salah satu dari kalian. Bagaimana kalau ... Nona Aalisha saja, tolong kemari dan bantu aku." Senyum master Arthur terukir sangat lebar.

Sementara itu satu kelas langsung melirik pada Aalisha kemudian beralih pada master Arthur. Apakah barusan master mereka itu mengibarkan bendera perang dengan keturunan De Lune? Padahal Aalisha baru saja naik tangga, belum duduk di kursinya, tetapi sudah dipanggil lagi!

Lekas Aalisha berbalik kemudian menatap sinis pada Arthur. "Maaf barusan apa yang Anda katakan?" Sengaja Aalisha berucap begitu, berharap jika Arthur mengubah perkataannya atau pria itu sengaja mempermainkan Aalisha?

"Kubilang turun ke bawah, bantu aku jadi relawan untuk praktik sihir penyegelan. Apakah kurang jelas?"

Satu kelas bisa merasakannya, aura seram terpancar dari diri gadis De Lune itu. Beberapa dari mereka merinding. Aalisha pun berujar, "aku baru naik ke atas, bahkan belum duduk dan Anda menyuruhku turun lagi ke bawah?!"

"Kalau begitulah duduklah dulu, lalu langsung berdiri dan turun ke bawah untuk membantuku."

Aalisha sudah mengepalkan tangannya, ia kesal sekali. "Kenapa aku, ada 300 manusia di sini, mengapa tidak yang lain."

"Karena aku mau kau yang jadi relawan untuk membantuku," balas Arthur dengan enteng.

"Yang lain saja!"

"Harus kau Nona Aalisha."

"Master Arthur. Apa Anda sedang bercanda denganku?" Makin saja para murid terdiam karena melihat keturunan De Lune serta master Eidothea saling berseteru.

"Cepatlah turun, waktu kita tak banyak," balas Arthur.

Hampir saja Aalisha meledak, tetapi dia tahan karena dia tahu bahwa para Dewa akan sayang pada makhluknya yang sabar. Maka lekas ia turun dengan menatap tajam pada Arthur. "Lain kali, aku takkan sabar."

"Terima kasih!" balas Arthur, "jadi Aalisha akan membantuku untuk mencontohkan teknik penyegelan tingkat paling dasar dan mudah. Untuk seluruh murid silakan ambil boneka kalian masing-masing kemudian perhatikan contoh di depan."

Arthur mengambil boneka yang seukuran lengan orang dewasa, boneka terbuat dari kayu. Kemudian diletakkannya di meja, dekat dengan Aalisha. "Menggunakan teknik penyegelan seperti yang kujelaskan sebelumnya haruslah fokus dan neith juga stabil agar hasilnya sempurna. Lalu mengetahui nama mantranya dan penyebutannya juga harus benar. Akan kucontohkan, lalu nama mantranya adalah Corri Siggilum."

Muncul pentagram sihir yang kemudian tali-tali terbuat dari neith berwarna senada dengan pentagram sihir langsung mengikat boneka kayu tersebut.

"Ini adalah teknik paling dasar. Bisa digunakan untuk menyegel binatang, tetapi masih binatang kecil seperti kucing, kelinci, anjing, jika yang lebih besar haruslah teknik segel lain. Apa kalian paham?"

"Paham Master!!" teriak para murid serempak.

"Bagus. Sekarang, Nona Aalisha silakan praktikan seperti yang kucontohkan tadi, segel boneka kayu ini, rapalkan mantranya dengan benar dan nyaring agar yang lain dapat mendengarnya." Master Arthur menyudahi sihirnya.

Aalisha menatap boneka kayu di atas meja. Sesaat terlintas sesuatu di pikirannya. Ia hendak balas dendam pada Arthur. Maka ia memunculkan pentagram sihir berwarna biru kemudian tali-tali biru dengan mudahnya mengikat boneka tersebut. "Sudah."

Kelas hening. Apakah baru saja gadis itu menggunakan sihir tanpa rapalan mantra?

"Nona Aalisha, kubilang rapalkan mantranya!" ucap Arthur.

"Aku bisa menggunakan teknik ini tanpa rapalan mantra," balas Aalisha sombong. "Kenapa harus susah payah merapalkan mantranya?"

"Ya karena aku memintamu mencontohkan untuk para murid! Karena itu rapalkan mantranya! Mereka belum seahli dirimu menggunakan teknik penyegelan!" Arthur menyudahi sihir milik Aalisha.

"Bilang sejak awal, baiklah akan kuulangi," balas Aalisha tersenyum tipis. Dia masih belum puas balas dendamnya. "Corri Siggilum."

Kali ini suaranya terdengar lantang, lalu pentagram sihir biru muncul kemudian tali-tali segera melilit boneka tersebut. Arthur bersyukur karena Aalisha melakukannya dengan benar, tidak ada kegaduhan yang diperbuat gadis itu. Benarkah?

"Parvis." Suara Aalisha terdengar yang seketika boneka kayu tersebut tertusuk salah satu tali yang setajam besi kemudian terbakar, hanguslah boneka itu menjadi abu.

Arthur membulatkan matanya, ia melihat senyuman Aalisha yang terukir seperti iblis licik. "Kenapa kau bakar, Aalisha De Lune!"

"Aku tak biasa menyegel sesuatu begitu saja tanpa kulenyapkan lagi pula bukankah lebih efektif jika ada teknik penghancurnya juga?"

Kini Arthur paham jika gadis ini sengaja mengacau sebagai balas dendam. "Nona Aalisha silakan kembali ke tempat dudukmu."

"Bagus sejak awal kakiku sudah pegal, lalu mana kata terima kasihnya bukankah aku jadi relawan yang baik?" Ia berbalik lagi menatap Arthur.

"Aku kurangi kau 30 point karena berbuat kekacauan di kelasku dan tak mengikuti instruksi dariku," sahut Arthur.

Mendengar pengurangan poinnya, sungguh membuat mata Aalisha membulat, tetapi dia malas untuk melawan lagi jadi dengan perasaan kesal dia segera menaiki tangga kemudian duduk di sebelah Anila.

Kelas kembali dilanjutkan, para murid mulai mencoba teknik penyegelan. Arthur awalnya berpikir jika para muridnya akan banyak yang gagal, tetapi mereka malah berhasil. Bahkan beberapa murid yang susah dalam teknik sihir juga mudah sekali menggunakan sihir penyegelan dasar ini. Lalu beberapa murid yang sudah berhasil mencoba teknik yang Aalisha lakukan tadi. Sungguh di luar dugaan mereka semua kebanyakan berhasil sehingga boneka-boneka kayunya terbakar dan menjadi abu. Saat itu senyuman para murid terukir. Sementara Arthur tidak bisa berkata-kata entah ini keajaiban atau para murid itu tak mau kalah dari si kecil De Lune.

"Dia lebih baik menyembunyikan identitasnya," gumam master Arthur.

****

Kelas berakhir dengan mendapatkan tugas mencari satu mantra penyegelan tingkat bawah karena minggu depan ada praktik lagi. Kelas tadi menjadi kelas terakhir pada hari ini jadi Aalisha dan lainnya berniat pergi ke kantin rumah pohon sebelum kembali ke asrama. Kennedy terlihat sangat mengantuk, kakinya terasa berat, dia terlalu banyak mengeluarkan neith demi mencapai hasil yang sempurna ketika praktik sihir tadi. Sudah bukan rahasia lagi kalau Kennedy lebih ahli pedang dibandingkan sihir. Di sisi lain Gilbert merasa tubuhnya sakit, dia sama pula kelelahan karena beberapa kali gagal menggunakan teknik penyegelan, untungnya di menit-menit terakhir dia berhasil.

"Apa semua murid berniat ke kantin rumah pohon," ujar Mylo karena saking banyaknya murid di koridor ini.

"Mungkin, cuaca hari ini sangat panas," balas Frisca yang sudah melepaskan jubahnya dan dimasukkan ke dalam invinirium.

"Apa yang kau baca?" ucap Gilbert melirik pada Aalisha.

"Buku."

"Aku tahu itu! Buku tentang apa---" Gilbert menabrak punggung murid lain yang berhenti dadakan. Ia memekik karena hidungnya jadi sakit, lalu dia tersadar jika sepatunya menginjak genangan air.

"Apa ini, kenapa lantainya basah," ujar Anila, "lalu kenapa tiba-tiba semuanya berhenti, apa yang terjadi di sana?"

Mylo mengedikkan bahu seraya berjinjit untuk melihat apa yang membuat para murid jadi berhenti. "Entahlah, tetapi ada sesuatu yang mencolok di sana. Kalian lihat, pakaiannya sangat warna-warni."

Aalisha mengalihkan fokusnya dari buku ke kerumunan para murid. Bisa terdengar suara di dekat kerumunan itu, suara yang cempreng seolah penyanyi gagal mencapai nada tinggi, sungguh jelek dan payah.

"Tak ada yang boleh lewat sebelum berhasil menjawab teka-teki dariku!" Makin saja terdengar lantang suara cempreng itu.

"Oh ayolah! Biarkan kami lewat, lagi pula kami tak mau mendengarnya!" sahut salah seorang murid perempuan yang berasal dari angkatan tahun kedua.

Si suara cempreng terdiam setelah mendengar perkataan itu. Perlahan dia diam, mengepalkan kedua tangannya kemudian ia berteriak sangat kencang yang membuat kepalanya seolah membesar serta ia menyemburkan api. "TAK ADA YANG BOLEH LEWAT SEBELUM MENJAWAB DENGAN BENAR!"

"Gila, apa-apaan itu!" sahut Gilbert merasa telinganya tuli sebelah.

"Siapa dia? Apa itu Orly?" timpal Kennedy.

"Ya dia Orly," sahut murid berambut pirang yang sedang menggigit buah apel. "Namanya Galee Ginan. Kalian harus berhati-hati terhadapnya, dia sangat nakal dan suka mengganggu, dia bahkan tak pandang bulu. Setiap candaannya kadang terlewat batas hampir seperti perundungan."

Mereka menatap kembali pada si Orly yang tengah melayang itu. Galee Ginan atau dipanggil Galee adalah Orly yang suka mengacau, mengganggu, menakut-nakuti, bahkan parahnya merundung penghuni Eidothea terutama murid-muridnya. Galee umurnya sudah sangat tua seperti wajahnya. Ya, lihatlah Galee yang wajahnya seperti orang tua, agak lonjong kepalanya, hidung panjang dan bengkok, kulit cokelat keriput, ada freckles di sekitar hidung dan pipi, giginya agak kuning, rambut panjang diikat, tubuhnya cebol dan gemuk. Dia mengenakan pakaian bangsawan kuno dengan warna yang mencolok.

"Kenapa dia baru muncul, tidak dari awal semester?" tanya Anila.

"Aku dengar dari kakak tingkat, Galee dikirim profesor Eugenius berlibur. Sengaja agar tidak menakut-nakuti murid baru. Katanya pernah ada kejadian murid baru keluar dari Eidothea karena takut dengan Galee. Jadi kurasa liburannya sudah selesai," jelas murid itu.

Suara Galee terdengar lagi. "Jadi tebaklah kalian semua jika bisa kubiarkan kalian lewat. Apa yang jatuh dari langit dan membuat pakaian basah? Ayo tebaklah."

Para murid itu terdiam, mereka pikir akan ada teka-teki yang bermutu dan sangat sulit, nyatanya bukan bahkan anak kecil lebih baik lagi memberikan tebak-tebakan. "Kami tahu jawabannya."

"Apa itu?"

"Hujan!!" teriak para murid serempak.

"Bodoh," gumam Aalisha. Waktunya banyak terbuang hanya karena Orly aneh itu.

"Jawaban kalian salah!!" teriak Galee sangat kencang.

"Kau yang bodoh! Jawabannya benar kok, hujan, memangnya apa lagi?!" sahut salah seorang murid yang sudah kesal setengah mati.

"Jawabannya adalah air yang Galee siramkan ke kalian semua!" Maka tanpa aba-aba, Galee memunculkan pentagram sihir yang sukses melalui pentagram itu turunlah air bah ibarat air terjun yang langsung menimpa seluruh murid di sana hingga pakaian mereka basah kuyup. "Kasihan, kalian basah! Basah! Bukankah senang karena kalian tak merasa panas lagi! Basah, basah, basah!"

Murid-murid jadi kesal, tak disangka jika Galee akan melakukan hal ini. Sialan sekali Orly itu! Semua murid benar-benar basah, begitu pula gadis kecil yang menatap bukunya yang ikutan basah. Kini beberapa pasang mata menyadari jika ada gadis itu di antara mereka.

"Aalisha," ucap Anila terbata-bata karena merasa jika gadis itu akan meledak.

Suara tawa Galee masih terdengar, dia bahkan terpingkal-pingkal saking lucunya para murid itu. "Kasihan, kalian seperti habis tercebur ke kolam sampai basah kuyup."

Aalisha mendongak, ia tak marah atau berusaha untuk sabar? Maka dengan tidak mempedulikan tawa Galee, gadis itu melangkah, menembus kerumunan para murid yang saling berbisik karena baru sadar jika di antara mereka ada keturunan Majestic Families. Anila tahu jika Aalisha tak mau berlama-lama di sini, jadi ia beri kode pada Mylo dan lainnya jika mereka harus segera pergi dari sini. Harusnya begitu, tetapi tawa Galee malah tak terdengar, Orly itu menghilang kemudian muncul tepat di hadapan Aalisha.

"Belum boleh pergi!" ucap Galee.

"Teka-teki bodohmu sudah terjawab, jadi enyahlah!" balas Aalisha yang kini suasana horor menguar. Apakah Galee tak tahu jika Aalisha adalah keturunan Majestic Families?

"Tak mau, tak mau, terkhusus untukmu, kau harus menjawab teka-teki lagi!"

"Aku tak mau, enyah dariku atau kupanggil tuan Lance untuk menyeretmu pergi dari sini!" Beberapa murid ada yang mengerti maksud Aalisha, ada pula yang tidak jadi mereka berbisik dan mempertanyakan siapa tuan Lance.

"Tidaakkkk! Aku takut padanya! Dia seram dan mengerikan, pemarah juga!" Langsung saja Galee ketakutan, badannya gemetar. "Tolong jangan panggil dia!" Lekas dia bersujud di hadapan Aalisha seolah-olah ia sangat bersalah terlebih tubuhnya gemetaran.

"Kalau kau tak mau kupanggil tuan Lance, jadi menyingkirlah!"

"Akan kulakukan, akan kulakukan. Namun, sebelumnya aku punya hadiah untukmu!" Tanpa peringatan, Galee Ginan langsung berdiri dengan tangan di depan mulut kemudian dia meniup kencang telapak tangannya yang ternyata berisi serbuk berwarna merah muda yang sukses mengenai wajah Aalisha sehingga wajahnya jadi berwarna merah muda, ia perlu menyeka area matanya karena serbuk itu ada sedikit masuk ke mata Aalisha.

"Merah muda! Wajahmu merah muda! Ha ha ha! Dah, sampai jumpa lagi, Yang Mulia De Lune!" teriaknya lalu terdengar bunyi pop maka menghilanglah Orly itu.

"Aalisha," panggil Mylo yang kini di samping Aalisha. Suara kekehan terdengar, ia tak bisa menahan tawanya. "Maaf atas ketidaksopananku, tapi wajahmu jadi merah muda."

Berbeda dengan Mylo yang masih merasa tak enak. Gilbert malah tertawa kencang yang disusul Frisca. Mereka benar-benar puas tertawa, sementara itu Kennedy terkekeh kecil. Bagaimana dengan Anila? Dia juga tertawa saking wajah Aalisha lucu.

"Sialan Orly itu berani sekali, tapi ini benar-benar lucu," ujar Gilbert di sela-sela tawanya.

"Aalisha, kau harus melihat wajahmu di cermin. Galee itu sangat gila, tapi ini lucu sekali." Frisca sampai meneteskan air mata.

"Aalisha maaf aku tertawa, tapi aku tak bisa menahannya." Anila menyerahkan handuk yang dia ambil dari dalam invinirium-nya. "Ini, gunakan handuk kecilnya."

Aalisha menerima handuk itu, lalu dia bersihkan wajahnya meski tak benar-benar bersih. "Tertawalah sepuas kalian. Orly itu benar-benar gila, lain kali akan kuminta Aramis membakarnya."

"Duh, tak bisa kubayangkan bagaimana Aramis melawan Galee," sahut Mylo. Mereka mulai melangkah kembali. "Jadi kita tetap mau ke kantin rumah pohon dalam keadaan kacau begini?"

"Aku iya!" teriak Gilbert, "aku tak peduli pandangan orang-orang. Malah kuharap Galee ke kantin dan mengacau di sana!"

"Aku juga, aku benar-benar ingin camilan," timpal Frisca.

"Aku ikut mereka," kata Kennedy, "kalian bagaimana?"

"Aku langsung kembali ke asrama, wajahku benar-benar kacau," sahut Aalisha. Lagi pula apa mereka tak kedinginan pergi dalam keadaan pakaian basah? "Kalian berdua ikut mereka saja."

"Aku akan kembali juga," sahut Mylo yang bersin-bersin. "Tak nyaman pergi dalam keadaan basah!"

"Aku dengan mereka," ucap Anila yang lekas berada di samping Aalisha. "Kurasa dia harus dijaga, takut jika Galee muncul lagi dan kebakaran terjadi."

"Terserah padamu," sahut Aalisha.

"Baiklah, kami akan bawakan kalian minuman dan kue!" teriak Frisca kemudian menyusul Gilbert dan Kennedy.

Tersisalah mereka bertiga yang hendak kembali ke asrama. Sengaja menggunakan jalur koridor yang sepi agar tidak bertemu banyak murid, Aalisha enggan jadi pusat perhatian karena wajahnya berwarna merah muda. Melewati taman dalam akademi, mereka berhenti karena ada seseorang yang mereka kenal di sana, profesor Ambrosia bersama dengan Lilura yang sedang menikmati teh hangat mereka. Meja putih bundar dengan tiga kursi di sana. Mengapa tiga kursi?

"Salam Profesor," sapa Anila yang mendapatkan senyuman cantik dari Ambrosia.

"Salam, ternyata kalian bertiga, tak kusangka kita akan bertemu. Kemarilah," ujar profesor Ambrosia jadi Anila dan Mylo pergi mendekat, sementara Aalisha terpaksa ikut juga.

"Apa Profesor sedang pesta minum teh, hanya berdua saja?" tanya Anila agak tak yakin karena ada tiga kursi dan tiga cangkir.

"Oh tidak, tadi ada---"

"Kenapa kalian basah kuyup," ucap Lilura, "terutama kau Nak, kenapa wajahmu merah muda? Lucu sekali."

Aalisha membalas dengan senyuman tipis. Mylo menjawab, "kami diganggu oleh Orly bernama Galee."

Kini mereka bertiga terdiam ketika tercium bau parfume yang wangi dan tak menyengat, sehingga membuat mereka tak bosan mencium bau parfume itu. "Galee itu memang nakal, sebisa mungkin jangan terlibat atau meladeninya, dia sulit dikontrol."

Profesor Rosemary, wanita cantik itu duduk di kursinya kemudian meraih cangkir. Jadi teman minum teh profesor Ambrosia dan Lilura adalah Rosemary. "Halo kalian, lalu Nona Aalisha, senang bertemu denganmu."

Senyuman kecil Aalisha terukir. Ia lekas melakukan curtsy. "Senang bertemu dengan Anda juga, Profesor Rosemary."

"Wajah merah mudamu, apa karena perbuatan Galee?" tanya Rosemary.

"Iya."

"Orly biadab, dia bahkan mengganggumu, jika dia keterlaluan panggil saja tuan Lance atau laporkan padaku," ujar Rosemary.

Profesor Ambrosia menyahut, "tuan Lance itu Orly juga, dia sangat seram dan pemarah, Galee takut padanya. Lalu Galee juga takut pada Rosemary, jangan sungkan kalian melapor kalau Orly itu melewati batas."

"Aku lebih menyarankan untuk langsung memberi pelajaran pada Galee seperti bakar dia, tusuk, atau lempar ke danau kemudian bekukan." Lilura ikutan menyahut.

"Akan kami ingat," ujar Mylo.

"Terima kasih atas sarannya," sahut Anila.

"Aku setuju dengan Nona Lilura," balas Aalisha.

"Kita memang sehati Nak," jawab Lilura tersenyum simpul.

"Dasar kalian berdua." Profesor Ambrosia geleng-geleng kepala.

"Oh ya Nona Aalisha, apa kondisimu sudah baik?" tanya Rosemary.

"Jika Anda bertanya pasal keadaanku karena kejadian waktu itu, aku sudah lebih baik." Tak ia sangka kalau profesor Rosemary menaruh perhatian pada Aalisha.

Florence Tennyson Rosemary, sering dipanggil para murid dengan nama Profesor Rosemary. Di luar dari pekerjaannya sebagai pengajar di Eidothea. Profesor Rosemary adalah satu-satunya putri dan anak kedua dari keluarga Bangsawan Rosemary yang memiliki gelar Duke sehingga memiliki beberapa wilayah kekuasaan. Keluarga yang punya militer serta aktif dalam peperangan maupun penaklukan zero domain, punya hubungan spesial dengan Kekaisaran karena keturunan bangsawan Rosemary sering menjadi Pahlawan Perang, kemudian bangsawan ini juga dekat dengan Majestic Families.

Kakak Profesor Rosemary adalah laki-laki yang sudah menikah dan kelak akan jadi Kepala Keluarga selanjutnya, meskipun begitu Profesor Rosemary tetaplah memiliki derajat atau kedudukan yang tinggi karena keluarga ini sangat menghormati dan menjunjung tinggi derajat perempuan. Hal ini juga karena darah terkuat leluhur mereka mengalir di darah para keturunan perempuannya jadi tak mengherankan jika perempuan lahir dari keluarga bangsawan Rosemary jauh lebih kuat dibandingkan laki-laki, terutama karena salah satu Pahlawan Perang terhebat pada masanya adalah nenek buyut dari Profesor Rosemary. Jika pernah mendengar tentang Pahlawan Perang Wanita yang mengenakan gaun di medan perang serta memimpin pasukan, ya wanita itu adalah keturunan bangsawan Rosemary. Sangat kuat bukan? Kapan lagi berperang dengan mengenakan gaun. Pernah pula Aalisha dengar kisah salah satu pahlawan perang wanita memimpin perang melawan bangsa iblis dalam keadaan hamil tiga bulan. Sungguh sulit dipercaya, tetapi dalam sejarah tertulis kenyataannya.

Di Eidothea, profesor Rosemary sangatlah kuat sampai bisa mengalahkan profesor Reagan dan juga master Aragon. Dia sering dibandingkan dengan master Arthur, entah dari segi teknik berpedang dan sihir, tapi tak pernah ada pertarungan langsung antara keduanya.

"Setahuku profesor Rosemary lebih tua dari profesor Ambrosia dan Owen, tapi wajahnya benar-benar awet muda. Kira-kira dia seumuran siapa ya? Kalau Kepala Keluarga Majestic Families bukankah terlalu tua," batin Aalisha menatap interaksi antara profesor Rosemary dengan Anila sementara Mylo diajak mengobrol dengan Lilura yang mengundang tawa Ambrosia karena Mylo masih takut dengan Lilura.

Profesor Rosemary dirumorkan belum ada keinginan melangsungkan pernikahan meski ada ratusan pria sudah melamarnya. Ia juga juga sering menolak undangan perjodohan dan menghilang dari acara bangsawan. Tak ada yang berani menentangnya karena tahu kemampuan wanita itu. Keluarganya pula tidak pernah memaksanya saking ia dicintai. Kemudian berbeda dengan keturunan sebelumnya---kebanyakan bekerja dalam dunia bisnis dan militer---profesor Rosemary satu-satunya yang terjun ke dunia pendidikan dan mengajar di Eidothea. Katanya dia punya alasan tertentu mengajar di Eidothea, entah apa itu.

Ah, selain itu perlu diketahui jika profesor Rosemary adalah Kepala Asrama Gwenaelle. Sudah ditebak alasan dia menjadi Kepala Asrama. Lalu Rosemary populer tidak hanya di asrama Gwenaelle, tetapi hampir seluruh kalangan murid. Kemudian para murid jika bertemu dengan profesor Rosemary, mereka sebisa mungkin menjaga tingkah karena amarah profesor Rosemary benar-benar mengerikan. Ada yang menggambarkan jika amarahnya mampu memenggal kepala para muridnya tanpa belas kasihan---sungguh sangat hiperbola---tetapi pastinya jangan membuat wanita itu marah jika ingin hidup tenang. Kalau bertanya tentang siapa Wakil Kepala Asrama Gwenaelle, dia lelaki bernama Davidge Max Narman. Satu angkatan dengan Damien serta mereka terkadang bersaing. Apakah semua murid di Gwenaelle suka bersaing? Tidak heran Athreus begitu.

"Kalau begitu kami izin pamit hendak kembali ke asrama." Perlahan Anila membungkuk sebagai tanda penghormatan, disusul Mylo seraya berpamitan juga.

"Sampai bertemu lagi Profesor Rosemary, Nona Lilura, dan Profesor Ambrosia," ujar Aalisha. Mereka bertiga pun pergi dari sana.

"Jadi gadis kecil itu adalah penyelamatmu Ambrosia?" ujar Rosemary setelah kepergian ketiga muridnya.

"Ya, tak kusangka dia seorang De Lune, lalu aku banyak berutang budi padanya," balas Ambrosia.

"De Lune ... mengingatkanku pada pria bodoh yang berani-beraninya mencampakkanmu. Andai aku bertemu dengannya, pedangku sudah siap siaga menusuk jantungnya." Senyuman profesor Rosemary terukir begitu indah.

"Bisa jangan bahas dia." Ambrosia sudah mencengkeram gaunnya. Wajahnya agak memerah.

"Aku masih tak habis pikir, mengapa kaubisa suka pada pria yang lebih-muda-darimu? Lalu mengapa tak kautampar saja dia ketika dia mencampakkanmu hari itu." Masih saja profesor Rosemary menggoda Ambrosia.

"Rosemary, tolong jangan bahas dia!" sahut Ambrosia, "lagi pula dia De Lune."

"Baiklah." Setuju profesor Rosemary kemudian berujar, "berbicara tentang Aalisha. Menurutku dia gadis yang imut, aku tak sabar untuk mengajarinya di kelas dua nanti."

"Sayangnya belum, aku yang masih mengajarinya," balas Ambrosia cepat.

"Wah, wah, apakah kini kita bersaing memperebutkan gadis kecil itu?" Rosemary menatap tajam. "Kau tak mau berbagi?"

"Kurasa kita bisa bersaing, lagi pula aku lebih dekat dengannya," sahut Ambrosia.

"Mari kita lihat ke depannya akan bagaimana," balas Rosemary.

Sementara itu Lilura hanya menatap secara bergantian, menatap aneh pada kedua manusia itu. Dia pun bergumam, "kalian memperebutkan gadis De Lune yang psikopat dan gila itu, sialan manusia memang makhluk yang aneh." Sepertinya yang paling waras di sini hanyalah Lilura? Benar 'kan?

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

Maaf baru bisa update karena banyak kesibukan di rl^^

Kita mulai kehidupan di Eidothea. Kalian sudah ketemu karakter baru seperti Galee Ginan si Orly gila dan nakal, bakal se-menyusahkan apa yah sifatnya nanti. Kalian juga sudah bertemu Aramis, bakal jadi bestie-nya Aalisha nih kwkw

Ada yang kaget, Owen lebih muda dari profesor Ambrosia? Tenang aja kok, umur mereka nda tarpaut jauh banget

Like dan komen^^

Prins Llumière

Minggu, 08 Oktober 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top