Chapter 33

Mari coba, 16+ vote dan 30+ komen, nanti update cepat lagi^^

Warning! Chapter kali ini cukup bikin emosi!

Kehidupan Eidothea terasa mulai begitu indah bagi para murid baru karena mereka sudah mulai mengenal teman-teman dan beberapa terlihat akrab. Ada juga yang sudah hapal jalan menuju area kantin, ruang makan bersama, koridor menuju kelas, area latihan tanpa harus melihat peta, ya meskipun jalan yang dilewati selalu sama. Mereka masih agak takut jika harus memutar karena tidak mau berakhir tersesat atau bertemu dengan lebih banyak kakak tingkat di tempat antah berantah-artinya di daerah akademi yang tak mereka hafal.

Rasa bahagia semakin terasa karena selain akrab dengan teman, mereka banyak belajar hal baru serta begitu menyenangkan ketika bersama teman asrama kemudian mengerjakan tugas di kamar atau ruang utama.

Seperti pada suatu malam. Ada tugas dari salah satu profesor jadi mereka mengerjakan tugas itu di ruang utama asrama, tidak duduk di atas meja, tetapi berada di lantai karena bagi mereka lebih leluasa apalagi karpet di lantai ini begitu tebal, nyaman, dan empuk. Berbaring di sana sama sekali tidak membuat pinggang mereka sakit. Salah satu anak yang baik dan rajin, menawarkan diri untuk membuatkan minuman hangat dan membawakan beberapa cookies cokelat kemudian mereka makan bersama-sama.

Jika ada kakak tingkat atau siapa pun itu akan mereka tawari atau mereka sapa. Lawan bicara yang mereka sapa ternyata menyapa balik juga dan beberapa membalas dengan kalimat semangat. Ada juga kakak tingkat yang penasaran dengan tugas adik kelas mereka jadi dia melihat tugas tersebut kemudian terkekeh kecil.

Ternyata tugasnya sama seperti mereka dulu? Maka terciptalah beberapa tipe kakak tingkat dalam situasi ini. Tipe pertama, jika kakak tingkat itu baik maka akan membantu dengan memberikan beberapa jawaban, ingat hanya beberapa, itu pun sesuai dengan ingatannya yang tersisa.

Tipe kedua adalah kakak tingkat yang sangat baik, pasti kakak tingkat itu akan pergi ke kamarnya, mengobrak-abrik lemarinya hingga menemukan tugasnya dulu kemudian dia berikan ke para adik tingkat sambil berujar, "jadikan referensi, jawabannya jangan sama persis, namanya plagiarisme. Nanti takut ketahuan sama profesor kalian."

Tipe ketiga adalah kakak tingkat yang sama sekali tak mau membantu adik tingkatannya dan hanya menatap dengan tajam dari kejauhan melihat tingkah teman-temannya yang begitu mudah memberikan jawaban pada adik tingkatnya. Tidakkah mereka berpikir akan kesulitan yang mereka alami dulu dengan tugas yang menyusahkan itu? Bagaimana jika para pengajar tahu kalau mereka memberikan jawaban begitu saja pada adik tingkat? Sungguh pemalas dan tidak mau berusaha. Jika kini saja tidak mau berusaha, bagaimana nantinya? Maka itulah pemikiran yang terlintas dibenak kakak tingkat tipe ketiga sebelum menuju dapur untuk membuat minuman hangat.

Meskipun mereka semua penuh perbedaan, mereka tetap berada di ruangan itu kemudian tertawa bersama. Itulah salah satu alasan banyak yang bertahan untuk berada di akademi ini dan berniat melindungi asrama serta teman-teman yang menjadi keluarga mereka selama di Eidothea, oh atau lebih? Mungkin mereka bisa tetap seperti keluarga bahkan setelah lulus sekali pun.

Hanya saja, tidak semua memiliki pemikiran seperti itu. Masih ada beberapa murid yang sulit terbuka dengan anak-anak asrama dan memilih untuk berada di kamar ketika murid lain sedang berkumpul bersama. Tebak salah satunya siapa?

Aalisha hanya duduk di samping jendela dengan buku di tangannya serta secangkir teh panas. Dia menatap keluar yang memperlihatkan malam dengan beberapa kunang-kunang berterbangan. Sudah Aalisha abaikan ketukan pintu di kamarnya, berkali-kali malah karena dia malas sekali untuk ikut berkumpul dan bercanda tawa bersama dengan murid lainnya bahkan ketika Anila mengancam akan meledakan pintu kamar jika Aalisha tak kunjung keluar, tetapi gadis itu tak menggubrisnya, menjawab satu kata pun tidak. Akhirnya Anila dan lainnya menyerah, membiarkan Aalisha yang mereka pikir memang butuh waktu untuk sendiri.

"Aku masih bingung. Padahal ada dan tidaknya keberadaanku di sana, takkan mengubah apa pun. Malah akan terasa aneh karena aku gadis yang akhir-akhir ini menjadi bahan gosip. Harusnya mereka sadar jika bersamaku reputasi mereka akan berubah," ujar Aalisha yang kini di jari telunjuknya hinggap satu kunang-kunang.

"Kurasa taruhannya, akulah yang memenangkannya. Kira-kira apa yang akan kuminta dari master Arthur ya atau tunggu hingga akhir semester saja?"

****

Semakin hari berjalan, diketahui jika hidup di Eidothea akan banyak sekali kejadian yang bisa terjadi dalam sehari. Contohnya saja pada hari ini. Murid angkatan atas yang ajar oleh master Arthur, terlihat mereka berada di lapangan yang biasa menjadi tempat latihan fisik.

Satu kelas dibagi menjadi beberapa tim yang paling banyak-satu tim terdiri dari tiga orang. Kemudian dipasang barrier di sekeliling lapangan yang digunakan. Satu tim masuk ke barrier dan master Arthur juga. Maka tim tersebut harus mencuri benda yang dibawa master Arthur, biasanya berupa; gelang, jam, pedang, buku, bahkan mahkota. Tidak menutup kemungkinan para murid terluka karena master Arthur tidak main-main dalam pertarungan ini. Jika berhasil mencuri benda tersebut maka tim itu dinyatakan lulus ulangan, ya ulangan! Dapat bocoran dari kakak tingkat kalau ulangan master Arthur bisa lebih dari enam kali untuk satu semesternya.

"Bajingan, kalau ulangannya saja sesusah itu, apalagi ujiannya? Dia master yang gila."

Selain ulangan master Arthur, banyak sekali kegilaan di akademi ini. Salah satunya adalah tugas dari seorang profesor di tahun kedua atau ketiga. Profesor itu akan memberi tugas pada setiap murid untuk mencari binatang magis atau monster yang berada di dalam hutan yang tak jauh dari akademi ini. Mereka boleh melakukan apa pun bahkan bekerja sama dengan teman mereka. Hanya saja, tugas ini tidaklah mudah karena kematian yang bisa mengintai mereka kapan saja. Apalagi daerah hutan di Akademi ini termasuk paling magis sehingga banyak monster yang masih tinggal di sana. Alasan ini jugalah yang membuat seluruh bangunan atau kastil Eidothea diberi barrier agar mencegah penyerangan monster secara tiba-tiba.

Murid angkatan tahun kedua juga terlihat sibuk, mata pelajaran sihir penyegelan memberi mereka tugas berupa menyegel binatang magis yang sengaja disebar ke seluruh penjuru Akademi, maka mereka harus menyegel binatang tersebut untuk mendapatkan nilai.

"Kau lihat lalat barusan, itu sangat besar!!" ujar seorang murid begitu heboh.

"Bukan lalat bodoh! Itu binatang magis, lain kali bacalah buku agar otakmu sedikit terisi!" balas temannya.

Melihat pertengkaran kedua murid itu membuat Anila terkekeh kecil lalu beralih pada Mylo kemudian dia terkekeh lagi. "Dia bodoh, sepertimu."

"Aku tak sebodoh itu ya! Aku tahu kalau binatang itu bukan lalat," sahut Mylo yang mengelus dadanya karena harus banyak sabar dalam menghadapi Anila dan Aalisha.

Sungguh Mylo berpikir keras, bagaimana bisa dia begitu dekat dengan kedua gadis ini yang bagaikan penyihir gelap dan jahat? Terutama Aalisha. Gadis kecil itu sulit sekali dibaca tingkah dan isi kepalanya.

"Syukurlah, kupikir kau tak tahu. Ada juga gunanya otakmu itu," balas Anila.

"Tolong ya, aku tak sebodoh yang kau pikirkan lalu bisakah kau gunakan bahasa yang lebih sopan, Nona Andromeda?"

"Aku hanya berlaku tak sopan padamu, Tuan Cressida," sahut Anila.

Melihat kedua manusia di dekatnya ini, Aalisha jadi teringat dengan banyaknya kisah dalam novel-novel yang sering dia baca. Kisah sepasang teman atau teman masa kecil yang penuh dengan pertengkaran bahkan masalah rasa makanan saja suka diperdebatkan. Namun, lama kelamaan akan tumbuh benih-benih cinta yang membuat keduanya saling melindungi satu sama lain. Namun, sayang sekali. Akhir kisah bahagia itu akan sangat mengenaskan. Salah satu dari mereka pasti akan ada yang mati. Begitulah takdir dituliskan.

Mustahilkan kalau dalam kehidupan selalu berjalan dengan bahagia dan senangnya saja? Maka Aalisha takkan heran jika kisah itu terjadi di dunia nyata bahkan kematian yang menimpa juga.

"Kalau salah satu dari kalian mati, apa reaksi kalian?" ujar Aalisha yang sukses membuat keduanya menatap padanya.

"Kenapa kau mengatakan itu tiba-tiba?!" balas Mylo yang sangat yakin jika isi kepala Aalisha benar-benar tidak bisa ditebak.

"Aalisha tolonglah, pertanyaanmu itu mengerikan, kenapa juga kau bertanya begitu?" Anila ikutan berujar.

"Tak ada alasan khusus, aku hanya bertanya saja," ujar Aalisha yang menatap pada beberapa murid berlari ke sana-kemari seperti mencari sesuatu bahkan ada yang membawa sangkar burung.

Anila dan Mylo saling menatap seolah mereka sama-sama lelah karena sifat unik dan random gadis ini. Mau tidak dijawab, takut Aalisha marah. Apalagi gadis itu jarang sekali memulai dan nimbrung obrolan yang hitungannya tidak penting.

"Entahlah, mungkin aku akan sedih? Ya meski Mylo sangat menyebalkan, aku akan sedih kalau hal itu terjadi," jawab Anila.

"Jahat ya ...." Mylo tak menyangka jika Anila sengaja menekan kata menyebalkan. "Aku juga akan sedih, tapi aku berharap hal itu tak pernah terjadi. Lagian apaan pertanyaan itu, mana ada di dunia ini yang tak sedih ketika tahu orang terdekatnya mati!"

"Ya bisa saja 'kan? Apalagi kalian sering bertengkar bahkan pernah mengatai agar cepat mati? Banyak murid yang begitu juga di akademi ini," ujar Aalisha.

Anila diam mencerna semua perkataan Aalisha lalu memegangi kepalanya yang tak pusing. Apakah gadis ini terlalu polos atau memang begitu jalan pikirannya? "Aalisha gini, kami memang sering bertengkar, aku juga kesal dengan sifat banyak oceh Mylo, tapi-"

"Aalisha, kau bodoh atau apa?" sahut Mylo.

"Mylo!" teriak Aalisha.

Mylo tak menggubris amarah anila dan berujar kembali. "Gini ya, meskipun kami sering bertengkar atau bahkan mengumpat agar saling mati, kami tak pernah berharap hal itu terjadi. Semua orang begitu. Meskipun tak kenal akrab, seseorang akan sedih kalau orang terdekatnya mati, begitulah! Bahkan jika ada anak Sylvester yang mati, aku tak tahu dia siapa, aku akan sedih karena dia mati. Sedih ya karena empati manusia yang bisa merasakan kehilangan. Apalagi kalau orang terdekat mati, ya pasti sangat sedih karena kehilangan. Sekarang kau paham, jadi jangan tanya yang aneh-aneh lagi!"

Anila terdiam dengan perkataan Mylo yang sangat panjang itu. Meskipun dia sering mengejek Mylo bodoh, tetapi dia tahu jika lelaki itu punya kecerdasan di hal lain. "Mylo benar, maksudku juga begitu."

Aalisha mengangguk pelan, tetapi tak ada ekspresi yang begitu kentara. Malah gadis itu memperlihatkan ekspresi seolah baru belajar hal baru. "Oh begitu, jadi manusia bisa gitu ya. Aku baru tahu."

Keduanya langsung menatap dengan ekspresi terkejut bahkan mulut Mylo agak menganga karena tak percaya dengan kalimat yang barusan meluncur dari mulut gadis ini. Aku baru tahu, katanya? Seolah gadis kecil ini tak pernah merasakan kesedihan karena kehilangan seseorang? Baiklah, tak semua manusia di dunia pernah merasakan kehilangan, tetapi setidaknya setiap manusia tahu cara berempati pada manusia lain 'kan?

Mylo tak bisa menahannya di ujung lidah jadi dia berujar kembali. "Aalisha jangan bilang-akh sakit, kenapa kau injak?!"

Anila menatap tajam seolah paham apa yang hendak Mylo katakan jadi dia yang berujar, "kalau kau bagaimana? Apa kau akan sedih kalau salah satu dari kami mati atau siapa pun di akademi ini?"

Perlahan senyum tipis Aalisha terukir. "Entahlah, mungkin aku akan sedih, tapi-ah tidak jadi, mari ke kelas. Aku tak mau terlambat."

Mylo kembali menatap Anila yang menghela napas panjang. Mereka cukup sulit memahami Aalisha karena baru pertama kali bertemu manusia unik seperti gadis itu. "Ayo kita ke kelas, oh ya hari ini, ada kelas di lapangan juga 'kan?"

Anila akhirnya berjalan di samping gadis kecil itu sambil menyahut perkataan Mylo. "Ya, jadi kita harus ganti seragam dulu."

Aalisha melangkah melewati koridor demi koridor. Kemudian dia terpikirkan lagi obrolan mereka tadi. Ternyata manusia bisa merasakan kesedihan terhadap manusia lain meskipun mereka tak saling mengenal dekat atau bukan seseorang yang penting. Bahkan manusia yang sering bertengkar, berdebat, bahkan mungkin berantem. Mereka akan tetap sedih kalau orang terdekatnya itu mati atau pergi. Sungguh ya, perasaan makhluk hidup bernama manusia ini sangatlah rumit.

Lalu mengenai apakah Aalisha akan sedih atau tidak kalau seseorang mati. Jawabannya tadi, dia tak begitu yakin. Karena bagi Aalisha, dirinyalah yang akan menemui kematian, jauh lebih dulu dari setiap manusia yang dia kenal. Jadi untuk apa dia bersedih atas kematian orang lain? Jika dia lah yang lebih dulu mati

****

Kelas pertama pada hari ini selesai dan mereka diberikan tugas untuk merangkum materi yang dijelaskan tadi serta tambahan dari buku, tugas itu dikumpul Minggu depan jadi masih ada waktu untuk mengerjakannya.

Kini para murid di kelas Aalisha hendak kembali ke asrama untuk mengganti seragam mereka ke seragam training atau seragam berlatih. Selain itu, masih ada waktu sekitar satu jam sebelum kelas kedua jadi beberapa murid hendak ke kantin rumah pohon, ada juga yang ingin beristirahat sebentar di asrama.

Aalisha dan Mylo menunggu di salah satu koridor yang mengarah pada ruangan profesor Solana karena ada hal yang perlu diurus oleh Anila dengan profesor mereka yang mengajar dalam mata pelajaran biologi. Selain Anila, di dalam juga ada Kennedy. Di luar dugaan jika Kennedy sangat cerdas, dia mampu bersaing dengan Anila. Akhir-akhir ini juga, lelaki itu sering mendapatkan poin karena menjawab pertanyaan para pengajar.

"Kurasa suatu hari nanti Kennedy akan menyulut perang kecerdasan dengan Anila," ujar Mylo.

"Ya, mereka cerdas."

"Kau sendiri, kuyakin kau juga cerdas, tapi tidak menunjukkannya."

Aalisha menggeleng. "Aku tak seperti itu."

Mylo kembali menaruh perhatian serta kecurigaan kepada Aalisha. Selama di kelas, gadis itu jarang sekali aktif atau tak pernah sama sekali menunjukkan sifat ambisius dalam pelajaran. Dia hanya terlihat seperti pelajar normal, tidak cerdas dan tidak bodoh, begitulah pandangan orang-orang, tetapi Mylo yang sering duduk di samping Aalisha. Terkadang gadis itu menunjukkan gelagat seolah dia sudah paham lebih dulu akan suatu mata pelajaran atau dia jarang sekali kesusahan dalam memahami sebuah materi. Entah hanya perasaan Mylo saja yang berpikir jika banyak sekali rahasia yang Aalisha miliki ataukah gadis ini memanglah gadis biasa?

"Sepertinya mereka sedang mendapat tugas karenanya sejak pagi masih sibuk sambil membawa sangkar," ucap Mylo menatap pada beberapa murid angkatan tahun kedua.

"Sangkar. Tugas apa?" sahut Aalisha yang dalam hitungan detik seekor capung, tunggu bukan capung, tetapi makhluk aneh melintas di depan matanya.

"Tuh menangkap makhluk itu," ujar Mylo menunjuk pada makhluk biru yang beterbangan ke sana-kemari.

Aalisha memperhatikan makhluk itu yang ternyata adalah Fleeyrix. Fleeyrix merupakan makhluk atau binatang magis yang dianggap sebagai peri. Fleeyrix memiliki ukuran tubuh paling besar sekitar 20 cm. Binatang ini memiliki kepala, tubuh, dua kaki dan tangan, dua telinga panjang, serta empat sayap di punggung. Keempat sayap mereka bentuknya seperti sayap capung. Warna tubuh mereka adalah biru. Dikarenakan ukuran tubuh dan warna mereka maka nama lain Fleeyrix adalah peri kecil biru.

Fleeyrix merupakan binatang magis yang dapat terbang dengan sangat cepat serta spesies mereka sangat banyak dan tersebar di penjuru dunia. Fleeyrix biasanya tinggal di hutan-hutan terutama hutan rindang yang jauh dari pemukiman makhluk hidup lain terutama manusia. Mereka makhluk yang tidak agresif, jinak, dan terkadang pemalu.

Meskipun tinggal jauh di hutan dan terpisah dengan makhluk hidup lain, mereka akan senang jika bertemu makhluk hidup di luar jenis mereka karena mereka senang bermain. Awalnya peri kecil biru ini akan malu-malu kalau bertemu makhluk hidup lain, tetapi jika makhluk hidup itu dirasa aman oleh para Fleeyrix. Mereka akan mendekat dan mengajak bermain.

Spesies Fleeyrix sangat bermanfaat bagi kehidupan terutama bagi tumbuhan dan binatang. Fleeyrix mampu menggunakan sihir layaknya binatang magis, meski sihir mereka bukan digunakan untuk bertarung atau membunuh. Kekuatan mereka berkaitan dengan alam sehingga sihir mereka erat sekali dengan tumbuhan.

Para Fleeyrix dianggap sebagai peri tumbuhan karena mereka sering membantu tumbuhan untuk berfotosintesis serta tumbuh lebih subur. Tanaman yang sudah layu pun dapat subur kembali dengan sihir milik para Fleeyrix. Mereka juga mampu menghidupkan pohon yang sudah mati hingga tumbuh bunga dan berbuah lebat.

Biasanya di dalam hutan yang terlihat begitu subur dan rindang kemudian ada pohon buah dan rasa buahnya begitu lezat maka para Fleeyrix ada di sekitar sana dan mereka lah yang merawat tumbuhan atau pohon tersebut. Atas hal inilah, sudah mulai banyak manusia yang meminta bantuan para Fleeyrix untuk merawat kebun mereka jadi tidak mengherankan jika di beberapa kebun milik manusia ada spesies Fleeyrix. Binatang ini juga melakukan kegiatan mereka dengan senang hati karena mereka memang suka merawat tumbuhan.

Dikatakan diawal jika para Fleeyrix senang bermain dengan makhluk hidup lain. Permainan yang dimaksudkan adalah kejar-kejaran atau petak umpet karena Fleeyrix akan sangat menyukainya apalagi mereka ahli dalam bersembunyi. Mereka juga terkadang jail jika sudah akrab dengan makhluk hidup lain terutama manusia. Jadi salah satu bantuan Fleeyrix pada akademi ini adalah dijadikan target dalam sihir penyegelan.

"Kakakku bilang, di tahun kedua, ada tugas mata pelajaran sihir, praktikum mantra penyegelan. Jadi pihak akademi minta bantuan sama para Fleeyrix untuk dijadikan target, jadi mereka akan terbang ke sana-kemari sedangkan para murid harus menangkap mereka dengan teknik segel. Alasan menggunakan Fleeyrix karena mereka binatang yang paling jinak dan tidak masalah kalau melakukan hal ini, ya, kau pasti tahu kalau Fleeyrix suka kejar-kejaran," jelas Mylo kembali menatap Fleeyrix yang menempel di dinding karena sedang bersembunyi dari murid yang mengejarnya.

"Pantas saja, sejak pagi, beberapa orang seperti kehilangan sesuatu makanya ke sana-kemari," ujar Aalisha lalu tersenyum karena Fleeyrix itu menatap padanya dan Mylo dengan satu jari di depan bibir. Memberi isyarat pada keduanya agar tidak memberitahukan keberadaannya.

"Meskipun dikenal jinak, tetapi para Fleeyrix mendalami peran mereka karenanya tak mau tertangkap sama sekali oleh murid-murid itu," jelas Mylo kembali, "selain itu, Easton bilang kalau penilaian praktikum ini bukan hanya dilihat dari berhasil menyegel atau tidak, tetapi seberapa baik penggunaan mantranya."

Aalisha paham apa yang Mylo maksudkan. Jadi teknik penyegelan haruslah dilakukan dengan sempurna dan baik dengan artian tahu kegunaan mantra penyegelan tersebut untuk target apa. Beberapa mantra penyegelan hewan hanya bisa digunakan pada hewan saja karena kalau digunakan pada manusia bisa saja terjadi kesalahan begitu juga sebaliknya. Kemudian jika teknik ini sembarang digunakan, takutnya akan menyakiti target. Misalnya saja, target binatang harus disegel agar ditenangkan dan tidak boleh tersakiti, tetapi teknik penyegelan yang tak sempurna akan menyakiti binatang tersebut maka teknik mantra penyegelannya dianggap gagal. Namun, ada beberapa teknik penyegelan yang dapat digunakan untuk menyiksa.

"Setahuku, Fleeyrix termasuk binatang jinak yang perasa jadi mereka akan mengerikan kalau marah," ujar Aalisha.

"Benarkah? Kalau marah apa yang mereka lakukan?"

"Entahlah, aku tak pernah melihatnya langsung, tapi bukankah spesies mereka banyak. Mungkin mereka akan-kenapa kau menunjuk kepalaku?" Aalisha bingung karena wajah Mylo pucat dan tangannya menunjuk ke atas kepalanya.

"Itu, itu, Fleeyrix tadi, sekarang ada di atas kepalamu! Dia bahkan mau duduk di kepalamu!" ucapnya dengan nada begitu cepat.

"Oh, tenanglah, dia takkan membunuhku."

"Mana bisa tenang! Dilihat dari jarak sedekat ini, bentuk mereka cukup mengerikan! Kau tak mau mengusirnya?!"

"Bukankah kau tadi bicara panjang lebar tentang Fleeyrix, kenapa sekarang malah takut?" Aalisha menghela napas selain itu kepalanya terasa geli karena Fleeyrix itu duduk di atas kepalanya lalu terkekeh karena melihat wajah pucat Mylo, semakin saja lelaki itu ketakutan.

"Aku tak takut! Hanya terkejut, lagian siapa yang tidak terkejut karena makhluk itu tiba-tiba hinggap di kepalamu!"

"Dia tak membunuhku jadi tak masalah."

"Bukan itu masalahnya!" Sialan sekali, Mylo sangat bingung, bagaimana bisa gadis itu memasang wajah datar seolah tak terjadi apa-apa? Dia sangat tenang sampai-sampai Mylo berpikir kalau Aalisha sudah terbiasa bertemu makhluk aneh dan hinggap di kepalanya. "Sudahlah, bisakah kita usir Fleeyrix itu?"

Aalisha berujar, "baiklah, baiklah, akan kusingkirkan. Aku tak mau kau mati jantungan karena hal ini."

"Syukurlah ... tunggu! Kau akan menyentuh makhluk itu langsung?"

"Dia tak mau pergi dari kepalaku? Tentu harus kusingkirkan langsung."

Baru hendak menyentuh Fleeyrix di atas kepalanya, tiba-tiba Mylo merasakan energi neith melaju kencang ke arah mereka dan langsung saja dia berteriak, "AALISHA AWAS!" Lalu Mylo melompat ke arah Aalisha, menarik gadis itu, menyebabkan mereka berdua terjatuh hingga kepala serta badan membentur lantai dengan keras.

Bersamaan dengan keduanya yang jatuh ke lantai, Fleeyrix tadi terlempar ke belakang juga dan tubuh kecilnya menghantam lantai dengan sangat keras. Fleeyrix itu memekik kesakitan. Lalu muncul pentagram hijau dari bawah yang kemudian tali dengan warna hijau gradasi merah tua keluar dari pentagram sihir tersebut, menjerat setiap titik tubuh Fleeyrix yang semakin kesakitan.

"Frenum Dolet." Suara itu terdengar dengan langkah kaki yang mendekati Aalisha serta Mylo atau lebih tepatnya mendekati Fleeyrix yang sudah tak berdaya itu. "Sudah kubilang untuk menyingkir 'kan? Kalian memang bodoh atau apa?"

"Oh ayolah, Bethany, mereka pasti bermasalah pada pendengaran. Apalagi gadis murahan di sana yang lebih parah lagi karena tak paham bahasa manusia beradab," timpal Jasmine tersenyum puas melihat Aalisha tersungkur di tanah.

"Kau tak apa?" ujar Mylo membantu Aalisha berdiri. "Hei, apa-apaan perkataanmu itu?!" Mylo menatap pada kedua gadis yang merupakan kakak tingkatnya.

"Cressida, jangan berteriak di depanku hanya karena kau setara denganku. Kurasa sifatmu jadi rendah karena berteman dengan gadis bawah itu," sahut Jasmine kembali.

"Kusarankan untuk mencari teman yang punya kedudukan yang sama. Di Eidothea, seorang pengecut, tidak dibutuhkan," balas Bethany dengan menatap tajam pada Aalisha yang baru merapikan jubahnya.

"Aku tak perlu saran kalian berdua," balas Mylo. Dia tahu siapa salah satu gadis ini. Delilah adalah keluarga bangsawan yang punya kedudukan yang sama dengan Mylo, kepala keluarga Delilah adalah seorang Viscount.

"Tentu kami tidak memaksa, Tuan Cressida." Jasmine perlahan melangkah hingga ke depan Aalisha dan agak menunduk untuk menatap mata gadis kecil itu, oh gadis kecil atau gadis cacat yang benarnya? "Kami hanya ingin gadis ini tahu di mana posisinya berada."

Aalisha membuang wajahnya karena malas sekali dia menanggapi perkataan manusia seperti Delilah. Mengapa Anila lama sekali berurusan dengan profesor Solana? Karena hal ini, Aalisha harus bertemu dengan dua manusia yang begitu menyebalkan. Oh Dewa, Aalisha sudah lelah bertemu dengan banyak manusia menyebalkan di akademi ini. Kenapa juga rata-rata mereka tak ada yang waras dan suka sekali membanggakan nama keluarga mereka? Aalisha hanya ingin kehidupan normal di akademi.

"Kurasa dia tak mampu menjawab lagi, Jasmine," balas Bethany tersenyum puas lalu menuju Fleeyrix yang tersungkur di lantai.

"Baguslah kalau kau sadar di mana posisimu, dasar anak anjing congkak," ujar Jasmine lalu menuju Bethany.

"Sial-" Mylo terdiam ketika melihat Aalisha yang menggeleng pelan seolah memberikan instruksi agar tidak terlibat lagi dengan kedua manusia itu.

Maka Mylo menurut dan hanya bisa mengumpat dalam hatinya. Di sisi lain, dia tak menyangka jika Aalisha hanya diam saja, tidak seperti biasanya yang di mana gadis itu tak mau kalah dan pasti mencari cara untuk membuat lawannya semakin kesal. Mungkinkah gadis itu memilih jalan damai?

Aalisha menatap pada Jasmine yang membawa sangkar kecil dan di dalamnya ada Fleeyrix terikat kuat dengan mantra penyegelan, ya Fleeyrix itu sedang merasa sakit. Bethany memasukkan Fleeyrix yang barusan ditangkap ke dalam sangkar kemudian dia menggunakan mantra penyegelan hingga Fleeyrix itu terjerat dan sama kesakitan juga dengan Fleeyrix milik Jasmine.

"Ayo pergi Jasmine, kurasa kita akan mendapatkan nilai tinggi di kelas," ujar Bethany.

"Itu yang kalian sebut mantra penyegelan?" ujar Aalisha yang langsung membuat Mylo menatap dengan mata membulat.

"Kau bilang apa?" sahut Bethany.

"Aku mau bilang, kalian berdua memang bodoh ya, pantas saja cocok disandingkan dengan otak Felix." Aalisha maju perlahan-lahan hingga di hadapan Bethany dan Jasmine yang wajah mereka terlihat memerah karena amarah.

Mylo tak bisa turun tangan, hanya bisa menjerit di dalam hati karena dia sudah salah, sangat salah besar telah berpikir jika Aalisha memilih jalan damai dan mengalah. Kenyataannya, gadis kecil ini memang tak mau kalah.

"Majestic Families saja dilawan, apalagi mereka," gumam Mylo yang hendak pensiun mengkhawatirkan Aalisha. Tidak, mana bisa pensiun!! Gadis itu meskipun berani, tidak bisa tidak membuat khawatir!

"Tahu apa kau akan mantra, hah?!" balas Jasmine yang begitu hendak menjambak rambut atau melukai gadis kecil ini dengan mantranya.

Aalisha bersedekap. "Entahlah, aku tak tahu sehebat apa aku menggunakan mantra penyegelan, tapi harusnya kalian paham dasarnya 'kan? Kalian diminta untuk menyegel binatang magis bukan monster berarti binatang itu tak boleh kesakitan, tapi apa yang barusan kalian lakukan? Kalian menyakitinya yang artinya teknik segel kalian masih cacat."

"Sialan!" Jasmine yang sangat kesal, langsung menarik kerah seragam Aalisha kemudian mendorong kuat gadis itu hingga jatuh ke belakang. Belum selesai membuat Aalisha sakit, Jasmine mengayunkan tangannya sambil merapalkan mantra. "Frigus Aquemerium."

Maka muncullah pentagram sihir tepat di atas kepala Aalisha. Melalui pentagram sihir itu, air turun ke bawah layaknya air terjun yang begitu deras dan dingin sehingga langsung membuat seluruh seragam hingga tubuh Aalisha basah kuyup. Dari pandangan Jasmine, gadis kecil itu terlihat sangat menyedihkan dengan seragamnya yang basah, tersungkur di lantai yang penuh dengan genangan air.

"Hei, gila kalian ya!" teriak Mylo hendak mendekati Aalisha, tetapi dalam sekejap Bethany ada di hadapannya kemudian meninju keras perut Mylo sambil merapalkan mantra.

"Fortis Foras." Mantra itu sukses membuat Mylo terlempar ke belakang dengan sangat kuat, tubuhnya membentur lantai dengan keras. Darah keluar dari mulutnya serta wajahnya tergores.

"Aku sudah muak dengan ocehan yang keluar dari mulutmu itu," ujar Jasmine, "kalangan bawah harusnya tahu cara bersikap sopan pada para bangsawan, tapi kau berbeda. Apakah ibumu tidak mengajari caranya bersikap sopan santun, oh ataukah ibumu sama saja, tidak tahu sopan santun juga."

Perlahan Aalisha menyeka poninya yang basah lalu menatap Jasmine dengan tatapan yang sama sekali tak dipahami. Apakah gadis kecil itu ketakutan, kesal, marah, menangis, sedih? Sama sekali tidak terbaca. Apa-apaan maksud dari tatapan Aalisha itu, Jasmine seketika merasa ngeri. Tubuhnya meremang. Sialan, mengapa bisa dia ngeri pada gadis kasta bawah itu!

"Jasmine Delilah," ujar Aalisha yang tanpa aba-aba langsung melayangkan tinjunya. Jasmine berhasil menghindar, tetapi karena rasa terkejut, dia jadi tersandung, terjatuh hingga membuat sangkar Fleeyrix di tangannya jadi terlepas.

Gadis Delilah itu hendak berteriak, tapi mulutnya jadi membisu ketika menatap dua jari Aalisha yang mengarah tepat di dahinya. "Kau mau apa?"

Bethany berteriak, "hei gadis rendahan-"

"Diamlah Bethany, kau mau sahabatmu ini terluka? Sebelumnya apakah kalian pernah mendengar tentang niteleum? Profesor Ambrosia berkata jika aku adalah niteleum karenanya ledakan orxium terjadi, akibat aku cacat dalam mengendalikan neith. Kira-kira apa yang akan terjadi ya kalau kugunakan sihir tak terkendali dan cacatku ini kepadamu, Nona Jasmine Delilah?"

Bethany dan Jasmine terdiam membisu. Mereka pernah mendengar kasus seorang murid niteleum yang tak mampu mengendalikan sihirnya karena dipaksakan maka sihir itu berhasil membuat beberapa orang dilarikan ke rumah sakit beserta pengguna sihir itu sendiri. Parahnya, ada murid yang koma juga atas kejadian itu.

Jika Aalisha benar-benar melakukannya maka bencana akan terjadi. Terlebih dari tatapan Aalisha, Jasmine sangat yakin jika gadis itu tidak main-main.

"Kalau kau lakukan, kau juga akan terluka, kau gila membuat dirimu sendiri terluka?" ujar Jasmine sudah ketakutan.

"Aku tak masalah."

"Apa?"

Aalisha tersenyum bak seorang penjahat yang tak sabar melihat penderitaan di depan matanya. "Aku tak masalah bahkan jika tanganku harus putus karena aku hanya ingin kepuasan ketika melihatmu segera menemui malaikat kematian. Jadi bersiaplah."

"Jangan!" teriak Bethany.

"Immediata Mors-"

"Kumohon hentikan!" teriak Jasmine langsung membuat posisi melindungi dengan tangan di depan wajahnya dan mata menutup erat. Mulut mengatup, gigi gemeretak, seluruh tubuh Jasmine gemetar bahkan dia meneteskan air mata saking takutnya.

"Ha ha ha ha, maaf, maaf, kau pasti sangat ketakutan, maafkan aku, tapi melihatmu sangatlah lucu," ujar Aalisha cepat dan masih tertawa. Dia kemudian meraih sangkar Fleeyrix milik Jasmine.

"Keparat kau!" Jasmine terdiam kembali ketika melihat Aalisha menggenggam kuat sangkar tersebut. "Jangan lakukan atau kubunuh kau!"

"Gadis gila!" teriak Bethany juga.

"Maaf, aku bukanlah manusia yang baik dan suci," ujar Aalisha membuka pintu sangkar tersebut yang membuat Fleeyrix di dalamnya keluar dan terbang bebas.

"Tidak, Fleeyrix-ku! Aalisha!!" teriak Jasmine yang langsung mendorong Aalisha lalu menjambak kuat rambut gadis itu hingga beberapa helai rontok. "Bethany bantu aku!"

"Kemari kau gadis rendahan!"

"Hei! Lepaskan Aalisha," teriak Mylo yang sudah mengambil sangkar milik Bethany.

"Cressida, jika kau lakukan-"

"Bacot kalian berdua, gadis gila!" teriak Mylo lalu mengempaskan sangkar tersebut dan Fleeyrix di dalamnya jadi ikutan kabur.

"Kalian gila, kalian tahu berapa lama kami mencoba untuk menangkap Fleeyrix itu!" teriak Bethany begitu pasrah dengan amarah yang menjadi satu.

"Tinggal tangkap lagi, apa susahnya," balas Aalisha.

"Dasar sialan!" Maka satu tamparan keras hampir saja mendarat di wajah Aalisha jika gadis itu tidak menahan tangan Jasmine.

"Aku sudah kesal, jadi jangan coba melukai wajah berhargaku atau kutarik kau ke neraka." Aalisha mencengkeram kuat lengan Jasmine hingga gadis itu kesakitan.

"Bethany tolong aku!" teriak Jasmine yang dalam hitungan detik setelahnya. Bethany berhasil menyelamatkan sahabatnya itu dan kini mengangkat tubuh Aalisha yang begitu ringan lalu dibenturkan ke dinding, sakit menyeruak di kepala Aalisha, kini dia terpojok.

"Biar kuhantam wajahmu itu!" teriak Bethany, tetapi dia malah mengaduh kesakitan karena sesuatu mengenai kepalanya. "Siapa yang melakukannya? Aduh, sakit! Lagian apaan ini?"

Bethany melepaskan cengkeraman pada kerah Aalisha lalu menyentuh kepalanya, tangannya terasa lengket dan ada cairan merah di sana, sepertinya tomat?

"Auh!! Siapa yang melempariku dengan tomat!" teriak Jasmine karena rambutnya penuh dengan cairan tomat juga.

"Hei lihat ke atas sana," ujar Mylo menunjuk pada empat ekor Fleeyrix yang dua ekor Fleeyrix sedang memegangi wadah berisi tomat sedangkan dua lainnya yang sejak tadi melempari tomat pada Jasmine dam Bethany.

"Sialan, apa yang dilakukan makhluk itu-" Bethany terdiam ketika satu buah tomat berhasil mengenai wajahnya.

"Kenapa mereka melempari kita!!!" Jasmine berang, salah satu tomat mengenai kepalanya adalah tomat busuk yang baunya menyengat. "Hei kemari kalian dasar makhluk gila! Kemari agar kucincang dan dijadikan pakan Bobynolous!"

"Sialan, dasar makhluk hina dan menjijikan!" Bethany mengarahkan kelima jemarinya tepat pada para Fleeyrix.

"Hei apa yang kau lakukan," tegur Mylo, tetapi Bethany tak memedulikan.

"Frenum Dolet!" Empat pentagram sihir muncul di atas para Fleeyrix yang langsung saja tali begitu panjang menjerat setiap titik tubuh mereka terutama bagian sayap membuat kedua Fleeyrix menjatuhkan wadah tomat mereka, keempat Fleeyrix itu berakhir menjerit kesakitan sebelum jatuh ke lantai dengan begitu keras.

"Bagus Bethany, kita mendapatkan dua Fleeyrix tambahan," sahut Jasmine.

"Kau gila, kau mau membunuh mereka?!" teriak Mylo yang tak tega melihat pemandangan mengenaskan di depannya ini.

"Salah mereka tiba-tiba melempari kami tomat, lagian untuk apa bersimpati, spesies mereka tersebar di seluruh dunia, satu atau dua ekor mati, takkan jadi masalah," balas Bethany yang kini membuat Mylo paham jika kedua manusia ini benar-benar gila, pantas saja Aalisha begitu benci mereka.

"Kasta bawah, kenapa kau hanya diam saja? Kau kedinginan ataukah marah karena ...." Jasmine tersenyum puas karena Aalisha sejak tadi hanya menundukkan kepalanya seolah ketakutan. "Binatang di sana sangat mirip denganmu, begitu lemah."

Fleeyrix dikenal dengan sebutan peri tumbuhan karena mereka begitu mencintai tumbuhan. Binatang ini termasuk jenis binatang magis yang jumlahnya sangat banyak dan tersebar di seluruh dunia, alasan spesies mereka begitu banyak karena sekali melahirkan, bisa lahir sekitar 30 anak.

Mereka memang tak tercipta menggunakan sihir untuk membunuh, tetapi di dunia ini, meskipun tak tercipta untuk membunuh. Setiap makhluk hidup pasti punya naluri melawan untuk bertahan hidup, begitu juga peri tumbuhan ini. Jika satu Fleeyrix diusik terutama nyawa mereka terancam, Fleeyrix lain akan melawan. Maka bayangkan sebanyak apa jumlah mereka jika berkumpul.

"Sialan."

Mylo langsung ternganga ketika melihat sekitar tiga puluh Fleeyrix kini terbang di atas kepala mereka berempat. Sekitar delapan Fleeyrix memanggul kain yang berisi buah ceri sedangkan sisanya sudah bersiap dengan dua ceri di tangan masing-masing untuk menyerang target mereka yang telah melukai Fleeyrix lainnya.

"Kenapa mereka ada sebanyak ini? Apa mereka Fleeyrix murid lain yang kabur atau gimana?" ujar Jasmine, suaranya sangat gemetar.

"Aku tak bisa menangkap mereka semua." Bethany merinding karena suara sayap mereka begitu mengerikan.

Jasmine meneguk salivanya. "Apa, apa yang mau mereka lakukan?"

"Kalian tahu 'kan," ujar Aalisha, menyeringai, "para Fleeyrix senang sekali bermain kejar-kejaran dan petak umpet. Jika biasanya mereka yang dikejar dan bersembunyi, maka kini giliran kalian berdua yang harus bersembunyi. Maka bersiaplah dalam hitungan, tiga ...."

"Kabur," ucap Bethany sudah ketakutan.

"Apa, tidak bisakah kita melawan? Kuyakin mereka akan berhenti jika digunakan mantra-"

"Mana bisa! Mantra apa?!" balas Bethany.

"Dua," ujar Aalisha.

"Kubilang kabur! Kau gila mau melawan mereka!" teriak Bethany langsung menarik lengan Jasmine dan mereka berlari dari sana.

"Satu."

Maka tiga puluh Fleeyrix itu berterbangan mengejar Bethany dan Jasmine. Kecepatan para Fleeyrix bahkan melebihi kecepatan anak panah yang melesat atau seekor hyena memburu targetnya, tidak hanya terbang dengan sangat cepat, para Fleeyrix itu melempari keduanya dengan buah ceri yang ketika terkena kulit terasa seperti ditembak menggunakan batu kerikil, tetapi lengket.

Tawa Mylo menguar melihat kedua kakak tingkatnya berlari tunggang langgang dan seragam penuh cairan buah ceri bahkan ada buah yang busuk mengenai rambut dan wajah mereka. Semakin mereka berlari ke luar, semakin banyak Fleeyrix yang bermunculan dan ikutan mengejar mereka.

"Sial, mereka, haduh, kasihan, kasihan sekali. Aku tak tahu para Fleeyrix bisa seseram ini jika berkumpul," ujar Mylo masih dengan tawanya sampai dia merasa perutnya sakit.

Aalisha hanya tersenyum tipis melihat kedua manusia yang akhirnya mendapatkan karma mereka sendiri. Betapa puasnya Aalisha hari ini.

"Ba-bagaimana bisa para Fleeyrix itu jadi berkumpul-"

"Kalian, apa yang terjadi!!" teriak Anila.

"Sudah terjawab alasannya," ucap Mylo.

Anila menatap cengo sedangkan Kennedy di samping juga terdiam membisu. Mereka berdua melirik pada Mylo yang seragamnya kotor serta ada luka di wajahnya sedangkan Aalisha dengan seragam basahnya bahkan air masih menetes dari jubahnya yang panjang.

"Selesai juga urusanmu itu!" teriak Mylo, "selama kau di sana, kami sempat kalau hendak keliling dunia dan mengalahkan monster di setiap benua!"

"Diamlah bodoh, Aalisha apa yang terjadi padamu! Kenapa basah kuyup, lalu tadi aku mendengar suara dua orang lagi, siapa mereka."

"Jasmine Delilah dan temannya," sahut Aalisha singkat.

"Delilah bajingan itu! Dia harus diberi pelajaran!" Anila tidak habis pikir. Bisa-bisanya selama dia mengurus beberapa hal dengan profesor Solana. Kedua sahabatnya harus berseteru dengan Jasmine Delilah bahkan berakhir kacau begini, terutama Aalisha, jelas sekali jika Delilah itu merundung Aalisha dengan terang-terangan.

"Uhm, aku tak tahu ada masalah apa kalian, tapi kita harus segera ke asrama 'kan? Kau, kau bisa sakit kalau berlama-lama dengan seragam basah," ujar Kennedy.

Aalisha melirik sesaat pada Kennedy. "Dia benar, kurasa kita harus segera ke asrama."

"Baiklah, kau tak terluka parahkan, apa saja yang Delilah itu lakukan padamu. Hei Mylo, apa kau tak membantu Aalisha di saat dia diganggu, hah!" Anila menatap Mylo yang sejak tadi tengah berpikir keras. "Kau kenapa?"

"Bukan kau yang memanggil para Fleeyrix?" tanya Mylo bingung.

"Fleeyrix, apa yang kau maksudkan? Aku baru keluar dari sana setelah berurusan dengan profesor Solana," ujar Anila jadi ikutan bingung.

"Kalau kau tak memanggil mereka dengan sihir, lalu bagaimana mereka tahu ada jenis mereka di sini atau naluri-"

"Aalisha, kau berdarah!" teriak Kennedy dan sontak Mylo serta Anila menoleh pada Aalisha.

Gadis itu menyentuh hidungnya yang keluar darah cukup banyak bahkan kini dia terbatuk dan darah keluar juga dari mulutnya. "Kurasa ini karena dijambak oleh Jasmine tadi, aku tak apa," ujar Aalisha yang perlahan menyeka darah tersebut dengan punggung tangannya.

"Tak apa katamu? Bagaimana jika kepalamu terluka parah!" teriak Anila yang suaranya sungguh membuat Aalisha jadi kesal dan pusing. "Jangan kau seka pakai tangan!"

"Darahnya keluar terus," ujar Aalisha santai.

"Ya, tapi jangan pakai tangan," balas Anila.

"Kita harus cepat kembali," ujar Mylo jadi semakin bersalah karena tidak bisa membantu Aalisha saat itu.

Kennedy yang melihat Aalisha jadi terlihat kebingungan dan gundah. Tangannya mengepal lalu dia mendekati gadis itu. "Hei," panggilnya dan Aalisha hanya menatap sinis.

"Ada?" sahut Anila.

Kennedy semakin gundah dan dia agak takut untuk mengatakannya jadi dia urungkan niatnya tersebut. "Maaf tidak jadi."

"Baiklah, kau kembali saja ke asramamu karena sebentar lagi kelas dimulai, kami antara menyusul atau tidak," jelas Anila lalu bersama dengan Mylo segera membawa Aalisha menuju asrama Arevalous.

Kennedy menatap kepergian mereka lalu perlahan membuka kepalan tangan kanannya yang terdapat sapu tangan putih di sana. Dia hendak memberikan sapu tangan itu pada Aalisha ketika melihat gadis itu berdarah, tetapi ada rasa bingung, gundah, bahkan takut karena dia tahu betapa dinginnya gadis itu jadi dia urungkan niatnya. "Harusnya kuberikan saja padanya, maafkan aku."

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

Hola!! Gimana dengan chapater kali ini? Baru pemanasan, semakin ke depan, bakal banyak konflik tak terduga dan bikin emosi.

Kebanyakan kaum bangsawan senang pakai nama keluarga mereka selain untuk sombong, juga untuk melindungi diri. Namun, gak semua juga, contohnya Mylo; sejak kecil jarang pamer nama keluarganya padahal bapaknya Viscount yang cukup berpengaruh di kalangan sosial. Nanti ada chapter yang bakal jelasin tingkatan bangsawan di Athinelon, tunggu rilisnya.

Lalu gue mau bilang, kalau salah satu chapter nanti Aalisha bakal [sebagian teks hilang karena mengandung spoiler].

Kamis, 27 Oktober 2022

Prins Llumière

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top