Chapter 31
Malam ini setelah jam makan malam. Anak-anak ekstrakurikuler opera akan mengadakan pertunjukan, hal ini sebagai bentuk penyambutan murid baru di akademi atau malah diam-diam menjadi ajang promosi ekskul mereka?
Di Akademi Eidothea sebenarnya ada banyak ekstrakurikuler sebagai pengembangan diri di luar pembelajaran. Adanya ekskul ini baru ada setelah profesor Eugenius menjabat sebagai Kepala Akademi, karena sebelumnya, tidak ada ekskul, tetapi disebutnya sebagai Aktivitas Tambahan, itu pun hanya sedikit, tidak seperti ekskul yang sudah ada sekarang.
Ekstrakurikuler ini terdiri dari beberapa kegiatan atau pengembangan diri yang diusulkan oleh para murid di akademi; kebanyakan melalui hobi. Jadi setelah membuat laporan pengajuan ekskul ke Kepala Akademi kemudian disetujui maka ekskul tersebut akan berjalan, beberapa ekskul juga diberikan ruangan. Ekstrakurikuler yang bertahan sejauh ini di akademi seperti opera, orkestra, klub membaca, klub puisi dan syair, klub pecinta binatang, klub menjahit dan menyulam, astronomi, dan masih banyak lagi.
Salah satu klub paling terkenal di Eidothea adalah Klub pertandingan Oulixeus—berasal dari kata to be angry. Oulixeus merupakan suatu pertandingan berupa peperangan yang menggunakan tim atau kelompok. Dalam pertandingan ini ada berbagai jenis permainan yang harus dimainkan antara kelompok yang menjadi musuh satu sama lain, jenis permainan ini ada banyak macamnya, dimulai dengan saling memperebutkan bendera, memecahkan teka-teki, bertarung melawan boneka, serta lainnya. Oulixeus menjadi kategori pertandingan universal sehingga tidak hanya anak Eidothea yang memainkan pertandingan ini, tetapi juga sekolah lain bahkan di luar instansi pendidikan. Sehingga sering sekali pihak kerajaan atau kekaisaran menyelenggarakan Oulixeus untuk khalayak umum.
Di Eidothea sendiri, klub Oulixeus sangat diminati. Setiap asrama di akademi, memiliki tim masing-masing dalam pertandingan ini, melalui ini jugalah persaingan sengit sering terjadi antara asrama.
"Aku ingin tidur," ujar Aalisha.
"Oh ayolah, kita akan mengunjungi Frisca! Tak mau apa melihat kegiatan anak opera?" ujar Mylo sangat keras kepala, "Anila saja sudah di ruangan opera untuk membantu Frisca, masa kau tidak?"
"Dia memang gitu, gak punya kehidupan, kerjaannya tidur sama baca buku padahal gak nambah tinggi juga," timpal Gilbert.
Sontak Aalisha menatap tajam pada Gilbert yang terlihat begitu puas setelah mengejeknya. "Kau bilang apa bajingan?"
"Hei, hei, jangan bertengkar," ujar Mylo menengahi.
Gilbert bukannya takut, dia malah melangkah persis ke depan Aalisha, lalu sedikit menundukkan badannya agar bisa sejajar dengan gadis tersebut. "Kubilang pendek, aku saja harus menunduk agar bisa menatap matamu."
Harusnya Gilbert tidak memancing emosi Aalisha karena gadis itu sukses menendang tulang kering kaki Gilbert hingga lelaki itu menjerit kesakitan dan kini dia terduduk sambil mengelus kakinya yang berdenyut.
"Kau gila ya! Sakit woy!" teriak Gilbert yang perlu mengangkat kepalanya agar bisa menatap Aalisha.
"Nah gini dong, posisi yang sebenarnya ketika berbicara di hadapanku," ujar Aalisha tersenyum, "kau yang harusnya ada di bawah."
Maka Aalisha langsung melangkah begitu saja meninggalkan Gilbert sambil menarik jubah Mylo. "Kita temuin Anila dan Frisca, tunjukkan jalannya ke sana."
"Baiklah," ujar Mylo entah mengapa merasa ada aura mengerikan terpancar dari diri Aalisha. Apakah gadis itu selalu mengerikan seperti ini?
"Oh ya Gilbert, kau akan di sana saja, kalau mau tiduran di kamar bukan di tanah, dasar pemalas."
Gilbert menatap tak percaya pada Aalisha. Gadis ini benar-benar menyebalkan, tetapi di sisi lain sangatlah menakjubkan. Ya, lelaki itu sedikit kagum pada Aalisha. Pasalnya Gilbert lahir sebagai bangsawan kelas rendah, ayahnya adalah seorang Baron yang ketika disandingkan dengan sosok seperti Killian yang berasal dari kalangan Marquess, maka Gilbert akan kalah jauh.
Di masa kecilnya, dia terkadang tidak diterima oleh anak-anak yang punya kasta tinggi bahkan beberapa kali dirundung, Gilbert jadi memilih berteman dengan rakyat biasa karena mereka terlihat lebih tulus. Namun, ketika bermain dengan mereka. Kalangan bangsawan lain seolah benar-benar menganggap mereka sebagai manusia rendahan, kadang disamakan dengan binatang. Mereka juga mengejek Gilbert karena berteman dengan manusia tak setara derajatnya. Sejak saat itu, Gilbert benci sekali dengan kaum bangsawan yang suka menghina orang lain. Dia berniat masuk ke Eidothea agar berhenti dianggap rendah karena Eidothea adalah jalan bagi anak-anak proletar agar bisa dihargai juga oleh kalangan sosial.
Hanya saja, jika dihadapkan dengan kalangan bangsawan terutama Keluarga Terpandang, para kaum kasta bawah, tetap tak berdaya. Kebanyakan murid kasta bawah ketakutan pada murid bangsawan, alasannya beragam, tetapi paling utama adalah keluarga mereka dihancurkan oleh para bangsawan. Maka Gilbert juga begitu. Hingga dia mendengar rumor bahwa seorang gadis tanpa nama keluarga berseteru dengan keturunan Delilah di pusat kota bahkan berani menyahuti perkataan putra tunggal dari keluarga Cornelius. Dilihat dari sisi mana pun, gadis itu terlihat begitu lemah. Namun, nyatanya dia tak mudah diruntuhkan begitu saja.
Bertemu dengan Aalisha. Membuat Gilbert memahami satu hal bahwa di dunia ini, tidak segalanya harus dipandang dengan kasta dan tahta.
"Hei tunggu aku!" teriak Gilbert kemudian merangkul Aalisha dan Mylo.
"Apa sih?! Jangan dirangkul!" balas Aalisha melepaskan rangkulan Gilbert.
Awalnya Gilbert berpikir jika dia takkan mendapatkan teman di akademi ini. Akan tetapi, kenyataannya para Dewa memberikan kejutan yaitu memiliki teman-teman yang bisa dipercaya dan tulus padanya.
"Hei, kita berteman hingga lulus akademi ya," ujar Gilbert, "ya, ya, janji kalian ya?"
"Kau kenapa? Yang ditendang Aalisha kan kakimu, ternyata kepalamu malah ikutan bermasalah," sahut Mylo.
"Gak usah ditanya, dia sejak awal memang bermasalah," sahut Aalisha, "lagian apa-apaan kata-kata puitismu itu? Menjijikan, sekalian saja ikut klub syair sana."
"Ah dasar kau ini, pemalu sekali!" Gilbert hendak mengusap kepala Aalisha, tetapi sudah ditahan gadis itu.
"GILA KAU YA!! JANGAN SEMBARANGAN MENYENTUHKU!"
****
Berada di ruangan ekskul opera. Banyak sekali murid yang berlalu-lalang melakukan ini dan itu. Seperti mengecek kembali properti yang akan digunakan, melakukan pengecekan panggung berulang kali, mempersiapkan pakaian terutama yang akan tampil nanti, berlatih suara, menghafal dan mengingat dialog kembali, berdiskusi bahkan yang tidak kalah penting adalah mengecek alat musik yang digunakan oleh tim orkestra nanti.
Pertunjukkan opera akan dilakukan pukul sembilan malam, berlokasi di salah satu bangunan yang memang dapat digunakan oleh semua ekstrakurikuler, tentu saja harus izin terlebih dahulu. Dikarenakan sore ini begitu sibuk mempersiapkan segala yang ada, jadi Frisca meminta bantuan keempat temannya untuk memindahkan serta mengecek ulang barang-barang yang akan digunakan oleh para pelakon. Frisca adalah anggota baru opera karena dia tiba-tiba tertarik dengan ekstrakurikuler ini, sayangnya dia belum bisa ikut tampil karena masih anggota baru.
"Apa tema operanya?" tanya Mylo sambil mengangkat kotak-kotak kayu yang entah berisi apa. Kotak itu terasa begitu berat, jangan-jangan malah batu isinya, bukan properti panggung.
"Rahasia, kalian akan tahu nanti pas penampilan," sahut Frisca.
Mylo cemberut lalu menghela napas. "Baiklah, baiklah, aku akan penasaran."
"Gilbert! Sekalian angkat properti yang ada di sana!" teriak Anila.
"Kenapa tak gunakan sihir sih? Lebih efisien 'kan?" sahut Gilbert. Padahal mereka bersekolah di Akademi sihir terbaik di dunia, tetapi memindahkan barang saja harus sesusah ini.
"Kalau kata anak opera lain, selagi bisa dilakukan tanpa sihir, maka jangan gunakan. Begitu," jawab Frisca.
"Lagian menggunakan sihir, sangat membuang energi. Apalagi kalau sihir yang kau lakukan gagal, bukannya pekerjaan selesai, malah berantakan," sahut Anila.
"Baiklah, aku terima hal itu, tapi kalian sadarkan kalau di ruangan ini, kita ada berlima. Terus mengapa yang bekerja hanya empat orang saja!!" teriak Gilbert lalu menunjuk pada Aalisha yang sejak tadi duduk di kursi dengan kaki disilangkan, tangan bersedekap, lalu menonton keempat temannya yang sibuk berbenah sana-sini.
"Kenapa kau hanya diam! Harusnya kau membantu kami juga!" Gilbert tak percaya jika sejak sampai di sini, gadis itu sudah mencari kursi lalu duduk santai tanpa merasa bersalah sedikit pun.
"Aku kemari untuk menonton opera bukan untuk menjadi pembantu dadakan," sahut gadis itu dengan wajah datar, "lagi pula, kau yang awalnya menyeretku secara paksa jadi jangan salahkan aku kalau kau harus bekerja dua kali lipat."
"Aku tak menyeretmu! Kau ke sini dengan keinginanmu sendiri, coba tanya Mylo!" Gilbert menatap pada Mylo.
"Ah iyaa, tapi awalnya kau memaksa Aalisha, kau bahkan sampai mengejeknya, jika pun Aalisha menolak lagi, kau pasti akan tetap memaksanya," ujar Mylo.
"Ap—"
"Kau mengejek Aalisha?" ujar Anila dingin dan barang-barang sekitar mereka seolah hendak melayang. "Kemari kau Gilbert."
Gilbert menjerit dalam hati karena Anila seperti tidak main-main. Bagaimana ini, dia membuat keturunan Andromeda marah. Anila pasti benar-benar melemparkan barang-barang di sini ke arahnya apalagi gadis itu termasuk pintar menggunakan mantra.
"Tu ... tunggu—tunggu dulu! Aku memang bersalah, aku tak bermaksud menyakiti hati Aalisha. Perkataanku frontal karena aku ingin Aalisha bersama dengan kita di sini sekalian menonton opera! Jadi perkataan Aalisha pendek itu, aku tak bermaksud menyakitinya." Gilbert berujar dengan sangat cepat serta nada gemetar karena takut jika Anila akan semakin marah.
Anila menghela napas. "Oh, kupikir apa, tapi kalau dipikir-pikir Aalisha memang pendek."
"Ya setuju, aku sangat setuju," sahut Frisca.
"HEI! APA-APAAN KALIAN!" Aalisha yang sejak tadi diam kini jadi kesal. "Kenapa kalian terang-terangan mengejekku pendek sih!"
"Kau memang pendek maka terimalah!" balas Gilbert sangat puas mengejek gadis kecil itu. "Jika kau tak mau dihina lagi, maka bantulah kami agar pekerjaan ini selesai!"
Bukannya niat membantu teman-temannya itu, Aalisha kembali menyandarkan punggung. "Aku sudah membantu kalian."
"Bantu apa?" sahut Gilbert.
"Aku membantu menonton dan tentu saja ... berdoa." Maka gadis itu tersenyum simpul.
"AALISHAAAA!!" teriak Gilbert seolah suaranya menggelegar hingga ke seluruh akademi.
****
Teman-temannya masih sibuk menyusun atau mengatur ini dan itu. Aalisha jadi merasa sangat bosan, jadi dia turun dari kursi yang diduduki kemudian beralih ke sisi ruangan lain sambil melihat-lihat properti yang ada di sana.
Akademi ini benar-benar mendukung para muridnya melakukan kegiatan di luar pembelajaran. Bahkan sampai bela-belain membuat gedung khusus ekstrakulikuler yang hendak membuat acara atau pementasan. Mungkin ini juga alasan profesor Eugenius dikatakan sebagai kepala akademi terbaik.
"Oh topeng yang imut," ujar Aalisha kemudian mengambil topeng di atas meja.
Topeng itu berwarna putih dengan bentuk seperti tengkorak bahkan ada kedua tanduknya yang berwarna hitam pekat menjulang ke atas. Gigi di topeng itu begitu panjang serta warna merah darah. Sungguh, sebenarnya apa definisi imut bagi Aalisha?
Gadis itu lalu beralih ke cermin besar yang tak jauh dari posisinya. Dia menatap dirinya sendiri cukup lama, perlahan dia menengok ke kanan dan ke kiri. Merasa jika tak ada seorang pun yang akan memperhatikannya. Maka Aalisha kembali menatap cermin dan kedua tangannya dia angkat, jemarinya dia tekuk kemudian Aalisha berujar, "Rwarrr! Ah bodoh sekali."
"Kau sedang apa?"
Sekonyong-konyong seseorang tepat berujar di belakang Aalisha yang refleks gadis itu meraih properti berupa tulang cukup besar dan hendak memukul seseorang di belakangnya.
"Wow, wow, jangan lakukan. Kau mau membuatku gegar otak!" ujar Nicaise cepat.
"Kau mengagetkanku!" balas Aalisha menaruh tulangnya dan lekas melepaskan topengnya.
"Maafkan aku," sahut Nicaise.
Sejujurnya, Aalisha tidak begitu terkejut, tetapi lebih ke arah malu. Dia akan sangat malu jika Nicaise melihat semua yang dia lakukan tadi! Apakah lelaki itu melihatnya atau tidak?
"Kau melihatnya?" ujar gadis itu dengan nada suara yang begitu rendah dan dingin
"Lihat apa?"
"Apa kau melihatnya?!!" Suara Aalisha meninggi.
Nicaise jadi panik dan agak ketakutan maka dia lekas menjawab supaya gadis itu tak marah. "Tidak, aku tak lihat apa-apa!"
"Kau serius atau perlu kupukul kepalamu itu?" Aalisha mengangkat tinggi properti berupa tulang yang ditaruhnya tadi.
"Ya, aku serius!" Sungguh bagaimana bisa seorang keturunan utama Majestic Families, Von Havardur malah setakut ini pada gadis kecil dari kasta bawah?
"Baguslah." Aalisha menaruh properti tulang tersebut di atas meja lagi.
Nicaise bersyukur jika gadis itu sudah tenang. Dia jadi tak berani berkata sejujurnya jika dia melihat semua yang Aalisha lakukan di depan cermin dengan properti topeng mengerikan tersebut. Dia jadi tak enak karena gadis itu pasti merasa sangat malu, jadi biarkan saja Nicaise menyimpan hal ini untuk dirinya sendiri.
"Lucu juga dia, imut sih," batin Nicaise kemudian tersenyum kecil.
Aalisha yang masih di dekat Nicaise, menatap ngeri pada lelaki itu. "Kau gila ya, senyum-senyum sendiri?"
Bukannya marah, Nicaise malah terkekeh. "Baru kali ini, anak Eidothea menghina tepat di depanku tanpa rasa takut sekali pun."
"Untuk apa aku takut padamu? Lagian bukankah kau yang ketakutan tadi karena aku hendak memukulmu?"
Nicaise kembali dibuat tertawa karena perkataan gadis kecil ini. Tidak dia sangka meskipun pendek, kalimat yang keluar dari mulutnya selalu kejam. "Sial, kau lucu deh."
"Apa kau bilang?!" teriak Aalisha yang entah mengapa sangat kesal, tetapi di sisi lain dia sangat malu juga karena perkataan Nicaise yang entah apa maknanya. "Lucu!! Apa maksud dari perkataanmu itu?"
"Ya lucu." Perlahan Nicaise membungkuk agar bisa menyejajarkan tinggi dengan Aalisha. Sungguh gadis itu jadi bisa melihat secara jelas betapa cantiknya iris mata ungu milik Nicaise. Bahkan iris mata itu terlihat seperti permata yang bersinar.
"Kau tahu Aalisha, melihatmu, mengingatkanku pada anak ayam," ujar Nicaise kembali.
"Anak ayam?" Aalisha terdiam untuk berpikir sejenak.
Barusan itu pujian atau ejekan? Mana ada muji seseorang pakai menyandingkan dengan anak ayam, biasanya kan bunga mawar, bunga melati, kupu-kupu, dan sebagainya yang terdengar indah dan cantik. Lah ini anak ayam. Apa karena Aalisha pendek jadinya dia menggunakan kata anak ayam? Sialan, Aalisha yakin lelaki ini pasti mengejeknya.
"Biadab, kau pasti mengejekku ya? Pergi sana, menjauh dariku!!" balasnya dengan menatap tajam lalu hendak menjauh dari Nicaise, tetapi lelaki itu malah mengikuti Aalisha.
"Apa yang kau lakukan di sini? Kau anak opera?" tanya Nicaise dengan wajah berseri-seri seolah bunga bermekaran di sekitarnya dan dia tak terganggu sedikit pun dengan perkataan Aalisha barusan.
"Kau tidak dengar apa yang kukatakan? Menjauh dariku!" Gila, para Majestic Families memang segila dan seegois ini.
"Apa kau anak opera?" tanya ulang Nicaise.
Rasanya Aalisha hendak menangis saat itu juga. Dia sudah memintanya pergi, kenapa masih ngeyel mengikuti Aalisha? Sungguh gadis itu sudah berusaha agar tidak terlibat dengan Majestic Families, tetapi mereka malah datang dan mengusik Aalisha dengan sendirinya. Jadi tolong jangan salahkan Aalisha jika selama hidupnya di akademi ini, para Majestic Families selalu berada di sekitarnya.
"Aku bukan anak opera," jawab Aalisha pada akhirnya karena berusaha menghindar tak ada gunanya, Nicaise akan terus mengikutinya. "Aku di sini karena ada temanku yang anak opera. Kau sendiri, apa yang kau lakukan?"
"Aku diminta mengantarkan beberapa properti anak opera."
"Dasar pengantar dadakan. Kenapa kau mau saja disuruh, bukankah memalukan jika seorang Majestic Families sepertimu melakukan pekerjaan itu?"
Wah, wah, jadi akhirnya gadis ini mengetahui jika Nicaise adalah Majestic Families. Bagaimana bisa Aalisha tidak mengubah cara bicaranya di depan keturunan Maha Agung bahkan dia berani menatap mata Nicaise padahal anak-anak lain kebanyakan tak berani mengangkat kepala mereka dan menatap mata secara langsung.
"Benar juga, tapi meski aku seorang Majestic Families, aku tetaplah Makhluk Ciptaan Para Dewa. Jadi tak masalah bagiku melakukan satu atau dua pekerjaan manusia biasa, lagian—"
"Manusia biasa? Ah jadi itu cara pandangmu. Ternyata benar, jika para Majestic Families berada di tempat yang berbeda terus memandang manusia di luar Majestic Families adalah makhluk yang berbeda pula. Terus lagian apa yang ingin kau katakan?"
Nicaise tersenyum karena betapa hebatnya gadis ini berani menginterupsi perkataannya. Benar seperti yang Athreus katakan, bahwa gadis kasta bawah ini memiliki keangkuhan yang mampu melawan Majestic Families. Aalisha sangat berbeda. Hal ini membuat Nicaise semakin tertarik dan penasaran.
Ya dia sangat penasaran bagaimana wajah angkuh Aalisha berubah menjadi ekspresi penuh rasa sakit, sangat menyedihkan, bahkan memohon ampun.
Nicaise sedikit mendekatkan wajahnya. "Lagian kalau aku tidak antarkan barangnya, mungkin kita tidak akan bertemu dan mengobrol seperti ini."
Maka untuk mencegah wajah Nicaise semakin dekat dengan Aalisha. Gadis itu lekas membuat invinirium-nya ke mode terlihat lalu mengeluarkan novel yang tebal kemudian dia jadikan dinding yang kini menghalangi wajahnya dengan wajah Nicaise. Ya, dia hendak menciptakan jarak dengan lelaki ini.
"Jangan dekat-dekat!" Perlahan didorong wajah Nicaise dengan novel tersebut hingga lelaki itu berada di posisi yang sepanjang lengan Aalisha sambil gadis itu menyerahkan novel di tangannya pada Nicaise.
"Aku kembalikan dan terima kasih juga atas novelnya. Terus jangan pernah meminjamkan novelmu padaku lagi karena aku tak sudi untuk menyentuhnya," ujar Aalisha yang membuat Nicaise cengo.
Barusan gadis ini hendak menghantam wajah Nicaise dengan novel? Dengan wajah cengonya, Nicaise mengambil novelnya lalu ditatap novel tersebut sebentar lalu beralih pada Aalisha lagi. "Ya baiklah, sama-sama."
"Sekarang aku ingin pergi, jangan ikuti aku lagi," sahut Aalisha, tetapi Nicaise malah mencegatnya dengan meraih lengan gadis itu. Membuat kedua kulit mereka saling bersentuhan.
"Hei tunggu—"
Lekas Aalisha menepis tangan Nicaise. Kemudian menatap lelaki itu dengan amarah naik ke permukaan. "Berani kau menyentuhku! Tidakkah kau diajarkan etiket terhadap seorang Lady? Jangan pernah sembarang menyentuh seorang Lady hanya karena kau putra dari Archduke dan seorang Majestic Families! Sekarang enyah dari hadapanku!"
"Tunggulah sebentar, aku ingin bertanya!!"
Aalisha menghentikan langkahnya kemudian berbalik menatap Nicaise. "Bicaralah dari sana, jangan mendekat selangkah pun."
"Di mana gelang merahmu? Bukankah kau gunakan waktu kita bertemu sebelumnya?"
Pertanyaan bodoh dan tidak penting apa itu? Kenapa dia memikirkan gelang merah dari kuil yang satu akademi bisa menggunakan gelang itu. Sungguh, Aalisha sama sekali tidak mengerti cara berpikir seorang Majestic Families.
"Sudah kubuang, lagi pula aku tak berniat memakainya terus-menerus terutama karena gelang itu berasal dari kuil yang kau dan Athreus Kieran Zalana kunjungi! Sudah selesaikan, aku mohon undur diri, Tuan Nicaise Von Havardur. Dan kuharap kau paham dengan perkataanku sebelumnya. Jika seorang pria tak boleh menyentuh wanita tanpa seizin wanita itu, ingatlah pelajaran etiketmu."
Aalisha pergi dari hadapan Nicaise sedangkan lelaki itu masih terdiam membisu dengan semua perlakuan yang Aalisha berikan padanya. Banyak pertanyaan yang kini memenuhi isi kepalanya. Seperti bagaimana gadis itu tahu etiket? Baiklah, Nicaise pernah mendengar jika kaum rakyat jelata di zaman sekarang pun belajar etiket meski tidak sebaik kaum bangsawan.
Apa gadis itu juga, tetapi sejak awal bertemu dengan Aalisha di perpustakaan. Ketika gadis itu membungkukkan badannya, memberi salam, bahkan caranya untuk menjauhkan diri dari Nicaise. Semua itu seperti etiket dari seorang bangsawan. Mudahnya, gelagat gadis itu seperti menunjukkan jika ia adalah putri dari seorang bangsawan.
Kini Nicaise menggaruk kepalanya. "Sialan siapa gadis itu sebenarnya?"
Berada di sisi lain, Aalisha akhirnya menemui teman-temannya yang kini menatap dengan ekspresi berbeda-beda pada Aalisha. "Kenapa kalian?"
"Kau barusan berseteru dengan Nicaise Von Havardur?" ujar Frisca, "kau benar-benar gila Aalisha!!"
"Kau juga bisa-bisanya berteriak padanya!!" Kini giliran Gilbert yang merasa frustrasi.
"Bacot," balas Aalisha kemudian menatap pada Mylo dan Anila. Kenapa mereka diam saja? Tidak memarahi Aalisha seperti biasanya.
"Anila, Mylo, katakanlah sesuatu agar gadis itu sadar akan kegilaannya!" ucap Frisca.
"Sudah begitu tabiatnya, mau perang di akademi melawan Majestic Families," ujar Mylo, "yoks kita kembali ke asrama sebelum malam nanti."
"Selagi kau masih hidup dan baik-baik saja, aku tak masalah mau kau berperang dengan siapa pun itu," balas Anila.
"Baiklah, kalian berdua memang yang terbaik!" Aalisha tersenyum simpul lalu berjalan beriringan dengan kedua temannya itu.
"Kurasa mereka sudah gila," ujar Gilbert.
"Dan sebentar lagi kita," sahut Frisca.
****
Pertunjukan opera akan tampil pada pukul sembilan nanti jadi setelah dari ruang makan bersama, para murid bisa kembali ke asrama mereka terlebih dahulu atau langsung menuju gedung di mana pertunjukannya dilaksanakan.
Aalisha masih berada di kamar sedangkan Anila dan lainnya sudah di sana. Aalisha sengaja meminta mereka pergi duluan karena dia berujar jika ada keperluan yang harus dia lakukan. Sayangnya itu adalah kebohongan. Aalisha hanya enggan pergi cepat ke sana.
Sebenarnya, Aalisha malas untuk menonton pertunjukan opera karena dia lebih memilih tidur di kamar atau menghabiskan waktu untuk membaca. Namun, Anila, Mylo, dan lainnya pasti tetap akan menyeretnya untuk menonton pertunjukan. Dari pada hal memusingkan itu terjadi, maka Aalisha akan mengalah dan melihat bagaimana para pelakon bermain di atas panggungnya.
Gadis itu berada di jendela kamarnya, membiarkan terbuka, angin malam masuk yang membuat helaian rambut Aalisha berterbangan. Berada di halaman belakang yang sangat sepi itu, Aalisha melihat seekor kelinci di sana.
Tanpa pikir panjang gadis itu meraih jubahnya lalu keluar dari kamar melalui jendela. Ketika Aalisha sudah di bawah, jendela kamarnya tertutup dengan sendirinya.
Gadis itu lekas mendekati kelinci dengan bulu putih tersebut, mengangkat kelincinya kemudian Aalisha berbaring di rerumputan. "Haloo, apa kau sendirian? Kau sudah makan 'kan?"
"Aku merasa mengantuk, tapi manusia-manusia di sana memaksaku untuk menonton pertunjukan opera, sangat menyebalkan."
Aalisha menatap kelinci yang begitu imut tersebut, lalu beralih menatap langit yang tak disangka bahwa bintang-bintang begitu terlihat jelas dari sini. "Ternyata di sini, bintang terlihat jelas juga."
"Cyubes," ujar gadis itu lalu menatap pada cyubes-nya yang menunjukan pukul 20.40 yang artinya sebentar lagi pertunjukan opera akan dimulai. Maka Aalisha bangkit dari posisi berbaring sambil menaruh kelinci tersebut di tanah.
"Aku harus pergi, pertunjukannya akan dimulai, aku tak mau Anila mengomel panjang lebar lagi," ujar Aalisha sambil perlahan mengelus puncak kepala kelinci tersebut.
"Orang-orang pasti akan menganggapku gila karena mengobrol denganmu."
Sebelum benar-benar pergi dari sana, Aalisha berujar kembali dengan suara yang sangat pelan seolah berbisik pada kelinci tersebut. "Nanti ceritakan lagi hal menarik di akademi ini. Semua yang kauketahui."
****
Aalisha berpikir meski sudah setuju untuk menonton opera dan datang sebelum pertunjukan dimulai maka dia takkan dimarahi Anila, tetapi tidak! Gadis Andromeda itu tetap memarahinya meski melalui pesan suara dari cyubes. Aalisha malas sekali mendengarkan ocehan Anila jadi dia abaikan karena sudah tahu garis besar alasan gadis itu marah.
Jadi kursi di gedung ini tidak bisa dipesan, maksudnya mereka yang datang ke pertunjukan ini akan langsung diarahkan panitia ke kursi yang tersedia sehingga tidak bisa duduk bersama dengan teman, terkecuali mereka datang secara berbarengan. Dikarenakan Aalisha tidak datang dengan yang lain, maka dia harus duduk terpisah dan hal itulah yang membuat Anila marah.
Sungguh, masalah ini hanyalah hal sepele. Cuma duduk terpisah saja dan Anila sampai mempermasalahkannya? Oh ayolah, Aalisha takkan mati hanya karena berada di jarak yang jauh dengan mereka. Lagian ini menjadi kesempatan Aalisha agar terbebas dari ocehan teman-temannya itu.
"Lihatlah, aku dapat kursi yang nyaman dan pemandangan dari sini juga enak," ujar Aalisha kemudian duduk di jajaran kursi bagian atas. Kursi bagian bawah sudah penuh sekali jadi para murid yang baru datang dialihkan ke jajaran kursi dekat dengan kursi para pengajar atau profesor.
"Kupikir siapa," ujar suara dengan nada rendah tepat di kursi sebelah Aalisha. "Ternyata kau, Nona Aalisha."
Aalisha menatap pada sosok yang berbicara padanya. Bagi orang-orang yang melihatnya pasti sudah pingsan di tempat. Gaun putih berenda dengan topi baret kecil warna hitam adalah pakaian elegan yang boneka itu kini kenakan. Sekilas boneka itu benar terlihat seperti manusia.
"Senang bertemu dengan Anda, Nona Lilura," ujar Aalisha kemudian tersenyum simpul.
Lilura perlahan menatap Aalisha. "Bagaimana kabarmu, Nak?"
"Aku merasa baik, terima kasih sudah bertanya."
Lilura masih sulit mengerti akan gadis ini. Terkadang ada neith yang terpancar aneh darinya, tak stabil, lalu perlahan stabil, dan terkadang tidak terdeteksi sama sekali. Seolah energi di dalam tubuhnya tidak beraturan. Apakah karena gadis ini seorang niteleum sehingga aliran nieth-nya selalu begitu?
Lilura adalah tipe boneka yang bisa merasakan kapasitas neith milik seseorang jadi ketika di kelas minggu lalu. Dia merasakan hal aneh pada gadis bernama Aalisha itu. Jadinya dia menuduh bahwa Aalisha sedang berbohong dengan artian sengaja menutupi kapasitas kekuatannya, tetapi nyatanya, Aalisha seorang niteleum. Hal ini semakin diyakinkan ketika Ambrosia dan Lilura menemui profesor Eugenius. Profesor Eugenius berkata jika Aalisha memang cacat jadi cukup banyak batasan pada diri gadis itu entah dalam menggunakan sihir atau bertarung dengan pedang. Jika terlalu sering menggunakan kekuatan, maka gadis itu akan kewalahan, paling parah pingsan dan kejang. Hal ini karena kapasitas neith-nya tak tidak stabil tersebut.
"Aku meminta maaf lagi atas kejadian hari itu," ujar Lilura.
"Anda tak perlu meminta maaf, kejadian itu sudah terlewat," sahut Aalisha.
"Kau merasa kesakitan hari itu. Kau bahkan pingsan selama tiga jam."
Aalisha terkekeh. "Aku sudah terbiasa, jadi tak perlu khawatir."
Lilura menatap Aalisha lalu boneka itu membatin, "dia sepertinya berkata jujur."
"Omong-omong Nona Lilura, apa Anda tidak bersama dengan profesor Ambrosia?"
"Sebenarnya aku kemari tadi bersama dengan Ambrosia, dia duduk di kursi sebelahku, itulah kenapa kursi ini kosong," jelas Lilura, "tapi tiba-tiba dia dipanggil secara mendadak oleh profesor Eugenius karena ada hal yang harus diurus. Karenanya Ambrosia tak ada di sini."
"Ah sayang sekali, padahal pertunjukan sebentar lagi dimulai. Profesor Ambrosia akan melewatkannya."
"Itu takkan terjadi. Ambrosia akan tetap menonton pertunjukannya meski dia tidak berada di sini," ujar Lilura.
"Bagaimana bisa, apa Anda akan menggunakan mantra tertentu?" Aalisha jadi penasaran.
"Bukan, tetapi ini adalah salah satu keahlian boneka Belphoebe sepertiku." Lilura menatap ke arah Aalisha.
"Keahlian? Seperti kekuatan spesial?"
"Semacam itu. Jadi setiap boneka Belphoebe pasti memiliki pemilik, sepertiku dan pemilikku adalah Ambrosia. Lalu kekuatan spesial Belphoebe adalah kami bisa berbagi indra dengan pemilik kami. Seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan sentuhan.
"Syarat untuk mengaktifkan kekuatan ini, pertama-tama antara Belphoebe dengan pemiliknya harus membuat kontrak magis terlebih dahulu. Kontraknyai sangat mudah, tidak sesusah membuat kontrak dengan para Orly. Setelah membuat kontrak, maka kekuatan spesial Belphoebe bisa diaktifkan oleh kedua belah pihak. Sehingga jika aku mengaktifkan kekuatan indra pendengaran maka Ambrosia bisa mendengar apa yang kudengar. Jika yang diaktifkan indra penglihatan maka apa yang kulihat saat ini, bisa dilihat juga oleh Ambrosia."
"Apa kini profesor Ambrosia mendengar apa yang kukatakan?" tanya Aalisha.
"Tidak, aku tak mengaktifkan kekuatanku untuk saat ini jadi tenanglah," sahut Lilura.
"Uhm, jadi jika kekuatannya diaktifkan, terus profesor Ambrosia melihat apa yang Anda lihat. Lalu bagaimana penglihatan asli profesor Ambrosia? Apakah dia hanya melihat yang Anda lihat saja atau bagaimana. Anda paham maksudku?"
"Tentu aku paham. Pada saat ini aku sedang berbicara dan menatapmu, lalu di tempat yang berbeda, profesor Ambrosia sedang mengobrol dengan ... misalnya, profesor Eugenius. Ketika aku mengaktifkan kekuatan indra penglihatan, maka yang Ambrosia lihat adalah dirimu bukan profesor Eugenius. Hal ini karena kekuatan ini hanya bisa berfokus pada satu keadaan. Kemudian fokusnya bisa diubah sehingga aku bisa melihat dan mendengar apa yang Ambrosia bicarakan dengan profesor Eugenius.
"Kemudian kau pasti bertanya juga, bagaimana dengan penglihatan aslinya apalagi ketika pertarungan, bukankah berbahaya ketika menggunakan kekuatan ini? Maka Belphoebe dan pemiliknya harus cerdas dalam menukar fokus ketika berbagi penglihatan dan lainnya. Jika sempurna dalam menggunakan kekuatan ini, maka pemiliknya dan Belphoebe telah memiliki tambahan indra."
"Apa ada batasan dalam menggunakan kekuatan ini? Lalu jarak agar Belphoebe dan pemilik saling terhubung, pasti ada 'kan?" tanya Aalisha.
Perlahan terdengar di atas panggung suara salah satu panitia bahwa pertunjukan akan sedikit ditunda karena ada masalah pada pemain orkestra. Sialan, andai Aalisha tidak mendengar penjelasan menarik akan boneka Belphoebe, pasti sudah dia bakar gedung ini.
"Kau ternyata cerdas, tentu ada. Biasanya batasan menggunakan kekuatan ini paling sebentar adalah sekitar setengah jam, sedangkan paling lama bisa mencapai enam jam. Namun, paling penting adalah tergantung juga seberapa menguasai kekuatan ini serta ikatan antara pemilik dengan bonekanya. Semakin kuat ikatan antara pemilik dengan bonekanya, maka semakin sempurna juga mereka saling berbagi indra.
"Kemudian jarak, mudahnya diibaratkan seperti cyubes. Cyubes tidak bisa terhubung jika yang dihubungi berada di luar batas cyubes tersebut. Maka seperti itu juga kekuatan spesial ini, sang Belphoebe dengan pemiliknya takkan bisa berbagi indra jika berada di jarak batasan. Sebenarnya ada keunggulan dari hal ini, jadi Belphoebe bisa mengetahui apakah pemiliknya berada di dekatnya atau tidak, begitu juga sebaliknya. Selain itu tentu saja ada kelemahan, selain menguras neith, jika salah satu dari pihak pingsan atau tidak sadarkan diri, maka tidak dapat berbagi indra."
Perlahan lentera-lentera di ruangan opera tersebut padam terkecuali penerangan di atas panggung, pertunjukan akan segera dimulai.
"Anda bilang, harus ada ikatan kuat antara Belphoebe dengan pemiliknya. Bagaimana dengan Anda dan profesor Ambrosia? Profesor waktu itu bilang kalau Anda adalah sahabatnya."
Perlahan Lilura tersenyum simpul, sayang sekali Aalisha tak bisa melihat senyuman itu karena ruangan tersebut sudah gelap gulita. "Aku mengenal Ambrosia sejak dia berumur 8 tahun. Kedua orang tuanya memberikanku sebagai hadiah ulang tahun dan juga teman bermain karena pada saat itu Ambrosia tengah kesepian. Sejak saat itu kami selalu bersama, bahkan ketika masuk ke akademi ini, Ambrosia membawaku. Aku juga terdaftar sebagai murid di sini meskipun kadang aku tak hadir di kelas.
"Perlahan-lahan Ambrosia memiliki teman, meskipun begitu, dia tetap menganggapku sebagai sahabat paling berharganya. Begitu juga aku, jadi sejak dulu hingga kini, kami selalu bersama. Aku tahu segala suka dan dukanya, sosok dicintainya, patah hatinya, rasa sakitnya, dan segalanya."
"Seberapa penting dan berharganya profesor Ambrosia bagi Anda?"
"Pertanyaan yang lucu, Nak. Aku menganggap Ambrosia sebagai sahabat berhargaku, terkadang saudari, bahkan kuanggap adik kecilku. Aku sangat menyayanginya, aku selalu berdoa agar dia selalu bahagia ...."
"Malam ini kita akan menyaksikan pertunjukan opera!" teriak seorang pria dengan pakaian hitam serta topi panjang yang berada di atas panggung.
Lilura masih melanjutkan ucapannya, "mungkin bagimu ini terdengar klise, Nak. Namun, Ambrosia adalah segalanya dalam hidupku, ia tak bisa digantikan, tidak bisa ditukar dengan apa pun, dia seribu kali lebih berharga dibandingkan apa yang kumiliki, dia seperti separuh nyawaku. Aku akan benar-benar marah jika dia tersakiti. Maka dari itu, demi melindunginya, akan kulakukan apa pun, apa pun itu. Jika para Dewa tak bisa melindungi Ambrosia, aku rela meminjam kekuatan iblis demi melindunginya."
Aalisha tak menyahut, karena perlahan dia menyandarkan punggungnya ke kursi, tangan kanannya menopang dagu, kemudian menatap pada panggung yang dimulailah opera pada malam ini. Bersyukurlah karena ruangan ini sangat gelap jadi Lilura tidak dapat melihat senyuman Aalisha—senyuman yang begitu kejam dan jahat seolah-olah dia adalah sosok malaikat yang siap menyebarkan rasa sakit.
"Menarik sekali."
Pada suatu malam, sesosok malaikat sedang berdoa karena menginginkan kekacauan. —Lè Ephraim
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
Hola^^
Ternyata Lilura romantis juga ya. Kalau ada yang mau membayangkan Lilura itu sebesar apa? Mungkin kayak boneka Brahms di film Brahms: The Boy^^
Terus kok makin hari, Aalisha makin ... Sus ...
Prins Llumière
Senin, 17 Oktober 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top