Chapter 28
Aalisha menuju salah satu koridor yang penuh dengan murid-murid karena bersembunyi dari kegaduhan yang terjadi di luar Akademi. Ada seorang lelaki yang berasal dari asrama Faelyn mengomando agar murid-murid tenang dan tertib, habisnya beberapa murid terluka akibat serangan mendadak dari binatang terutama mereka yang bertemu dengan naga gila.
Bukannya ikutan bersembunyi dan menjauh dari serangan binatang, Aalisha malah pergi ke arah luar. Dia bukan bermaksud mencari Anila maupun Mylo karena dia tahu jika kedua manusia itu pasti baik-baik saja, bagaimana dengan Gilbert dan Frisca? Aalisha bahkan tak terpikirkan bagaimana kondisi mereka berdua.
Benar-benar gadis keras kepala dengan pandangan bahwa teman bukanlah hal penting yang ada di hidupnya. Bahkan jika salah satu dari mereka terluka, Aalisha akan biasa saja, iba sedikit pun tak terlintas padanya.
Berada di luar, Aalisha sudah beberapa kali mengabaikan permintaan tolong dari murid lain untuk saling membantu menenangkan para bintang bahkan ada yang diserang binatang juga dan Aalisha tak peduli sama sekali. Hanya menatap sesaat lalu nyelonong pergi begitu saja.
Sungguh, dia sama sekali tak memiliki niat untuk menolong atau berlagak menjadi penyelamat apalagi pahlawan layaknya tokoh utama dalam cerita. Baginya, dari pada terluka karena menolong manusia tak dikenal jadi lebih baik diabaikan karena akan ada manusia lain yang akan melakukannya. Jadi dia mengedarkan pandangannya seolah mencari sesuatu yang lebih penting dari menyelamatkan orang-orang.
"Pasti tidak jauh dari sini, karena beberapa binatang masih mengamuk maka pemicunya masih di wilayah akademi."
Semua yang ada di Eidothea terlalu fokus untuk menenangkan para binatang sampai lupa untuk mencari sumber masalah bermula. Mustahil jika para binatang yang jinak mengamuk tidak terkendali begitu saja, pasti ada pemicunya. Sedangkan naga Cozzurth Ammiat yang Aalisha ketahui bahwa naga itu berada di tingkat C sehingga tidak begitu ganas dan agresif, tentu saja dengan mengabaikan kekuatan dan bentuknya. Keganasan yang dimaksudkan adalah sikapnya terhadap makhluk hidup lain.
Banyak sekali tipe monster seperti naga dan wyvern. Di Athinelon sendiri, setiap monster dikelompokkan ke beberapa tingkatan yang dimulai dari tingkatan F hingga tingkat SS+. Hal ini digunakan untuk mempermudah pengelompokan serta pendataan.
Cozzurth Ammiat berada di tingkatan C, atas hal inilah, pihak penelitian berani menitipkan naga tersebut di akademi Eidothea padahal diketahui banyak sekali penghuni sekolah ini. Alasan lain naga itu berani dititipkan di sini karena Cozzurth Ammiat masih muda sehingga lebih mudah dijinakkan dan jarang memberontak.
Gadis kecil itu juga mengetahui kalau naga itu, cenderung damai dengan artian tidak mau mengusik makhluk hidup lain, berbeda dengan jenis naga seperti Quldrayr Sayvrorilth. Naga ini meski tak diusik pun atau melihat makhluk hidup lain di depannya maka naga itu akan langsung menyerang makhluk hidup tersebut.
"Artinya alasan Cozzurth Ammiat mengamuk karena ada yang sengaja mengusiknya." Aalisha terdiam sambil berpikir. "Pelakunya pasti hendak melakukan rencana gila tanpa sepengetahuan siapa pun, tapi sulit karena penjagaan di akademi ini begitu ketat sehingga salah satu cara menghancurkan penjagaan itu dengan membuat para binatang magis dan Cozzurth Ammiat mengamuk."
Perlahan senyuman gadis kecil itu terukir, seolah dia begitu bangga karena para Dewa memberikannya kecerdasan yang seolah hanya dimiliknya seorang. "Sayangnya para oknum itu melupakan sesuatu ...."
"Merunduk! Naga itu ke sini!!" teriak seorang lelaki. "Cepat menjauh dari sini!"
"Gawat!!! Kurasa mereka yang berada di area pelatihan sebelah timur, tidak tahu kejadian di kastil, bahaya jika para binatang menuju mereka," ujar lelaki yang Aalisha ketahui berasal dari asrama Arevalous.
"Sialan, kita harus segera ke sana!"
Tentu saja, tidak semua tahu kegaduhan yang terjadi di sekitaran kastil Akademi. Wilayah Eidothea begitu besar dan terpisah-pisah. Kandang binatang berada di barat lalu kericuhan terjadi di sekitaran kastil utama dan bagian barat sedangkan sebelah timur adalah area latihan yang terpisah oleh lapangan luas, beberapa bangunan, dan juga pepohonan rimbun. Sehingga memungkinkan jika mereka yang ada di sana tidak tahu kericuhan terjadi di kastil utama.
"Oh Dewa. Kurasa ini lebih menyebalkan." Aalisha juga menuju sebelah timur kastil akademi—menuju ke lapangan luas. Langkahnya berhenti sempurna ketika mendengar raungan naga yang begitu keras, naga itu seperti kesakitan, itulah yang Aalisha pikirkan dan membuatnya mengepalkan tangan dengan kuat sambil mempercepat langkahnya.
"Harusnya master Arthur, bisa menyelesaikan hal ini. Namun, ke mana dia dan lainnya? Apa mereka sengaja membiarkan kegaduhan ini supaya para murid yang turun tangan seolah simulasi sebelum menghadapi masalah yang sebenarnya?"
Dari kejauhan, Aalisha melihat segerombolan murid perempuan habis dari area pelatihan, kebanyakan dari mereka adalah murid baru. Mereka sama sekali tak menyadari akan terancamnya nyawa mereka karena masih bisa bersenda gurau. Kini berasal dari arah yang berlawanan, naga Cozzurth Ammiat terlihat begitu marah dan ekor keduanya yang meruncing, siap mengoyak tubuh makhluk hidup di hadapannya.
"Sialan, naga itu sangat marah!" Aalisha sangat tahu jika Cozzurth Ammiat sudah menemukan mangsanya yang benar-benar tanpa perlindungan terlebih lagi mangsanya berada di area terbuka.
Haruskah Aalisha menolong? Karena ia yakin jika segerombolan perempuan itu akan terluka akibat serangan naga tersebut atau parahnya segera menemui malaikat kematian mereka.
Dari posisi Aalisha, dia bisa saja menghalau serangan Cozzurth Ammiat dengan menggunakan pedang atau mantra, tetapi membawa pedang saja tidak apalagi menggunakan mantra? Bagaimana jika mantra yang digunakannya gagal dan malah membuat nyawanya sendiri terancam, alih-alih menolong orang lain, Aalisha menyiapkan pemakamannya sendiri. Adakah cara lain? Mungkin Aalisha bisa berteriak untuk memperingatkan mereka agar mereka segera melakukan pertahanan diri.
Melihat jika mereka adalah para murid baru, maka kemampuan bertarung atau menggunakan mantra belum terlalu kuat. Namun, mereka membawa pedang karena habis dari area latihan. Setidaknya sekitar 78% kemungkinan mereka bisa selamat dan kabur dari kematian dengan cara bertahan dan melindungi diri sendiri. Terluka tidak bisa dihindari, tetapi kematian sudah pasti gagal menghampiri mereka. Maka itu adalah opsi yang paling memungkinkan untuk menolong mereka.
Aalisha harus berteriak untuk memperingatkan mereka. Lebih baiknya jika Aalisha juga ikut membantu maka kemungkinan terluka akan semakin berkurang.
Ya! Menolong sesama bukanlah hal buruk karena para Dewa menyayangi makhluknya yang saling tolong-menolong. Mungkin dengan menolong orang lain bisa membersihkan nama Aalisha yang dicap sebagai gadis sombong dan bar-bar. Terus setelah ini Aalisha bisa memperbesar relasi pertemanannya. Bagus, itulah yang harus dia lakukan. Maka kini, Aalisha bersiap untuk berteriak.
"Hei—Upsieee ...." Aalisha menghentikan teriakannya lalu tersenyum kecil sambil menatap gerombolan murid baru di sana, seolah dia sedang menonton pertunjukkan opera dadakan. "Untuk apa kulakukan? Bukankah di dunia ini ada keajaiban, jadi biarkan keajaiban yang menolong mereka. Naah, mana ya keajaiban itu?"
Maka Aalisha tak melakukan kedua opsi sama sekali—dia tidak berniat menyerang monster itu atau berteriak memperingatkan akan adanya serangan, dia malah berdiri, perlahan bersandar dan kedua tangannya bersilang di depan dada. Begitu santai padahal persis tak jauh dari posisinya, kematian bisa terjadi pada hari itu.
Dimulai dengan teriakan para murid baru itu ketika melihat naga, salah satunya terjatuh karena lututnya gemetaran. Satu murid yang agak tinggi menarik pedangnya seolah berharap mampu melindungi teman-temannya walaupun dia tahu bahwa setelah ini dia akan kehilangan tangan kanannya.
Ketakutan mereka menjadi tontonan singkat bagi Aalisha yang masih bersedekap. "Mana keajaiban Kalian, Para Dewa? Aku sedang menunggu."
Maka seperti yang Aalisha harapkan dan tunggu-tunggu. Seolah perkataannya adalah doa yang menembus hingga ke tahta para Dewa. Keajaiban itu terjadi tepat di depan manik matanya.
Kini sebuah pentagram sihir berwarna hijau muncul di sekeliling para murid baru itu yang berhasil melindungi mereka dari serangan Cozzurth Ammiat bahkan membuat sang naga kesakitan karena ada sengatan petir yang menjalar ke tubuhnya.
"Opprimendi Ventus." Dengan mantra itu menghasilkan angin besar yang berhasil mengempaskan Cozzurth Ammiat hingga membentur tanah dengan sangat kuat.
Tubuh naga yang terseret ke tanah itu menghasilkan cekungan besar, sesaat kesakitan, perlahan naga itu bangkit setelah dua detik terkapar di tanah. Suara teriakan sang naga terdengar nyaring membuat siapa pun yang mendengarnya harus menutup telinga jika tak mau gendang telinga mereka pecah. Cozzurth Ammiat itu melebarkan kedua sayapnya dengan mulutnya mengeluarkan asap kehitaman sebagai tanda bahwa naga itu sedang mengumpulkan tenaga untuk menyemburkan api.
"Kita hampir mati," ujar salah seorang murid yang kini menatap pada gadis tinggi dengan rambut panjang berada di hadapan mereka. "Terima kasih telah menolong kami."
Gadis berkulit putih dan begitu cantik itu tersenyum simpul. "Kalian tidak terluka 'kan?"
"Kami baik-baik sa—"
"Kami baik, tapi naga itu akan segera membunuh kita lagi!" Interupsi salah seorang dari mereka sambil menunjuk sang naga yang hanya dalam hitungan detik akan membuat gosong para manusia di depannya.
"Bukan masalah."
Gadis cantik itu berujar lalu pedangnya dia tancapkan ke tanah. Kemudian tangan kanannya mengarah kepada sang naga. Perlahan cahaya merah muda melapisi tubuhnya, cahaya itu semakin pekat terlihat pada sekitar tangan kanannya. Kini gadis itu merapalkan mantra lagi hanya dengan satu tarikan napas. "Special technique, Venenum Radix Serpit."
Dari tempat naga tersebut berpijak, muncul dengan cepat akar-akar besar dan kuat serta langsung melilit seluruh tubuh Cozzurth Ammiat yang bahkan melilit mulutnya sehingga naga itu tak mampu menyemburkan api. Selanjutnya akar-akar itu menumbuhkan kuncup bunga berwarna merah muda yang kini bunga-bunga itu mekar lalu serbuk yang dihasilkan bunga itu tersebar hingga perlahan membuat sang naga mengantuk karena serbuk bunga itu berupa obat penidur dengan efek sangat kuat sehingga mampu membuat seekor naga tunduk dengan mudahnya lalu tertidur sangat lelap. Gadis cantik berbalut jubah Gwenaelle itu berhasil menidurkan Cozzurth Ammiat, ya, bagi para murid baru itu. Sosok gadis cantik tersebut, bagaikan malaikat pelindung yang Dewa turunkan ke Athinelon.
"He-hebat bahkan tanpa harus menyakiti naganya!" puji salah seorang murid.
"Kau hebat sekali!! Terima kasih sudah menolong kami, kami pikir akan mati karena naga itu."
Gadis itu mencabut pedangnya, lalu tersenyum kecil. "Tak masalah, sudah sepatutnya aku menolong kalian."
"Wah, apa kau berasal dari Majestic Families, kau begitu kuat," ucap murid yang tadinya terjatuh kini lututnya lagi diobati temannya.
"Tidak aku bukan Keturunan Majestic Families," sahutnya terkekeh kecil.
"Bodoh, kenapa kau malah bertanya itu, tak sopan. Uhm, itu, makasih banyak."
"Sudah kubilang jika tak masalah," sahut si gadis cantik.
Berada di sisi lain, Aalisha menghela napas panjang. Tidak disangka jika para Dewa benar-benar memberikan keajaiban. Entah mengapa, Aalisha malah kecewa berat.
"Klise sekali, harusnya bisa dengan skenario yang lebih baik lagi. Ya kali selalu klise begini, ada yang membutuhkan pertolongan lalu muncul tokoh utama dengan epik dam beraninya, kemudian menyelematkan mereka lalu mendapat pujian dari banyak orang. Terlebih lagi, gadis penyelamat itu sangatlah cantik. Dan yang cantik selalu mendapatkan panggung."
Aalisha menertawakan dirinya sendiri. Meskipun keajaiban yang sangat klise ini membuatnya kesal, dia tak masalah karena Aalisha berhasil menemukan sumber dari segala kejadian hari ini. "Tak apa karena sudah kutemukan manipulatornya."
Gadis itu menatap pada seseorang yang berpijak di atap salah satu menara, tubuhnya terbalut jubah hitam itu ternyata memperhatikan naga Cozzurth Ammiat yang sudah ditundukkan. Aalisha melangkah pelan, lalu dia menaruh satu tangannya di samping mulut dan berujar, "hei bajingan berjubah hitam! Mau sampai kapan kau berada di sana, dasar, kau membuat hari Mingguku berantakan."
Seseorang berjubah hitam itu langsung kabur ketika tahu kalau Aalisha menyadari kehadirannya. Kesal sekali Aalisha karena harus bermain kejar-kejaran. Namun, karena tak mau kehilangan sang manipulator jadi Aalisha mengejar seseorang berjubah hitam tersebut.
Sial sekali, Aalisha harus mempercepat larinya karena sosok berjubah hitam itu melewati koridor-koridor sepi, tanpa kebingungan seolah dia begitu hafal tata letak akademi yang jarang dilalui orang-orang. Tidak mau kalah begitu saja, Aalisha membuka cyubes-nya yang memperlihatkan peta keseluruhan akademi termasuk koridor ini selanjutnya mengarah ke mana.
Berada di depan Aalisha, ada tiga belokan koridor yang Aalisha ketahui melalui peta akademi jika dua belokan mengarah pada tempat yang sering dilewati orang-orang. Pastinya berada koridor itu juga ada beberapa murid yang sedang bersembunyi dari serangan binatang mengamuk.
Jika sosok berjubah hitam itu berbelok di antara kedua koridor yang sering dilalui maka ada kemungkinan beberapa murid di sana melihatnya dan pasti mereka akan curiga. Namun, jika dia berbelok ke koridor satunya lagi yang jarang dilalui, maka Aalisha hanya perlu mengejarnya lalu menggunakan mantra untuk melumpuhkannya dan dia bisa menangkap manipulator yang sudah membuat hari ini buruk.
Kini yang Aalisha perlukan adalah keberuntungan ketika takdir berpihak padanya.
"Kemari kau—"
Hanya saja, takdir memang tak mau mengasihani Aalisha karena semua perencanaannya salah besar. Sosok berjubah itu malah berbelok ke koridor yang sering dilalui murid-murid sedangkan dari arah koridor lain, seekor binatang magis—Bobynolous yang sejenis dengan gorila langsung menerjang serta hendak menghantam perut Aalisha, tetapi gagal karena gadis itu berhasil menghindar dan serangan Bobynolous berakhir menghantam dinding koridor hingga hancur bahkan serpihan batunya berserakan di lantai.
"Sangat bajingan," ujar Aalisha yang kini terbaring di lantai dan berada di hadapan sang Bobynolous yang perlahan mengangkat kedua tangannya, dikepalkan serta siap membuat tulang-tulang gadis kecil menjadi remuk. "Kalian berdua!! Cepatlah serang gorila gemuk ini!"
"Percussorem Impetum." Serangan berupa mantra ledakan itu berhasil membuat tubuh besar Bobynolous menghantam dinding dan binatang itu langsung pingsan.
"Hampir saja," ucap Noah mendekati binatang besar tersebut lalu menggunakan mantra yang menghasilkan tali besar kemudian mengikat seluruh tubuh Bobynolous. "Magnus lorum."
Easton mendekati Aalisha, beruntung sekali, serangannya tadi berhasil mengenai binatang tersebut sebelum membunuh Aalisha. "Kau baik-baik saja, tidak terluka—"
"Apa kalian melihatnya? Seseorang melewati koridor ini, dia mengenakan jubah hitam!" teriak Aalisha, tetapi Easton maupun Noah sama sekali tak tahu. "Sialan." Aalisha langsung berlari menuju koridor yang dilewati sosok berjubah hitam.
"Hei Aalisha, kau mau ke mana?" teriak Easton, "ayolah Noah, kita kejar dia!"
"Sabar, aku belum selesai mengikat baboon ini!" balasnya kesal.
"Itu bukan baboon, tapi gorila!" balas Easton.
"Bodo! Gak penting itu dibahas!!" teriak Noah.
****
Aalisha bisa merasakan jika ada aura neith, maka ada seseorang di sekitaran koridor ini. Mungkin saja neith milik si jubah hitam. Maka Aalisha mempercepat larinya hingga terhenti sempurna ketika tak jauh dari posisinya, dia melihat seorang wanita yang sedang menenangkan beberapa binatang magis termasuk binatang jenis Poinoid.
"Kau?" ujar Aalisha pada wanita dengan gaun berwarna hijau daun. Aalisha tak mengenal wanita itu yang kemungkinan profesor di angkatan atas. Namun, hanya ada wanita itu di sini. Mungkinkah dia adalah sosok berjubah hitam?
"Apa kau—"
"Aalisha!" Suara yang terdengar itu membuat Aalisha sontak menoleh dan mendapati sosok profesor yang dia kenali muncul dari koridor berbeda. "Apa yang kau lakukan di sini, apa kau terluka?"
"Profesor Ambrosia ...." ujar Aalisha yang malah terdiam membisu. Dunianya terhenti sesaat ketika mengetahui jika ada profesor Ambrosia di sini. Harusnya hanya ada wanita di sana yang tak Aalisha kenali, mengapa profesor Ambrosia juga ada? Aalisha bisa menandai wanita asing itu sebagai sosok berjubah hitam, tetapi di sini ada profesor Ambrosia. Itu berarti sosok berjubah hitam antara kedua profesor ini.
"Aalisha, apa kau terluka?" tanya profesor Ambrosia karena Aalisha hanya terdiam seperti patung.
"Dia muridmu?" ujar wanita bergaun hijau itu.
"Ah iya, dia ini—"
"Aalisha!! teriak Noah, lalu terdiam ketika melihat dua profesor Eidothea. "Ohhh Profesor Ambrosia dan Profesor Hesperia, salam," sapa Noah yang sukses membuat Aalisha menoleh padanya.
"Kenapa kau berlari sih, aku harus pastikan kau tak terluka," ujar Easton, "halo Profesor."
"Ah, ternyata dua bersaudara Cressida. Kalian baik-baik saja, tidak terluka 'kan? Para binatang tiba-tiba mengamuk, beberapa di antaranya berlari kemari. Jadi aku dan profesor Ambrosia berusaha menenangkan para binatang itu," ujar sang wanita bergaun hijau yang dikenal sebagai profesor Hesperia.
"Ya, kalian tidak terluka 'kan? Apalagi kau, Aalisha, mengapa tiba-tiba diam. Kau sakit? Atau terkena serangan, apa kau terluka? Hei katakan sesuatu, aku jadi khawatir," cerocos profesor Ambrosia.
Easton menjawab karena Aalisha tak kunjung juga membuka mulutnya. "Kami baik-baik saja Profesor, meski sempat diserang Bobynolous. Lalu kami rasa, anak ini berkata kalau dia melihat—"
Aalisha langsung menginterupsi perkataan Easton. "Maaf tadi kupikir ada binatang magis berlari kemari jadi hendak kukejar ternyata sudah tertangani oleh Anda ... Profesor Hesperia."
Profesor Hesperia mengangguk, kemudian tersenyum kecil. "Benar sekali, sudah kutangani, jadi keadaan di sini sudah tenang. Bagaimana jika kalian kembali saja, sepertinya kericuhan di luar juga sudah mulai mereda."
"Kami akan kembali, terima kasih Profesor," ujar Aalisha cepat kemudian memberikan salam dengan membungkukkan badannya. "Lalu profesor Ambrosia, terima kasih telah mengkhawatirkanku."
"Kau yakin tidak terluka?"
Aalisha bisa melihat ketulusan di mata profesor Ambrosia yang membuat gadis kecil itu jadi mengepalkan kedua tangannya lalu berujar setelah tersenyum simpul. "Yakin, aku baik-baik saja, Profesor Ambrosia." Aalisha langsung nyelonong pergi padahal ada yang hendak Ambrosia katakan lagi.
"Kalian berdua!" Tatap Ambrosia pada Easton dan Noah. "Jaga Aalisha sampai ke asramanya!"
"Siap Profesor!" sahut Easton.
"Baik Profesor, kami pamit," sahut Noah.
Keduanya segera mengejar Aalisha yang tak disangka langkah kaki gadis itu cukup cepat. "Hei kupikir kau hendak bertanya tentang seseorang atau apalah itu?" ucap Easton.
"Aku salah lihat, maksudku yang kukejar itu binatang magis yang terlihat seperti mengenakan jubah karena kulitnya hitam," sahut Aalisha.
"Baguslah, kupikir kau mencari hantu." Noah terkekeh kecil.
"Boleh kutanya sesuatu pada kalian?" Aalisha berhenti lalu menatap pada kedua kakak tingkatnya ini. "Siapa profesor yang tadi yang bersama dengan profesor Ambrosia, dia terlihat kuat."
"Tentu saja! Dia salah satu profesor di tahun kami, namanya Profesor Mina Hesperia. Mengajar di ilmu sihir hitam," jelas Noah.
"Sudah berapa lama dia mengajar?" tanya Aalisha kembali.
"Berapa ya? Kau ingat Easton?" ujar Noah menatap pada saudaranya.
"Tiga atau dua tahun mungkin? Sekitaran itu kurasa." jelas Easton.
"Antara dia dengan profesor Ambrosia, siapa yang duluan mengajar?" tanya Aalisha lagi.
"Seingatku duluan profesor Ambrosia," ujar Easton, "kenapa?"
"Hanya penasaran saja."
Aalisha tersenyum simpul. Sungguh dia terlihat begitu cantik dengan senyuman yang seolah menunjukkan dirinya sedang baik-baik saja padahal jauh di dalam lubuk hatinya, Aalisha begitu kesal sampai-sampai gila rasanya karena gagal menangkap sosok berjubah hitam. Namun, tak masalah, sungguh tak masalah karena ada hal menarik lainnya yang dia temukan di akademi Eidothea ini.
Bahwa di tanah dia berpijak ini, ada kisah yang kemungkinan tidak berjalan klise atau biasa-biasa saja. Melainkan luar biasa nantinya. Ya, Aalisha menunggu kisah penuh kejutan dari para Dewa di Athinelon—di dalam hidup Aalisha.
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
Hola!
Sampai chapter ini paham gimana Aalisha itu? Bagi kalian Aalisha itu sosok yang gimana?
Menurut kalian siapa sosok berjubah hitam? Kira-kira benarkah pemikiran Aalisha jika si jubah hitam antara Ambrosia atau Hesperia atau .... [sebagian kalimat telah hilang]
Bobynolous
Jelek banget yah gambaran gue, mana tangannya kayak sirip lagi. Sudahlah biarkan aja karena lagi malas gambar, terus gak ada ide:)
Prins Llumière
Sabtu, 24 September 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top