Chapter 39
Akademi Eidothea selain dianggap sebagai Akademi terbaik di dunia serta begitu termasyhur, akademi ini juga menyimpan banyak kejadian unik, ajaib, dan aneh terkadang diluar nalar bahkan mengancam nyawa. Semua kejadian itu dianggap normal oleh penduduk Eidothea.
"Pasti sulit sehari saja, akademi ini tidak aneh-aneh," ujar Mylo yang menatap asap hitam mengepul di bagian tenggara kastil akademi.
"Entah, apalagi kejadian di akademi ini." Anila tidak heran jika beberapa kelas terlihat masih sibuk belajar, sedangkan terjadi kehebohan di bagian tenggara akademi. Ya, lihat saja, asal hitam di sana, tapi kelas-kelas masih belajar dengan tenang.
"Bagus, kelas kita ditiadakan akibat bencana di sana artinya libur, mari kembali ke kamar dan tidur," sahut Aalisha hendak pergi, tetapi jubahnya ditahan Mylo.
"Ayo ke sana!" teriaknya, "kita harus melihat penyebab asap hitam itu, kemungkinan berasal dari asrama Drystan."
"Tidak-"
"Mylo benar, ayo kita ke sana," imbuh Anila menginterupsi perkataan Aalisha barusan.
"Ayok!" Maka keduanya langsung menuju pusat keributan tersebut serta menarik jubah Aalisha seolah gadis kecil itu akan hilang jika tidak dijaga.
"Satu tahun ini saja, aku harus bertahan," gumam Aalisha.
****
Berada di asrama Drystan. Dari jarak jauh saja sudah terlihat api berkobar di beberapa kamar murid yang berada di lantai tiga dan empat. Total ada delapan kamar yang terbakar. Asap hitam mengepul akibat kobaran api yang kemungkinan membakar seisi kamar tersebut. Semuanya menatap pada lima murid laki-laki dari tahun keempat yang berusaha memadamkan kobaran api, beruntung mereka berhasil. Namun, bencana hari ini belum usai begitu saja.
"Sialan, bagaimana bisa mereka bertengkar sampai menghancurkan kamar murid tak bersalah," ujar salah satu murid yang memadamkan kobaran api.
"Kurasa profesor Eugenius akan marah---"
Belum sempat dia menyelesaikan perkataannya. Tiba-tiba saja serangan dahsyat berupa ledakan yang membuat tanah-tanah di sekitar mereka jadi hancur. Sedangkan kelima murid tadi berhasil selamat dengan memasang barrier di sekeliling mereka.
"BISAKAH ADA YANG MENGHENTIKAN PARA ORLY GILA YANG BERTENGKAR ITU!!" teriak salah satunya jadi darah tinggi karena dia rela tertinggal kelas hari ini demi memadamkan api di asramanya.
"HEI MENJAUH DARI SINI!" teriak seorang lagi karena serangan yang tak beraturan itu hampir mengenai beberapa murid yang berada di sekitar asrama Drystan.
"Sialan, apa tak seorang pengajar pun hendak membantu kita? Apa mereka melimpahkan segalanya pada murid, hah!" oceh lelaki berkacamata dengan rambut merah.
Baru lelaki itu hendak melangkah pergi dari sana, tiba-tiba saja dari bawah kakinya muncul bunga putih yang seketika bunga itu berubah menjadi akar hijau yang besar dan panjang serta menjalar ke kaki lelaki berambut merah itu kemudian membawanya ke angkasa, ya, dia terjerat pada akar hijau yang berhasil menjauhkannya dari tanah. Tidak hanya dia seorang, tetapi akar-akar itu mencari mangsa lain sehingga menjerat murid-murid lain.
Banyak sekali jeritan yang terdengar ketika beberapa murid perempuan terjerat pupa, akar hijau itu menjulang ke langit bersama dengan mangsanya yang kini bergelantungan tanpa mampu berbuat apa-apa.
"Gawat, apa kedua Orly itu yang berbuat masalah?!" Mylo menunjuk pada dua Orly yang berpijak pada akar hijau dengan beberapa murid bergelantungan di sana.
"Kurasa mereka bertengkar," ungkap Aalisha.
Anila berujar, "Aalisha benar, tapi tak kusangka jika mereka bertengkar sampai seperti ini."
"Perlukah kita menggali kuburan di samping kebun kastil Eidothea, banyak korban sepertinya," ucap Aalisha.
"Oh Dewa, berhentilah mengatakan hal-hal aneh!" balas Anila.
Di kastil ini, ada dua Orly yang berdiri di atas akar-akar hijau. Orly sebelah kiri terlihat mengenakan pakaian hijau yang senada dengan rambut hijaunya yang panjang melebihi bahu, serta dia ikat. Orly itu membawa semacam senjata tipe sabit berwarna hitam dengan ujung sabitnya berupa sebilah pedang yang juga tajam. Di seberang Orly itu atau Orly sebelah kanan terlihat berpakaian bangsawan dengan mantel berbulu, lalu wajahnya tak terlihat dikarenakan tertutupi topeng warna emas. Rambut Orly itu berwarna biru gradasi ungu. Dia membawa dua pedang yang di pedang itu ada rantai tersambung ke lengannya. Warna pedangnya merah menyala seperti api berkobar.
Dari kabarnya, kedua Orly itu bertengkar padahal awalnya mereka terlihat sedang mengobrol, perlahan-lahan saling mengejek hingga terjadilah pertengkaran yang menyebabkan banyak kerusakan di kastil serta sekitaran asrama Drystan.
Jumlah para Orly di akademi Eidothea sangat banyak serta tersebar di setiap titik akademi entah di kastil utama, kastil setiap asrama, kastil latihan serta lainnya. Para Orly ini ada yang menunjukkan wujud mereka kepada setiap masyarakat Eidothea, ada juga yang tidak menunjukkan wujudnya, tetapi diyakini bahwa Orly itu ada.
Meskipun Orly berbeda dengan manusia, mereka tetap diberi batasan oleh kepala sekolah atau diberi batasan oleh Eidothea itu sendiri. Segala milik Eidothea diberi barrier pelindung untuk mendeteksi makhluk asing masuk ke akademi ini termasuk Orly. Maka para Orly ada yang diperbolehkan masuk ke Eidothea, ada juga tidak boleh.
Orly yang berada di Eidothea ini kebanyakan bekerja di sini, bawahan atau pelayan dari para profesor atau pengajar, Orly yang habitatnya di daerah akademi serta dijamin bahwa mereka baik dan tidak akan menyakiti masyarakat Eidothea, maupun Orly milik para murid-jika ada dan sudah disetujui pihak Eidothea. Namun, hal ini jarang karena para murid tidak semuanya memiliki Orly terkecuali berasal dari kalangan atas atau Majestic Families.
Alasan Orly diberi batasan juga atau Orly asing yang masternya tidak satu pun berada di Eidothea untuk mencegah penyerangan atau hal-hal lainnya yang membahayakan masyarakat Eidothea. Mudahnya saja, jika ada organisasi kriminal mengirimkan Orly mereka untuk membunuh murid Eidothea maka itulah guna barrier serta batasan terhadap Orly asing agar mencegah pembunuhan tersebut. Atas hal inilah, Orly yang rumahnya di Prairie Lynx Woods, terkadang tidak punya akses ke Eidothea sehingga mereka tidak bisa masuk akibat tertahan barrier, tetapi ada beberapa Orly yang dipercaya akademi sehingga mereka bisa keluar-masuk akademi.
Sayangnya, beberapa kejadian di akademi ini bahkan sejak dahulu kala, sering sekali Orly asing berhasil menyusup serta Orly yang berkhianat pada Eidothea. Tentu saja hal ini lumrah karena para Orly ada yang menyembah dan mengabdi kepada kejahatan dan bangsa iblis.
Kejadian hari ini, pertengkaran para Orly juga dianggap normal di Eidothea karena bisa disamakan dengan pertengkaran antara murid Eidothea. Ya, walaupun para Orly jarang sekali bertengkar hingga seserius ini dan menyebabkan kerusakan fasilitas akademi.
"Hei, anak-anak baru! Kalian pikir ini tontonan? Pergi dari sini!! Yang lainnya juga!" teriak kakak tingkat mereka yang sudah kesal karena masih saja kedua Orly itu terus bertengkar.
"Sialan, kalau kita melawan mereka. Pasti kita akan terjerat pertarungan mereka juga," balas temannya.
"Sudahkah kau meminta bantuan profesor-"
Suara gemuruh terdengar bersamaan pusaran angin puting beliung tercipta yang berhasil menyeret beberapa properti di sekitar halaman depan asrama Drystan seperti meja dan kursi kayu, patung-patung, pot bunga, bahkan menarik beberapa murid yang berusaha kabur dari sana. Akibat kekacauan yang semakin menjadi-jadi ini, para murid di dalam asrama akhirnya panik dan berhamburan keluar. Mereka ketakutan karena berpikir jika kastilnya akan rubuh, ya, pilihan bodoh bagi mereka karena menginjakkan kaki keluar.
Sekonyong-konyong para murid terjerat akar hijau, suara jeritan terdengar, sebagian murid terseret angin puting beliung kemudian terempas sangat kuat ke tanah hingga darah memuncrat dari mulut mereka.
Lautan murid dari asrama Drystan terlihat berlari berhamburan membuat murid lain yang sejak tadi di luar jadi berlari karena tidak mau terseret kepanikan mereka. Anila dan Mylo yang sadar jika mereka tidak boleh berlama-lama di sini dan harus segera pergi, refleks menarik jubah Aalisha, tetapi serangan berupa bola api melintas di kepala mereka membuat mereka serta beberapa murid lainnya menunduk sambil melindungi kepala.
"Aalisha!" teriak Anila, tetapi dia malah terseret bersama murid-murid Drystan yang panik karena akar hijau menjalar hendak menangkap mereka semua.
"Hei kalian berdua! Aalisha, woy, kabur! Kenapa kau diam saja!!" teriak Mylo ikutan terseret arus para murid.
Perlahan akar-akar hijau membentang ke langit, menciptakan tembok antara mereka dengan Aalisha. Coba saja sentuh akar itu maka akan langsung terlilit kemudian dilempar akar hijau itu ke langit.
Kepanikan adalah kata paling tepat untuk menggambarkan kejadian di sana. Namun, kepanikan sepertinya tidak berlaku bagi gadis kecil yang terdiam bagaikan patung karena memperhatikan pertarungan antara kedua Orly yang menjadi penyebab semua ini. Tidak terbesit ketakutan sedikit pun di wajah Aalisha yang malah memperlihatkan ekspresi datar serta menganggap jika semua ini adalah tontonan.
Perlahan gadis itu menunjukkan pergerakan, dia mundur selangkah kemudian menoleh ke sebelah kanan memperhatikan beberapa kakak tingkat yang berusaha menyelamatkan para murid terjerat akar-akar hijau. Di sebelah kirinya, kakak tingkat lain yang menolong para murid yang terseret puting beliung maupun terluka akibat terempas kuat ke tanah. Gadis itu terlihat mengedarkan pandangannya ke segala arah seolah-olah mencari sesuatu.
"Aneh, para Orly itu aneh." Aalisha masih tidak menemukan apa yang dia cari.
"Hei! Apa kau lakukan di sini? Kabur! Oh Dewa, mengapa murid angkatan bawah selalu saja nekat!" teriak lelaki yang Aalisha ketahui salah satu dari yang memadamkan api.
"Kau tak perlu mengkhawatirkanku, karena sepertinya kau harus melindungi dirimu sendiri," ujar Aalisha langsung melompat dari sana karena tanah di bawah mereka seketika bergetar, lalu tanah itu terungkap ke atas karena akar-akar hijau menjalar ke atas hal ini menyebabkan lelaki itu harus menjauh sebelum tertimpa tanah.
Aalisha mendarat dengan sempurna, lalu berputar arah kemudian berlari menjauh dari kedua Orly yang masih senantiasa saling beradu senjata dan sihir hingga membuat sekitar mereka semakin hancur berantakan. Sungguh, apakah para profesor masih tenang mengajar di kelas dan sama sekali tidak peduli akan kerusakan ini?
Langkahnya terhenti karena akar-akar hijau di depannya menghalangi jalannya, akar itu juga masih menjerat beberapa murid yang Aalisha abaikan teriakan permintaan tolong mereka, malahan gadis itu tersenyum puas karena di antara akar menjerat itu, ada beberapa murid yang Aalisha tahu pernah mengejeknya. Ups, apakah Aalisha terlihat seperti penjahat karena tersenyum di atas penderitaan manusia lain? Ah, dia tak peduli bagaimana pandangan orang lain karena Aalisha sejak awal sudah dicap sebagai manusia kasta bawah dan hama menjijikkan.
Kini Aalisha berada di posisi yang cukup jauh dari kedua Orly. Percuma jika dia hendak kabur karena setiap jalan keluar sudah terkepung akar menjerat. Dari pada ikutan terjerat jadi dia mencari posisi yang jauh dari akar-akar itu. Beruntung sekali sudah tidak ada lagi angin puting beliung, tetapi suara gesekan antara pedang masih terdengar.
Suara terdengar di balik dinding akar-akar hijau sebelah kiri Aalisha. "HEI LEKAS MEMOHON BANTUAN PADA TUAN VON HAVARDUR! KITA TAK BISA MENANGANI INI LAGI!" teriak prajurit penjaga akademi Eidothea. Baru Aalisha sadari jika prajurit penjaga sudah dikerahkan, tetapi tidak satu pun tanda dari para pengajar hendak turun tangan.
Kini Aalisha memicingkan mata, kedua Orly itu sama sekali tidak mau berhenti bertarung. Mereka tidak saling melukai, serta sengaja membuat kekacauan di sekitar mereka. Teknik sihir yang mereka gunakan seperti tidak diperlukan karena tidak berhasil mengenai satu sama lain. Namun, malah melukai murid-murid tak bersalah. Jika pun serangan mereka saling melukai, tetapi kerusakan di asrama ini lebih besar dibandingkan luka keduanya.
Sebenarnya apa yang kedua Orly itu hendak lakukan? Apa tujuan mereka? Mereka bertarung seolah tidak hanya karena pertengkaran personal, tetapi ada alasan tersembunyi mengapa pertarungan ini terjadi sehingga kerusakan di sekitar lebih besar.
Hingga Aalisha sadar, salah satu alasan yang mungkin menjawab pertanyaannya sendiri. "Mungkin saja, mereka sengaja membuat kerusakan sebagai pengecoh, tapi apa tujuan yang sebenarnya?"
Aalisha masih memikirkan segala kemungkinan dari pertanyaannya. "Pembunuhan. Mereka hendak membunuh seseorang dengan dalih serangan mereka tidak sengaja mengenai orang itu. Namun, siapa targetnya?"
Salah satu Orly lepas dari pandangan Aalisha yang kini di arah jam dua-sekitar tiga meter dari posisinya-manik mata Aalisha menatap pada Orly pembawa sabit yang melayang di udara, sabit di tangan kirinya hanya dia genggam sedangkan tangan kanannya bergerak, terarah tepat ke Aalisha. Perlahan satu pentagram sihir sebesar tubuhnya dengan warna merah menyala muncul, kemudian disusul tiga pentagram sihir dengan ukuran kecil juga muncul di sekitar pentagram yang lebih besar. Orly itu menyeringai hingga memperlihatkan gigi taringnya serta manik matanya bersinar kebiruan.
Targetnya sudah ditemukan. Dia bermaksud untuk membunuh Aalisha dengan sekuat tenaga sehingga pentagram sihir tersebut menyerap neith dengan cepat. Bibirnya bersiap merapalkan mantra tingkat tinggi yang mampu membunuh makhluk lain atau minimal membuatnya koma di rumah sakit.
Senyuman kecil terpatri. "Jadi aku targetnya."
Aalisha sendiri sadar jika dirinya telah menjadi target, tetapi dia hanya menatap datar tanpa ekspresi pada Orly tersebut. Dia tidak bermaksud untuk kabur atau melakukan perlindungan diri padahal nyawanya benar-benar diujung sabit malaikat kematian. Namun, gadis itu sama sekali tidak pasrah terhadap kehidupannya, ia hanya ingin mengetahui sejauh mana takdir selalu menempatkan Aalisha di ujung kematian. Benar-benar gadis gila, nekat, seolah dia tahu benar mana kematian asli dan hanya candaan para Dewa.
Kini Orly dengan sabit hitam siap melakukan serangan, mulutnya terbuka dan merapalkan mantra dengan cepat. "Ignis Fluctusimius Clamatis." Maka terciptalah serangan berupa api berkobar yang berputar dengan warna merah menyala, putaran api tersebut sekilas mirip naga dengan tubuhnya yang panjang kini menerjang ke arah Aalisha. Serangan api itu siap membuat siapa pun kesakitan meski hanya terkena ujung jari saja. Apalagi ketika mengenai seluruh tubuh. Meskipun tahu risiko sebesar itu, Aalisha sama sekali tidak berkutik dari posisinya, hanya menatap pada kobaran api tersebut dengan begitu datar.
Ibarat sabit kematian sudah diangkat oleh malaikat dan siap diayunkan hingga memenggal kepala Aalisha. Maka kobaran api itu sudah berada di jarak satu meter kurang dari posisinya. Gadis itu bahkan bisa merasakan hawa panasnya.
Perlahan Aalisha menggerakkan tangan kanannya hingga setara dahi seolah dia hendak melindungi diri, tetapi tidak satu pun mantra dia rapalkan atau berniat membuat pelindung dari selubung neith. Hingga detik berikutnya suara ledakan terdengar dahsyat bersamaan asap hitam membumbung ke langit serta tanah-tanah di sekitar Aalisha hancur, terlihat beberapa api menyala juga di tanah.
Layaknya para Dewa tidak mengizinkan kematiannya, maka gadis itu sama sekali tidak terluka, sungguh bukan karena dia berhasil melindungi diri dengan mantra yang dia rapalkan sedetik sebelum ledakan terjadi karena sedari awal Aalisha tak berniat melakukan hal itu.
Ya, sejak awal ia tak berniat melindungi dirinya dari serangan dahsyat itu.
Alasan dia tak terluka karena kini tepat di hadapannya, sesosok laki-laki muncul tiba-tiba dengan tangan kirinya mengangkat jubahnya ke udara agar melindungi Aalisha dari serangan bola api.
Tidak hanya itu, perlahan lapis pelindung dengan warna ungu memudar karena telah berhasil melindunginya keduanya. Perlahan gadis itu menurunkan tangan kanannya kemudian sedikit mendongak untuk menatap manik mata berwarna ungu yang seindah permata itu.
"Sungguh cantik." Itulah yang terlintas di benak Aalisha ketika menatap dalam manik mata Nicaise Von Havardur.
"Kau gila!" ujar Nicaise, "kenapa malah di sini? Mengapa kau tidak kabur padahal jelas-jelas serangan itu tertuju padamu?!" Nicaise masih senantiasa mengangkat jubahnya jika terlihat dari kejauhan maka orang-orang akan berpikir kalau lelaki itu sedang memeluk Aalisha yang tenggelam pula dalam jubah besar Nicaise.
"Karena aku tahu kalau kau akan melindungiku," jawab Aalisha seenteng kapas lalu tersenyum tipis.
Nicaise terdiam dengan jawaban Aalisha. Dia tidak mengerti dari mana kegilaan gadis kasta bawah ini. Mengapa begitu nekat padahal kematiannya sudah di depan mata. Jadi dengan kasarnya Nicaise menurunkan tangannya. Aura kekuatan yang sangat kuat terpancar darinya kemudian tanpa membutuhkan waktu lama, puluhan pentagram sihir berwarna ungu muncul di sekeliling Asrama Drystan terutama di bagian yang hancur.
Tidak hanya itu, kedua Orly yang saling bertengkar tadi, tubuh mereka terpancar cahaya keunguan dan seketika mereka langsung terjatuh ke tanah. Senjata mereka terlepas dari tangan dan kini keduanya tengah bersujud tanpa mampu menggerakkan tubuh maupun mengangkat kepala mereka.
Pentagram sihir di sekeliling asrama membuat akar-akar tanaman yang menjerat setiap murid kini perlahan melepaskan, menurunkan murid-murid itu, lalu akar-akarnya lenyap ke tanah. Beberapa tanah-tanah yang terungkap dan hancur kini kembali seperti semula, serta api kecil berkobar di tanah akhirnya padam satu per satu sebelum menjalar dan membakar segalanya.
Aalisha tersenyum karena bisa secara langsung melihat kekuatan dari keturunan utama Majestic Families Von Havardur.
Alasan utama mengapa Nicaise yang dipanggil untuk menyelesaikan permasalah ini bukan hanya karena lelaki ini seorang Majestic Families, tetapi karena dia adalah keturunan Von Havardur. Keluarga ini termasuk ke dalam Secondary Majestic Families, tepat di bawah Kieran Zalana dan di atas keluarga Clemence.
Sebagai keluarga peringkat kedua di Secondary Majestic Families, keluarga ini sangat mahir dalam berbagai bidang mantra serta pertarungan jarak dekat. Mereka termasuk keluarga yang mampu bersaing menggunakan senjata dalam melawan Kieran Zalana yang paling dianggap berbakat dalam teknik berpedang.
Keluarga ini dianggap sebagai keluarga yang kalem dan tenang, terkadang baik hati dibandingkan seluruh Majestic Families yang kebanyakan sadis dan sombong. Keluarga ini paling dikenal pasifis-benci peperangan. Von Havardur dikenal sebagai Keluarga Agung yang dicintai roh terutama Orly, atas hal inilah banyak sekali Orly yang tunduk pada mereka serta dengan mudahnya mau menjadi bawahan dari keluarga Von Havardur bahkan Orly kuno yang bagi Majestic Families lain dianggap sulit ditundukkan, tetapi di hadapan seorang Von Havardur, para Orly kuno itu dengan mudahnya bersimpuh dan bersujud bahkan memuja mereka. Itulah kehebatan keluarga ini.
Hal ini tentu saja sejalan dengan Kemampuan mistis mereka yaitu Von Havardur dapat meniru kekuatan dari setiap Orly di seluruh penjuru dunia. Namun, syarat dari kemampuan mistis ini, para Orly yang hendak mereka tiru kekuatannya haruslah berada di jarak tertentu yang dapat dijangkau oleh keturunan Von Havardur tersebut. Jika sudah masuk jangkauan mereka, maka Von Havardur itu dapat menggunakan kekuatan para Orly. Meskipun sudah tidak berada di jarak dengan Orly yang kekuatannya mereka tiru, mereka tetap mampu menggunakan kekuatan tersebut, tetapi haruslah dilatih agar mereka tidak lupa cara menggunakan kekuatan itu.
Alasan inilah mengapa Nicaise di tempatkan di asrama Faelyn yang menjadi asrama penuh dengan Orly, lalu kedua Orly yang bertarung di sana dengan mudahnya bersujud serta ketakutan pada Nicaise. Ya, Eidothea memang cerdas jika menilai kemampuan para muridnya.
"Apa kau akan marah karena aku pasti menyusahkanmu, tetapi Tuan Nicaise, kau tidak harus menyelamatkanku. Benar 'kan?" ujar Aalisha dengan tuan Von Havardur di hadapannya ini masih senantiasa menatapnya.
Tanpa menyahut perkataan Aalisha bahkan tanpa berkedip sedikit pun. Lelaki itu benar menatap Aalisha dengan intens, Aalisha sama sekali tidak paham apa maksud tatapan itu, sesaat wajah gadis itu memerah, dia menghela napas lalu berujar kembali. "Namun, aku tetap tahu diri jadi terima kasih dan aku mohon undur diri." Lekas ia membungkuk sebagai tanda penghormatan.
"Tunggu!" ucap Nicaise tidak jadi menyentuh pundak Aalisha karena dia teringat kejadian di ruangan Opera ketika gadis kecil itu marah karena Nicaise menyentuhnya secara tidak sopan dan tanpa izin.
Di luar dugaan, Aalisha menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Nicaise dengan tangannya bersedekap. "Apa?"
Nicaise mengepalkan tangannya, dia mengabaikan beberapa murid yang terlihat membantu murid lain yang terluka serta pingsan karena syok berat. "Apa kau membaca Novel Perempuan di Ujung Jurang Kematian?"
"Kenapa memangnya?"
"Aku dengar kabarnya, kalau pengarang novel itu akan menerbitkan novel baru dan kita bisa membeli langsung di pusat kota Scheorinweed."
Aalisha menaikkan sebelah alisnya. Apakah lelaki ini mengajaknya untuk membeli novel bersama? Sungguh mengapa harus menceritakan pada Aalisha padahal gadis itu yakin jika Nicaise punya teman yang juga tertarik dengan novel Sastra.
"Terus?"
"Apa kau mau membeli novel itu bersamaku?"
"Tidak." Maka Aalisha langsung membalikkan badannya dan melenggang pergi dari sana jadi Nicaise harus mengejarnya.
"Mengapa? Apa kau tak mau novel itu beserta tanda tangan, kau bahkan bisa bertemu pengarangnya!"
"Aku tidak mau punya ketertarikan yang sama denganmu. Jadi tidak perlu, Tuan Nicaise." Sialan, Aalisha tidak mau terlibat dengan Nicaise yang berengseknya seperti Eloise dan Athreus. Aalisha langsung melangkah dengan cepat meninggalkan Nicaise yang terdiam bagaikan patung.
"Dia menolakku, lagi?" Manik mata ungunya melihat kepergian Aalisha sedangkan kedua tangannya mengepal kuat.
Berada di sisi lain, agak jauh dari posisi Nicaise masih terdiam. Anila dan Mylo menatap dengan wajah melongo setelah melihat apa yang ada di depan mereka bahwa sahabat mereka bernama Aalisha barusan bertengkar dengan Nicaise, lagi!!
"Anila, ingatkan aku untuk tidak perlu mengkhawatirkan Aalisha karena gadis itu terkadang minyak dan api secara bersamaan." Mylo menghela napas panjang sambil memegangi kepalanya yang pusing.
"Jagad Dewa, gadis itu lebih gila dari yang kubayangkan."
Keduanya kini tidak bisa kabur lagi karena mereka sudah menaiki kapal yang sama dengan Aalisha. Kapal yang bukan terpaksa mengarungi lautan penuh badai, tetapi sengaja mencari badai karena kapal itu bermaksud hancur dan menenggelamkan seluruh awak kapalnya.
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
Di mana lagi selain Eidothea, kalau ada kebakaran, kelas masih anteng berjalan bahkan nggak ada pengajar yang mau turun tangan^^
Lalu akhirnya sudah tahu nih, para Majestic Families, mari coba kita ingat lagi:)
// First Majestic Families
1. De Lune
2. ???
3. Drazhan Veles
// Secondary Majestic Families
4. Kieran Zalana
5. Von Havardur
6. Clemence
7. Nerezza
8. Adrastus
Lah kurang satu ternyata, kira-kira siapa yah? Kok sejak awal nggak pernah disinggung, hehehehe.
Trivia: Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh individu murid di Akademi akan membuat poin mereka dikurangi. Hukuman paling berat adalah dikeluarkan dari akademi dan hal ini akan sangat mempengaruhi status sosial mereka terutama bagi kalangan bangsawan (Borjuis).
Prins Llumière
Jumat, 02 Desember 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top