Chapter 18
Kelas itu berakhir dengan para murid mulai membicarakan tentang Majestic Families. Beberapa juga masih senantiasa berada di dekat Ixchel dan juga Victoria yang merupakan murid keluarga cabang Majestic Families.
"Kurasa sudah ditemukan primadona angkatan kita," ujar Anila.
"Ya kini pasti banyak yang hendak menempel pada mereka." Mylo ikutan menyahuti. "Kalian tahu, meskipun aku sudah sering mendengar tentang kekuatan keluarga De Lune, tetap saja aku takjub tadinya."
"Yah kau benar, segala hal yang berhubungan dengan Majestic Families selalu membuat manusia seperti kita tercengang dan tak habis pikir. Banyak juga yang mengatakan jika keberadaan mereka berada di tingkat yang berbeda dengan keberadaan kita yang asalnya di luar Majestic Families." Sejak dulu, Anila sudah sering mendengar akan kisah-kisah para Majestic Families.
"Menurut kalian bagaimana dengan De Lune? Bukankah mereka keluarga gila dan kejam?" Kini Aalisha bertanya.
Mylo berujar kemudian. "Ya, tak bisa dimungkiri jika mereka seperti itu bahkan seluruh dunia tahu betapa kejamnya keluarga itu. Namun, bagiku … mereka seperti itu karena takdir 'kan? Maksudku tak semua orang mampu melewati kehidupan seperti para Majestic Families. Lalu menurutku juga, meski mereka kejam, mereka bisa menjadi teman yang baik."
"Kenapa kau berpikir begitu?" sahut Aalisha.
"Gimana ya, aku bingung harus menjelaskannya. Intinya, seseorang baik atau tidaknya dijadikan teman, tidak dapat dilihat berasal dari keluarga apa. Bagiku seseorang pantas dijadikan teman dilihat bagaimana sifatnya atau bagaimana cara dia menganggap kita sebagai teman juga. Ah kalian paham maksudku?" Mylo menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Ya aku setuju denganmu," sahut Anila, "bagiku semua orang punya hak yang setara entah berasal dari keluarga atau kasta apa pun. Ayahku berkata kalau aku dilarang menilai seseorang hanya dilihat dari keluarga apa dia lahir. Buktinya saja kalian lebih baik dibandingkan Killian Cornelius."
Mylo mengangguk cepat kemudian berujar kembali. "Lalu mengenai De Lune, boleh aku cerita sesuatu?"
"Ya ceritakan lah, apa itu?" sahut Anila.
"Aku mau cerita jadi ibuku sewaktu di akademi dulu, dia memiliki sahabat dari keluarga cabang De Lune, ya … kata ibuku, sahabatnya itu sangat angkuh dan kejam, tetapi ketika berteman dengannya. Ibuku merasa nyaman, meski sahabatnya dikenal kejam, dia merupakan sosok yang diam-diam perhatian bahkan begitu baik pada ibuku. Kadang-kadang seram sih kalau marah.
"Ibuku menganggapnya sebagai sahabat yang sangat berharga. Begitu juga sebaliknya. Setelah lulus dari akademi, mereka masih berhubungan baik bahkan sesekali sahabat ibuku berkunjung. Ibuku sangat menghargai persahabatan itu hingga …."
Hening sesaat terdengar, lalu Anila berujar, "hingga kenapa?"
"Mereka berdua berjanji jika akan menghadiri pernikahan satu sama lain. Jadi ketika ibuku menikah, ia menunggu kehadiran sahabatnya. Namun, hingga acaranya selesai, sahabat ibuku tidak kunjung datang. Awalnya orang-orang sekitar ibuku berujar kalau sahabatnya pasti enggan datang ke pernikahan kasta menengah seperti kami, apalagi sahabat ibuku, sangatlah berbakat dalam memimpin ekspedisi militer. Banyak yang bilang, De Lune itu hendak menjaga kehormatannya jadi tak mau datang. Namun, ibuku membantah semua itu, ibu bilang kalau sahabatnya bukanlah manusia seperti itu jadi ibu meyakinkan dirinya sendiri kalau pasti ada urusan penting sehingga sahabatnya tak bisa hadir.
"Akhirnya, satu Minggu berlalu setelah pernikahan ibuku, datang seorang utusan dari keluarga cabang De Lune atas nama dari sahabat ibuku. Utusan itu berkata jika sahabat ibuku ….” Hening kembali terdengar, Mylo seolah menahan tangis dan sesak di dadanya menyeruak.
“Sahabat ibuku … mati dalam ekspedisi militer yang dia pimpin tepat satu hari sebelum pernikahan ibuku. Utusan itu juga memberikan surat yang ditulis oleh sahabat ibuku beberapa hari sebelum keberangkatan ekspedisi. Surat itu ditulis jika sahabat ibuku tak selamat dari misi ekspedisi tersebut. Sehingga dia punya alasan mengapa tidak datang ke pernikahan ibuku.
"Banyak sekali yang sahabat ibuku tuliskan dimulai dari ucapan selamat, merasa bahagia bisa menjaga persahabatan selama bertahun-tahun, hingga permintaan maaf. Setelah membaca surat itu, ibuku selama tiga hari berkabung. Hingga saat ini pun, ibuku kadang membaca suratnya dan dia pasti selalu menangis."
Mylo mengepalkan tangannya lalu tertawa kecil. "Karenanya tidak heran jika ibuku selalu bercerita tentang persahabatannya kepada aku maupun saudaraku. Bahkan ibuku kadang berdoa agar salah satu anaknya berteman dengan seorang De Lune. Yah, tapi hingga aku, doa itu tak kunjung dikabulkan. Karena ini, meski keluarga itu dikenal kejam, bagiku tidak salah untuk berteman dengan mereka."
Anila menghela napas lalu berujar, "ayahku juga. Dia punya teman seorang De Lune meski tidak begitu lama. Jadi ada kelas ramuan yang harus berpasangan dua orang. Kebetulan ayahku terpilih menjadi partnernya. Ayahku bercerita, jika temannya itu sangat sombong dan banyak yang tak suka padanya, tetapi disisi lain, ayahku malah senang berteman dengannya. Mereka menjadi partner yang serasi dalam kelas ramuan dan selalu mendapat nilai bagus, terkadang di luar kelas, mereka bisa bersama entah pergi ke perpustakaan atau diam-diam menyelinap ke area pelatihan pada malam hari. Bahkan keduanya pernah kena hukuman karena menghancurkan ruangan kelas ramuan. Terlepas dari sifatnya, ayahku bersyukur bisa berteman meski hanya sebatas partner.
"Hingga kelas ramuan itu berakhir, ayahku memberanikan diri untuk mengajaknya berteman lebih dari sekadar partner dan De Lune itu setuju. Namun, tidak lama setelah itu, dia sempat absen beberapa hari. Lalu ayahku mendapatkan kabar, jika temannya itu mengikuti ekspedisi di zero domain seorang raja iblis.
"Ayahku bingung harus bangga atau sedih, tetapi ia berharap jika temannya itu kembali dengan selamat. Sayangnya, Dewa tak mengabulkan. Satu bulan setelah itu, dikabarkan jika temannya mati karena terbunuh oleh para iblis bahkan jasadnya saja tidak ditemukan. Ayahku hancur, ia kehilangan partner sekaligus sahabatnya. Hingga kini pun, ayahku masih menyimpan peralatan ramuan yang dulu ia gunakan bersama dengan sahabatnya itu."
Meskipun di lorong akademi ini banyak yang berlalu-lalang, mereka bertiga merasakan hening dan kesunyian yang menyeruak. Perlahan Aalisha menyandarkan punggungnya ke tembok sembari bersedekap.
"Apa selalu begitu?" tanya Mylo, "maksudku, apa takdir mereka selalu sekejam itu? Aku lumayan sering mendengar kematian garis keturunan De Lune, padahal mereka sudah termasuk Majestic Families yang paling sedikit keturunannya."
Anila juga setuju jika takdir keluarga tersebut sangatlah kejam. "Entahlah Mylo, meski mereka dikenal sebagai keluarga yang mampu mengubah takdir, tapi tak semua takdir selalu sesuai keinginan mereka. Buktinya kalau memang selalu begitu, harusnya mereka tidak menderita 'kan? Kurasa para Dewa terlalu kejam pada mereka."
Mylo menatap pada Aalisha yang sejak tadi hanya diam saja mendengarkan. "Bagaimana denganmu, apa kau punya teman yang seorang De Lune?"
Aalisha menaikkan alisnya, menatap heran pada Mylo. "Kau bertanya padaku yang tak punya teman ini? Aku bahkan lebih sering mengobrol dengan kelinci dibandingkan dengan manusia."
"Oke, oke, maafkan aku, tapi mengobrol dengan kelinci tidak buruk kok," balas Mylo sudah salah bertanya, dia jadi merasa tak enak.
"Tapi berbicara tentang mereka. Aku pernah dengar dari mulut ke mulut saja. Kalau jangan pernah berharap memiliki pertemanan hingga ribuan tahun lamanya dengan seorang De Lune karena kematian selalu menghampiri mereka lebih cepat." Kemudian Aalisha tersenyum tipis.
"Aalisha kenapa kau mengatakan hal itu!!" balas Anila jadi kesal dan sedih kemudian memukul pelan bahu gadis kecil itu.
"Dasar kau, kenapa bilang itu disaat seperti ini sih!" Giliran Mylo yang hendak sekali membuang gadis itu ke danau karena sifatnya.
"Oh ayolah, aku hanya mengatakan apa yang sering orang-orang katakan!" sahut Aalisha.
"Mana ada yang berani bilang gitu secara gamblang!" balas Anila.
"Sebagai ganti permintaan maaf," ujar Mylo, "kau harus ikut ke kantin kedua, kakakku berkata banyak minuman enak di sana."
Aalisha memutar bola matanya. "Malasnya."
****
Kantin kedua itu terletak agak jauh dari kastil akademi, tetapi lumayan dekat dengan tanah lapang yang biasanya menjadi tempat mata pelajaran latihan fisik. Berbeda dengan kantin pertama yang terkesan biasa serta dekat dengan ruangan makan bersama.
Kantin kedua ini, berada di sebuah rumah pohon, ya, rumah pohon. Dari kejauhan saja sudah terlihat jelas bagaimana besarnya pohon yang menopang kantin tersebut.
Lalu ada dua rumah yang begitu besar menjadi kantinnya sedangkan di bawahnya ada banyak meja dan kursi yang berjajar. Jalan antara satu rumah pohon dengan rumah pohon kedua berupa jembatan dari kayu yang sangat kuat, lalu di setiap sisi diberi tangga untuk naik, ada juga tangga tali. Kemudian di sisi lain, ada jalan turun yang begitu menyenangkan yaitu seluncuran. Seluncuran itu baru beberapa tahun terakhir dibuat karena permintaan murid akademi pada kepala sekolah.
Selain meja-meja dan kursi di bawah, ada juga semacam balkon di atas kantin yang terdapat meja serta kursi juga untuk bersantai. Di setiap titik diberikan penerangan berupa lentera.
Suara riuh terdengar jelas. Sudah sangat banyak murid-murid yang memenuhi kantin tersebut. Dikarenakan meja dan kursi penuh, maka tak jauh dari sana, ada semacam tikar sebagai tempat duduk juga. Biasanya kalau hendak hujan, para Orly yang bekerja di kantin tersebut akan lekas memasang semacam tenda.
Jika melihat ada segerombolan murid-murid yang kebingungan hendak memesan apa, maka itu murid angkatan baru sedangkan angkatan lama terlihat sangat ricuh, seperti ada yang langsung membeli banyak makanan dan minuman, ada juga yang turun ke bawah tanpa menggunakan tangga dengan artian langsung terjun begitu saja.
Akibat kakak tingkat yang mendominasi, jadi murid baru memilih untuk duduk di tikar saja sembari merasakan minuman yang entah lezat atau malah membuat mual. Hanya saja, ada dua minuman yang terlihat paling sering dibeli kakak tingkat, kemungkinan minuman itulah primadonanya.
"Baru dilihat saja sudah membuat lelah," ujar Aalisha tak suka sekali keramaian ini.
"Kau benar, ramai dan melelahkan sekali." Anila ikutan menyahuti karena secara tidak langsung, keramaian ini, berbanding terbalik dengan kesukaannya.
"Oh ayolah kalian! Apa ingin terus berada di perpustakaan dibandingkan menikmati minuman lezat di sini?" Mylo sama sekali tak bisa memahami jalan pikiran kedua gadis ini yang lebih suka mengurung diri di tempat penuh buku-buku tua.
"Lebih baik begitu," sahut Aalisha, "baiklah sampai jumpa, aku akan kembali saja."
"Dasar introver! Ayolah sebentar saja, mari kita coba minumannya!" Mylo menarik jubah Aalisha yang dengan cepat gadis itu tarik balik seolah tangan Mylo penuh dengan virus. "Kau juga Anila! Kita harus coba!"
Terpaksa adalah satu kata yang menggambarkan kedua gadis itu terutama Aalisha yang merasa sangat tertekan. Mylo benar-benar menjadi minyak dalam hidup Aalisha yang bagaikan air tenang.
Bagaimana bisa ia terjebak dengan lelaki keluarga Cressida ini? Begitu juga dengan Andromeda? Oh ayolah, mereka berdua masih bisa mencari teman selain harus terjebak dengan Aalisha.
"Kalian saja, aku sama sekali tak tertarik." Mari pergi dari sini sebelum Aalisha benar-benar mengobrak-abrik kantin atau menciptakan ledakan orxium lagi.
"Tidak kau harus ikut, kau pikir aku mau terjebak bersama lelaki ini sendirian, seharian penuh?" sahut Anila.
Aalisha berucap, "kalian serasi, terjebak saja bersama seharian penuh."
"HEI!" teriak keduanya serempak.
"Oh ayolah Aalisha, sebentar saja, lagi pula kita sudah di sini, hanya tinggal beberapa langkah saja menuju kantin pohon itu!" Mylo masih saja keukeuh.
"Sudah kubilang—"
"Woohoo, jadi ini teman-temanmu itu Mylo!" seru seorang lelaki yang lebih tinggi dari Mylo, rambut menyentuh telinga, klimis, dan warna yang senada dengan Mylo sedangkan manik matanya hijau. "Halo adik-adik tingkatku, namaku Easton Cressida, si kakak pertama!"
"Tidak lupa denganku, kakak kedua, Noah Cressida! Bagaimana kabar kalian Arevalous Fams!" teriak lelaki yang menyebalkan lagi. Tingginya sedikit di bawah Easton dengan warna rambut merah hampir jingga, lalu rambutnya lebih panjang jadi harus ia ikat serta manik mata hijau juga. Lalu ada luka di alis kirinya.
Kedua manusia yang menjadi kakak Mylo ini sama-sama anak Arevalous berada di dua angkatan di atas Aalisha, artinya satu angkatan dengan Damien si wakil kepala asrama. Kemeja mereka dikeluarkan, tidak mengancing blazer, serta tak mengenakan jubah dengan kedua lengan baju digulung. Memperlihatkan jika semakin lama di akademi ini akan menjadi murid pemberontakan.
"Berhenti bertingkah bodoh, aku malu!" sahut Mylo karena melihat kedua kakaknya yang bagaikan perangko, sangat lengket. Meskipun Easton dan Noah beda satu tahun, tetapi mereka berada di angkatan yang sama karena Noah satu tahun lebih cepat masuk akademi bersama dengan Easton.
"Bodoh?" ucap Noah
Eaton menimpali, "siapa yang bodoh di sini."
"Aku." Noah menunjuk pada dirinya.
"Kau." Giliran Easton menunjuk pada Mylo.
"Atau kita semua?" Lalu keduanya berujar bersamaan.
"Ayo Aalisha, kita pergi dari sini," sahut Anila harusnya sejak awal ia dengarkan Aalisha saja.
"Tidak, tidak, tidak, jika sudah di sini, kalian harus mencoba makanan dan minuman atau kalian akan dihukum para Dewa!" ungkap Noah menarik kerah baju Mylo serta memaksa Aalisha dan Anila untuk menuju kantin.
"Dihukum? Manusia yang terlalu banyak mabuk yang akan dihukum oleh Dewa!" sahut Aalisha menatap pada Noah.
"Aduh, aduh, kau ini terlalu serius. Ayolah atau harus kugendong?" Mari lihat betapa mereka menjadi sorotan murid-murid yang hendak ke kantin. Atas hal inilah dari pada semakin menjadi perhatian, Aalisha terpaksa untuk pergi ke kantin.
"Bajingan," umpatnya dulu. "Ayo Anila, kita menjauh dari kedua manusia gila ini."
"Tunggu aku— aku tercekik!" teriak Mylo, "lepaskan!"
"Bagaimana bisa kau mengenal gadis mengerikan itu!" ucap Easton, “meskipun gadis itu pendek, tapi ada aura mengerikan terpancar darinya. Kau yakin dia bukan pembunuh bayaran?”
“Atau bisa jadi dia seorang mata-mata dari kerajaan?” timpal Noah.
“Mengapa aku bisa punya saudara tolol seperti kalian?!” Mylo menepis tangan Easton lalu pergi meninggalkan kedua kakaknya itu yang kini saling bertatapan.
“Pasti seru jika benar!!” ujar mereka berbarengan lalu menemui teman-teman mereka.
****
Berada di kantin, terlihat ada sekitar empat orang yang akan melayani dalam membeli pesanan sedangkan pekerja lain berada di dapur dan menyiapkan makanan maupun minuman. Beberapa pekerja adalah Orly yang lebih bisa bekerja dengan cepat, cekatan, dan memiliki energi yang lebih banyak dari manusia. Kini ketiganya, Aalisha, Anila, dan Mylo menatap pada menu yang mengambang itu. Ada sangat banyak menu di kantin ini. Dengan nama-nama yang aneh? Oh sialan, jangan-jangan rasanya seaneh namanya.
“Banana Monk Potion, Cranberry Zombie, Cherry Red Boss Goblet, Creamy Corgi Grog, Grapefruit Killer,” ujar Mylo membacakan setiap menu di sana, itu baru beberapa sedangkan ada tiga halaman lagi dari menu tersebut.
“Cranberry Zombie, apa itu dari otak zombie?” ungkap Aalisha jadi merasa tak selera untuk mencoba.
“Aalisha jangan membeli coaktail, wine, brandy, dan lainnya ya, kau masih di bawah umur!” Mylo berujar dengan cepat dan menjauhkan menu yang berisi minuman alkohol.
“Apa—”
“Dia benar, jangan membeli minuman haram itu, kau harusnya minum susu atau buah saja.” Maka Anila juga ikutan berujar. “Ada menu non-alkohol, teman kami masih di bawah umur.”
“Hei ayolah, aku takkan juga memesan alkohol, lagi pula bagaimana bisa, mereka menyediakan minuman jenis itu di akademi! Selain itu, semua yang di sini juga masih di bawah umur!” sahut Aalisha.
“Ah, kalian murid baru?” Kini berujar seorang Orly laki-laki dengan pakaian bersih bernama Argus. “Kusarankan belilah minuman terbaik kami saja, tak ada alkohol. Ada dua minuman terbaik, pertama il Tè Priel dan Caelum Milk. Bagaimana?”
“Baiklah aku pesan itu!” ujar Anila, lalu menatap pada Aalisha dan Mylo yang mengangguk juga. “Kedua temanku juga, jadi kami pesan masing-masing dua.”
“Silakan ditunggu,” ujar Argus, lalu ia sesaat menatap Aalisha dan mengangguk sesaat. “Tunggu pesanannya.”
“Ya terima kasih.”
Berdasarkan informasi yang mereka dapatkan, il Tè Priel dan Caelum Milk menjadi minuman paling favorit di akademi ini, tidak hanya di akademi, tetapi di beberapa wilayah atau kota. Jadi di beberapa bar juga menjual minuman ini. il Tè Priel berupa minuman teh dengan campuran berbagai bahan lain seperti buah-buahan terpilih yang salah satunya adalah lemon, sehingga rasa minuman ini manis dan asam. Selanjutnya Caelum Milk berupa minuman terbuat dari susu dan yogurt, diberi krim juga sehingga rasanya manis.
Mereka bertiga duduk di salah satu sudut meja terlihat banyak sekali murid di sini, setiap ada yang pergi, selalu ada yang datang lagi. Oh tentu saja, membeli semua ini tidak perlu bayar karena sudah menjadi bagian dari fasilitas akademi. Pembayarannya berada di uang tahunan. Tidak lama kemudian, pesanan mereka datang bersamaan dengan kue bolu yang juga mereka pesan.
“Mereka tak memasukkan mantra dalam minuman ini ‘kan?” ujar Mylo merasa tenggorokannya termanjakan karena minuman itu.
“Di pusat kota, minuman ini ada dalam versi botolnya,” ucap Anila juga menyukai kedua minuman, terutama caelum milk. “Bagaimana denganmu?”
“Ya aku menyukainya, tak begitu buruk,” sahut Aalisha.
“Wow!! Burung elang milik siapa itu!” teriak salah seorang murid ketika melihat burung elang yang turun ke bawah sembari membawa semacam pedang.
“Itu paketku!” teriak seorang lelaki dari asrama Drystan menuju pada burung elang milik keluarganya yang berperan sebagai pengantar barang.
Beberapa murid kini terlihat mendapatkan surat atau barang-barang entah dikirim melalui para burung atau ada yang melalui pengiriman biasa, kemudian dibawakan oleh para Orly. Ada cukup banyak akses yang digunakan untuk mengirimkan barang bahkan menggunakan naga pun bisa, tetapi tak ada yang sampai senekat itu.
“MYLO!!” teriak Noah, “kemari, ada barang kiriman ayah!”
“Aku pergi ke sana sebentar,” ujar Mylo bergegas menemui kedua kakaknya.
“Aalisha, aku izin ke sana untuk mengambil barangku yang dibawakan Orly.” Anila kini berujar dan Aalisha membalasnya melalui anggukan singkat.
Kini hanya tersisa Aalisha yang berada di sudut meja itu. Ia sudah menghabiskan kue kejunya dan il Tè Priel, hanya tertinggal Caelum Milk-nya yang setengah lagi. Haruskah ia habiskan? Karena ia merasa perutnya akan kembung.
Fokusnya lalu teralihkan pada suara riuh karena seorang murid asrama Faelyn mendapat senjata magis berupa panah dari kedua orang tuanya. Ia juga memperhatikan seorang gadis asrama lain yang tersenyum lebar karena jaket hangat pemberian sang ibu.
Helaan napas terdengar. Ia pikir barang-barang maupun surat akan berdatangan di pertengahan atau akhir semester ternyata lebih cepat. Aalisha rasa, para orang tua begitu menyayangi anak-anak mereka yang masuk ke akademi ini. Pantas saja mereka begitu bahagia menjalankan kehidupan ini.
Bersekolah di akademi Eidothea yang menjadi Akademi terbaik, mendapat banyak teman, kemudian ketika liburan sekolah. Mereka akan pulang ke rumah dan mendapat sambutan dari orang tua mereka. Pasti beberapa anak akan dipeluk sangat erat oleh ibu mereka karena begitu merindukan anak-anaknya kemudian dipuji oleh seorang ayah sambil memberikan hadiah atas pencapaian yang telah mereka raih selama di akademi. Mungkin juga, hal paling sederhana adalah selalu didoakan oleh kedua orang tua.
Bukankah semua itu adalah kebahagiaan yang tak dapat digambarkan dengan kata-kata?
Bagaimana dengan Aalisha, apakah dia mendapat kebahagiaannya? Sungguh tidak, karena bagi gadis itu, semua bahagianya sudah terkubur selama-lamanya.
◇─◇──◇─────◇──◇─◇
Prins Llumière
Senin, 01 Agustus 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top