Chapter 25

Pertemanan takkan pernah cocok dengan Aalisha yang selalu mengurung dirinya di kediamannya dulu. Bahkan untuk menyapa tetangga saja, Aalisha tak berniat, ia lebih suka tenggelam dalam buku-bukunya atau berbicara pada binatang yang melintas di dekatnya bahkan parahnya ia pernah mengobrol dengan seekor kepik atau kupu-kupu. Ia sama sekali tak menganggap dirinya mengenaskan karena baginya berteman dengan manusia terkadang menimbulkan bencana, masalah, atau sakit pada diri sendiri.

"KAU GILA AALISHA!" teriak Mylo kini duduk sembari meletakkan tiga cangkir cokelat hangat di atas meja. 

"Terima kasih—pelayanku??" sahut Aalisha dan mengambil secangkir. Lalu ia tiup pelan. 

"Bajingan! Kau memang gila! Kini saja gila!" Mylo harus banyak bersabar dengan tingkah gadis ini. Apalagi ceritanya barusan!!

"Kau serius, jika keduanya masih mengganggumu?" tanya Anila kembali. 

"Entahlah, tapi kupikir mereka mengingatku jadi tak ada alasan jika suatu hari aku mati karena mereka berdua, ralat maksudnya tiga, Clemence yang paling mengincarku." Aalisha berujar dengan mudahnya, tanpa ada aura ketakutan dan sebagainya.

Anila terdiam sembari memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Malam ini, ia menginterogasi Aalisha habis-habisan karena ada banyak hal mengganjal akan gadis pendek ini. Maka atas segala paksaan yang ada, akhirnya Aalisha menceritakan semuanya. Dimulai bagaimana dirinya bertemu Athreus, berkelahi dan mengumpat pada cowok itu lalu bertemu lagi di kantin rumah pohon serta bagaimana pertemuannya dengan Nicaise, meminjam bukunya, dan berakhir kesal. 

Pantas saja, Anila merasa aneh dan curiga ketika beberapa kali tak sengaja ia lihat Athreus maupun Nicaise mengobrol dengan Aalisha padahal ia tahu jika kedua Majestic Families itu pasti enggan berinteraksi dengan manusia di luar lingkup mereka. Yaps, 'lingkup mereka'. Ternyata tidak hanya Eloise yang Aalisha kibarkan bendera perang, tetapi kedua Majestic Families lain. 

Sungguh mendengar cerita Aalisha itu seolah membuat hidup Anila terkikis. Ah harusnya gadis itu sadar bahwa hidupnya semakin pendek. Permasalahan utama di sini adalah apa yang akan terjadi pada Aalisha ke depannya?

"Kenapa kau santai sih, tak tahu apa jika nyawamu terancam! Waktu itu Anila bercerita, jika kau berseteru dengan Clemence, sekarang kedua lelaki itu! Gila!" Mylo jika berteman dengan Majestic Families atau dikenal oleh mereka menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Namun, mengetahui akan kasus Aalisha, ia harus berpikir ulang dan lebih baik tidak diketahui para Majestic Families bahkan tidak pernah dianggap hidup adalah pilihan yang terbaik. 

Aalisha berujar setelah memahami kegundahan kedua manusia ini melalui mata mereka. "Kalian terlalu berlebihan, aku yang akan mati, tapi kalian yang pusing." 

Apakah dalam pertemanan selalu seperti ini? Jika salah satu teman sakit, maka teman lainnya juga akan merasakan sakit? Sama halnya dengan mati, kalau Aalisha mati, apa Anila dan Mylo juga akan mati? Bukankah itu sangat memusingkan. Aalisha sangat bingung dengan konsep pertemanan ini. Sungguh jika dia menjadi Anila dan Mylo, maka Aalisha akan bersikap tak peduli dan membiarkan temannya itu entah apa pun yang akan menimpa hidup mereka karena memikirkan hidup sendiri saja sudah sangat menyusahkan.

"Kurasa kini kupahami jika cara berpikirmu agak unik dibandingkan manusia biasa." Mylo berujar dengan sangat pasrah. "Tapi tetap saja, kau mau hidup 'kan? Maka jangan mencari masalah dengan mereka!"

Hidup? Tahu apa Mylo tentang arti kata hidup atau alasan Aalisha hendak hidup di tanah hina ini? Bah, jika diminta memilih, maka Aalisha enggan untuk lahir. Pernah dia dengar jika setiap makhluk hidup punya perannya masing-masing di dunia ini atas hal itu para Dewa menciptakan mereka. Namun, Aalisha? Bukankah lebih baik dia tak pernah ada. Lebih baik para Dewa menciptakan makhluk hidup yang lebih baik dari dirinya ini. Makhluk hidup yang mungkin akan selalu bersyukur karena telah dilahirkan, bukan seperti Aalisha yang berharap tak pernah dilahirkan bahkan terkadang gadis itu tak takut untuk berdoa agar dirinya segera menemui kematian.

Anila menghela napas sesaat. Dari beberapa pertanyaan yang ia berikan pada gadis ini. Dia ketahui jika Aalisha baru pertama kalinya bersekolah, gadis itu juga selalu tinggal di kediamannya sehingga jarang sekali atau tidak pernah sama sekali berinteraksi dengan orang lain. Meskipun Anila belum terlalu mengenalnya, tetapi ia bisa menarik kesimpulan—

"Oke, aku paham. Dikarenakan kau hanya tinggal di kediamanmu itu, kau tidak tahu siapa Majestic Families, jadi wajar, ketika bertemu mereka kau tak tahu kalau mereka adalah garis keturunan Maha Agung, apalagi sikap mereka ke orang lain juga begitu buruk. Eloise yang merebut bukumu, Athreus memanggilmu little girl, Nicaise ... baiklah intinya sikap mereka juga salah padamu. 

"Sebenarnya dari ceritamu tentang ketiganya sama-sama menanyakan hal yang sama. Asumsiku karena mereka pasti berpikir jika di dunia ini semua orang pasti mengenal mereka sebagai direct line Majestic Families jadi ketika bertemu denganmu, kau tak mengenal mereka terlebih lagi kau berani menyahut mereka, pasti membuat mereka penasaran padamu, terutama, bagaimana kau bisa tak mengenal mereka. Jelas saja, ketiganya masih mengusikmu karena meskipun di akademi, semua murid dianggap setara dan ketiganya tak masalah dipanggil dengan nama depan, tetap saja, banyak yang segan pada ketiganya. Sedangkan kau ...."

Aalisha perlu takjub dengan kecerdasan yang dimiliki Anila. Gadis itu paham pada garis permasalahan utamanya. Bahkan pemikiran antara Aalisha dan Anila juga sama jika ketiga Majestic Families merasa penasaran pada Aalisha karena hanya dirinya dan satu-satunya di akademi ini yang tak mengenal mereka bahkan Aalisha baru tahu nama mereka. 

Oh lalu, Aalisha mungkin setuju kalau lingkup akademi harus tahu tiga keturunan tersebut, tetapi tidak dengan dunia? Serius, apakah satu dunia mengenal mereka. Lalu jika ada seseorang yang tak mengenal mereka. Apa seseorang itu harus mendapat hukuman berupa dipasung atau dirajam? Aalisha bersyukur karena hingga kini ia belum mendapat hukuman pemenggalan kepala.

Mylo menatap kedua temannya yang sama-sama diam. "Jadi bagaimana jalan keluarnya? Apa Aalisha harus meminta maaf atau apa agar mereka tak mengusikmu lagi?"

Mendengar perkataan Mylo, Aalisha menyahut cepat. "Aku takkan meminta maaf!"

"Kalau kau tak meminta maaf, kau mungkin akan sengsara. Oh ayolah, tidakkah kau lihat bagaimana sikap anak-anak akademi karena rumor kau berani dengan kasta tinggi seperti Killian, kini jika ada rumor, kau berani pada Majestic Families maka hidupmu akan selesai!"

Baiklah, Aalisha sangat setuju dengan perkataan Mylo jika rumornya, ralat, faktanya tersebar lagi, pasti hidupnya di akademi ini akan penuh bencana. Entah dari para Majestic Families langsung atau para penggemar mereka dan murid-murid kasta lain. 

"Aku paham, tapi aku takkan meminta maaf. Takkan pernah." Aalisha berujar dengan nada angkuhnya.

"Aalisha!!" Mylo sangat geram. Ia begitu khawatir pada temannya ini. 

"Aalisha benar," sahut Anila, "dia tak perlu meminta maaf."

"Kau mendukung?" tanya Mylo heran.

"Jika dia meminta maaf maka akan memperkeruh keadaan. Mylo, kau tahu bagaimana sifat Majestic Families? Mereka akan terus mengusik 'boneka' mereka jika 'boneka' itu semakin membuat mereka tertarik."

Aalisha tersenyum tipis sembari menatap Anila seolah ia menemukan sesuatu yang telah ia cari. "Aku setuju denganmu. Mylo, jangan bilang kau mau aku mendatangi ketiganya sambil berkata, "oh maafkan aku karena aku tak tahu jika kalian adalah Majestic Families, maukah kalian melupakan kejadian dulu, aku akan melakukan apa pun agar mendapat maaf kalian" begitu kah? Tidak, aku takkan meminta maaf."

"Baiklah, baiklah, terserah kalian!" Mylo sudah sangat pasrah. 

Aalisha lalu menatap Anila dan mengangkat tangannya untuk melayangkan tos. "Kau memang hebat, Anila."

Bukannya melakukan tos dengan Aalisha. Si gadis Andromeda malah menatap tajam lalu menghela napas panjang. "Kau tahu, jika jadi mereka maka aku menganggap sikapmu itu sangat kurang ajar."

"Kenapa tiba-tiba membela mereka?" Aalisha menurunkan tangannya. Agak kecewa karena Anila tidak mau tos dengannya.

"Jika dilihat dari sudut pandang orang-orang, kau pasti akan dianggap kurang ajar pada mereka. Ingat-ingat saja, kau melayangkan hinaan, mengusir mereka, dan lainnya padahal dalam etiket. Semua itu dianggap perilaku tidak beradab. Terutama jika bersikap begitu pada kaum bangsawan. Kau akan langsung dicap sebagai manusia kurang ajar. Maaf jika aku berkata begini dan kau tersinggung. Namun, jujur, aku akan menganggapmu kurang ajar juga jika tidak mendengar garis besar ceritamu." Anila berdiri dan mengambil dua bukunya di atas meja. "Jadi Aalisha, sebisa mungkin jangan cari perkara pada ketiganya lagi."

"Dengarkan perkataannya!" sahut Mylo. 

"Aku tahu, andai sejak awal aku tahu ketiganya adalah Majestic Families maka aku akan menjauh, sejauh mungkin. Jadi tenang saja, aku sebisa mungkin takkan berurusan dengan mereka, lagi." Aalisha tersenyum sembari membuat tanda oke dengan tangan kanannya. 

"Baiklah, terima kasih." Anila lalu meraih tangan kanan Aalisha lalu ia melakukan tos dengan gadis itu. 

"Ajak aku juga!" Mylo yang tak mau kalah, ikutan melakukan tos dengan keduanya. 

Anila menggeleng pelan. "Sampai berjumpa besok, mungkin kita bisa keliling akademi, mumpung besok Minggu." Ia lalu beranjak pergi.

"Kau benar, mari jalan-jalan," sahut Mylo, "aku akan kembalikan cangkir ke dapur. Selamat malam Aalisha."

Aalisha menatap kepergian Mylo, jadi ia segera pergi juga menuju lift. Seperti yang ia duga sebelumnya, garis keturunan Andromeda benar-benar cerdas. Meskipun keluarga Andromeda berada di tataran kasta menengah, tetapi mereka diakui kehebatannya oleh Majestic Families, Drazhan Veles. Itu semua adalah suatu kehormatan untuk kenaikan martabat keluarga tersebut. 

Aalisha pernah mendengar dari orang-orang di sekitarnya jika keluarga Andromeda pernah beberapa kali bekerja sama dengan keluarga Drazhan Veles dalam sebuah penelitian. Atas hal inilah, Drazhan Veles begitu menghormati keluarga Andromeda. Perlahan-lahan Majestic Families lain juga menghormati keluarga tersebut.

Generasi saat ini, kepala keluarga Andromeda dipegang oleh ayahnya Anila. Selain itu, ayahnya memiliki saudara yang lebih tua. Ada semacam konflik internal yang terjadi sehingga posisi kepala Keluarga jatuh pada ayahnya Anila. Atas hal ini, Anila menjadi anak yang dihormati dalam keluarga tersebut, terutama dia tidak memiliki saudara. Meskipun begitu, ia tetap memiliki saudara sepupu dari kakak ayahnya.

"Mungkin saja, masalah internal mereka masih terjadi hingga saat ini. Bukankah konflik paling sulit ditangani jika berasal dari keluarga sendiri? Perebutan tahta misalnya. Banyak sekali, putra-putri bangsawan yang saling mengirim pembunuh bayaran hanya untuk mendapatkan tahta tertinggi. Makhluk-makhluk seperti mereka memang polusi."

Aalisha terkekeh kecil. "Yah, apa pun itu, aku harus bersyukur pada Dewa karena menempatkanku di kereta yang sama dengan Andromeda. Bukankah dia menjadi pion yang bagus? Aku penasaran seberapa jauh dia melangkah."

****

Hari Minggu menjadi hari libur bagi anak-anak Akademi sehingga mereka bisa melakukan aktivitas lain atau sekadar beristirahat dan tak melakukan kegiatan apa pun. Aalisha sudah bangun sangat subuh, jarum jam masih menunjukkan sekitar pukul lima lewat dan gadis itu sudah berada di luar asrama sembari berlari kecil. 

Ia lama tidak berolahraga karena biasanya di kediamannya, ia akan rajin berkeliling rumah sembari berlari kecil. Terkadang bisa jauh sampai ke desa jadi bisa melihat kegiatan warga desa tempat tinggalnya meskipun tak satu warga yang disapa atau ajak mengobrol. Bagi Aalisha mengobrol hal yang tidak penting sangatlah membuang waktu terlebih ia jarang atau sama sekali tidak mengetahui topik-topik yang lagi panas di kalangan masyarakat sosialis. 

Subuh menjadi waktu yang Aalisha sukai karena di waktu ini keributan belum terdengar selain itu makhluk-makhluk hina seperti manusia yang belum banyak bangun dari tidurnya jadi tentu saja udara segar masih bisa Aalisha rasakan sebelum bercampur dengan udara manusia lainnya. Sepertinya kalimat yang dia gunakan terlalu berlebihan? Ah maafkan kebiasaan Aalisha dengan segala majas hiperbolanya. 

Kini Aalisha berada di sebelah barat Akademi, setelah melakukan pendinginan, ia lalu duduk di rerumputan yang begitu hijau dan asri. Masih tercium bau hujan semalam tadi. Sesaat terdengar suara beberapa murid yang juga melakukan joging paginya. Yah sebenarnya sejak Aalisha keluar asrama sudah banyak murid yang juga joging. Tidak bisa dimungkiri kalau anak-anak Eidothea banyak yang rajin di Minggu hari, tetapi banyak juga yang bermalas-malasan. Kalau Aalisha? Ia hanya terbawa kebiasaannya di kediamannya—joging atau olahraga kecil sering ia lakukan. 

Dari posisi Aalisha berada, dia bisa melihat ke gerbang barat kastil Akademi ini. Entah matanya yang salah atau memang ada seseorang di sana? Seorang gadis yang terbalut pakaian cukup mewah dan menggunakan celana, rambutnya yang panjang itu dikepang selain itu yang menarik perhatian siapa pun yang melihatnya adalah gadis itu berbicara dengan lelaki. 

"Bukankah lelaki itu Orly?" gumam Aalisha, "lalu gadis itu ... Eloise Clemence."

Tidak salah lagi bahwa gadis itu adalah Eloise Clemence. Sedangkan Orly yang bersamanya merupakan Orly tingkat tinggi. Di dunia ini, ada beberapa cara untuk mengetahui tingkatan Orly, salah satunya dari cara berpakaian para Orly atau seberapa aneh bentuk dari Orly. Lihat saja, Orly yang bersama dengan Eloise menggunakan pakaian layaknya bangsawan kelas Duke dengan warna putih mendominasi, rambutnya berwarna merah panjang jadi harus dia ikat kemudian manik matanya hijau daun. Uniknya, Orly itu mengenakan topeng biru yang hanya menutupi sekitaran matanya saja. 

"Apa yang mereka bicarakan? Clemence itu juga membawa pedang, pedang magis lagi."

Sepertinya pembicaraan antara keduanya begitu intens terlihat juga wajah Eloise yang sangat serius. Kini banyak sekali beragam imajinasi maupun asumsi akan keduanya yang sepertinya hal serius sedang terjadi. Haruskah Aalisha penasaran kemudian mendekati mereka diam-diam lalu mendengarkan pembicaraan mereka? Bukankah biasanya dalam novel-novel yang ia baca, tokoh utama akan melakukan hal itu di saat seperti ini? 

Ya benar saja! Maka Aalisha pun menjauh dan beranjak dari sana. Lebih baik ia pergi dibandingkan berurusan dengan keduanya. Ia tak bermaksud menjadi tokoh utama yang hendak menggali kuburannya sendiri dengan semua rasa penasarannya. Aalisha tak peduli apa yang hendak Clemence itu lakukan bahkan jika Clemence itu bermaksud membunuh profesor Eugenius atau merencanakan pembunuhan massal atau bahkan membakar Akademi ini! Aalisha sama sekali tak peduli!! 

Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke asrama sebelum jam enam. Harusnya detik itu berjalan dengan baik. Namun, ketika melewati tempat yang sepi dan sama sekali tak ada seorang pun di sana—Tunggu mengapa bisa? Ia yakin jika ada beberapa murid yang menongkrong di sini sambil mengerjakan tugas mereka, apa mereka sudah kembali? Ataukah—

"Suka penasaran dengan urusan orang lain adalah salah satu sifat yang buruk dari bangsa manusia."

Suara itu terdengar tepat di belakang Aalisha. Gadis itu hendak berbalik. Namun, dalam sekejap sebuah tangan mencekik lehernya lalu menghantamkan wajah Aalisha ke tanah. Selain itu dengan cepat, tangan Aalisha dicengkeram kuat kemudian dikunci sehingga ia sama sekali tak bisa berkutik maupun memberontak.

Aalisha bisa merasakan wajahnya sakit dan terluka sedangkan tangannya sama sekali tak bisa bergerak. Perlahan ia menatap ke arah seseorang yang menyerangnya tiba-tiba, meski tidak terlihat jelas siapa, tetapi baju putih itu menjadi jawaban siapa yang telah menyerangnya. 

"Siapa kau? Apa alasanmu menyerangku?" ujar Aalisha dengan napas memburu karena lehernya semakin ditekan, Orly ini gila, apakah dia bermaksud membunuh murid akademi?

"Kau cukup tenang Nak, meskipun diserang begini, kau tak memberontak atau berteriak, tetapi mengamati terlebih dahulu. Namun, tetap saja, berani sekali kau penasaran dengan urusan Masterku yang Maha Agung!"

Aalisha tersenyum tipis. Tidak ia sangka jika Orly ini sadar jika Aalisha memperhatikannya dengan Eloise tadi. Namun, ia harus mengoreksi ucapan Orly ini karena Aalisha sama sekali tidak penasaran pada urusan Eloise. 

"Aku sama sekali tak penasaran dengan Master yang kau hormati itu! Akh, sakit!!" Aalisha memekik karena tangannya dipelintir dan ia rasa tangannya bisa dipatahkan kapan saja. 

"Pembohong, kalau begitu untuk apa kau memperhatikan kami dari kejauhan?" Orly itu menatap dengan nyalang. Ia paling benci pada makhluk seperti ini. Manusia yang selalu penuh rasa penasaran pada urusan manusia lainnya. Selalu mencampuri apa yang tidak seharusnya dicampuri oleh makhluk lain. Selalu mengomentari dan berpendapat seenaknya padahal tidak tahu kenyataan yang sebenarnya. Manusia benar-benar makhluk tidak bisa menghargai dan lebih memilih memenuhi hasrat mereka bahkan jika perlu tertawa di atas penderitaan makhluk lainnya. 

Atas inilah dia sangat membenci sifat manusia, terutama jika mencampuri urusan dari masternya. Dia benar-benar siap untuk membunuh siapa pun bahkan murid akademi ini.

"Jawab aku! Atau kupatahkan tanganmu ini?!" teriak Orly itu lagi.

Suara Aalisha kembali terdengar penuh rasa sakit. Ia sulit menggunakan neith karena Orly ini menahan aliran neith-nya. Jika Aalisha melawan ada kemungkinan Orly itu lebih dulu mematahkan tangannya. 

"Aku tak sengaja! Aku sedang berkeliling akademi, terus melihat kalian, lagi pula jika urusan kalian penting, kenapa dibicarakan di tempat terbuka! Arghhkau gila! Jangan patahkan tanganku!"

"Jadi kau berpikir jika masterku yang bersalah? Berani sekali mulut makhluk menjijikkan sepertimu ini—" Orly itu berhenti ketika ia melihat master yang dimaksudkan mendatanginya.

"Lucha'rian," ujar Eloise, "lepaskan dia. Aku tak mau kau mengotori pakaianmu hanya untuk tikus kecil itu."

"Baik Master." 

Maka Orly bernama Lucha'rian itu pun melepaskan Aalisha yang langsung terbatuk-batuk karena napasnya sesak sekali tadi. Ia perlahan bangun dan melihat pergelangan tangannya terasa sangat sakit dan membiru. Dalam hatinya, ia sudah mengutuk Orly itu berkali-kali. Andai ia bisa, sudah ia bunuh Orly itu dan di rantai dengan besi panas! Namun, itu sudah tak penting lagi karena masternya ada di hadapan Aalisha. Master yang kini bersedekap sembari menatap tajam.

"Apa yang kau lakukan, tikus kecil?" Eloise seperti biasa, meskipun tatapannya matanya seperti hendak membunuh seseorang. Ekspresinya begitu dingin dan datar. Eloise memang pandai mengatur ekspresinya kapan saja. 

"Aku sudah bilang pada Orly-mu itu jika aku tak sengaja melihat kalian ketika beristirahat sehabis joging. Kalian harusnya tak mengobrol di ruang terbuka jika itu penting, terus apa salahku kalau melihat kalian?"

"Jaga cara bicaramu pada garis keturunan Majestic Families—" Perkataan Lucha'rian terhenti ketika Eloise menaikkan tangannya seolah memberi isyarat agar Orly-nya tidak melanjutkan perkataannya. "Maaf Master."

Perlahan Eloise tersenyum. "Sudah kuduga jika tikus tetaplah tikus yang suka mencari perkara. Ya, meski kau tikus mencicit, harusnya kau tahu etika ketika melihat keberadaan Majestic Families dan segera enyah dari sini agar Orly-ku tak membunuhmu."

Aalisha mengepalkan tangannya dengan kuat. Rasa kesal itu menyeruak, tetapi berbarengan dengan suatu kelucuan karena hal sepele seperti ini membuat seorang Clemence marah? Maka Aalisha pun membalas senyuman Eloise dengan tersenyum tipis. 

"Aku memang hendak pergi," ujarnya perlahan berdiri dan merasakan lututnya sakit, terluka juga sepertinya. Baru saja Aalisha hendak beranjak dan bernapas lega dari sana. Eloise kembali menahannya seolah ia belum selesai bermain dengan mainannya.

"Siapa bilang kau boleh pergi tanpa meminta maaf padaku dulu?"

Dewa, bisakah aku menonjok wajah Clemence ini tanpa dihukum penggal oleh pihak keluarganya?

Aalisha melirik sesaat pada Lucha'rian yang berusaha menyembunyikan tawanya sedangkan Eloise masih menunggu Aalisha meminta maaf jikalau bisa mungkin Aalisha harus bersujud pada Eloise. 

"Kenapa diam? Apa kau hendak berkata jika akulah yang ber---"

"Maaf," ujar Aalisha, "maaf karena aku tadi melihat kalian berdua. Aku benar-benar tidak sopan." Aalisha pun perlahan menekuk satu kakinya lalu membungkukkan badannya.

Suara tawa Eloise terdengar. Apa yang Eloise lihat ini? Ia benar-benar tak mengerti. Gadis kecil ini sangat-sangat lucu, mungkinkah di kehidupan sebelumnya, dia adalah seorang pelawak atau penari jalanan yang suka menghibur orang-orang?

"Ternyata kau diajari etiket yang cukup baik oleh orang tuamu. Kupikir mereka tak mengajarimu dan membiarkanmu berlaku seenaknya seperti hewan ataukah kau memang seorang pembangkang?"

Di dunia ini cukup banyak hal yang Aalisha benci, ia tak masalah jika dihina lahir dari kasta bawah, tetapi menyangkut pautkan dirinya dengan kedua orang tuanya adalah benci yang paling membuatnya hendak merantai dan menarik siapa pun segera ke neraka!

Aalisha mengatur napasnya, ia tidak mau mencari perkara dengan Eloise karena Anila dan Mylo pasti akan memarahinya dan berceramah panjang. Lagi pula jika marah dan berseteru dengan Eloise maka hanya Aalisha lah yang tak diuntungkan dan semakin dihina satu Akademi. Eloise adalah Majestic Families yang pasti memiliki banyak pendukung. Jadi lebih baik, Aalisha menganggap jika gadis di hadapannya ini yang menang. 

Hanya untuk kali ini!!

Aalisha berujar kembali dengan nada yang rendah seolah dia merasa bersalah. "Kurasa urusanku denganmu sudah selesai jadi—"

"Eloise!" teriak seorang lelaki yang mendekati keduanya.

"Lucha'rian, pergi," perintah Eloise dan Orly tersebut kemudian menghilang.

Langkah itu berhenti. Seorang lelaki bertubuh tinggi dengan balutan jubah berwarna hitam. "Kau ini, aku dari tadi mencarimu. Orly yang kukirim—oh ada Aalisha?" Nicaise tersenyum kecil. "Haloo, maaf jika aku tak sadar kalau ada kau. Lalu tumben. Apa yang kalian berdua lakukan?"

Aalisha memperhatikan Nicaise, seperti biasa, lelaki dengan mata indah seolah permata ungu yang begitu mahal harganya. "Aku hanya—"

"Kau terluka? Hei, kau sadar jika wajahmu itu terluka, bahkan berdarah meskipun tak banyak. Apa yang terjadi?" Nicaise menatap pada Eloise yang begitu acuh tak acuh. "Kau yang melakukannya?"

"Kenapa tiba-tiba kau menyalahkanku?" sahut Eloise. 

"Ya habisnya di sini hanya ada kau dan dia!" balas Nicaise. 

"Aku tak apa. Ini semua karena kecerobohanku jadi aku yang bersalah." Maka tanpa menunggu jawaban kedua Majestic Families itu, Aalisha beranjak dari sana.

"Hei, pergilah ke rumah sakit dan obati lukamu itu! Aalisha!!" teriak Nicaise sebelum Aalisha benar-benar pergi. 

"Kenapa dia bicara begitu? Aku yakin kau yang melakukannya." Nicaise berujar kembali dan menatap tajam pada Eloise yang sayang sekali tatapan tajamnya itu sama sekali tidak berpengaruh pada Eloise.

"Baiklah, baiklah, tadi dia melihatku mengobrol dengan Lucha'rian, lalu Lucha pikir gadis itu menguping jadi dia hantam wajahnya ke tanah. Tada! Gadis itu terluka." Eloise berujar seolah ia sedang bercerita pada anak kecil serta dengan nada penuh canda tawa.

Nicaise menghela napas panjang. "Ayolah Eloise, jangan terlalu kejam pada manusia lain. Terutama gadis itu!"

"Jika kau peduli, mengapa tak kau sembuhkan saja luka di wajahnya? Pangeran Nicaise yang selalu baik hati." sahut Eloise cepat. "Sudahlah sekarang fokus pada misi kita, apa yang Orly-mu dapatkan?"

Nicaise mengabaikan perkataan Eloise sebelumnya. "Ya, Orly-ku berhasil menangkap salah satu dalangnya. Dia sangat ahli dalam menggunakan mantra pemanggilan." Nicaise berujar sambil mereka berjalan menuju tempat di mana 'dalang' yang Nicaise maksudkan disekap.

"Bagus, kalau begitu sisanya adalah peranku." Eloise tersenyum. "Karena aku ahlinya menginterogasi."

"Kali ini cara apa yang kau lakukan?" tanya Nicaise agak khawatir dengan cara Eloise menginterogasi musuh-musuhnya. 

Terakhir kali Eloise menginterogasi, gadis itu merantai tubuh musuhnya. Setiap diberi pertanyaan, rantai besi itu aku memanas sehingga membuat musuhnya tersiksa. Hal itu terus-menerus diulang, sampai musuhnya mau membuka mulut untuk menjawab setiap pertanyaan Eloise. Sungguh Clemence Family memang gila.

"Sudah pasti." Senyum Eloise terukir begitu jahat. "Akan kutenggelamkan ke air mendidih, lalu kusembuhkan, kemudian kutenggelamkan lagi, terus-menerus seperti itu sampai dia mau membuka mulutnya."

Nicaise menggeleng lalu memegangi kepalanya yang tiba-tiba pusing karena perkataan Eloise. "Terserah padamu saja, Nona Clemence."

"Tentu saja, Tuan Von Havardur."

****

Berada di sisi lain, tepatnya di toilet umum di dalam kastil utama akademi Eidothea. Aalisha berada di sana karena dia tidak langsung kembali ke asramanya. Mustahil jika ia kembali dalam keadaan luka di wajah, leher, pergelangan tangan, dan lututnya. Bisa-bisa Anila dan Mylo akan berceloteh panjang yang membuat Aalisha harus menahan diri untuk tidak memotong lidah keduanya. 

Gadis itu menaiki semacam bangku kecil yang tersedia di kamar mandi agar ia bisa mencapai wastafel dan melihat cermin dengan mudah tanpa harus berjinjit. 

Manik mata hitamnya menatap lurus pada cermin yang memperlihatkan wajahnya yang ada bekas lebam biru serta beberapa gores luka. Ini masih subuh jadi tidak masalah karena hari ini masih banyak waktu hingga sore nanti, Aalisha harus menikmati masa sekolahnya dengan sedikit normal. Ya harus sedikit normal. Jadi Aalisha membiarkan perbuatan Eloise padanya, tetapi sama sekali tak akan dia ampuni begitu saja.

"Kurasa menjadi pemeran utama dalam cerita sangatlah menyusahkan. Aku bingung dengan para pembaca yang hendak hidup seperti tokoh utama dalam cerita yang mereka baca. Padahal kehidupan tokoh utama selalu penuh siksaan."

Terlihat dari pantulan cermin, muncul seberkas cahaya kuning hampir keemasan yang menjalar di sekitar luka-luka Aalisha. Kini berkas cahaya keemasan itu perlahan-lahan menyembuhkan luka di wajahnya begitu juga dengan pergelangan tangan, lalu bagian leher dan lututnya yang kini seperti tidak pernah terluka sama sekali bahkan tak meninggalkan bekas luka sedikit pun. Benar-benar mantra penyembuhan tingkat tinggi yang dengan mudahnya gadis itu gunakan. 

Aalisha kemudian tersenyum kecil menatap pantulan cermin. "Eloise Clemence, Nicaise Von Havardur, maupun Athreus Kieran Zalana. Kalian boleh merasa menang untuk saat ini. Namun, untuk ke depannya, akulah yang akan menang."

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

Aalisha nih siapa sih!!! Jangan bikin penasaran woylah! -para pembaca

Njir yah, Aalisha sus terus dari awal chapter! -para pembaca (2)

Prins Llumière

Sabtu, 03 September 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top