Bonus - 9
Hai Im back.. Oke krn webmirror udah lenyap maka cerita ini dan JR-2 nggak aku private. Sementara 6 cerita yg lain tetep aku private. Tadinya mau aku delete tapi masih dlm pertimbangan.
Oke mengenai si berang2 dgn segala kejelekannya thdp pasangan jgn salahkan mereka. Semua krn populasi berang2 yg berkurang. Tapi mereka juga berguna ko. Mereka bisa membuat bendungan dr kayu disungai lohh ternyata. Oke kita tinggalkan si berang2 dan mari beralih ke dua manusia lebay.
Part ini masih menye2 yah.. wkkwwk
Sorry for typo.
•••
Rezky (˘⌣˘)ε˘')
Emosi manusia itu tidak selalu harus dibuktikan dengan kemurkaan. Kekecewaan dan penyesalan itu terkadang menjadi sebab rasa marah hilang dan tergantikan dengan pengalihan rasa yang lain. Semua hanya untuk menutupi keadaan yang sebenarnya. Apa bedanya marah dan tertawa jika rasa yang timbul membuat pilu di dada?
Sesuatu yang harus aku teliti dalam menyikapi sifat Muna selama aku mengenalnya. Sejak aku tahu trauma ala berang-berang yang menimpanya hatiku semakin yakin bahwa aku mau Muna bahagia sesungguhnya.
Aku mau ia tertawa benar-benar karena ia bahagia, bukan tawa semu yang selama ini menjadi bentuk pertahanan dirinya di tengah rasa kecewa yang mendarah daging.
"Dulu papa itu suka sekali bertindak kasar sama mama. Aku selalu tahu mama menangis di malam hari. Papa bertingkah baik di depan seluruh kelurarga. Hingga suatu malam papa pulang dalam keadaan mabuk. Papa menyiksa mama dan aku berusaha membela mama, tapi yang ada aku diseret ke kamar mandi sama papa. Kepalaku dimasukan ke dalam air kolam. Aku hampir pingsan terus papa sempat membuka celanaku. Sampai akhirnya mama datang terus mukul kepala papa. Mungkin papa tidak sadar saat itu aku adalah anak kandungnya. Semua karena alkohol. Pokoknya seperti itu deh Rez, nanti lebih jelas kronologinya aku kirim via email aja yah. Aku lagi malas melanjutkan."
Bayangkan perasaanku saat mendengar Muna menceritakan kejadian itu? Sungguh hatiku meringis mendengarnya. Meskipun ia bercerita tanpa linangan air mata. Aku rasa tangis sudah tidak dibutuhkan lagi baginya.
Papa bagiku adalah sosok panutan yang akan selalu kuhormati. Terlebih saat aku melihat betapa papa sangat sayang dan menjaga dengan sangat hati-hati bagi kedua kakak perempuanku. Sungguh pahlawan seorang anak perempuan yang tak akan tergantikan itu adalah sosok ayah kandungnya. Tapi Muna?
Aku rasanya malas mengingat atau menduga-duga seperti apa kejadian yang menimpa Muna. Semua terasa asing bagiku.
"Boss..." aku menoleh ke arah anak buahku di RezkyBar. Waktu sudah menunjukan pukul empat dan aku memang memesan kepadanya untuk menggantikanku di area bar. Sore ini aku memang berniat menjemput Muna dari kampusnya. Aku pernah mengantarnya dan kali ini aku sengaja ingin memberikannya kejutan.
"Urus club mungkin beberapa hari gue nggak ke sini." dia hanya mengangguk. Rencananya aku memang mau mengajak Muna ke Surabaya. Aku tahu dia pasti merindukan mama dan adiknya. Sekalian aku ingin berkenalan.
"Siap boss." Aku berjalan sambil tersenyum. Entah kenapa rasa cintaku kepada Muna semakin bertambah.
Jika kalian bertanya bagaimana reaksi Muna saat malam itu aku mengutarakan cinta padanya apakah diterima? Jawabannya adalah tidak.
Tapi bukan Rezky namanya jika hanya menyerah begitu saja. Tidak ada di kamusku kata menyerah. Apalagi untuk wanita. Terlebih lagi gadis paling langka yang pernah aku kenal. Muna bisa dibilang gadis yang harus di jaga kelestariannya. Dia sangat unik dengan segala keanehan sifatnya.
"Maaf Rez aku tidak mau merasakan yang namanya jatuh cinta. Aku tidak mau seperti mama yang menerima apapun yang papa lakukan berdalih pengorbanan cinta."
Hancur hatiku saat mendengar penolakannya tetapi aku memaklumi. Semua butuh proses. Dan kalian mau tahu apa jawabanku?
"Dengar aku tidak meminta kamu membalas rasa cinta ini, aku hanya mau kamu merasakan betapa bahagianya dicintai. Jika nanti pada akhirnya kamu membalas itu hanyalah bonus bagiku. Sekarang yang terpenting aku mencurahkan rasa cinta ini kepada orang yang baru kusadari membuat aku merasakan cinta."
Sekarang kenapa jadi terbalik yah aku jadi selalu berkata panjang kali lebar? Muna efekmu sungguh spektakuler.
Nah kan omonganku semakin lebay. Munaku sayang apa yang kau lakukan?
"Baiklah aku akan terima setulus hati. Oh inikah rasanya aku berpacaran tanpa meminta balasan? Inikah rasanya aku menjadi wanita jahat yang mempermainkan rasa cinta dari seorang pria tampan. Eh tapi tenang aku tidak sejahat itu. Kamu bisa menikmati diriku kalau kamu mau."
Kalian tahu saat ia mengatakan itu tangannya sudah siap membuka kancing bajunya. Tanpa ragu, tanpa takut apalagi gugup. Seolah rasa berharga untuk dirinya tidak penting untuk ia pertahankan.
"Cukup Muna! Hal pertama yang harus kamu rubah adalah jangan pernah menawarkan tubuh kamu secara cuma-cuma untukku."
"Loh kan kamu pacarku? Dari sekian mantan pacarku cuma kamu yang justru menolak. Asal kamu tahu yah mantan-mantanku itu malah meminta haknya untuk mencoba tubuhku. Yah baru sampai tahap cumbuan sih tapi tetap aku menolak. Dan kejadian beberapa bulan yang lalu saat aku dengan sukarela berniat memberikannya kepada kamu itu benar datang dari hatiku. Entahlah saat itu aku mau sama kamu."
"Muna aku hanya mau kita berpacaran normal. Satu atau dua kali ciuman yah boleh. Aku butuh pelukan kamu. Tapi untuk hal intim sudah kubilang sebelum kita punya ikatan suci atau rasa cintaku terbalas jangan harap kamu nekat berbuat hal itu."
Layakkah aku mendapatkan penghargaan? Playboy brengsek memberikan solusi bak pria bijak untuk wanita yang dicintainya.
Jika memang seperti ini rasa cinta sungguh kata cinta itu sangat mempunyai makna. Cinta membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin dengan mudahnya. Dan aku merasa hal ini mudah dilakukan jika kebahagiaan yang akan Muna terima. Aku rela. Ah cintaku sebegitu dahsyat ternyata.
"Baiklah kita berpacaran. Dan sekali lagi jangan paksa aku mencintai kamu. Salah kamu sendiri menolak bonus yang kutawarkan. Padahal cuma kamu loh yang berkali-kali kutawarkan."
Aku hanya tersenyum kecut saat mendengarnya. Katakanlah aku mirip pecundang cinta. Tapi kenapa ada rasa bangga saat ia mau aku yang pertama bagi dirinya. Baiklah sekarang aku harus berjuang menjadi yang pertama dan terakhir untuknya. Aku harus menjadi hadiah pertama untuknya dan bonus terakhir dan selamanya di hatinya.
"Baiklah kita berpacaran yah? Boleh aku mencium kening kamu?"
"Bibir aja deh. Lebih terasa kenyal-kenyalnya. Ah kadang aku rindu juga sama ciuman kamu Rez. Eh tapi tunggu aku mau prosesi serah terima status kesendirian ini dengan benar. Ada gregetnya dong!"
Aku tertawa saat mengingat Muna meminta ritual tembak-menembak yang greget. Apa maksudnya? Tapi dia mampu membuat ku tertawa dengan permintaannya. Itulah Munaku.
"Baiklah. Muna sayang maukah kamu menjadi pacarku?"
"Ah kamu nembak kaya anak smp ngajak pacaran."
"Terus gimana? Apa aku harus beli bunga dulu?"
"Yang greget dong. Menggigit dengan berbagai varian rasa."
"Kamu kira aku mau beli ice cream?"
"Iyalah ibarat ice cream kamu harus mampu melumerkan hati keras aku. Dingin ini harus bisa diluluhkan. Harus bisa dicairkan dengan cinta kamu. Niscaya aku akan bahagia."
Dia ngomong apa sih? Muna ini bener-bener langka.
"Yaudah sekarang merem!"
"Untuk apa?"
"Buruan merem!"
"Sekarang buka!"
"Kenapa senyum begitu?"
"Saat kamu membuka mata tadi status kita sekarang sudah berubah. Kita berpacaran. Ini adalah pandangan mata pertama kamu dengan status yang sudah berubah."
Masih ku ingat dia merona karena ke dua matanya ku kecup bergantian. Dan berakhir di bibir mungilnya.
Ah seminggu menyandang status berpacaran membuat tingkahku labil dimabuk cinta. Setiap pagi saat terbangun aku selalu buru-buru keluar kamar karena aku ingin menatap wajahnya. Aku tidak mau seharian tidak tenang karena ketinggalan mendapat kecupan selamat pagi.
Lebay memang tapi aku tidak perduli. Namanya juga lagi kasmaran. Secerewet apapun Muna itu bagai alunan melodi penyejuk kalbu.
Rezky fix lebay ini mewabah.
Setiap pagi kami selalu melakukan rutinitas sarapan dan berakhir kecupan perpisahan, lain lagi saat malam menjelang. Biasanya hanya ciuman selamat tidur sebelum kami masuk ke kamar masing-masing tetapi semalam kami sempat bercumbu cukup lama di ruang televisi. Awalnya dia menonton acara musik kesukaannya.
Kalian tahu bukan si Mas Adam bidadara asal Amerika? Ah akhirnya aku berhasil mematahkan rasa sukanya. Ternyata dia lebih menyukai cumbuanku di bibir dan lehernya.
Sorry bro Adam Munaku lebih memilih kekasihnya.
HARUSKAH AKU BERTERIAK?
Beruntung semalam aku bisa menahan sebelum kebablasan, bayangkan aku sudah tidak bermain berapa bulan? Rezky kau hebat dalam mengendalikan diri. Ini demi Muna.
Tanpa terasa aku sudah sampai di kampus yang menjadi tempat sehari-harinya belajar. Di tempat sebesar ini dimana aku bisa menemukannya? Aku menghubungi ponselnya tidak diangkat. Baiklah bertanya saja, dengan sifat berisik dan mulut berbeda dari yang lain aku rasa tidak sulit menemukan Munaku.
"Maaf mbak kenal sama Maimunah nggak? Dia kuliah di sini juga. Biasa dipanggil Muna." tanyaku kepada beberapa mahasiswi yang sedang duduk di taman.
"Fakultas apa?" tanya salah satu dari mereka. Sementara temannya yang lain menatap lapar wajahku. Ah ini sudah biasa terjadi. Wajah tampanku ini terkadang menyusahkan kehidupan sosialku.
Rezky fix kau lebay bukan kepalang.
"Saya nggak tahu yah. Muna ini orangnya ramai. Banyak bicara." aku tertawa sendiri mengingat cara Muna bercerita. Ah belum sehari bertemu saja membuat aku rindu.
"Oh Muna dramaqueen?" aku mengangguk menahan tawa. Aku mengerti sekali kenapa ia dijuluki itu. Kalian sendiri pasti memaklumi bukan?
"Dia mah kagak kuliah. Dia pelayan di kantin anak sastra. Tuh di dekat gedung itu tinggal belok kiri aja. Foodcourt-nya lumayan besar. Muna jaga minuman."
Apa? Jaga minuman? Apa mereka salah orang yah?
"Maksud aku Muna yang ini." aku memperlihatkan layar ponselku, dimana terdapat foto Muna yang kuabadikan secara candid saat ia sedang menonton televisi.
"Iya ini Muna dramaqueen. Kita-kita juga kenal ko sama Muna. Semua mahasiswa juga kenal sama dia. Orang paling rame gini mah limited produksinya." mereka tertawa sambil menunjuk arah foodcourt-nya.
Aku berjalan mencari arah tempat Muna. Kenapa ia berbohong berstatus mahasiswi? Setiap hari ia berkerja? Tapi untuk apa? Terus biaya kuliahnya? Pantas dia tidak meminta lebih. Dan baru kusadari ia seperti memiliki rutinitas kerja, memegang bukupun aku tidak pernah melihat. Muna kenapa kamu berbohong?
"Muna minta cola empat botol!"
Aku bersembunyi di dinding dekat dengan Muna berada. Dia sangat aktif sedang membawa empat botol minumab cola. Ia memakai apron merah dan wajahnya terlihat antusias. Tidak ada rasa malu bahkan lelah di sana.
Haruskah aku menghampirinya?
Baiklah sebaiknya kutinggalkan saja dia. Aku mau mengetes kejujurannya. Terlebih status kita sudah berpacaran. Bukankah kejujuran itu pondasi sebuah hubungan?
Kubalikkan badan dan segera meninggalkan kampus itu. Sebaiknya aku pulang dan malam ini aku harus membuat Muna jujur. Aku mau ia terbuka dengan ku.
Sampai malam menjelang Muna belum datang. Biasanya ia selalu beralasan tugas kampus banyak dan dia mencari bahan materi di perpustakaan. Hari ini apalagi yah yang akan dia katakan?
"Rezky." dia sudah memasuki apartement sambil membawa satu kantong plastik berisi dua minuman segar.
"Ini orange juice buat kamu tadi aku sekalian beli sebelum pulang. Kamu tahu hari ini di kampus penuh kesibukan. Aku sampai pusing dibuatnya. Kesana kemari seperti setrikaaan panas. Ah untung saja aku sudah sampai di rumah. Bisa istirahat dengan tenang. Ditatap kamu dan dimanja. Begini yah punya pacar baik hati dan perhatian. Andai..." aku menatap tubuhnya yang sedang bersandar di sofa. Matanya sedang terpejam. Mungkin tadi dia baru saja berkata bahwa dia lelah dengan semuanya dan membutuhkan aku berada di sampingnya.
Munaku kenapa setiap berbicara kamu sukanya berbelit-belit?
"Muna.." panggilku pelan sambil merapikan anak rambutnya. Kurasakan kulitnya dingin bercampur keringat. "Hmmm..."
"Kamu kuliah ambil jurusan apa?"
"Gelas sama es batu." jawabnya cepat. Seketika ia membuka matanya dan menutup mulut. "Hmm maksud aku ini minuman di taro di gelas aja yah. Terus ditambahin es batu. Aku menahan tubuhnya saat ia ingin berdiri.
"Nanti saja, toh ini sudah ada gelasnya." dia tersenyum kikuk. Wajahnya pucat. Apa dia sakit?
"Kamu sudah makan?" dia mengangguk. "Tadi di kampus aku sudah makan."
Haruskah aku bertanya lagi?
"Muna apa kamu perlu biaya kuliah? Uang semester mungkin?" dia langsung menggeleng.
"Aku masih ada tabungan ko. Lagipula.." dia menatapku tanpa kedip. Aku hanya mengangguk dan kembali menatap layar televisi. Aku harus bisa menahan emosi. Muna pasti punya alasan kenapa ia menyembunyikan ini.
"Rez.."
"Hmm..."
"Rezky...."
"Hmm..hmm.."
"Rezky Abdi Negara."
"Apa.." kenapa aku jadi gini? Ah apa aku tanya langsung saja yah? Aku tidak sabar. Tapi tahan..
"Rezky.."
"Muna.." panggil kami bersamaan. Oke aku akan mempersilahkan ia berkata duluan.
"Kamu dulu." jawabku datar.
"Baiklah Rez maaf kalo mungkin kamu akan kecewa. Tapi aku akan berusaha menjadi kekasih yang bisa dipercaya oleh kamu. Sebenarnya aku tidak kuliah. Aku berkerja di kampus. Maaf uang yang pernah kamu berikan untuk semester aku pakai untuk adikku Nizar. Tapi kamu tenang saja, aku sering lembur akhir-akhir ini. Kamu tahu aku menyanyi di cafe. Toni menawarkan aku dengan gaji yang cukup lumayan. Nah uangnya aku kumpulkan untuk bayar hutang kamu. Maaf yah Rez aku baru bisa jujur sekarang."
HARUSKAH AKU BERTERIAK?
Aku lega mendengarnya. Satu pelajaran yang bisa aku petik dari keadaan ini. Kita memang harus saling pengertian dengan pasangan. Toh tanpa perlu aku tanya dia berusaha jujur sendiri. Munaku ternyata mulai menghargai hubungan ini. Kemajuan.
Tapi tunggu, tadi dia bilang apa?
TO..TONIIIIII......
"Kamu nyanyi lagi? Kan sudah aku bilang aku nggak mau suara kamu dinikmati orang. Apalagi ada sangkut pautnya sama Toni?" teriakku tanpa sadar. Bagaimana aku tidak panik, Toni simakelar sialan itu pasti akan mengincar gadisku ini. Barang belum pecah pasti anggapan Toni.
Ahhhhrrrggg... Tidak akan aku biarkan.
"Nggak. Aku nggak akan aku biarkan kekasihku berurusan dengan pria brengsek bernama Toni. TIDAK!!!" teriakku sekali lagi. Mendadak emosiku tak bisa kutahan.
"Rezky." tangannya meremas tanganku. Wajahnya tersenyum lugu. Seketika hatiku dibuat luluh.
"Aku suka bernyanyi. Aku tidak mau selalu bergantung sama kamu. Lagipula aku terbiasa bernyanyi. Sayang kan bakatku ini hanya di dengarkan gayung, pasta gigi, odol, shampo, sabun, handuk, terus...."
"Iya..iya intinya di kamar mandi." potongku ketus. Sempat-sempatnya membicarakan hal tidak penting.
"Sayangnya nggak cuma di kamar mandi. Di dapur dengan saksi panci, penggorengan, piring, gelas..."
"Pokoknya dimana-mana deh. Cukup Muna jangan bercanda." bukannya mengangguk dia malah tersenyum dan meraba pipiku. Ah aku kembali luluh, tapi tahan Rezky jangan terperdaya.
"Pokoknya aku mau kamu berhenti bernyanyi di cafe si Toni. Oh bukan hanya itu aku larang kamu bertemu dengannya." tegasku.
"Pertama itu bukan cafenya Toni."
"Yah masa bodohlah cafe siapa." Muna ini kenapa suka membuatku marah?
"Kedua bagaimana kalau aku merindukan Toni?"
Apa? Mendidih sudah kepalaku.
"Maksud kamu?"
"Toni itu punya gitar keren. Aku suka meminjamnya."
"Besok kita beli gitar itu. Sepuluh, apa cukup? Apa kamu mau aku buatkan studio?" tawarku sombong.
"Wah boleh. Aku jadi bisa membuat lagu, lalu bikin album. Wah siapa tahu aku bisa kerjasama dengan Mas Adam. Ini pertanda bahwa bintang besar akan muncul. Titisan Whitney Houston sudah di depan mata. Dan kamu akan jadi promotor bintang terkenal. Princess Syahrani mah kalah sama Princess Muna. Ah aku sudah tidak sabar akan berduet dengan Afgan, lalu dengan Mikha Angelo bahkan sama Bang Haji Rhoma Irama aku akan terima."
Muna semakin menarik aku agar dekat dengannya. Tangannya merangkul leherku. Tangan yang satunya menunjuk ke atas yang bertengger lampu. Apa maksudnya aku disuruh menatap lampu? Tangannya mengajakku menerawang.
"Nanti nih kalo aku sudah menang Grammy aku pasti akan menetap di sana. Mencari jati diri di sana. Tapi tenang aku tidak akan bergaul dengan Miley Cyrus ataupun Selena Gomes aku netral. Mungkin dengan Taylor Swift aku akan meminta duet. Walaupun aku lebih menginginkan berkerja sama dengan Katty Perry tapi dikarenakan follower-nya Taylor banyak aku akan mencari yang lebih menguntungkan. Lagipula Taylor orangnya asyik. Kami bisa sejalan nantinya."
Muna ngomong apasih?
Kenapa aku hanya mengangguk bego mendengar khayalan ngawur ala dirinya?
"Rezky kamu adalah orang pertama yang akan aku sebut saat piala kemenangan ada di genggaman tanganku. Terus.."
"Berisik." tegasku. Aku menarik tubuhnya berhadapan denganku.
"Dengar yah Muna. Nyanyi di Cafe aja kamu nggak aku izinin. Apalagi mau nyanyi go international. Kamu mendingan kursus masak belajar kalo kita udah nikah." aku mengetuk kepalanya agar segera tersadar dari khayalan tingkat tingginya.
Tunggu, tadi aku bilang apa? Menikah?
"Lah kan kamu tadi yang tawarkan aku studio?" gerutunya. Benar juga yah kenapa aku menawarkan studio?
"Kamu emangnya nggak mau pacar kamu sukses?" tanyanya sambil cemberut lucu.
"Kamu emangnya nggak suka kalo suara emas aku didengar khalayak ramai?" bukan begitu Muna. Tapi aku cemburu..
"Kamu emangnya enggak bangga jika nanti orang pertama yang kusebut adalah kamu kekasihku?" jadi aku akan diingatnya? Ah Munaku.
"Kamu akan mengingat aku saat kamu dekat dengan si Adam?"
"Mungkin hubungan aku dengan Mas Adam sebatas profesionalisme kerja. Tapi tidak dengan kamu." dia tiba-tiba sudah duduk di pangkuanku. Dan saat aku mencium aroma khas darinya lagi-lagi rasa sesak di dada hilang seketika.
"Aku janji deh Taylor boleh deket sama kamu nantinya."
Dan kesadaranku kembali, Muna ini lagi berkhayal super lebay. Kenapa aku terpancing. Rezky kau bodoh...!
Aku memeluk pinggangnya. Lalu kedua mata kami bertemu. Saat itulah aku melihat wajahnya menahan tawa. Tanpa sadar kami tertawa.
"Hahaha.. Awas kamu yah membuat aku takut dan cemburu sama si Adam." aku menggelitiki perutnya. Ini menyenangkan.
"Iya ternyata membuat kamu kesal itu cukup menyegarkan isi kepala aku. Kalau aku boleh jujur semenjak kita berpacaran aku semakin ingin menjadi pacar yang lebih baik bagi kamu Rez. Aku mau hubungan ini jadi yang terbaik disejarah hubungan asmara aku dengan kaum adam. Kamu alasan aku bisa tertawa lepas Rez." jelasnya tepat menatap mataku.
Muna semakin mau hubungan ini normal. DAN AKU SUMBER SENYUMAN BAGINYA?
HARUSKAH AKU BERTERIAK?
"Aku tidak memaksa sayang." aku mengecup kedua pipinya. Cih, bijak sekali dirimu Rez.
"Berarti aku masih boleh dong nyanyi di cafe?" tanyanya pelan.
Aku menggeleng. "Selama Toni masih berkeliaran di hidup kamu aku tidak izinkan." dia cemberut sambil mendesah.
"Tapi kamu bisa nyanyi di club seperti waktu itu. Tenang saja aku akan gaji kamu sesuai yang Toni berikan. Atau mau lebih?" dia langsung ceria.
"Benar yah aku boleh nyanyi?"
"Iya boleh. Terus sebaiknya kamu jangan berkerja di kampus lagi."
"Tapi aku perlu uang. Selama hutangku dengan kamu belum lunas pikiranku tidak tenang."
Haruskah aku minta hatinya untuk membayar segala hutang? Tidak, aku bukan pria picik. Rasa cinta yang kuminta itu harus tulus tanpa pemaksaan.
"Kamu bisa berkerja juga di club. Kebetulan aku membutuhkan asisten pribadi untuk ruanganku. Selama ini aku belum mencari orang yang bisa dipercaya. Dan karena kamu pacar aku lagi pula kamu sudah menguasai ranah pribadiku di sini jadi tidak masalah kamu yang membersihkan club. Mau?"
Mengangguklah agar aku bisa tenang. Seperti ini akan semakin membuat kebersamaan kita bertambah.
"Baik boss. Aku terima." dia memberikan salam hormat di atas pangkuanku.
"Oh iya bagaimana kalo di club aku menemukan pria keren dan aku menyukainya?" tanyanya santai.
Apa aku kurung saja dia yah di rumah tanpa orang lain bertemu? Rezky lama-lama kau gila akan cinta.
Dan lagi-lagi aku melihatnya tertawa.
"Itu tadi Muna negatif lagi iseng. Kamu ini mudah marah yah ternyata? Aku tidak menyangka kalo kamu pria cemburuan. Terus over protective, sebenarnya bagus buat kelangsungan hubungan kita. Jadi lebih berwarna, tapi kalo terlalu cemburu dan tidak percaya satu sama lain aku rasa hubungan kita tidak sehat. Kalo kata Pak Bahrun ketua RT di rumah ku waktu itu pemuda pemudi harus tahan banting sama yang namanya kasmaran. Selain merugikan finansial dapat merugikan nyeri di ulu hati."
Siapa itu Pak Bahrun? Sok tahu sekali. Tapi ada benarnya si Muna. Rasa saling percaya ini memang harus diutamakan.
Arrghh...
Tapi Muna itu mudah terpancing, aku takut. Jujur saat ini aku takut kehilangannya..
AKU SANGAT MENCINTAINYA.
"Muna ayo siap-siap besok kita berangkat ke Surabaya!"
"Mau kemana?"
"Aku tahu kamu merindukan mama dan adik kamu kan?" Muna mengangguk.
"Rezky....." teriaknya bahagia lalu memelukku erat.
"Kamu baik sekali Rez.."
Tunggu saja Muna. Kedatangan kita sebenarnya bertujuan lain. Aku berniat meminta restu untuk meminang kamu.
TBC...
Minggu, 17 Januari 2016
-mounalizza-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top