Chapter 26
Pilihan yang sangat tepat untuk menyembuhkan lukanya dahulu sebelum kembali ke asrama karena baru masuk ke ruang utama, Anila dan Mylo sudah berada di sofa bersama dengan Gilbert dan juga Frisca serta beberapa murid Arevalous entah satu angkatan atau ada juga kakak tingkat. Di atas meja terdapat teko cukup besar yang isinya teh panas, beberapa cangkir yang sudah terisi teh, serta semacam kue kering. Oh mereka semua yang di sofa itu, masih mengenakan piyama bahkan Mylo masih menggunakan topi tidurnya.
"Oh akhirnya kau kembali. Benar 'kan aku kalau dia pergi keluar bukan molor sepertimu!" sahut Frisca dengan kalimat terakhir diperuntukkan pada Gilbert yang tengah menikmati teh hangatnya.
"Oh ayolah, semua orang pasti pernah molor di Minggu pagi! Kecuali gadis ini, kan kita sudah sepakati kalau dia dari dimensi berbeda," balas Gilbert sembari menatap Aalisha.
"Tutup mulutmu itu, Gilbert!" Aalisha balas menatap tajam lalu duduk di samping Anila yang kebetulan memang kosong.
"Dari mana saja?" tanya Anila.
Mylo memberikan secangkir teh pada Aalisha sambil berujar, "kau rajin sekali bangun subuh."
"Hanya olahraga kecil," jawab Aalisha singkat dan menyeruput teh hangatnya. Entah gadis itu haus atau apa, ia menghabiskan teh tersebut sekaligus.
"Hati-hati hei, itu panas!" Mylo berujar.
"Aku kembali ke kamar duluan." Aalisha menaruh cangkirnya lalu berdiri.
"Tak mau kue? Di sinilah dulu," ucap Frisca.
"Aku sudah selesai." Aalisha tersenyum tipis lalu menuju lift.
"Kita akan bersama-sama ke ruang makan, lalu berjalan-jalan di sekitar akademi. Kau mau 'kan?" teriak Anila.
Aalisha menoleh sebentar. "Ya." Maka gadis itu sudah pergi menaiki lift.
Keempat teman Aalisha itu menghela napas panjang. Sulit sekali untuk mendekati Aalisha seolah-olah gadis itu menjaga jarak dengan sengaja. Mungkinkah karena gosip yang sering terdengar tentangnya jadi Aalisha berpikir jika keempat manusia itu juga sama? Sama-sama membicarakan Aalisha di belakang dan menganggap jika dia hanyalah gadis kasta bawah yang menyedihkan.
"Apa dia pikir, kita hanya berpura-pura berteman dengannya?" tanya Frisca pelan.
"Bisa jadi, habisnya dia masih dingin pada kita." Mylo menyahuti sambil memakan kue.
"Padahal aku senang berteman dengannya dibanding Cornelius sialan." Gilbert juga berujar. "Apa kalian tahu, Cornelius baru-baru ini membuat ulah, lalu salah satu anak dihukum oleh profesor padahal Cornelius duluan yang berbuat."
Maka mereka mulai bergosip sedangkan Anila hanya bisa menghela napas. Sesaat ada hal mengganjal lagi dalam dirinya, entah ia benar atau tidak, tetapi menurutnya Aalisha banyak menyimpan rahasia.
****
Aktivitas Minggu dimulai setelah sarapan bersama di ruang makan. Semua anak Eidothea terlihat mengenakan pakaian biasa atau pakaian bebas yang terkesan baru atau yang sedang trending di ibu kota maupun wilayah kerajaan. Jika melihat sekumpulan anak-anak dengan baju baru maka itulah murid angkatan baru. Mereka pasti berpikir hendak mengenakan hal-hal baru kemungkinannya untuk membangun citra mereka. Berbeda dengan angkatan atas yang beberapa masih memikirkan gaya pakaian, beberapa lagi sudah tak peduli yang penting nyaman dikenakan apalagi semakin naik tingkat, maka tugas bahkan misi yang diberikan pihak akademi semakin banyak dan terkadang dadakan. Jadi mereka tak ada waktu memikirkan fashion.
Ada segerombolan murid baru yang terlihat celingak-celinguk karena sedang kebingungan hendak mengunjungi tempat atau ke mana? Akademi ini cukup luas karena masih banyak tempat yang belum mereka kunjungi, entahlah, mereka seperti menganggap akademi ini tempat berwisata dibandingkan tempat menimba ilmu.
Banyak sekali aktivitas yang dilakukan para murid di hari Minggu. Mereka ada yang menghabiskan waktu di halaman masing-masing asrama—beberapa murid ada yang duduk di bangku sembari menyicil tugas sebelum dikumpulkan lusa, ada juga yang bermain catur sihir atau kartu. Beberapa hewan terlihat berkunjung ke asrama, contohnya saja, seekor kucing berbulu putih dan tebal yang kini berguling-guling manja di dekat sekumpulan kakak tingkat yang sedang mengerjakan laporan biologi mereka.
Beberapa murid memilih untuk duduk di tikar atau tidak peduli berada di atas rumput, bahkan ada yang tertidur dengan nyaman di bawah pohon rindang padahal masih pagi. Ada juga murid baik hati yang membawa banyak camilan sehingga mereka makan bersama dengan teman-temannya, tidak lupa sambil berceloteh atau bergosip.
Aalisha melihat ke arah Easton dan Noah yang naik ke atap asrama, ada juga kakak tingkat lainnya. Mereka menggunakan sihir angin, lalu terjun ke bawah, kemudian perlahan-lahan terbang meskipun tidak tinggi, lalu kembali ke atap asrama. Ada juga yang menggunakan sapu terbang kemudian membuat murid lainnya terkejut karena melintas begitu cepat di samping mereka.
"HEI!! LIHAT KE ARAH KAMI!" teriak Noah sambil memberi isyarat pada Easton. "Satu!"
"DUA!" sahut Easton.
"Tiga!" balas Noah.
Mereka berdua melemparkan semacam serbuk putih, lalu dengan mantra serbuk itu berubah menjadi gelembung sabun yang kini menyebar di sekitar asrama Arevalous. Murid-murid di sekitar asrama langsung berteriak dan tertawa kencang, tidak lupa mereka pecahkan beberapa gelembung sabun di dekat mereka. Hal ini membuat murid lain, jadi menatap ke asrama itu.
"Mau lagi?!" teriak Easton.
"HEI KALIAN BERDUA. TURUN DARI SANA. DASAR ANAK NAKAL!!" teriak wanita paruh baya dengan pakai putih. Oh, itu adalah nyonya Filda, salah satu pekerja di bagian laundry baju murid-murid Arevalous.
"CEPAT GANTI SABUN CUCI YANG KALIAN GUNAKAN!! SEBELUM KULAPORKAN KALIAN!" teriaknya kembali hendak mengejar Easton dan Noah.
"Rencana B! Kabur!!!" teriak Noah langsung melompat dari atap dan kabur melalui halaman belakang.
"Sampai jumpa semuanya!" Easton berpamitan dulu sebelum pergi berlari ke halaman belakang juga.
"DASAR KALIAN YAH!!!"
Di sisi lain, Mylo menghela napas panjang. Tak ia sangka jika kedua kakaknya sangat kekanak-kanakan bahkan berulah lagi, bisa ia bayangkan ketika liburan nanti, ibunya akan marah besar akibat kenakalan mereka di akademi.
Beralih ke tempat lain di akademi ini yaitu beberapa kuil terlihat penuh karena anak-anak menyempatkan diri untuk berdoa pada para Dewa. Semua kuil yang ada di Akademi ini penuh, begitu juga kuil yang jaraknya paling jauh dari kuil lainnya. Mereka begitu khusyuk berdoa, entah untuk melepaskan kesedihan di hadapan Dewa atau ada yang berdoa agar bisa menghadapi ujian esok hari karena sudah belajar seharian pun, tidak juga paham.
Beberapa murid terlihat mengenakan marajha di dahi mereka. Ada juga pasangan yang dengan senang hati saling memberikan marajha di dahi. Hal ini sukses membuat murid jomlo jadi kesal.
Keributan terdengar di daerah kantin pohon. Banyak murid angkatan atas berkumpul di sana, entah karena ada sedang berulang tahun atau mereka merayakan keberhasilan dalam menjalankan misi dari pihak akademi atau pun kerajaan. Banyak juga murid yang berkumpul untuk menyaksikan atau menonton latihan berpedang kakak tingkat mereka terlebih lagi ada yang sedang berduel dan duel tersebut tidak main-main. Kedua petarung sangat serius karena mereka bertarung tidak hanya menggunakan senjata, tetapi juga sihir sehingga makin banyak yang menonton. Sihir yang digunakan termasuk sihir tingkat atas. Pertarungan ini adalah kegiatan yang paling banyak peminatnya di akademi ini.
"Pantas saja kayak taman bermain, muridnya seribu lebih, terus beraktivitas di luar semua," ujar Anila.
"Ya, aku sampai lelah melihatnya." Aalisha sangat tidak biasa dengan semua ini. Keramaian ada di mana-mana bahkan baru keluar dari asrama saja sudah banyak yang menyapa satu sama lain entah kenal atau tidak. Apakah murid akademi ini memegang prinsip; sapalah siapa pun itu, mau teman atau bukan karena selama itu manusia, tidak masalah.
"Barusan aku lihat, ada yang dikejar Orly dari asrama Faelyn." Mylo menimpali.
"Jadi apa yang kita lakukan?" tanya Anila yang tak bermaksud ke perpustakaan. Habisnya ia yakin jika perpustakaan pun pasti banyak yang berkunjung. Apalagi ia dengar dari temannya jika ada banyak buku baru.
Anila berujar kembali. "Frisca dan Mylo, tiba-tiba ada urusan lain jadi mereka pergi."
"Bagaimana kalau menonton pertarungan? Kudengar tidak hanya antar murid, tetapi beberapa profesor sedang bertarung—"
DDHUAARRRRRR!!
Suara ledakan terdengar begitu dahsyat bersamaan kepulan asap hitam membumbung ke langit. Tidak sampai di sana saja, masih terdengar suara gesekan antar pedang serta berbagai macam mantra yang saling menyerang satu sama lain. Salah satu pengguna mantra berhasil menyerang lawannya hingga seragam yang ia kenakan terkoyak, tidak mau kalah, lawannya balik menyerang dengan menciptakan sihir angin kemudian menyerang layaknya puluhan tombak yang menerjang dengan cepat.
Murid-murid lain yang sedang beraktivitas kini berlarian menuju sumber pertarungan yang berlokasi di lapangan rerumputan yang memang biasa digunakan dalam mata pelajaran latihan fisik dan berpedang. Di sana sudah cukup banyak murid berkumpul serta saling bersorak-sorai. Beberapa ada yang harus menghindar karena serangan antara kedua petarung hampir mengenai mereka.
"Lewat, lewat, mau dipasang barrier! Sebelum kalian semua jadi korban!" ujar Matt, salah satu Orly pihak akademi. Kini ia memasangkan barrier (pelindung) dari neith yang membentuk bundaran besar.
"Yops, sudah selesai, silakan menonton kembali. Jangan sampai masuk ke dalam barrier jika tak mau terseret alur pertarungan," ujarnya lalu meninggalkan tempat pertarungan.
Maka para murid kembali menonton pertarungan yang salah satu pihak kini terlihat terdesak serta sudah kewalahan. Pertarungan ini bermula dari beberapa murid sedang berlatih duel dengan teman mereka. Tiba-tiba saja, salah seorang pengajar menginterupsi lalu hendak ikut berduel, tak lama kemudian pengajar lainnya menantang. Maka terjadilah pertarungan antara profesor Reagan melawan tuan Goliat Howard. Seperti yang diketahui murid-murid bahwa profesor Reagan begitu ahli di pertarungan pedang, jelas sekali, ia jadi suka menantang orang-orang termasuk pengajar akademi untuk bertarung dengannya.
"Sudah mencapai batasnya, Howard?" tanya profesor Reagan yang masih berdiri tegak dengan pedang di tangan kanannya menancap ke tanah sedangkan tuan Howard terlihat kehabisan tenaga.
"Hanya mengambil napas sebentar," sahut tuan Howard kembali berdiri lalu mengangkat pedangnya yang cukup besar itu.
Meskipun tuan Howard jauh lebih besar dan tinggi dibandingkan profesor Reagan. Tetap saja dalam segi keahlian, profesor Reagan yang mantan pasukan militer, pasti lebih unggul. Apalagi ia sering berhadapan dengan berbagai iblis dan monster.
"Majulah, aku mempersilakan." Profesor Reagan tersenyum tipis.
"Dengan senang hati, Profesor!"
Maka pertarungan kembali terjadi, Howard menyerang Reagan dengan pedang besarnya, tetapi dengan mudah ditahan oleh Reagan. Gesekan kedua pedang mereka mengakibatkan tekanan neith yang begitu kuat sehingga menciptakan angin bertiup kencang, beruntung saja ada barrier jadi para murid tidak perlu khawatir.
Hendak menyelesaikan pertarungan ini sesegera mungkin. Profesor Reagan menambah kekuatan pedangnya dengan mengalirkan neith, lalu dia empaskan pedang Howard, kemudian dengan cepat dia menendang perut Howard yang benar-benar sukses membuatnya terlempar hingga tubuh besarnya menghantam tanah. Howard harusnya bisa menyerang balik, tetapi Profesor Reagan bergerak cepat dan kini sebilah pedang tepat berada di samping leher tuan Howard. Andai di hadapan Reagan adalah seorang penjahat, maka pedangnya dengan cepat akan memenggal leher penjahat tersebut. Sayangnya dia adalah tuan Howard, temannya di akademi ini, maka pertarungan dimenangkan oleh profesor Reagan.
"Anda memang hebat Profesor, aku mengaku kalah," ujar Howard tersenyum.
"Terima kasih atas pujiannya dan tentu saja pertarungan mendebarkan ini sangat menyenangkan!" Profesor Reagan meraih tangan tuan Howard untuk membantunya berdiri. Selang sedetik, suara sorakan murid-murid memenuhi.
"Anda tetap hebat Tuan Howard!!"
"Anda juga kuat Tuan Howard!"
Tuan Howard merasa terharu karena murid-murid mendukungnya. Anak-anak di sini memang sangat baik, tidak salah jika ia memutuskan untuk mengabdikan hidupnya menjadi pengajar di akademi ini.
"Pertarungan yang menakjubkan!"
"Lagi! Ayo lagi!!"
"AYO BERTARUNG LAGI!" teriak para murid.
Profesor Reagan begitu bangga pada dirinya. Terutama banyaknya sorakan dari murid-muridnya ini, maka ia mengangkat pedangnya, lalu berujar dengan keras. "Siapa yang berani bertarung denganku lagi?!! Siapa pun boleh, mau murid atau pengajar lain."
Seketika sorakan itu hening karena mereka saling berpandangan, kira-kira siapa yang berani bertarung lagi? Adakah yang siap dibanting seperti tuan Howard tadi? Mereka yang awalnya bersorak-sorai hendak pertarungan lagi, tetapi ketika ditantang malah diam ketakutan.
"Woy kau saja, katanya mau lihat pertarungan lagi!"
"Eh bertarung sana! Lumayanlah pemanasan."
"Kau gila! Aku akan akan mati!"
"Mana nih kebanggan akademi. Mana si peringkat atas, kayak keturunan Majestic Families? Harusnya mereka yang bertarung."
"Ya mereka petarung gila. Kalau kayak kita mana bisa menang, adanya masuk rumah sakit."
Anila bersedekap karena tak satu pun mau maju dan melawan profesor Reagan. Entah karena takut atau yang mampu, malah tak tertarik dalam pertarungan. "Kau maju Mylo, kau kan 'kuat?"
"Gila ya, aku melihat Tiona saat itu saja seluruh badanku ngilu, apalagi melawan master Reagan!" Mylo merinding memikirkan semua itu. Ia lalu menatap Aalisha yang sejak tadi melamun. "Kau kenapa?"
"Kalian merasakannya tidak? Neith yang kuat datang ke sini." Aalisha berujar sambil celingak-celinguk, memastikan perasaannya.
"Apa mana? Kok bisa tahu?" Mylo jadi ikutan celingak-celinguk, ia merasa sangat bingung karena tak merasakan apa pun.
"Ada!!" Aalisha bersikukuh. "Sepertinya dari sana gerombolan sana? Munculnya dari sana!"
"Neith sekuat apa? Anila kau merasakannya juga? Kau kan paling cerdas di kelas," ujarnya pada Anila lalu beralih pada Aalisha. "Jangan-jangan kau hanya mengarang!"
Di sisi lain, Anila sejak tadi memperhatikan Aalisha dengan tajam. Gadis ini cukup aneh, lebih tepatnya sering terlihat hal-hal aneh pada diri gadis ini. "Tidak aku tidak merasakan apa pun."
"Tuhkan, kau hanya mengarang saja!" sahut Mylo.
"Ya sudah kalau gak percaya. Aku yakin, dia muncul dari sana."
Aalisha menunjuk pada segerombolan murid di arah jam sebelas. Tak lama, gerombolan itu mulai ricuh dan murid-murid membukakan jalan untuk seseorang yang hendak memasuki area barrier.
Sepatu hak tingginya yang berwarna silver itu menginjak rerumputan tanpa terbebani sama sekali dia melangkah. Pakaian berupa gaun panjang dengan perpaduan warna antara hitam dan silver, ada beberapa hiasan berupa permata di gaun tersebut. Wanita itu mengenakan ear cuffing serta mengepang sebagian rambutnya. Tidak hanya itu, wanita tersebut wajahnya penuh dengan riasan yang memperlihatkan aura kecantikannya. Dibalik penampilannya yang begitu cantik seolah putri bangsawan yang hendak menghadiri pesta dansa atau upacara kedewasaan putri kerajaan. Dia malah membawa pedang yang begitu panjang berwarna putih mengkilap, tajam dan siap menebas setiap kepala musuh-musuhnya.
"Kudengar Anda mencari lawan bertarung? Karena tidak ada yang menawarkan diri, jadi bagaimana kalau aku yang bertarung melawan Anda, Profesor Reagan?" Suara wanita itu benar-benar se-indah dengan penampilannya.
"Ahh, Profesor Rosemary, suatu kehormatan jika Anda mau bertarung denganku." Perlahan profesor Reagan membungkukkan tubuhnya memberi penghormatan sesaat. Setelah itu dia berujar kembali. "Tapi Anda yakin bertarung denganku menggunakan gaun? Tidakkah Anda takut kalau kalah melawanku?"
Suara sorakan terdengar dikarenakan para murid berpikir bahwa profesor Reagan tengah meremehkan profesor Rosemary. Tentu saja, kalimat profesor Reagan sengaja diucapkan dengan nada sombong dan meremehkan. Sebagai seorang pengajar, mantan pasukan militer, dan terutama sebagai seorang pria, Reagan harus terlihat kuat, berani, dan sombong di hadapan wanita agar posisinya tidak diremehkan atau ditertawakan. Hanya saja, kenyataan sebenarnya adalah profesor Reagan menahan takut bahkan tangannya kini gemetar. Dia harus terlihat angkuh agar tidak terlihat memalukan di hadapan murid-muridnya.
Sepertinya ini adalah salah satu sifat dari seorang pria yang tidak mau celahnya ketahuan karena seorang wanita jadi mereka berusaha untuk tegar dan kuat.
Di sisi lain, profesor Rosemary sama sekali tidak ketakutan bahkan dia tidak sabar dengan pertarungan ini. Dia juga tidak peduli dengan keangkuhan profesor Reagan. "Abaikan saja apa yang kukenakan karena ini takkan menghambatku sama sekali. Lalu Anda pikir, aku akan kalah begitu saja?" Profesor Rosemary tersenyum.
"Baiklah jika itu yang Anda mau. Jangan salahkan aku jika gaun cantik Anda rusak atau Anda kalah dalam pertarungan ini." Profesor Reagan sekali lagi harus percaya diri jika bisa menang dengan mudah.
"Tidak masalah Profesor karena aku bisa membeli 1.000 gaun baru di Alfafreezel Eleanora, hari ini juga."
Maka pertarungan pun dimulai dan semakin saja para murid bersorak-sorai karena salah satu pertarungan yang mendebarkan adalah ketika profesor Rosemary menarik pedangnya.
"Aalisha kau benar, profesor itu sangatlah kuat!" puji Mylo yang tak mengalihkan pandangannya dari pertarungan.
"Kan sudah kubilang," ujar Aalisha bersedekap.
"Bagaimana bisa kau tahu?" tanya Anila.
Aalisha menaruh jari telunjuknya di depan bibir lalu berujar, "rahasia."
"Sial. Seyakin apa kau, kalau profesor itu akan menang?" ucap Anila.
"Seyakin seperti kita percaya bahwa para Dewa dapat menciptakan apa pun hanya dengan mengucapkan, terciptalah."
Anila tahu bahwa Athinelon adalah dunia yang penuh dengan rahasia begitu juga dengan akademi ini. Anila banyak menerima surat undangan dari berbagai akademi di Kekaisaran ini, mungkin 10 akademi ada dan beberapa diantaranya tidak kalah hebat dengan akademi Eidothea. Namun, Anila sudah memutuskan hendak masuk ke Eidothea karena banyak sekali alasan yang bisa digunakan untuk masuk ke akademi ini.
Maka dengan segala rahasia, segala keanehan, malapetaka, keangkuhan murid-muridnya, kejadian tak terduga maupun tragis bahkan mengancam nyawa sekali pun, Anila takkan heran jika terjadi di akademi yang dibangun oleh 8 Majestic Families ini.
Hanya saja, berada di hadapan Aalisha, ada sesuatu yang aneh pada diri gadis itu, mungkin ada suatu rahasia. Bukankah setiap manusia punya rahasia? Bahkan Anila pun memilikinya. Harusnya Anila tak usah peduli, tetapi dia merasa bahwa Aalisha berada di tempat berbeda, gadis itu terasa unik dan hal itu membuat Anila penasaran.
Siapa Aalisha yang sebenarnya?
"GILA PROFESOR ROSEMARY BENAR-BENAR MEMBUAT PROFESOR REAGAN BABAK BELUR!" teriak salah seorang murid.
"Sudah kubilang 'kan?" ujar Aalisha tersenyum kecil.
"Ya kau benar," sahut Anila.
Maka pertarungan terakhir hari itu, dimenangkan oleh profesor Rosemary dengan sangat mudah seolah profesor itu hanya membunuh semut bukan melawan manusia. Sedangkan di sisi lain profesor Reagan berakhir terbaring di rumah sakit. Tentu saja dengan luka yang tidak terlalu parah karena profesor Rosemary masih menahan dirinya untuk tidak bertarung serius.
****
Salah satu kebiasaan Aalisha adalah menghilang secara tiba-tiba karena Aalisha juga butuh waktu untuk sendiri, tidak diikuti oleh siapa pun terutama Anila dan Mylo yang entah sejak kapan, bersikap seperti perangko. Lengket dan tidak mau terpisah dengan Aalisha.
Kebiasaannya ini termasuk ke dalam kategori kebiasaan buruk karena harusnya Aalisha bisa pamit atau bilang hendak butuh waktu sendiri, tetapi dia malah nyelonong pergi begitu saja yang jelas-jelas membuat kedua temannya khawatir.
Teman? Ups, apakah Aalisha menganggap mereka teman?
Andai ditanya kenapa dia tiba-tiba pergi begitu saja tanpa berkata apa-apa, Aalisha akan menjawab tanpa beban bahwa dia tidak suka diberi pertanyaan seperti, "mau ke mana? Ada urusan apa?" atau "ketemu siapa, apakah perlu ditemani?". Aalisha benci semua pertanyaan itu karena ia tak suka berbagi cerita atau aktivitasnya pada orang lain. Jadinya dia langsung menghilang begitu saja tanpa berkata apa pun.
Menurutnya, seberapa penting makhluk-makhluk hidup itu sampai penasaran dengan apa yang hendak Aalisha lakukan?
"Sudah kuduga akan sepi kalau agak siang." Aalisha menatap pada kuil yang dulu pernah dia kunjungi dan pertama kalinya bertemu dengan Athreus.
"Laki-laki sialan, harusnya aku tahu kalau dia Direct Line Kieran Zalana, jadi aku tidak mencari masalah dengannya."
Hampir menunjukkan pukul 2 siang, Aalisha menyempatkan diri untuk berkunjung ke kuil. Kali ini tidak ada Elijah, mungkin dia kelelahan karena melayani murid lain yang berkunjung ke kuil ini. Memang tadi pagi banyak sekali yang berdoa, jika sudah siang akan sepi karena kuil ini paling jauh, para murid kemungkinan merasa malas kemari atau mereka lebih memilih menonton pertarungan dan melakukan aktivitas lain.
Setelan melakukan doa, Aalisha langsung kembali tanpa bermaksud menggunakan marajha di dahinya, bukan dia benci marajha, hanya saja mengenakan itu akan membuat perhatian tertuju padanya terutama warna marajha adalah merah, makin saja kelihatan mencolok.
Bayangkan saja seseorang berjalan dengan dahi ada marajha yang berwarna merah? Setidaknya satu ada dua orang akan memperhatikan.
Aalisha perlu memuji mereka yang merasa percaya diri dan begitu bangga menggunakan marajha lalu berkeliling akademi tanpa menggubris tatapan orang-orang padanya.
Ya, termasuk pada pria yang ada di depan Aalisha saat ini.
Pria dengan setelah mewah seperti biasa, tetapi kali ini warna biru tua lebih mendominasi. Dia tak mengenakan kacamata, tetapi mengikat rambutnya lalu diurai ke depan. Selera fashion yang tinggi membuatnya menggunakan ear cuffing. Serta tidak lupa di dahinya ada marajha yang semakin menambah kesan bahwa pria ini begitu dicintai para Dewa sehingga ketampanan memang paling sempurna berada pada dirinya.
"Kau mau minum teh denganku?" tawar master Arthur dengan senyuman indahnya.
"Wah, wah, Anda bersinar sekali hari ini, Master. Aku harus memuji Anda sebelumnya, jika para Dewa terlalu baik pada Anda."
"Memujiku?"
"Ya, mengapa ketampanan begitu menyertai Anda padahal Anda adalah salah satu master paling menyebalkan di akademi ini?"
"Kau benar-benar minta digantung atau harus dipasung?" balas Arthur menatap tajam.
"Aku hanya bercanda!" balas Aalisha cepat, "oh Dewa, jangan anggap serius, oke Master? Anda benar-benar terlihat bersinar hari ini, sungguh ini pujian asli! Lalu tawaran minum teh, benar hanya minum teh atau ada yang lain?"
"Tentu saja, ada yang hendak kubicarakan denganmu, murid terbaikku yang paling ingin kugantung lalu kupamerkan mayatmu di alun-alun kota."
Detik itu, Aalisha merasa ciut di hadapan Arthur karena tingkat keseraman Arthur begitu tinggi bahkan melebihi profesor Rosemary di pertarungan tadi. Ah, Aalisha rasa, ketampanan Arthur menjadi poin untuk menutupi sifat mengerikannya.
"Dewa, tolong lindungi aku."
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
Prins Llumière
Sabtu, 10 September 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top