Chapter 03
Halo para Arcaners, Prins Llumière kembali^^
Sudah siap? Siap sakit kalau baca cerita ini~ Happy reading
****
"YANG MULIA DE LUNE, TUAN HARPER. BERPEGANGAN AKAN ADA BENTURAN!"
Seketika suara benturan keras terdengar bersamaan kereta kuda yang bergetar hebat serta ringkikan para kuda yang terdengar menggelegar karena terkejut dan ketakutan.
"Sial apa yang terjadi," ucap Aalisha, hampir saja kepalanya terbentur ke dinding kanan kereta ini.
"Apa yang terjadi di luar sana!" ucap tuan Thompson.
Suara ringkikan kuda terdengar kencang, kemudian laju kereta ini juga bertambah, tetapi tidak bergerak dengan terkendali karena tercipta benturan lagi akibat roda kereta menghantam bebatuan dengan paksa bahkan melewati jalan yang tidak rata. Aalisha berdiri dari tempatnya duduk, sambil menyeimbangkan tubuh, dia melihat keluar jendela. Sungguh terlihat melalui manik matanya, barusan melintas dengan cepat, serangan sihir berwarna hitam yang semakin membuat kuda-kuda panik bahkan kusir kudanya jadi panik pula karena harus menenangkan mereka serta mengendalikan kereta ini agar tidak terbalik dan keluar dari jalan.
"Yang Mulia, sepertinya kita diserang," ucap tuan Thompson. Dia perlu berpegangan pada langit-langit kereta karena getaran terjadi lagi akibat kereta yang terus bergerak dengan cepat. Ia mendengar pula kusir kuda yang berteriak dan meminta maaf karena harus menambah kecepatan kereta ini.
"Diserang! Tunggu, Anda dengar sesuatu? Ada suara langkah kaki kuda lagi!" Aalisha lekas melongokkan kepalanya, lalu menatap belakang kereta yang bergerak begitu cepat, kepalanya sempat terbentur karena roda kereta berjalan di bebatuan cukup besar. Mengumpat lah gadis kecil itu, sambil memegangi kepalanya, lumayan sakit! Semakin saja dia mengumpat serta matanya membulat ketika tak jauh dari kereta ini, dia melihat dua ekor kuda yang mencongklang.
Dua ekor kuda itu tidak bisa disamakan dengan kuda biasa. Mereka kemungkinan binatang magis karena bentuknya saja sudah cukup aneh dan mengerikan, kulit hampir hitam semua, lalu ada cahaya ungu begitu pula matanya.
"Kuda jenis apa itu?!" teriak Aalisha sambil menatap tuan Thompson kemudian beralih kembali menatap kedua kuda yang hampir dekat dengan kereta mereka.
Lekas tuan Thompson menengok keluar. Dua ekor kuda bergerak begitu cepat, tubuhnya berlapis neith berwarna ungu menyala. Kuda-kuda itu tak memiliki penunggang. "Oh gawat, itu monster, Yang Mulia. Siaghios, jenis monster kuda yang digunakan para iblis berkendara."
Monster? Sial ini di luar ekspektasi Aalisha! Bagaimana bisa monster aneh itu tiba-tiba mengejar mereka.
"Serangan lagi!" teriak Aalisha.
Begitu cepat serangan sihir berupa sihir pembunuh mengarah pada mereka. Namun, tergagalkan karena tuan Thompson lebih dulu menggunakan sihirnya untuk menangkal kemudian detik itu pula, ia menyerang balik hingga mengenai kedua kuda yang terdengar ringkikan rasa sakit mereka. Asap hitam mengepul di sana sementara kereta kuda ini terus bergerak.
"Lekas, semakin percepat keretanya! Kita harus kabur dari mereka!" teriak tuan Thompson mengomando pada kusir kuda yang langsung memacu kedua kudanya agar semakin cepat lagi.
"Sihir itu," ujar Aalisha, "serangan sihir itu bukan berasal dari kedua kudanya. Namun, dari makhluk aneh yang menunggangi kedua kuda itu."
Langsung terdiam membisu tuan Thompson. Diperhatikannya gadis kecil ini, sesaat ada sesak menyeruak ke dadanya, tangan tuan Thompson mengepal, hampir ia menangis, tetapi ditahannya sebisa mungkin. "Anda bilang apa tadi?"
Aalisha bingung, kenapa malah bertanya lagi? Mengapa pula tuan Thompson jadi terdiam begitu dan euforia di kereta ini jadi sendu?!
"Anda kenapa?" balas Aalisha.
Terdistraksi dirinya karena mendengar ringkikan kuda Siaghios lagi. Ia lekas melongokkan kepalanya, lalu melihat kedua kuda keluar dari kepulan asap hitam kemudian mencongklang lebih cepat dari sebelumnya, bersamaan makhluk yang menunggangi kuda tersebut. Ya, makhluk aneh tanpa wajah yang hendak melakukan serangan sihir lagi.
"Tuan Thompson, monster itu kembali mengejar kita---sebenarnya Anda kenapa?"
"Yang Mulia, Anda serius bisa melihat penunggang kudanya?" ujar tuan Thompson.
"Jelas aku melihatnya, kalau tidak, bagaimana bisa kedua kuda itu mengejar kita. Pasti ada penunggangnya 'kan!" Oh Dewa hendak sekali Aalisha menjerit karena tuan Thompson malah bertanya hal tak penting! Jika terus begini, mereka akan mati menjadi santapan kuda tunggangan iblis atau parahnya jatuh ke jurang dan mati!
Lagi pula, hal biasa 'kan, seseorang menunggangi kuda? Maksudnya pasti terlihat penunggang kudanya atau jangan katakan jika hanya Aalisha saja yang melihat penunggang kuda itu?
"Memangnya hanya aku yang melihat penunggang kudanya? Anda tidak?" Terlintas pertanyaan itu begitu saja karena ekspresi dan reaksi aneh tuan Thompson.
Tuan Thompson berujar pelan. "Apa Anda tak tahu jenis makhluk apa mereka berdua?"
"Tidak semua jenis makhluk magis aku ketahui," balas Aalisha.
Siaghios adalah makhluk menyerupai binatang kuda yang dikategorikan sebagai binatang magis jenis monster karena Siaghios dapat memakan manusia serta binatang lain. Monster itu juga menjadi tunggangan para bangsa iblis, sangat patuh pada mereka, serta membenci makhluk selain para Iblis. Siaghios biasanya memiliki kulit hitam, terkadang diberi lapisan baja, zirah, atau armor, kemudian kulitnya berlapis neith berwarna ungu.
Kekuatan dari monster ini adalah sihir yang menambah kecepatan dan ketahanan fisik. Jika Siaghios sudah cukup tua, mereka juga mampu terbang. Kemudian mereka bisa berkomunikasi dengan Siaghios lain di jarak yang cukup jauh, seperti telepati. Lalu monster kuda ini mampu tidak makan dan minum selama berbulan-bulan lebih. Serta penyembuhan yang cepat jika terluka bahkan terkena serangan fatal sekali pun. Namun, selama sebulan, ia harus memakan satu makhluk hidup seperti manusia atau ras lain dan meminum darah mereka. Hal ini dilakukan untuk menambahkan atau meningkatkan neith serta untuk umur panjang.
"Makhluk yang menunggangi Siaghios itu disebut Yahua. Mereka adalah salah satu jenis iblis kategori hantu, biasanya mereka menunggangi Siaghios karena para Yahua sering menjadi prajurit di medan perang."
"Lalu apa masalahnya?" Aalisha menatap sinis pada tuan Thompson.
"Dikarenakan iblis ini kategori hantu, maka tak semua makhluk hidup bisa melihat para Yahua dengan mata telanjang bahkan dengan sihir pun terkadang masih sulit melihat wujud mereka."
Yahua sosok iblis yang digambarkan dalam buku-buku dan cerita para pendahulu sebagai makhluk dengan tubuh besar dan tinggi, tubuh mereka dilapisi baja. Para Yahua tidak memiliki mata, hidung, dan telinga. Hanya memiliki mulut yang lebar tanpa bibir, sehingga langsung memperlihatkan giginya yang lebih tajam dari ikan hiu. Kemudian mereka memiliki tanduk menjulang tinggi.
Para Yahua adalah pengabdi kejahatan, tidak punya perasaan, tidak pula peduli pada makhluk hidup selain pemimpin mereka. Mereka menjadi iblis yang sangat patuh, apa pun yang diperintahkan pada mereka pasti akan dikerjakan hingga tercapai. Mereka juga makhluk yang kejam, sadis, dan ahli dalam pertarungan. Kedua tangan Yahua selalu membawa senjata sejenis tombak atau pedang panjang.
Sejarah menuliskan tentang para Yahua dan kuda mereka yakni Siaghios bahwa 'ketika dari arah matahari terbit terlihat kepulan asap hitam keunguan yang semakin bergerak seolah-olah hendak menutupi langit dan sinar matahari. Maka ketahuilah, itu bukan sekadar asap hitam, melainkan gerombolan kuda pembawa kejahatan dengan penunggangnya yang tak terlihat. Namun, dapat menusuk jantung dengan tombak tajam mereka'.
Atas hal inilah, dilanjutkan dengan kalimat, 'segeralah berlindung karena tak semua makhluk dapat melihat para penunggang kuda tanpa wajah itu '.
Maka berdasarkan pernyataan sejarah itu bahwa Para Yahua tidak bisa dilihat siapa pun dengan mata telanjang, bahkan menggunakan teknik sihir karena hanya sihir tertentu dan berada di kategori sihir tingkat tinggi yang bisa digunakan untuk melihat para Yahua. Selama peperangan di zaman dulu, banyak makhluk hidup yang kehilangan nyawa karena tidak bisa membaca serangan para Yahua itu yang tak terlihat oleh mata.
Hanya saja, ada makhluk tertentu yang tanpa bantuan sihir tingkat tinggi, tetapi dapat melihat para Yahua dengan mata telanjang. Hal ini dijelaskan dalam sebuah kitab kuno yang bertuliskan, 'para mata yang melihat penunggang yang membawa kematian adalah mereka yang pernah dijatuhkan dalam rasa sakit tak tertahankan'.
"Dengan artian?" Aalisha berubah ekspresinya, ia semakin menatap sinis tuan Thompson dan merasa kesal atas pembahasan ini. Kereta kuda mereka masih melaju kencang. Sementara di dalamnya terdapat euforia yang menyesakkan.
Aalisha sebenarnya paham, tetapi dia enggan membahasnya.
"Maksud dari kalimat itu, mereka yang bisa melihat para Yahua adalah mereka yang pernah disiksa sehingga merasakan sakit tak tertahankan. Siksaan ini bisa berupa siksaan secara langsung atau bahkan sihir kutukan maupun sihir penyiksa yang bisa membuat seseorang berada diambang kematian."
Sukses hening menguar meski derit roda terdengar dan suara teriakan kusir kuda karena serangan para Yahua terus dilancarkan. Akibat Aalisha diam, tuan Thompson berujar kembali. "Yang Mulia, apa Anda pernah disiksa sebelumnya? Siapa yang melakukannya?!"
Aalisha tak menjawab, tuan Thompson berujar, "Yang Mulia De Lune."
"Itu tidak penting!" teriak Aalisha bersamaan serangan Yahua berhasil mengenai kereta kuda hingga kaca-kaca jendela pecah, terhambur ke jalan dan juga ke dalam kereta. Namun, tak mengusik Aalisha dan tuan Thompson.
"Tak perlu mengkhawatirkanku ...." Aalisha meraih gagang pintu kereta kuda, dibukanya secara paksa, lalu dia berpijak pada injakan kecil berupa tangga di kereta tersebut.
Tangan kirinya berpegangan pada jendela yang kacanya sudah hancur, tetapi masih ada pecahan yang tertinggal sehingga membuat tangan gadis kecil itu terluka, darah memang mengalir akibat lukanya, tetapi ia tak terusik sama sekali, tak tergambarkan rasa sakit di wajahnya yang menggelap karena kini ia dipenuhi amarah. Lalu tangan kanannya diarahkan tepat pada dua kuda Siaghios serta Yahua yang hanya terlihat oleh kedua matanya. Rambut hitam legam Aalisha tertiup angin, membuatnya sedikit beterbangan, sedangkan manik matanya menatap tajam pada kedua Yahua yang bersiap dengan tombak mereka yang hendak dilemparkan.
"Jangan pedulikan aku, jangan khawatirkan aku ...." Muncul pentagram sihir biru di belakang kereta kuda, pentagram yang dipenuhi neith begitu besar dan perlahan-lahan menciptakan hawa panas. Kini bersinar lah pentagram sihir tersebut. Lalu Aalisha merapalkan mantra. "Terribilis Inferno."
Detik itu tercipta serangan sihir api yang berupa ledakan dahsyat, api panasnya berhasil meluluhlantakkan daerah hutan di sekitar pentagram sihir milik Aalisha. Rerumputan hangus begitu pula semak-semak, pepohonan ada yang tumbang, serta berhasil menghentikan pergerakan para Siaghios yang kini terperangkap dalam kobaran api yang membara. Serangan ini juga menghasilkan angin bertiup kencang sehingga makin saja rambut panjang Aalisha berterbangan. Perlahan Aalisha menoleh pada tuan Thompson.
"Tolong jangan pedulikan aku karena aku sangat benci dikasihani oleh manusia."
Sungguh bisa tuan Thompson lihat, manik mata gadis kecil yang memendam banyak sakit dan putus asa, tetapi selalu berhasil dia tutupi dengan ribuah topeng serta amarah.
"Maafkan Hamba, Yang Mulia," sahut tuan Thompson sambil menundukkan kepalanya meski sesaat. "Maafkan pula atas pertanyaan Hamba sebelumnya yang sangat tidak sopan. Tolong lupakan apa yang Hamba katakan sebelumnya."
Aalisha memutar bola matanya. Lalu dia melihat jika kedua monster itu berhasil keluar dari kobaran api milik Aalisha meski dengan zirah mereka yang hancur dan berjatuhan ke tanah. "Sial, seranganku tidak membunuh mereka!"
"Aku sudah menduganya, mereka takkan mati semudah itu," balas tuan Thompson kini menatap keluar melalui jendela di belakang yang terlihat dua ekor kuda semakin bergerak cepat.
"Jarak ke Eidothea masih jauh, kita takkan bisa terus kabur. Tuan Thompson kereta harus dihentikan lalu turun untuk melawan---"
"GROAAARGGHHHH!" Suara memekakkan telinga keduanya terdengar menggelegar. Pepohonan di sebelah kiri jalan bertumbangan hingga burung-burung terbang kabur, begitu pula para binatang yang lekas bersembunyi.
"Musuh baru datang," ujar Aalisha lalu ia terdiam karena menatap sosok monster atau raksasa yang muncul. Begitu besar dan mengerikan monster tersebut.
"Yang Mulia," ungkap tuan Thompson, "kurasa kita menghadapi bahaya tingkat tinggi. Monster itu adalah Biedrad."
Terlihat jelas jika tinggi monster itu bisa mencapai 2-3 meter, tubuhnya besar hampir gempal, berotot dengan zirah menutupi sebagian tubuhnya terutama bagian dada, perut, pinggang, hingga paha. Pergelangan tangannya dililit besi panjang berwarna hitam, tetapi terlihat merah karena seolah dipanaskan. Sang Biedrad tidak memiliki kepala yang sempurna, lebih tepatnya, kepala monster itu hanya mencapai setengah saja. Dari dagu hingga setengah hidung, sementara ke atasnya, kepala itu sudah hancur yang kini terlihat api keluar dari kepala yang hanya setengah itu saja. Biedrad itu memiliki dua tangan; tangan kanan membawa pedang dari besi, sementara tangan kirinya menggenggam gagang besi sebuah kuali besar yang berisi cairan lava panas.
Tuan Thompson paham jika melawan monster tersebut akan memakan waktu, belum lagi berhadapan dengan kedua Yahua. Maka ia pun berteriak, "PERCEPAT KERETANYA!"
Terdengar pula lah teriakan sang Biedrad. Detik selanjutnya, kejadian tak terduga menghampiri karena segalanya begitu cepat terjadi. Sang Biedrad melemparkan pedangnya, sebelum kusir kuda menarik pelananya, maka berhasil lah pedang tersebut membelah tubuh kusir kuda itu hingga darah memuncrat, ususnya terburai, bersamaan potongan tubuh bagian atasnya jatuh ke tanah sementara bagian tubuh bawahnya masih duduk di kursi.
"Dia pun mati," ujar Aalisha melihat potongan tubuh yang tergeletak di tanah. Maka sudah tak bernyawa kusir kuda itu.
Kini kuda-kuda yang menarik kereta jadi tak terkendali, ringkikan mereka terdengar, serta mereka bergerak keluar jalur utama, bahkan berbelok ke jalur yang tak mengarah ke Eidothea. Kini kereta kuda melewati jalan yang semakin hancur, menaiki tanjakan yang tinggi, bahkan dinding keretanya sedikit membentur pepohonan.
"Yang Mulia, Anda kendalikan kudanya. Aku akan menghentikan para monster dan iblis itu!" ucap tuan Thompson lalu tangannya bersinar merah.
"Akan kulakukan," balas Aalisha tidak banyak membantah karena tak ada gunanya menggunakan rasa malas berhadapan dengan kekacauan karena nyawanya dan tuan Thompson berada di ujung tanduk.
Maka Aalisha mengarahkan tangannya pada kedua ekor kuda, ia gunakan kemampuan mistisnya yang kini para kuda menuruti perintah Aalisha. Mereka jadi lebih tenang, kini mencongklak dengan stabil, perlahan Aalisha memerintahkan para kuda itu untuk menuju jalur utama.
"Kurasa aku bisa mengendalikan kedua Siaghios itu," ucap Aalisha. Namun, dibalas gelengan oleh tuan Thompson.
"Tidak Yang Mulia, mereka sulit dikendalikan. Jadi jangan membuang tenaga untuk kemampuan Anda. Biar aku yang tangani."
Tuan Thompson menuju sisi lain pintu kemudian berpijak di injakan berupa tangga. Kini dia berhadapan dengan kedua Siaghios yang terus melancarkan serangan, tetapi berhasil ditangkal dengan sihir pelindung yang tuan Thompson ciptakan. Di sisi lain, langkah kaki terdengar membuat tanah bergetar ketika sang Biedrad mengejar mereka meski dengan langkah yang pelan. Beruntung sekali, monster raksasa itu tak mampu berlari cepat karena membawa kuali berisi lava panas. Hanya saja suara benturan keras terdengar ketika sang Biedrad mengangkat pedang, lalu diayunkan maka berhasil menghancurkan serta merobohkan pepohonan yang sukses membuat Aalisha harus berbelok ke arah lain karena pepohonan itu menutupi jalannya. Para kuda jadi panik kembali saat serangan beruntun dari Biedrad dan juga Yahua yang terus berusaha mengincar dengan tombak mereka.
Tuan Thompson harus menghentikan serangan dari Biedrad karena paling besar daya hancurnya. Ia memulai sebuah rapalan mantra yang menciptakan pentagram merah di langit-langit. Lalu melalui pentagram tersebut, melesak sangat cepat, tombak yang ujungnya sangat tajam, serta berhasil mengenai Biedrad, meski tak terluka parah karena dia tangkis dengan pedangnya. Tuan Thompson melancarkan serangannya yang kedua, melesak begitu cepat sang tombak, tetapi tidak memberikan kerusakan karena monster itu berhasil melindungi dirinya.
Suara ringkikan kuda yakni Siaghios terdengar karena mereka dipukuli menggunakan pecut sehingga lari mereka semakin kencang bahkan hampir mengejar kereta kuda ini.
"Apakah Anda bisa membunuh mereka dalam sekali serangan!" teriak Aalisha, "kurasa kita melalui jalur yang berbahaya!"
Tuan Thompson tersenyum tipis. Kini pentagram sihirnya berubah menjadi lebih besar dan lebar serta cahaya kemerahan bersinar di langit. Dia menutup mata sesaat sebagai fokus, lalu detik kemudian ia buka matanya bersamaan senyuman terukir kemudian ia merapalkan mantra dengan sangat lantang.
Maka dalam sekejap saja, pentagram tersebut mengeluarkan tombak yang sangat besar serta dilapisi neith begitu kuat. Ketika tombak tersebut dilesatkan, berhasil serangan itu menembus tubuh sang Biedrad. Tebuslah tombak tersebut, tepat mengenai jantungnya, kini sang monster terjengkang lalu raungan terdengar memenuhi hutan ini. Biedrad itu menatap langit-langit, padahal jika berhasil dalam misi ini ada kemungkinan ia bisa bertemu langsung dengan Raja Iblis, Ezequiel.
Kini semuanya sirna, sang Biedrad sudah gagal, ia mati. Mungkin itulah yang diharapkan kedua manusia di dalam kereta yang masih melaju kencang. Sayangnya monster itu takkan mudah tumbang begitu saja. Kini terlihat Biedrad itu yang menggerakkan kedua tangannya padahal sudah ditembus jantungnya dengan tombak. Maka dicabutnya tombak itu hingga darah memuncrat keluar, kemudian melemparnya ke sembarang arah. Kini kuali yang dibawanya, diletakkan ke tanah, lalu dicelupkan tangan kirinya ke dalam lava panas itu. Suara raungan penuh rasa sakit terdengar melalang buana, kulit sang Biedrad melepuh, terkelupas hingga meleleh, tetapi ketika ia menarik tangannya dari lava panas itu, maka berubahlah tangannya menjadi senjata berupa pedang sangat tajam yang berlapis lava panas. Belum selesai juga, Biedrad itu melapisi seluruh tubuhnya dengan neith hitam, kini tubuh Monster itu yang awalnya gempal, perlahan menjadi kurus. Biedrad itu pun berjongkok sesaat, api di kepalanya berkobar menjadi hitam bercampur biru, lalu posisinya seolah seekor anjing atau macan yang siap untuk mengejar mangsanya.
Manik mata tuan Thompson mengarah pada Siaghios yang semakin bercahaya tubuh kedua kuda tersebut. Lalu terdengar suara ringkikan yang perlahan kecepatan kedua Siaghios semakin cepat.
Maka lekas tuan Thompson berbalik pada Aalisha sambil berteriak, "Aalisha De Lune! Percepat kereta kudanya!!"
Detik itu pula, sang Biedrad menggunakan seluruh tenaganya di kedua kakinya, lalu dia menerjang begitu cepat, layaknya macan yang berusaha hingga mati untuk mengejar mangsanya. Maka Biedrad itu bergerak sangat cepat, sama cepatnya dengan kuda Siaghios atau bahkan melebihi kuda itu!!!
"Yang Mulia! Percepat kudanya sembari aku menyiapkan serangan!"
"Sudah mencapai batasnya!" teriak Aalisha, "kuda ini bukan binatang magis, mereka sudah tak bisa mempercepat lari mereka lagi!"
Suara keras terdengar karena kini kereta mereka berbelok secara tiba-tiba akibat kepanikan kedua kudanya. Bisa Aalisha dan tuan Thompson tahu kalau roda kereta ini sebentar lagi akan hancur karena berkali-kali menghantam bebatuan. Semua ini semakin diperparah karena mereka sudah sangat jauh dari jalur menuju Eidothea dan mereka kini di daerah yang mengarah pada lautan, artinya mereka berada di tebing! Cobalah lihat keluar jendela maka akan menemukan lautan biru terbentang luas serta tebing yang curam.
"Tuan Thompson, apakah Anda sudah selesai!!" teriak Aalisha karena tidak kunjung juga pria tua itu selesai merapalkan mantra dan berfokus pada kekuatannya.
Sukses satu serangan dari Yahua berhasil menghancurkan dinding kiri kereta kuda ini. Lalu serangan kedua dilancarkan mengenai salah satu kuda, hampir saja kuda itu berlari keluar jalur lagi jika Aalisha tidak menggunakan kemampuannya untuk mengendalikan kedua kuda itu.
"Tuan Thompson!" teriak Aalisha karena Biedrad hendak mengeluarkan seluruh kekuatannya yang dipusatkan pada pedang lavanya.
"Special Technique." Suara tuan Thompson terdengar. "Virium Viminea."
Maka tanah pun bergetar, lalu detik selanjutnya, tanah itu hancur lebur akibat sebuah tangan keluar dari dalam tanah. Tangan yang terbuat dari kayu pohon rotan berwarna cokelat muda berhasil menangkap Biedrad. Lalu tangannya berubah menjadi perangkap menyerupai sangkar burung. Semakin saja terkurung sang Biedrad ketika rotan-rotan tajam melilit seluruh tubuhnya serta menusuk beberapa bagian tubuh; paha, tangan, hingga dadanya. Suara jeritan terdengar melalang buana saking ia merasa sakit.
Tanah-tanah semakin hancur, ada pula yang berjatuhan ke tepi jurang hingga tenggelam ke lautan ketika sosok Manusia Anyaman dari rotan keluar perlahan yang awalnya tangan, lalu kepala, hingga akhirnya separuh dari tubuhnya. Ya, itu adalah teknik sihir milik tuan Thompson, Virium Viminea yakni teknik yang menciptakan sosok makhluk berupa manusia terbuat dari rotan sehingga disebut pula manusia anyaman rotan. Manusia rotan itu dapat dikendalikan penggunanya dan memiliki kekuatan dengan daya hancur yang mengerikan serta mampu memerangkap makhluk lain.
Suara gesekan antara kayu rotan terdengar ketika sang manusia anyaman rotan bergerak karena mengincar para Siaghios, maka tangannya yang masih kosong bergerak dengan cepat kemudian berhasil menghantam kedua Siaghios ke tanah sehingga makin banyak tanah yang hancur lalu berjatuhan ke laut. Tanpa adanya jeda, rotan-rotan itu segera melilit tubuh para Siaghios kemudian membentuk kurungan seperti sangkar burung. Lalu rotan-rotan tajam menusuk seluruh tubuh Siaghios hingga tembus. Maka sudah dipastikan jika kedua Siaghios dan Yahua yang menungganginya, terperangkap dan tak bisa keluar dari sangkar tersebut. Kini sang manusia anyaman dari rotan terdiam, tak bisa bergerak karena tugasnya hanyalah menangkap para musuh. Lagi pula manusia rotan itu hanya setengah badan saja, sisanya tak dibuat karena tuan Thompson hanya mengerahkan separuh kekuatannya. Meskipun begitu, terlihat melalui mata penampakan sosok manusia rotan yang begitu besar.
"Wicker Man," ujar Aalisha setelah takjub dengan kekuatan sihir itu. Dia lalu menoleh pada tuan Thompson yang dipenuhi peluh keringat. "Kenapa tidak sejak awal Anda gunakan sihir itu?"
"Prioritas kita adalah kabur Yang Mulia. Sebisa mungkin menghindari pertarungan. Namun, karena sudah mendesak, jadi aku terpaksa menggunakannya," jelas tuan Thompson merasa pinggangnya sakit.
"Ah jadi itu alasannya," sahut Aalisha menatap pada manusia anyaman rotan itu yang terlihat perlahan menjauh atau karena kereta ini masih bergerak maju.
"Aku akan beristirahat sejenak," ujar tuan Thompson hendak menenangkan pinggangnya yang terasa berdenyut-denyut.
Aalisha menyahut, "akhirnya selesai juga."
Aalisha berbalik hendak mengendalikan kedua kudanya untuk berhenti karena dia yakin salah satu kuda terluka parah. Maka dia berpegangan di jendela, berpijak di injakan, serta menatap ke arah depan. Harusnya mudah bagi Aalisha menghentikan kereta kuda ini. Namun, ia terdiam membisu karena tak jauh dari posisi mereka. Samar-samar, gadis itu melihat sosok makhluk aneh tengah berdiri di tengah-tengah jalan. Makhluk tak jelas bentuknya karena ditutupi jubah hitam yang mencapai tanah. Sudah dipastikan akan terseret jubah itu jika pemiliknya melangkah. Kini Aalisha merasakan firasat buruk.
"Tuan Thompson," ujar Aalisha, "ada makhluk aneh lagi. Dia berjubah hitam dengan wajah ditutupi topeng burung gagak!"
Kalimat itu sukses membuat tuan Thompson berdiri, ia tak perlu berpikir lama karena sudah tahu makhluk apa yang dimaksudkan Aalisha. Maka seketika ekspresinya berubah total, ia langsung panik, sontak berteriak, "Yang Mulia! Itu Kannirth Pogha, kita harus keluar dari kereta!"
Sayangnya mereka terlambat. Makhluk bernama Kannirth Pogha itu merentangkan jubahnya, sekonyong-konyong makhluk itu menerjang sangat cepat hingga tak terbaca pergerakannya oleh Aalisha maupun tuan Thompson. Suara ringkikan kuda terdengar ketika Kannirth Pogha yang sudah berubah menjadi monster burung gagak penuh bulu hitam keunguan dengan paruh sangat panjang, cakar hitam mengerikan, manik mata merah menyala, serta sayap yang terbentang lebar dengan setiap ujung bulu sayapnya begitu tajam. Monster itu berhasil membunuh kedua kuda dalam sekali serangan. Terhambur potongan tubuh kuda-kuda itu, berserakan di tanah.
Tidak sempat Aalisha bereaksi atas kematian kedua kuda itu karena kini Sang Kannirth Pogha menancapkan cakarnya ke atap kereta, lalu dalam hitungan detik, berhasil monster gagak itu mengangkat kereta ini hingga terbang di udara lalu dibawanya tepat ke tengah lautan. Suara umpatan bercampur jeritan dari Aalisha terdengar karena masalah ini semakin bertambah buruk.
"Ini bahaya!" tuan Thompson berteriak karena suara ringkikan kuda terdengar dari arah lain. Aalisha sontak menoleh kemudian mendapati lima Siaghios dengan penunggangnya yakni Yahua yang membawa tombak tajam dilapisi neith hitam. Siaghios itu terbang begitu cepat dan mengarah pada kereta mereka.
"Anda melihat Yahua-nya, apa yang mau mereka lakukan?!"
"Mereka bersiap melempar tombak!" Detik itu, kelima Yahua, bersiap pada posisi masing-masing. Lalu mereka lesatkan tombak mereka yang bergerak sangat cepat.
"Lompat, Yang Mulia!" Maka tuan Thompson menarik kerah baju Aalisha, lalu keluar, melompat begitu saja dari kereta tersebut tanpa meminta izin Aalisha, padahal mereka berada di ketinggian sekitar 2.800 feet.
"ANDA BENAR-BENAR GILA!" teriak Aalisha yang merasakan seluruh tubuhnya diterpa angin kencang sementara itu keretanya hancur lebur karena serangan para Yahua. Berjatuhan lah sisa-sisa kayu dari kereta yang hancur itu, maka Aalisha menggunakan sihir untuk melindungi dirinya. Namun, sungguh demi Dewa!! Dia sedang jatuh dari ketinggian yang gila sekali, dia akan mati setelah ini ketika menghantam lautan.
Degup jantungnya tak berhenti berpacu cepat karena dia memikirkan teknik sihir apa yang harus digunakan untuk menyelamatkan dirinya karena ia pasti akan segera mati! "Masa bodoh!" Namun, ia tidak mati menghantam laut karena tuan Thompson menggunakan sihir yang berhasil melapisi tubuh Aalisha sehingga ketika ia benar-benar jatuh ke laut maka ia selamat dari luka fatal, bahkan tidak terasa sakit sedikit pun ketika ia masuk ke dalam lautan itu.
Aalisha selamat dari kematian.
Benarkah? Memang benar dia selamat karena dilindungi sihir milik tuan Thompson. Namun, Aalisha tak kunjung naik ke permukaan. Tidak terlihat tanda-tanda jika dia benar selamat. Di sisi lain, tak ada darah andai sebenarnya ia terluka. Sungguh gadis kecil itu ternyata tenggelam perlahan ke dasar laut karena Aalisha tidak bisa berenang! Ya gadis De Lune itu tak bisa berenang!
Kini sesak di dadanya menyeruak, Aalisha bisa melihat permukaan yang semakin menjauh darinya, tak ada sinar matahari yang tampak, seluruh tubuhnya merasakan dingin, hingga sesak itu berhasil membuat napasnya habis. Apakah dia akan mati tenggelam? Bukankah sudah dipastikan jika dia akan mati karena Aalisha payah sekali dalam berenang. Sepertinya hanya ujian renang saja yang dia tak lulus. Benar-benar payah. Pastinya hanya dirinyalah yang lahir sebagai keturunan Majestic Families, tetapi banyak kecacatan.
Ah, kalau diingat-ingat, kapan ya terakhir kali Aalisha tenggelam? Sampai dia benar-benar tak sadarkan diri saking kehabisan napas, tetapi saat bangun dia sudah terbaring di tanah dengan keadaan basah kuyup. Pasti yang menyelamatkannya adalah seseorang yang memberikannya ujian---pihak keluarganya. Bagi mereka nyawa Aalisha masih berharga karena dia bisa dimanfaatkan, entah untuk apa, barangkali boneka yang disiksa sebagai hiburan.
Hanya saja, ketika menyadari dirinya hampir diambang kematian, dia tak takut. Dia sama sekali tak takut mati. Namun, ketika dia memikirkan jika tak ada yang benar-benar peduli padanya padahal usianya masih belia, sakit itu menyeruak. Lebih menyakitkan dibandingkan menghadapi kematian. Semakin saja sakit itu mencekiknya hingga napasnya habis ketika dia memikirkan bahwa 'pria itu' takkan pernah mengulurkan tangannya pada Aalisha, sekali saja tidak akan pernah. Bahkan mendengarkan tangis Aalisha saja tidak.
Kini pun juga sama karena Aalisha hanya punya dirinya sendiri, dia berjuang dengan kedua tangan dan kakinya tanpa bantuan siapa pun. Biarpun kaki dan tangannya patah, Aalisha akan menyeretnya meski seluruh tubuhnya terkoyak. Begitulah hidupnya jadi ia lebih baik tak berharap pada siapa pun.
Hingga takdir senang memberi candaan. Maka di lautan ini, saat dirinya semakin tenggelam, perlahan-lahan Aalisha mengarahkan tangannya ke cahaya matahari yang sudah pudar. Ah, apa matanya salah lihat? Mengapa samar-samar dia melihat sosok tangan hendak menggapainya? Aneh, ini pasti ilusi atau pikirannya sudah kacau balau karena menghadapi kematian. Kini tangan yang hendak menggapai Aalisha semakin dekat dengannya; tangan itu terlihat seperti tangan anak-anak seumuran dengannya, kini muncul lagi tangan yang berbeda. Jika diperhatikan, kedua tangan yang hendak menggapai Aalisha itu, lengan bajunya terlihat seperti jubah akademi Eidothea.
Kini terlintas di pikirannya bahwa memalukan sekali bagi seorang Keturunan Utama De Lune malah mati konyol, tenggelam di laut karena tidak bisa berenang! Sangat konyol! Dia pasti akan dibicarakan satu Eidothea lagi atas kematian konyolnya, pasti anak-anak asramanya akan tertawa, begitu pula Anila dan Mylo, mereka akan menertawakan Aalisha. Lalu ketiga Majestic Families bajingan itu yang akan tertawa terbahak-bahak. Benar konyol jika Aalisha mati pada detik ini.
Maka perlahan dia gapai kedua tangan yang kemungkinan ilusi ini. Lekas Aalisha merapalkan mantra di dalam hatinya. Atas rapalan mantra inilah, tubuhnya seolah-olah ditarik oleh kedua tangan ilusi itu. Berhasil membawa Aalisha naik ke permukaan air. Hingga ia benar-benar selamat dari kematian. Aalisha langsung menghirup oksigen sebanyak-banyaknya meski dadanya masih terasa sakit. Dia lalu mengedarkan pandangannya, melihat sekitar yang hanya terlihat air berombak, lalu mengenai wajahnya, asin sekali air ini. Ia kembali mengedarkan pandangannya mencari keberadaan tuan Thompson karena tak terlihat pria itu di mana pun. Mustahil jika tuan Thompson mati! Dia itu mantan inquisitor, pasti hal ini tak sebanding dengan apa yang pernah dilaluinya!
"Para iblis bajingan!" teriak Aalisha dengan suara seraknya lalu terbatuk-batuk dirinya. "Aku pastikan akan membunuh---"
"KHAAAKKKKK, KHAAAKK!"
Sontak Aalisha menatap langit yang terlihat sang Kannirth Pogha yang terbang di langit dan berhasil menemukan Aalisha. Hal ini membuat Aalisha menggigit bibirnya, ia sulit bertarung dalam keadaan di air begini. Andai dia putri keluarga Clemence sudah dibekukannya lautan ini atau dikendalikannya untuk membunuh para monster itu!
"KHHAAAAAKKKKKKKK!" Suara jeritan memekakkan telinga itu terdengar yang kini sang monster gagak meruncingkan kuku-kuku tajamnya, kemudian menukik sangat cepat hendak menyerang Aalisha yang masih berada di dalam air. Tak mampu berbuat apa-apa, Aalisha hanya menutup mata, bersiap terluka parah dan bersimbah darah, tetapi bukannya ia terluka atau tubuhnya tercabik-cabik akibat cakar mengerikan Sang Kannirth Pogha. Monster itu malah terkena serangan yang menyebabkannya gagal menyerang Aalisha dan malah kesakitan.
"Sesuatu hendak muncul dari bawah," ujar Aalisha merasakan jika air di sekitarnya bergetar hebat. Sekonyong-konyong dari bawah Aalisha, tanah tinggi tercipta seperti menara, menjulang tinggi ke langit, sehingga membawa Aalisha keluar dari lautan dan kini dia berdiri di tanah tersebut. Lekas Aalisha memuntahkan salivanya karena perutnya terasa terguncang.
"Yang Mulia, apa Anda terluka parah?!" teriak tuan Thompson yang juga berdiri di tanah tinggi yang muncul dari bawah laut. "Jangan khawatir, aku menggunakan sihir untuk menciptakan tanah ini. Bahaya jika ada serangan dan kita masih di dalam air!"
Aalisha yang masih mengatur napas serta detak jantungnya tak kunjung menjawab perkataan tuan Thompson. Melihat gadis kecil itu yang pucat, lekas tuan Thompson berpindah tempat ke atas tanah tinggi tempat Aalisha berpijak.
"Oh Yang Mulia, maafkan aku. Apa Anda terluka?" Tuan Thompson berada di samping Aalisha yang masih terlihat ngos-ngosan serta memegangi dadanya.
"Aku tidak terluka. Dadaku hanya sakit saja karena tadi aku tenggelam," ucap Aalisha.
"Syukurlah---"
"KHAAAKKKKKK!" Suara Kannirth Pogha terdengar kembali, ternyata serangan tuan Thompson tak berhasil membunuhnya.
"Mereka ... tak ada habisnya ...." Aalisha berucap karena kini tidak hanya monster gagak gila, tetapi pasukan Siaghios dan Yahua yang jumlah mereka bertambah banyak hingga mencapai 15.
"Sulit melawan mereka di sini, sialan, kita terkepung," ucap tuan Thompson, "oh Dewa, ini bencana." Kini manik matanya membulat besar ketika melihat Kannirth Pogha yang melebarkan sayapnya dan bercahaya ungu.
"Apa yang mau dilakukan monster itu!" Aalisha berteriak.
"Dia mau membunuh kita!" balas tuan Thompson, "serangan itu mampu meluluhlantakkan sebuah desa!"
"Ini buruk!" decak Aalisha yang kini kepalanya sangat pusing.
"Sulit menghentikan serangan itu. Jika pun berhasil kita akan terluka parah, parahnya bisa cacat," jelas tuan Thompson. "Namun, sebisa mungkin aku akan hentikan. Anda harus pergi, selamatkan diri dengan cara apa pun."
"Selamatkan diri dengan cara meninggalkan Anda?" sahut Aalisha, "Anda pikir aku selemah itu?"
Tuan Thompson memunculkan invinirium-nya, dia hendak mengambil senjata magisnya. Namun, ketika Aalisha melihat invinirium tersebut ada cahaya berpendar cukup terang di sana. Cahaya putih bersih.
"Nyawa Anda sangat penting Yang Mulia. Aku melakukan hal ini bukan karena iba, tapi Anda---"
"Benda di dalam invinirium Anda bercahaya!"
"Tidak, aku tak melihat cahaya apa pun."
"Itu bercahaya! Percaya padaku" sahut Aalisha keukeuh. "Kotak artefak, sudah pasti itu kotak artefak. Keluarkan kotaknya!"
Atas perintah Aalisha, lekas tuan Thompson mengeluarkan kotak tersebut. Namun, tidak bercahaya sama sekali seperti yang Aalisha katakan. "Ini tak bercahaya, Yang Mulia! Aku tak melihat cahaya apa pun."
"Lalu cahaya apa yang kulihat dengan kedua mataku ini!!" decak Aalisha saking dia kesalnya.
"KHAAAAHHHKKKKKKKKK!" teriakan Kannirth Pogha semakin kencang ketika melihat kotak artefak itu dikeluarkan. Maka meski belum selesai mengumpulkan kekuatannya, monster itu sudah melancarkan serangannya.
Kini Aalisha dan tuan Thompson melompat kembali karena hancur lebur tanah yang mereka pijak. Mereka akan jatuh ke lautan kembali. Sementara itu, kotak yang dibawa tuan Thompson terbuka sendirinya lalu liontin artefak di kotak tersebut keluar.
"Liontinnya!" Aalisha hendak meraih liontin tersebut sementara tuan Thompson hendak meraih tangan Aalisha.
Di sisi lain, para Yahua bersiap dengan tombak mereka kemudian mereka lesatkan dengan sangat-sangat cepat. Detik itu takdir sudah ditetapkan para Dewa, sebelum lima belas tombak milik Yahua menembus tubuh Aalisha dan tuan Thompson. Aalisha menggunakan sihir pemanggil, maka ia berhasil menggenggam liontin tersebut dengan sangat erat dan kini cahaya putih bersinar terang lalu perlahan melahap tubuh Aalisha dan tuan Thompson sebelum menyentuh air laut. Mereka menghilang dari sana, benar-benar menghilang tanpa jejak.
Entah ke mana takdir membawa mereka pergi.
****
Kannirth Pogha yang gagal menangkap mangsanya segera terbang kembali menuju tempat tuannya berada. Ternyata tuannya sedang berdiri di tepi jurang yang bawahnya lautan sambil mengamati pemandangan yang terbentang tak terkira itu. Ketika Kannirth Pogha sudah tiba, ia mengubah dirinya menjadi wujud semula yang berupa sosok makhluk dilapisi jubah hitam dan topeng gagak. Kemudian memberi hormat layaknya kesatria pada pemimpinnya.
"Maaf atas kegagalanku Tuan. Kedua target berhasil kabur dan liontinnya ada pada mereka."
Tuan yang dihormati oleh Kannirth Pogha itu terlihat mengenakan pakaian yang rapi, ala-ala bangsawan kelas atas. Tunggu! Pakaiannya seperti bangsawan bahkan postur tubuhnya seperti manusia dewasa, tetapi alangkah mengerikannya karena dia memiliki wajah kelinci! Bulu kelinci kusam, ada bercak hitam di sana, lalu manik mata kelinci itu hitam pekat. Mungkinkah makhluk itu adalah Manusia setengah kelinci? Ataukah dia hanya sekadar mengenakan topeng saja?
"Suatu kekecewaan." Suara si Kepala Kelinci terdengar seperti anak-anak, cempreng pula. Sangat tidak sesuai dengan postur tubuhnya. "Namun, tak masalah. Mereka takkan kabur begitu mudahnya."
"Apakah ada hal lain yang harus kulakukan?"
"Liontin itu harus berada di tanganku, lakukan segala cara untuk mendapatkannya! Jangan sampai mereka menemukan gerbangnya," ujar si Kepala Kelinci semakin terlihat mengerikan karena suaranya benar-benar seperti anak kecil, tetapi versi pembunuh berantai.
"Akan kulaksanakan." Kannirth Pogha itu hendak undur diri, tetapi dia urungkan kemudian berujar kembali. "Aku hendak bertanya dahulu. Selain mantan inquisitor, sepertinya gadis kecil itu tak asing, apakah Anda mengenalnya?"
"Aku tak peduli padanya." Perlahan si Kepala Kelinci menatap pada bawahannya. "Bunuh saja anak itu karena tak berguna, lalu bawa mantan inquisitor dan liontinnya ke hadapanku!"
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
Jujur ya, sebenarnya draft cerita ini belum rampung bahkan outline-nya. Awalnya gue mikir mau selesai kan dulu sampai rampung baru update, tapi kayaknya bakal lama banget hiatusnya cerita ini, jadi akhirnya gue putuskan bakal update pelan-pelan sambil gue tulis draft-nya
Bagaimana chapter ini?
Di Book 2, kalian nda bakal lihat Aalisha yang lemah dan dirundung, meski nda sepenuhnya dia perlihatkan kekuatannya, tapi dia tetap Majestic Families~ tahu sajalah gimana sifat para keturunan keluarga sombong itu ....
Mau bilang juga kalau cerita ini bakal slow-burn, alurnya lambat karena banyak banget yang dibahas dan konfliknya jadi kalau nggak suka tinggal minggat, jangan menghina atau merendahkan cerita ini, karena baca cerita ini tanpa dipungut biaya^^
Prins Llumière
Kamis, 17 Agustus 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top