Bonus - 6

Rezky (╯°□°)╯︵ ┻━┻

"Rezky aku pergi dulu yah." mataku yang semula terpejam mendadak terbuka lebar. Terlebih saat aku mendengar suara pintu mobil.

Segera kubuka pintu dan berjalan cepat mendekatinya. Tidak bukan mendekatinya tapi menarik kembali tangannya.

"Ayo biar gue antar lo pulang." tanpa menunggu kembali ceramah panjangnya aku mendorongnya masuk ke mobil. Aku pun berlari kembali ke posisi kemudi. Aku segera menyalakan kembali mesin mobil dan memasang sabuk pengaman. Aku melirik dia yang tersenyum menatapku.

Kenapa tersenyum? Dasar bodoh.

"Kamu mau antarkan aku pulang?" aku mengangguk.

"Tadikan aku datang bersama Toni dan pulangnya sama dia juga." jawabnya santai.

Toni? Ah aku ingat si makelar sialan itu. Dia yang sempat kudengar sedang berpromosi wanita segar diponselnya.

Aku tidak cukup gila untuk melepaskan gadis lebay-ku dengan si.. siapa tadi namanya. Tono? Toni siapalah dia. Tidak akan aku biarkan.

"Nggak bisa! Kalo lo pulang bareng dia otomatis lo akan tergiur sama penawarannya." aku menjalankan mobil dengan pelan. Dadaku berdebar kencang seakan takut hal itu terjadi.

Rasa apa ini? Kenapa aku merasa berbeda dekat dengan Muna. Terlebih sekarang, dia menatapku dengan senyuman aneh.

Kenapa dia tidak berceramah? Tapi nanti kepalaku bisa kembali pusing. Tapi melihat dia seperti ini justru lebih aneh. Mendadak aku merinding.

Nggak, ini nggak bisa dibiarkan.

"Kenapa?" aku berani menatapnya. Wajahku garang kali ini. Bagus Rez pertahankan.

"Kamu lucu tahu nggak?"

Apa dia bilang? Lucu?

"Sebenarnya aku itu tinggal sama Toni. Kalaupun kamu anterin aku sekarang ke rumahnya tetep aja aku nggak bisa masuk. Kan kuncinya sama dia. Apa kamu mau aku semalaman duduk di depan rumah? Ah aku nggak mau. Konon katanya di depan rumah Toni ada penghuninya. Aku dengar kuntilanak lagi mengganggu para penghuni gang senggol dekat rumahnya. Aku sih sebenarnya berani tapi akhir-akhir ini hatiku lagi galau. Konon katanya kalau jiwa dan hati lagi kosong dan mogok berfikir bisa dikatakan kuntilanak akan mudah merasuki. Aku nggak mau diganggu sama kuntilanak. Nanti aku malah meracau nggak jelas lagi saat sedang dimasukinya."

Mendengarnya berbicara perihal si-kunti membuat kepalaku kembali pusing. Aku tidak perduli dengan kuntilanak!!! Inti dari penjelasannya itu sudah sangat membuat aku muak. Kenyataan yang baru saja kudengar.

DIA TINGGAL BERSAMA TONI?

Apa-apaan ini..

Ah aku ingat Laura bilang dia mengalami krisis ekonomi. Tapi bukankah dia bekerja serabutan bahkan menjadi pembantu rumah tangga?

"Tapi ya sudahlah nggak apa-apa. Daripada naik kendaraan umum. Lumayan penghematan. Toni juga pasti sekarang sedang bersenang-senang. Aku harus menyiapkan kata-kata yang masuk akal karena rencana ku dan Toni gagal malam ini. Bubar tidak terlaksana sebelum terjadi. Apa yang harus aku katakan, sedangkan aku bilang sama dia kalo aku nggak punya teman pria sebelumnya."

"Jangan berharap hal itu akan terjadi. Tidak akan terjadi selama kamu belum menikah!!!" perintahku keras.

"Mulai sekarang lo nggak boleh tinggal dengan si Toni!!!" tidak menutup kemungkinan Toni akan kembali mencarikan pria hidung belang untuknya.

"Yah tapi nggak bisa, aku kerja sama Toni terus nih yah..."

"Lo kerja apa sama dia?"

"Aku kan beresin rumahnya juga." hatiku mendesah lega. Rasanya batu besar baru saja menggelinding dari dalam dadaku.

Rezky bicara apa kau?

"Ya sudah sekarang lo kerja sama gue." kulajukan mobilku kencang.

"Eh tapi bajuku masih ada di rumah Toni, terus.."

"Iya-iya aku tahu ayo kita ke sana." potongku. Lama-lama aku ini punya kebiasan memotong pembicaraan orang. Ah ini semua gara-gara Muna-ku.

Apa Rezky? Coba di ulang sekali lagi? MU-NA-KU?

"Eh tapi tunggu dulu, kalo aku kerja sama kamu terus aku tinggal di mana? Aku belum ada tempat kost. Ada sih Toni kasih referensi tapikan uangnya seharusnya besok aku terima. Setelah..." dia diam berfikir. Aku tahu yang sedang dia pikirkan. Setelah kau menjual kesucian bukan? Ah memikirkannya saja sudah membuat emosiku tersulut.

"Terus nih yah jarak kampus sama apartement kamu cukup jauh. Andai si-mio nggak kujual pasti akan memudahkan aktifitasku yang padat merayap itu. Gimana yaah? Enggak deh aku kerja sama Toni aja. Eh tapi emang gajinya berapa? Bisa kali bayar dimuka dulu? Hihihi." ternyata dia serius dengan penawaranku.

Lah ini gimana Rezky?

"Toni gaji kamu berapa?" tanyaku ketus.

"Dia janjinya mau kasih satu juta. Tapi karena sampai sekarang aku banyak berhutang sama dia jadinya selama sepuluh bulan ini gaji aku masih minus. Tapi tenang saja aku udah cari solusi untuk kerja lagi. Karena rencana yang itu gagal masih banyak waktu ko, aku masih bisa mencari tambahan selain dari kampus. Pokoknya aku bisa mengatasinya. Harus." mendadak hatiku sakit. Ini lebih berat dari batu yang sebelumnya ada di dada.

Dia wanita aneh yang menyikapi entah seberapa berat masalahnya tanpa linangan air mata. Apa dia memang tidak bisa memproduksi air mata? Aneh, aku saja bisa mengambil kesimpulan kalau malam ini dia mau menjua diri demi kelangsungan hidup. Dan itu bukan hal yang mudah.

Hei bukankah pemukiman rumahnya mengalami musibah kebakaran? Ah iya Laura sempat mengatakannya.

"Kamu emang mau gaji aku berapa? Kalau aku pinjam uang ke kamu lima puluh juta kira-kira kamu kasih nggak? Aku bisa merapikan bahkan diperintah apa saja deh asal gajiku setiap bulan dua juta atau lebih. Itu lain dari tunjangan makan dan jajan setiap minggu yah. Jadi aku bisa nabung kembali. Ah andai semua surat penting tidak hangus terbakar. Beginilah nasib perawan sembrono kalo kata mamaku. Tapi mamaku sampai sekarang belum tahu perihal kerasnya di ibutiri ini."

Haruskah aku memeluknya? Tapi wajahnya terlihat datar tanpa beban. Apa ia sudah lelah mengeluh? Muna kamu ini terbuat dari apa?

"Gue akan lunasin hutang lo ke Toni." kenapa kata-kata ini yang keluar Rezky?

"Apa? Kamu serius? Wah tapi gimana aku bayarnya sama kamu? Apa aku harus menjadi pembantu di tempat kamu permanen? Wah berapa lama aku harus melunasinya. Ini akan memakan waktu yang tidak sebentar. Detik demi detik bergulir. Penantian bisa jadi ditemani kerikil. Ah tapi aku pasti bisa. Princess Muna tidak pernah mudah menyerah." mendengar kicauannya ini membuat hatiku lega. Ternyata..

Dia gadis tangguh.

"Aku punya syarat kalau kamu mau menerima pinjamanku." dia menunggu perkataanku.

"Jangan pernah coba-coba menjual harta berharga yang kamu punya. Itu hak suami kamu kelak." kata-kataku bijak sekali kali ini. Dia menatapku sambil sedikit tersenyum. Mungkin dia tersihir oleh kata-kata bijakku.

Hei aku memang brengsek tapi aku bukan pria tanpa perasaan. Ada hal-hal yang sangat kuhormati. Terlebih masalah kesusahan hidup wanita dan dengan terpaksa dia mau menjual..

"Sudah aku bilang Rez, aku tidak mau bahkan tidak ada niatan untuk menikah. Mencari pacar saja aku tidak berminat apalagi mencari suami." kata-katanya sungguh membuatku geram.

Kenapa aku seperti ditolak secara tidak langsung. Sabar Rezky! Tahan emosimu. Berdekatan dengannya memang membuat diriku gemas tetapi kali ini harus tenang. Bukan saatnya marah.

Baiklah.

"Terserah, sekarang lo ikut gue. Mengenai barang-barang lo biar anak buah gue besok yang ambil." aku melajukan mobilku menuju apartement. Padahal ini malam minggu dan masih ramai. Kenapa aku malah mengajaknya buru-buru pulang?

"Rez.." panggilnya pelan.

"Hmm."

"Aku bisa minta sesuatu?"

"Apa?"

"Nanti aku pinjam baju kamu yah buat tidur? Terus aku tidur di mana? Aku kan belum mencari kost."

Kenapa aku melupakan hal semacam ini? Baju dan tempat tinggal. Yah yah.. Berpikirlah Rezky..!!!

"Aku nggak nyaman tidur pake baju ini kalo buat tidur, terus.."

Dan tiba-tiba aku jadi mengingat kejadian beberapa bulan lalu Di apartement. Dia memakai bajuku.

Dan.. Aku sangat terpesona. Tahan Rezky.

"Oke oke secepatnya kita cari outlet untuk cari baju sementara." aku melajukan mobil dengan pelan, mataku melihat sekitar siapa tahu ada outlet pakaian. Ini masih pukul sembilan malam. Masih banyak juga yang belum tutup. Beruntung tak lama terlihat factory outlet. Oke aku akan mencarikannya baju.

"Asyik ada tuh, kamu mau beliin apa jatuhnya pinjaman. Kalau begitu aku harus secara cermat memilih.."

Oke Rezky jika dia turun waktu akan terbuang sia-sia dengan berbagai pertimbangan darinya. Belum lagi ceramahnya yang dipastikan akan ia dendangkan di dalam sana.

"Sudahlah kamu tunggu di sini saja. Aku tidak akan lama." aku segera keluar dan meninggalkan dirinya di mobil. Untuk urusan berbelanja aku cukup terbiasa. Wanita-wanita yang pernah dekat denganku sudah sering menikmati layanan menyenangkan spesial dariku dalam urusan shoping. Ukuran Munapun sudah bisa aku prediksi.

Aku dengan cepat mencari berbagai baju santai untuk dirinya, t-shirt aneka model celanapun aku belikan. Ada beberapa dress dan gaun sederhana. Siapa tahu akan akan mengajaknya kencan.

Isi otakku sudah mulai kacau.

"Wah Rez kamu banyak amat beliin buat aku." suara cerianya mengagetkan aku yang hendak ingin mengambil gaun hitam sexy. Dia langsung mendekatiku dan mengambil tas berisi baju-baju yang hendak aku bayar.

Matanya melebar,dengan senyuman tak hilang dari wajahnya. Mendadak rasa kesal dan pening hilang seketika. Aku suka dengan ekspresi wajahnya.

"Wah hebat kamu bisa tahu ukuran baju sama celanaku."

Rezky gitu loh. Ahlinya membuat wanita bahagia.

"Tapi ini aku kurang suka." dia mengeluarkan gaun hitam itu. Meletakkannya sembarang. Lalu berjalan membawa tas itu. Aku mengekorinya dari belakang.

"Ambillah yang kamu mau. Hari ini aku berikan bonus untuk kamu." kataku dengan tulus.

"Yuhuy ini namanya rezeki anak solehah. Sudah lama banget aku nggak pernah belanja. Semua yang aku pikirkan tentang bayar hutang. Tapi ini serius kamu nggak akan nagih? Ini di luar gaji kerja akukan? Di luar tunjangan yang lainnya kan?" aku langsung mengangguk dan mendorongnya agar ia lebih fokus mencari kebutuhannya.

"Beli juga sekalian pakaian dalam kalau kamu mau." perintahku membuat ia berhenti dan menatapku dengan wajah malu-malu. Manis.

Ingin rasanya aku mencium rakus bibirnya. Rezky tenang.

"Baiklah kalau ini termasuk bonus dari kamu." dia tanpa malu mencari beberapa pakaian dalam. Aku hanya duduk di dekat tempatnya berdiri.

"Satu lusin boleh?" teriaknya tanpa malu.

"Satu kodi juga boleh." balasku asal. Aku membalasnya dengan senyuman. Ini menyenangkan.

Beberapa penjaga outlet tertawa pelan melihat interaksi kami. Mungkin mereka pikir kami sepasang suami istri atau sepasang kekasih. Nyatanya kami hanya baru dua kali bertemu.

Ah apa begini yah menikah dan menemani seorang istri berbelanja? Tapi membayangkan dia yang akan menjadi istriku seperti apa nanti sehari-harinya? Bisa-bisa rumahku akan dipasang kedap suara. Kasihan dinding rumahku setiap harinya diwajibkan menikmati ceramahnya. Lalu bagaimana jika aku dan dia punya anak?

Rezky apa yang kau pikirkan? Anak? Punya anak dengan Maimunah sigadis lebay-ku?

"Rez kita nggak tidur sekamar kan?" suaranya membuyarkan lamunanku. Dia sudah berdiri dengan tiga tas penuh aneka baju dan yang lainnya. Bahkan sendal kamar dia juga membelinya.

"Ini kaos tidur samaan Rez. Seru kan kita jadi roomy. Yah walaupun tugasku pembantu rumah tangga. Eh tapi aku lupa satu hal setiap hari dari senin sampai jumat dari pukul sembilan pagi sampai pukul lima sore aku harus ke kampus. Tapi kamu tenang semua kebutuhan kamu dan kebersihan apartement akan menjadi yang utama. Pokoknya dari pagi sampai saat waktu kamu ingin memejamkan mata tinggal terima beres. Princess Muna berjanji akan bertanggung jawab penuh. Bisa dicatat kepuasan boss adalah yang utama. Tanggung jawab kami adalah berbuat yang terbaik." penjelasan yang begitu panjang dan aku harus selalu siap menerimanya setiap hari.

Aku hanya mengangguk dan mendorongnya menuju kasir. Malas aku berbicara. Sepertinya pita suaraku berhasil dicurinya.

Ia sangat aktif. Beberapa penjaga kasir saja saat ini sedang berbicara dengannya. Entahlah apa yang ia bicarakan. Seolah ada saja bahan pembicaraan. Bertanya hadiah payung gratis saja bisa memakan waktu lama.

"Ayo cepat pulang." aku menarik tangannya. Ia sedang memegang satu payung gratis karena kami berbelanja banyak. Terang saja, uang yang aku keluarkan sama saja seharga empat bulan gajinya. Ah Rezky kenapa denganmu?

"Payungnya bagus yah Rez?" ceritanya lucu. Dan lagi-lagi wajah kesalku kembali hilang saat melihat ekspresinya yang sangat ceria. Aku mengangguk sambil membawa kantong belanjaannya.

"Mana kunci mobilku?" pintaku di depan tempat parkir.

"Yah mana aku tahu kan yang punya mobil kamu." jawabnya sambil mengambil beberapa kantong karena dia melihatku kesusahan.

Tapi tunggu..

"Muna tadikan kamu aku suruh tunggu di mobil sementara aku masuk ke dalam. Terus tiba-tiba kamu masuk ke dalam dan terjadilah acara belanja kamu. Terus kunci mobilnya dimana Munaa? Ini di jalan raya dan tadi kondisi mobil dalam keadaan menyala." jelasku penuh penekanan.

Jangan bilang dia ceroboh dalam hal ini.

"Aku..aku tadi langsung keluar begitu nungguin kamu lama. Tadinya aku cuma mau intip kamu aja tapi begitu lihat kamu memilih aneka baju untukku membuat aku lupa diri dan menghampiri kamu." dia melihat kanan kiri keadaan jalanan yang memang sedikit sepi.

Oh God jangan bilang mobilku hilang.

"Tukang parkirnya di mana?" tanyanya panik. Dia mencari tukang parkir dan melepas kantong belanjaan begitu saja. Sementara aku hanya bisa memejamkan mata.

"Pak lihat mobil yang di parkir di sini? tanyanya panik. Aku hanya melihatnya. Entahlah keinginan marah dan meluapkan kekesalahan terasa susah. Aku sedikit lelah.

"Saya nggak tahu mbak, abis beli kopi tadi. Tapi di sini udah kagak ada yang parkir mobil pas saya balik."

"Tadi saya keluar sebentar, masuk ke toko, emang sih keadaan mesin mobil nyala tapi masa sih bapak kagak lihat." jelasnya penasaran.

"Yah mbak ninggalin mobil dalam keadaan hidup? Itu namanya ngajak kencan maling." sindir sibapak.

Nah itu dia yang sedang aku rasakan. Maimunah memancing maling mengambil mobilku.

Arrrhhhhhhh.. Gadis ini, ingin rasanya aku menjedoti kepalaku. Kenapa tadi aku tidak bertanya keadaan mobil saat dia menghampiriku di dalam.

"Mbak minta aja liatin cctv sama pihak toko. Kali aja keliatan siapa yang ambil mobil." Muna mengangguk dan menghampiriku.

"Rez kita bisa minta sama pihak outlet untuk minta lihat rekaman cctv. Ayo Rez kita cari sampai dapat siapa tahu mereka masih belum terlalu jauh jalannya. Inikan malam minggu mungkin malingnya kena macet atau jangan-jangan bensinnya habis. Ayo Rez." aku tidak memperdulikannya. Sambil menahan nafas aku mengambil kembali barang belanjaannya lalu mendorongnya agar tidak berada di depanku.

"Taksi!!!." panggilku saat ada taksikosong di depanku.

"Ayo masuk." aku mendorongnya masuk ke mobil serta menumpukkan belanjaan di sekitar dirinya. Sementara aku duduk di depan. Aku harus bisa mengatur emosiku. Marah disaat seperti ini bukan solusi.

"Pak antarkan ke daerah Antasari." supir itu hanya mengangguk kikuk. Dia sempat melirikku takut. Mungkin dia melihat raut wajahku yang sedang kesal. Ditambah wajahku yang memerah. Aku sedang menahan amarah.

Aku mengambil ponselku dan meminta anak buahku di club mencari info tentang hilangnya mobil. Beruntung aku asuransikan mobil itu.

Aku tak menoleh kebelakang di mana Muna berada. Entahlah emosiku masih belum sepenuhnya reda dan aku belum siap menghadapi Muna dengan segala kicauannya. Diapun sepertinya sadar diri untuk tidak merecoki emosiku.

"Di lobby depan pak." setelah membayar aku turun dan membuka pintu belakang. Ternyata Muna sudah turun membawa semua barang belanjaannya. Aku hanya mengangguk saat melihat wajahnya yang sepertinya merasa bersalah.

Saat melihat wajahnya yang seperti itu kenapa hatiku jadi menyesal. Rezky kau kenapa? Jelas-jelas ini kesalahannya. Hei sadar mobilmu hilang karena kecerobohannya.

"Rez." panggilnya saat aku hendak membantu ia membawa kantong belanjaannya.

"Nanti saja Muna di atas." acuhku kepadanya. Diapun mengikutiku tanpa banyak bicara. Wajahnya memerah. Belum lagi ia menggigit bibirnya, kenapa aku jadi tidak tega yah dengannya?

Setelah memasuki apartment dia mengekoriku sambil menundukkan kepala. Aku melemparkan barang belanjaan di dekat sofa. Dia seperti menahan nafas saat melihat wajahku masih kesal.

Kurasa dia ketakutan.

"Duduklah dulu." setelah mengucapkannya aku berlalu ke arah dapur untuk menyegarkan tenggorkan dengan sesuatu yang dingin. Sekilas aku melihat wajah ketakutannya lagi.

Aku menghampirinya, duduk di sampingnya. Ia masih saja menunduk.

"Mau minum?" tawarku. Aku memang masih memegang gelas. Tanpa ragu dia mengambil gelas dari tanganku dan menghabiskannya. Aku sedikit menahan tawa dengan tingkah gugupnya kali ini. Ia memberikan kembali gelas kosong itu kepadaku lalu dengan berani menatap mataku.

Sejenak ia menghembuskan nafasnya.

"Pertama aku mau minta maaf Rez. Aku mengakui hilangnya mobil kamu adalah kesalahanku. Maaf aku tadi ceroboh tidak mengunci mobil kembali. Karena memang awalnya aku hanya mau mengintip. Tapi yah mau bagaimana lagi kejahatan memang bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Untuk itu aku sudah menghitung. Kamu tidak perlu memberikan aku gaji selama aku berkerja di sini. Aku akan mencari kerja dan segera melunasi hutang kamu. Seperti perjanjian awal aku akan tetap mengurusi kebutuhan dan membersihkan tempat ini. Terus ini semua barang belanjaan sebaiknya dikembalikan saja. Aku tidak mau menerimanya." aku menutup mulutnya dengan kedua jariku.

Kicauannya sungguh berisik.

Kenapa aku berfikir aku semakin membebani dirinya yah? Masalah hutangnya dengan Toni belum selesai sekarang malah bertambah dengan kasus mobilku.

Aku melihat sorot mata serius dalam dirinya. Ia mengambil satu tanganku. Menggenggam dengan kedua tangannya. Aku menyukai sentuhannya.

"Aku serius Rez bahkan saat ini aku mau menjual mahkotaku untuk kamu. Sudah aku bilang aku tidak perduli dan ini tidak ada kaitannya dengan masa depanku. Aku tidak berharap mempunyai masa depan indah. Kumohon, ini mungkin caraku membayar kesalahan fatal yang sudah kulakukan. " matanya tajam menatapku.

Dia serius.

Aku menelan ludahku. Haruskah aku menerimanya? Genggaman tangannya jelas terasa dingin, dia bergetar menahan gugup. Aku sadar itu.

"Sudahlah sebaiknya kamu rapikan barang-barangmu ini di kamar itu." aku menunjuk pintu kamar tamu.

"Di sana ada tempat tidur dan lemari kecil. Untuk keperluan mandi kamu untuk sementara pakai sabun milikku saja yah. Besok kita beli perlengkapan lainnya." kataku pelan. Aku meremas tangannya. Menjelaskan agar ia mengangguk setuju dengan perintahku dan juga ingin memberi tanda jika aku tidak akan memperpanjang masalah.

"Tapii.."

"Aku sedang tidak berniat mendengar penjelasan dari kamu Muna! Cepatlah bawa barangmu." dia segera berdiri kikuk.

"Ohiya aku lapar mau pesan makanan kamu mau pesan apa?"

Dia menoleh kepadaku dan berfikir sejenak. Wajahnya sudah berangsur tenang tidak ada gurat ketegangan di sana. Aku mendesah lega. Entahlah melihat wajahnya seperti tadi membuatku merasa sebagai tokoh jahat penagih hutang. Aku tidak menyukainya.

"Kamu mau pesan apa Muna?"

"Aku mau nasi goreng seafood pedas terus minumannya es teh manis. Oh iya tingkat kematangan seafood-nya harus seratus persen. Minyak jangan terlalu banyak nasinya juga kalau bisa jangan bergumpal. Eh tapi tunggu, setelah kupikir-pikir sebaiknya pesan pizzza dan spaghetti aja deh tadi pas di jalan sebelum ke club aku lihat orang makan itu ko enak banget yah. Tapi yah terserah kamu sih mau beli apa kan yang punya duit kamu. Aku mah ngikutin aja. Oke sampai jumpa aku mau ke kamar baruku. Bercengkrama sebentar dengan ruangan yang akan menemaniku setiap harinya. Aku mau berkenalan."

Dan dia kembali. Muna si-lebay.

HARUSKAH AKU BERTERIAK BAHAGIA?

Tuhan aku sudah mempunyai teman serumah sekarang. Namanya Maimunah dengan segala kicauannya.

Gadis aneh dengan caranya sendiri menyikapi jalan hidup.

Sanggupkah aku bertahan?

TBC...
Selasa, 05 Januari 2016
-mounalizza-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top