Bonus - 16

Part kemarin ada beberapa readers yg bilang kalau tulisannya berantakan. Aku bingung di hp sama pc aku nggak apa2. Coba direfresh library kamu atau remove dulu cerita ini baru add lagi. Terus kalo di hp ada info upgrade wattpat ke versi selanjutnya mohon di updgrade mungkin pengaruh dari situ.

•••

(18+)

Rezky (┌_┐)

"Rezky..." suara Muna tepat di belakangku. Aku menoleh dan melihat pemandangan menyakitkan. Gadisku lemah tak berdaya. Muna sepertinya kehujanan. Air begitu banyak menetes dari baju yang ia kenakan.

"Muna.." aku terlonjak kaget dan berdiri menghampiri dirinya. Dia gemetaran. Memakai celana jeans dan kaos hitam santai. Dia membawa tas ransel yang juga sama basahnya. Muna menunduk gemetaran.

"Muna.." panggilku lagi.

"Sebenarnya semalam aku ke sini tapi kamu nggak ada lalu aku pergi lagi tadi pagi, tapi aku kembali lagi ingin menemui kamu. Aku menghubungi ponsel kamu tidak aktif. Jadinya aku menunggu di club tapi anak buah kamu bilang kamu sudah lama nggak ke sana. Kamu masih di Bandung. Maaf kalo aku lancang masuk ke apartement kamu tanpa permisi. Sumpah aku kira kamu nggak ada, aku hanya mau berteduh karena di luar hujan deras dan aku nggak tahu jalan pulang. Semalampun aku di club menggunakan ruangan kamu. Maaf." Muna menunduk tidak berani menatapku.

HARUSKAH AKU BERTERIAK?

Aku rindu gadis di hadapanku ini. Aku butuh kicauan seperti tadi untuk menemani dunia sepiku.

"Muna.." panggilku pelan. Sebenarnya aku ingin memeluknya. Tapi kutahan. Bukan karena tubuhnya yang basah kuyup tapi ini mengenai gengsi seorang pria. Ah aku sudah bersumpah tidak mau terbuai atau mudah luluh dengan Muna. Bagaimana kalau dia datang berniat mengambil barangnya saja? atau dia mau ngundang aku ke acara pernikahannya.

Rezky kenapa berkhayal seperti itu? Masa dalam waktu tiga minggu dia berhasil mendapatkan ganti diriku. Aku saja masih nelangsa memikirkan dirinya. Lagipula seorang Rezky sangat sulit dilupakan.

Bugh..

MUNA TERJATUH...?

Ah aku terlalu lama melamun sampai melupakan gadis kecintaanku tergeletak tak sadarkan diri. Baru kusadari tubuhnya sudah dingin bahkan wajahnya sedikit membiru. Bodoh kau Rezky. Aku segera menggendongnya ke kamar milik Muna. Kamar itu masih tidak berubah semenjak ditinggalkan Muna. Aku tidak merombak bahkan membuang barang peninggalan Muna. Aku membiarkan kenangan Muna di sana tetap terjaga. Hatiku masih yakin pemiliknya akan kembali. Seulas senyum hadir di bibirku akhirnya Muna kembali.

Aku membaringkan Muna perlahan di tempat tidur. Basah sekali bajunya. Ganti bajunya nggak yah?  Tapi kalau nggak diganti dia bisa sakit. Ah ini darurat dan memang diharuskan. Secara tidak ada manusia lagi kecuali kita berdua. Apa hubungi Kim lagi yah suruh balik? Tapi hujan deras di luar. Muna keburu parah sakitnya.

Baiklah Rez ini demi kelangsungan hidup Muna-ku. Sungguh aku bergetar meraba kaos yang Muna kenakan. Aku bagai anak polos tanpa dosa. Kupalingkan wajahku dan segera meloloskan baju basah itu. Setelah itu celana jeans yang cukup menyusahkan untuk dibuka. Aku memejamkan mata saat kepalaku tepat mengarah di tubuh Muna. Ah kenapa aku bergetar ketakutan? Aku tidak bernafsu saat ini, bukan karena lemah syahwat tapi entah ini apa. Aku takut menyentuh Muna.

Dag dig dug Bro..

Baiklah pelan-pelan saja Rez membukanya. Celana ini basah jadi wajar jika berat. Setelah tanganku berkali-kali bersentuhan dengan kulit dingin Muna aku berhasil membuka celananya.

"Berhasil.." ucapku dengan bodohnya. Aku membuka mata dan kembali menutup mata, haduh ini yang paling berat. Sekilas aku melihat pakaian dalam Muna. Sexy dan putih berseri. Kalo kata Ipin Upin yang ngeliat paha ayam goreng.. Slrrp sedapnyee..

Dia hanya memakai pakaian dalam wahai para readers yang kepo... Tumben author-nya baik sama gue dikasih adegan ginian. Eh tapi ini tugas berat loh.. Gue udah tobat... Mau nguji kali nih? Baiklah akan aku buktikan jika aku bukan pria brengsek memamfaatkan keadaan.

Rezky Abdi Negara gitu loh.

"Rezzky.." panggil Muna pelan masih memejamkan mata. Aku spontan menatap wajahnya. Aku berusaha menyingkirkan pikiran aneh-aneh. Fokuslah ke arah wajah jangan yang lain. Muna ternyata mengigau.

Baiklah aku rasa dia demam. Kewajibanku harus mengobati. Aku akan melepaskan pakaian dalamnya karena tidak baik jika dibiarkan. Sejenak aku meraba dan bagian itu basah juga. Berat, ini ujian paling sulit. Mataku tertutup saat tubuhku mendekat ke tubuh Muna. Tanganku menyelinap dipunggung telanjangnya. Kulit tubuhnya sangat dingin.

Ampun dije adegan ini sudah sangat sering aku lakukan bahkan selalu kunikmati tapi kenapa ini sulit yah?

Demi era kebangkitan si tengil Nizar percepat proses ini. Terkutuk kalian yang menciptakan bra ini!!! Kenapa susah sekali membuka pengaitnya? Kalian tahu sebelumnya ini keahlianku dalam urusan buka membuka dan sekarang? Jam terbangku sudah berhenti total semenjak Muna menetap di hatiku. Mohon dimaklumi. Amatir kembali lagi belajar. Awas kau Muna jika aku sudah halal menyentuhmu.

Klik.. Berhasil!!! Segera kulempar penutup puncak paling sialan ke lantai. Lalu tubuhku mundur untuk membuka celana dalam Muna. Secepat kilat kutarik ke bawah. Begitu sampai di ujung kaki kubuang dan segera kutarik selimut tebal untuk menutupi tubuh Muna. Aku bahkan keluar kamar untuk mengambil selimut di kamarku dan kutiban selimut tebal Muna. Hanya wajah Muna yang terlihat selebihnya jika dilihat tubuh Muna mirip tumpukan cucian yang belum disetrika.

Apa yang kulakukan? Ini seperti cucian menggunung. Aku menyelimuti empat lapis dengan selimut tebal. Selimut di kamar ini, di kamarku dan dua cadangan di lemari. Semua untuk menghindari udara masuk dengan tubuh polosnya. Aku mau yang terbaik untuk Muna semampu aku bisa.

Kusentuh kening Muna panas dan gigi Muna terdengar bergemelutuk. Dia masih menggigil.

"Rezky.." panggilnya lirih. Muna sayang kamu harus sehat. Aku mengambil air hangat di dapur menuangkannya dimangkuk lalu mencari handuk kecil. Aku meletakkanya di kening Muna. Berharap panas semakin hilang.

Wajah ini yang kurindukan tapi bukan keadaan seperti ini yang aku mau. Setelah merasa demam Muna sudah menurun aku hanya menatap Muna di sofa samping tempat tidur. Menjaganya hingga dia terbangun sehat kembali lalu hubungan kami membaik. Akupun tanpa bisa dicegah memejamkan mata. Cepat sembuh sayang. Mimpi indah semuanya.

•••

"REZKY.." teriak Muna di dalam kamarnya. Aku sedang berada di dapur membuat roti bakar. Pagi tadi saat aku membuka mata Muna masih tertidur. Akupun bergegas keluar kamar dan membuatkan sarapan pagi untuknya. Aku berjalan pelan sambil membawa satu piring roti panggang ke kamar Muna. Saat kubuka pintu Muna sudah duduk dengan tumpukan selimut yang kuletakkan di atas tubuhnya. Wajahnya lucu seperti roti gulung.

"Bagaimana keadaanmu?" tanyaku santai menghampirinya.

"Ini gerah banget aku serasa sedang sauna." gerutunya lucu. Aku tertawa dan duduk di sampingnya. Tanpa izin aku menyentuh keningnya. Muna terdiam sambil menutupi tubuhnya mungkin dia malu karena tidak memakai apapun di dalam sana. Itu kerjaanku sayang.

"Sudah tidak panas lagi." aku tidak sadar Muna menatapku tanpa kedip. Segera kujauhkan tanganku.

"Maaf.." ucap kami bersamaan. Muna menunduk malu. "Rez aku mau mengganti baju dulu." cicitnya pelan. Sadar mungkin dia risih akan kehadiranku segera kulangkahkan kaki keluar kamar. Masih belum halal Rez, semalam itu darurat. Muna juga terlihat risih kami berada di kamar yang sama.

Kenapa ini terasa asing? Aku merasa ini tidak akan seperti yang kubayangkan. Hadapi saja Rez..

Saat Muna keluar kamar kulihat ia membawa piring roti yang sebelumnya kuletakkan di nakas samping tempat tidur. Muna sudah berganti pakaian dengan wajah segar karena basuhan air, kurasa dia sama sepertiku belum mandi hanya mencuci muka. Dia duduk di hadapanku, dia membawa bungkusan yang tertutup plastik. Muna meletakkannya di meja.

"Rez maaf aku lancang semalam masuk ke sini. Di luar hujan deras. Oh iya kenapa aku bangun tidak memakai baju? Terus selimutnya setebal itu. Apa kamu yang meloloskan bajuku? Berarti kamu lihat dong tubuh polosku? Aku ko nggak sadar yah tiba-tiba udah pagi aja? Kepalaku pusing dan kedinginan semalam. Kelamaan nunggu di bawah karena kupikir kamu nggak akan datang aku berniat mengambil baju-bajuku aja eh taunya kamu lagi tiduran di sofa. Terlanjur masuk yah dengan berani aku sapa kamu. Nggak terlintas dibenak aku jika akan terbangun dengan kondisi seperti tadi." ini dia Muna-ku. Alunan yang kurindukan walaupun memusingkan.

Kalian tahu Muna berkicau sambil menunduk, jari tanganya ia tautkan sambil dimainkan secara gugup. Aku tahu Muna terkejut karena tidur dalam keadaan polos.

"Tenang saja aku hanya melakukan yang seharusnya dilakukan menolong orang sakit. Kamu hanya tidur dan aku tidak menyentuh kamu lebih jauh." jawabku pelan. Tiba-tiba aku susah ingin membahas masalah kami lebih tepatnya status kami sekarang.

"Iya aku tahu." cicitnya pelan. Muna mengambil bungkusan di atas meja itu. Membukanya perlahan dan menyerahkan satu tas kecil ke arahku.

"Apa ini?" tanyaku bingung. Aku mengambilnya dan membuka perlahan. Mataku seketika melebar tak percaya.

"Itu uang seratus juta untuk permulaan. Sisanya hutang-hutangku akan aku cicil bertahap. Kamu tenang saja aku tidak akan lari dari kewajibanku membayar hutang. Aku akan tetap berkerja sama kamu." dadaku bergemuruh. Sabar Rezky..

Jadi dia mau bertemu denganku untuk urusan hutang sialan?

"Mau kemana?" aku menahan tangan Muna yang hendak berdiri. "Mau merapikan barang-barangku. Hmm sebenarnya aku nggak berhak sih secara itu pemberian kamu. Aku mau mencari tempat tinggal. Tapi kamu tenang saja aku tetap kerja di club seperti sebelumnya."

Muna bahkan tidak berniat membicarakan status hubungan kita. Apa karena memang dia tidak mau berhubungan lagi denganku? Oke Muna permainan dimulai.

"Siapa yang menyuruh lo pergi dari sini? Kerjaan lo kan juga merapikan tempat ini baru di club. Tinggal di sini dan urus kebutuhan gue." maaf Muna aku juga masih marah kalau begini caranya. Aku berdiri meninggalkan Muna yang masih berdiri terkejut dengan panggilan kasar dariku. Jika masih dihadapannya kupastikan aku akan terus menyakitinya dengan kata-kata pedasku.

"Kalau lo udah sehat tolong bereskan dapur tapi kalau masih pusing istirahat aja hari ini gue kasih libur." teriakku sebelum aku masuk ke kamar sambil membanting pintu.

ARRGHH...

Jahatkah aku? Tapi Muna sendiri bersikap santai seolah kedekatan kita yang lalu tidak ada. Terserah lah.

•••

"Love me like you do, love love love love me like you do.."


Arrrg.. Bisa gila lama-lama gue. Ini sudah hampir tiga minggu Muna kembali dan selama itu juga tidak memulai membicarakan tentang kandasnya hubungan asmara kita. Apa aku saja yang selalu geram bahkan geregetan? Kenapa Muna bisa lupa? Muna bahkan bertingkah seperti biasa ceria, petakilan, lebay, cerewet dan teman-teman sebangsanya itu. Sedangkan aku? Nelangsa bertemankan kegalauan. Ah aku semakin lebay. Ini karenamu Munaaaa..

Kalian tahu Muna sangat santai dengan semua ini. Dia berkerja sangat baik di apartment dan club. Dia juga mulai menimbang perintahku melanjutkan pendidikan, mendaftar kuliah. Aku sih memaksa tapi dia masih simpang siur. Gajinya masih ia fokuskan membayar hutang kepadaku. Akupun hanya pasrah seolah jengkel dengan sikap tak perdulinya. Katakanlah aku brengsek tapi egoku sebagai pria bermain dan menang menguasai di isi kepala. Aku masuk ke permainan Muna dan aku juga yang termakan aksinya.

Arrgh.. Muna benar-benar bonus terlangka dan aku tak akan membuangnya begitu saja. Dia milikku selamanya.

Sekarang ini aku sedang berada di dalam mobil. Sambil mendengarkan lagu galau, tingkahku mungkin sudah mendekati gila di stadium satu atau dua. Terserahlah. Aku sedang frustasi.

Mobil kulajukan menuju club. Rencana menjual saham club memang sedang kupikirkan tapi Muna masih berkerja di sana. Nanti aku tidak bisa melihat tingkahnya sehari-hari. Galau lagi deh. Jadi ku pending dulu.

Setiap pagi dia tetap menyiapkan aku sarapan, pakaianku pun sudah ia siapkan. Semua tempat di apartement sudah ia rapikan setelah itu baru ia akan pergi berangkat sendiri menuju club. Di sana tugasnya merapikan tempatku. Ruanganku dan segala kebutuhanku. Makan siang sampai makan malam, bisa dibilang dia asisten pribadiku. Sebenarnya aku merasa bersalah tapi Muna terlihat menikmati dan lagi-lagi egoku bermain. Biarkanlah Muna seperti ini. Hitung-hitung latihan sebagai istri. Modus nggak ada salahnya.

Aku menatap layar ponselku karena ada sebuah panggilan. "Iya.. Apa? Oke baiklah jika dia mau datang ke club silahkan tapi sebisa mungkin jangan pertemukan Muna dengannya jika tidak ada aku. Baiklah."

Sekedar pemberitahuan aku berhasil menemukan ayah Muna. Om Chandra namanya. Aku meminta anak buahku mencari alamatnya dan akupun memberanikan diri bertemu dengannya. Kalian tahu seperti apa penampakannya? Dia sangat mirip dengan Nizar sekilas, hanya saja kerutan demi kerutan tempampang jelas di wajahnya. Tubuhnya juga mulai ringkih.

Bisa dikatakan dia tidak sedang baik-baik saja di usia yang baru memasuki kepala lima. Anak buahku mencari tahu perihal kondisi Om Chandra. Terrnyata dia mengidap penyakit hepatitis, aku tidak tahu dia terkena virus yang mana yang jelas dilihat dari bahasa tubuhnya dia mungkin sudah mengidap H virus C. Terlebih dilihat dari gaya hidup sebagai seorang peminum kelas berat dari masa muda.

Saat aku bertemu dengan Om Chandra ada rasa kasihan karena ia hidup seorang diri di counter ponsel. Dia menjual pulsa dan beberapa ponsel murah di depan rumah kontrakan. Wajahnya sedikit berwarna kuning pucat. Jelas penyakit itu terus menggerogoti kesehatannya.

"Maaf langsung saja Om saya ini calon suami putri Om, Maimunah. Saya datang ke sini meminta restu Om sebagai ayah dari Muna. Saya mau melamar putri Om."

"Dari mana anda tahu keberadaan saya?"

"Tante Mira yang memberi tahu."

"Mira memang berhati mulia. Dimana Muna?"

Pertanyaan yang membuat hatiku bingung menjawab. Om Chandra seakan mengerti diamku.

"Sudah sewajarnya dia tidak mau bertemu denganku. Pemabuk yang membuat hatinya kecewa."

"Apa Om mau menikahkan kami?"

"Om bersedia asal Muna menemuiku."

"Saya akan usahakan tetapi apa saya bisa menjamin anda akan berbuat baik kepada Muna? Maaf kalau perkataan saya kurang berkenan."

"Saya tidak akan mengulangi kesalahan fatal saya dimasa lalu. Saya hanya mau meminta pengampunan dari Muna. Supaya jalan saya meninggalkan dunia bisa tenang."

Perkataan Om Chandra terus saja menghantuiku. Sampai detik ini aku belum jujur kepada Muna. Aku takut dia kembali pergi dari hidupku. Aku masih menikmati kebersamaan aneh kami. Aneh karena kami bagai teman biasa dan Muna menikmatinya. Situasi seperti ini saja sudah lebih dari cukup dibandingkan tidak ada Muna sama sekali.

Kesian bener nasib lo Rez..
Miris memang tapi aku menikmatinya.

"Siang boss.." panggil anak buahku saat sampai di club. "Dimana Muna?"

"Masih di ruangan boss.." aku hanya mengangguk dan bergegas ke arah bar tempat di mana aku bisa mengalihkan perhatian dari Muna. Kuakui sifat pecicilan Muna yang seolah tidak terjadi apa-apa denganku membuat hati ini sebal dibuatnya. Muna kapan peka nya...? Aku butuh dimanja tulus dari kamu.

Tuk.. Tuk ..

Kulirik ke samping kanan seorang yang sangat kusayangi sedang mengetuk meja bar.

"Wow..wow..wow ada apa gerangan wanita cantik bernama Kimberly Setiawan Rahmad mengunjungi club-ku ini?" kemana saja sahabatku ini? Terakhir bertemu saat aku mengantarkan ke rumah sakit. Hari dimana Muna memulai aksi biasanya kepadaku. Hufft kenapa aku jadi mengingat itu. Rezky hadapi ini, sekarang fokuslah kepada Kimberly.

"Kamu kemana saja cantik? Tidakkah kamu rindu denganku?"

"Aku sibuk." ketus Kimberly. Sepertinya aku tahu kenapa dia seperti ini. Oke aku tahu kesukaan Kim. Segera kuberikan botol kaleng soft drink berwarna biru kesukaannya. Dan benar saja sekali minum cairan itu habis tak tersisa. Ada apa dengan Kimberly? Apa dia sama galaunya denganku?

"Hei cantik are you okay?" aku mengambil minumannya.

"Kim?" tanyaku pelan. Dia menatapku garang. Kenapa lagi dia?

"Kenapa Kevin nggak menghubungiku? Mencariku atau berniat temu janji denganku?" tanpa diduga Kim menarik bajuku. Oh ini ulah si Kevin. Tapi bukankah Kevin sudah kembali. Kemarin saja dia ke sini bertemu denganku dan Satria.

"Jadi Kevin sudah pulang dan acara pengasingan cinta kalian sudah selesai?" aku pura-pura tidak tahu.

Kimberly mengangguk. "Seharusnya seminggu yang lalu sesuai batas waktu." jelas Kimberly parau bercampur emosi. Aku ingin tertawa.

"Hihihihi.." Kimberly menatapku dengan wajah ingin memakanku hidup-hidup. Galau niyee...

"Kenapa tertawa?" ketusnya. "Ada yang lucu?" sambungnya. Kerjain ah.

"Kan sesuai perjanjian jika Kevin menemukan wanita lain kamu harus ikhlas. Nggak ingat?" dia diam. Dasar wanita mulut sama tingkah berbeda.

"Dia lupa kali perjanjian itu?" Kimberly menggeleng. "Nggak mungkin."

"Mungkin juga dia tidak tahu kamu sekarang tinggal di mana." Kimberly kembali menggelengkan kepala. Aku tertawa.

"Dia udah bisa ke rumah Silla dan Ar. Dia juga udah bisa pergi ke rumah Mas Dipta. Oh jangan lupakan dia juga pergi menemui Babe dan emak. Bahkan dia sudah bertemu Satria di kantornya. Kenapa mencariku dia tidak bisa? Oh no no no.. bukan tidak bisa tapi tidak mau. Kenapa? Kenapa?" teriak Kimberly.

Yah jadi marah.. Si Kevin ini gimana sih? Entar nyesel deh si Kim dibuat galau. Bikin pusing aja udah gue lagi galau ditambah galau.

"Yah mene eke tehe."

"Hukh sama aja." gerutu Kimberly padaku. Aku jadi kasihan dengan dia.

Tanpa sadar lagi-lagi aku terkekeh melihat Kimberly gundah gulana seperti kehilangan arah. Baiklah aku akan membantu.

"Mau gue temenin ketemu Kevin?" tawarku kepadanya. Dia menggeleng bingung.

"Jangan deh mungkin emang dia nggak mau ketemu aku." Kimberly menjawab lemah. Haduh kalau main kucing-kucingan begini kapan kelarnya. Gue aja hampir dua bulan bisa keriput. Ini satu tahun. Pasangan aneh.

"Tunggu sebentar yah gue rapiin minuman-minuman ini habis itu kita jalan. Have fun cantik." aku janji akan mempertemukan kamu dengan Kevin. Aku juga mau menghindari Muna sebenarnya.

"Arrhhg tidak Rahul..." panjang umur nih anak. Baru dipanggil di dalam hati langsung datang.

"Ck.. Silebay nongol." kalian lihat saja tingkahnya yang seolah hubungan kami baik-baik saja. Dia berlari ke arahku lalu mengambil gelas dan aneka minuman yang sedang ku tata.

"Jangan Rahul sudah aku bilang jangan menjerumuskan diri dan jiwa raga ini dari minuman pembawa sial." perlu kuberitahu semenjak aku memangil panggilan lo dan gue untuk kita berdua dia justru aneh. Dia memanggilku Rahul. Korban India.

"Rezky. Nama gue Rezky."

"Nanti kamu kaya Rahul jadi pecandu minuman." apa dia menyamakan aku dengan papa-nya yah? Ah sebal.

"Gue jualan ini bawel, lagian siapa yang mau minum." Muna tidak bergeming dan tetap mengambil paksa botol minuman di tanganku. Kim memperhatikan kami berdua.

"Heh apa-apaan sih lo ganggu. Udah sana kerjain bersih-bersihnya? Udah rapi belum?"

"Sudah selesai. Beres Rahul.." jawabnya santai. Sikap cuek inilah yang membuat aku geram terus. Kapan dia akan memanggilku Rezky sayang?

"Rezky bukan Rahul. Kebanyakan nonton film India sih lo."

"Rahul di film itu ia mati bunuh diri, dan aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi sama kamu. Depresi boleh lampiaskan saja sama aku."

KAMU YANG MEMBUAT AKU DEPRESI MUNA..

Sabar Rezky.. Sabar...

"Nih silebay lama-lama gue lempar ke hutan deh." tanggapan Muna hanya tenang sambil mendekatiku. Ia melirik Kimberly yang asyik menonton drama kami.

"Oh Rahul ini pertengkaran pertama kita di depan wanita cantik." Muna tersenyum manis kepada Kimberly. Kenapa aku berharap ia cemburu yah? Tapi salah faham bukan solusi. Aku pantang memancing dengan orang ketiga.

Hubungan itu hanya ada kau dan aku tidak akan ada dia dalam kisah kita.

"Udah jangan ganggu sahabat gue." ku harap Muna tidak salah faham. Aku mempertegas status Kim di hatiku. Kim kuanggap adik perempuanku.

"Sana bersih-bersih." Muna justru bertahan.

"Hai sahabatnya Rahul yah? Kenalkan aku Muna." dia mengulurkan tangan kepada Kimberly.

"Maimunah nama panjangnya." aku menyikut tangan Muna. Sudah lama rasanya aku tidak bersentuhan dengan Muna. Terakhir saat aku menelanjanginya. Ah Rezky jangan mesum. Bahkan kau sekarang mendekati kurang gairah. Penyakit Kim bisa menular kepadaku kalau terus begini.

"Iya panjangnya Maimunah, you can call me Muna." lihat si Muna tetap ceria.

"Kimberly." balas Kimberly. Aku tahu dia meminta penjelasan kepadaku.

"Oh My God tangannya lembut sekali kaya lap kanebo basah, sensasinya begitu berbeda." jelasnya riang.

"Berisik lo. Udah lap-lap lagi sana." aku mendorong Muna jauh dari kami. Aku takut terlena dengan kicauannya. Memangnya kapan kicauan Muna tidak membuatmu tersihir?

Kimberly menatapku bingung. Aku tahu ia menahan tawa. Seorang Rezky gitu bisa berinteraksi aneh dengan kaum hawa.

"Ini emang mau melanjutkan perkerjaan. Ini mau nge-lap meja." balas Muna sambil meraba meja dengan lap yang ia bawa.

"Dari ujung sana aja jangan di sini. Ganggu pemandangan aja." ketusku sekali lagi. Aku menutupi rasa gugup. Sudah lama aku tidak menyentuh tubuhnya.

"Permisi Mbak Kimberly. Oh ini ucapan permisi yang sangat sopan yang pernah aku ucapkan ditengah badai pertengkaran ku dengan dia." jelas Muna dengan gaya mendongeng. Kimberly menahan tawa. Bingung kali Kimberly.

Dia lucu yah Kim? Tahan Rez..! Jangan tersihir..!

"Udah cepet sana lebay." bentakku palsu.

"Oh..Bahkan bentakan kamu sungguh merdu." jawab Muna ekrpresif membuat aku menarik nafas dan membuangnya pelan-pelan.

"Muna si lebay." jelasku pelan. Tangan Kim mengetuk lenganku. Aku tahu ia meminta penjelasan.

"Oh kaca ini begitu bersih mengkilat. Sebening hatiku tanpa debu." ucap Muna sendiri saat sedang membersihkan meja. Bagaimana aku bisa menjelaskan kalau Muna ada di sini. Konsentrasiku bisa kacau.

"Dia tanpa beban yah?" ucap Kimberly.

"Yang denger malah terbebani." jawabku jengkel. Aku kesal kenapa Muna tidak galau seperti aku!!!

"Dia siapa Rez?" tanya Kimberly berbisik. Mata kami menatap Muna yang sedang mengambil botol pembersih kaca. Aku baru sadar tubuh Muna sedikit kurus.

"Siapa lagi kalau bukan bonus salah alamat yang kamu kirim waktu itu." habis ini aku harus mencekokinya makanan. Dia harus sehat.

"Perasaan aku request seperti biasa langganan kamu deh. Bukan dia, aku aja nggak kenal. Lagipula kamu sudah lama nggak pernah meminta bonus sama aku. Apa jangan-jangan udah kecantol sama dia?" bukan kecantol  lagi tapi sudah nempel di hati.

"Udahlah terlanjur. Nasi udah dibikin tumpeng mau diapain lagi." lihat Muna sekarang dia dengan santainya bernyanyi riang dan berceloteh sendiri seolah hidupnya tanpa beban.

"Tunggu Rez dia yang kamu bilang masih virgin itu?" Kimberly melebarkan matanya merasa bersalah.

"Dia kaya apa di kamar Rez? Ceria banget padahal kamu kan pria brengsek." desis Kimberly menyindir.

"Sampai sekarang juga dia masih virgin." jujurku pelan. Aku tersenyum menatap Muna.

"Ko bisa?" tanya Kimberly tak percaya. 

"Seorang Rezky bisa menahan gairah. Muna termasuk gadis cantik, tubuhnya memenuhi syarat idaman seorang Rezky" aku aja bingung. Masih aku ingat saat Muna berhasil mengganggu konsentrasiku di atas ranjang.

"Gimana gue bisa konsentrasi. Kalau dia bilang, oh ini buka baju pertama aku, oh ini tangan ini sungguh membuat aku nyut-nyut, oh celana kamu sungguh berbeda saat dibuka, oh gesper ini sungguh panjang, oh rambut kamu sungguh hitam dan masih ada oh-oh lainnya yang sungguh membuat hidupku pusing, gairahku hilang seketika." Kimberly menahan tawa. Tertawalah sepuasmu. Nasibku memang lagi nelangsa.

"Aku serius Kim aku bisa terkena vaginismus lama-lama berdekatan dengan dia." Kimberly tertawa geli.

"Terus kenapa dia bisa di sini?"

Karenaa...

"Nggak punya tempat tinggal lagipula mobil aku dirampok maling gara-gara dia. Dia punya hutang banyak sama aku." gerutuku berbohong, aku terus meneliti pergerakan riang Muna.

"Haduh air ini menggenang seperti tangisanku setiap malam. Eh kapan aku nangis yah? Hihihihi.." Kimberly melongo mendengar Muna berbicara sendiri.

"Dia bisa tinggal denganku kalau kamu mau?"

Apa? Tidak akan aku izinkan.

"Dia tinggal di apartment sama aku." kataku pelan.

"Uhuk.." Kimberly terbatuk dan sedikit menyemburkan minumannya. Muna menatap horor adegan itu. Yah rame deh.

"Haduh Mbak kenapa? Apa gelasnya kotor dan tidak bersih padahal aku membersihkannya dengan hati tulus nan ikhlas." Muna menghampiri kami sambil membawa tissue .

"Udah jangan lebay. Bersihin ini." ketusku. Muna mengambil kembali pembersih kaca.

"Dia tinggal sama kamu?" cecar Kimberly heran. Aku mengangguk santai.

"Dia juga bersihin apartment aku ko. Jangan salah faham aku juga bayar kuliah dia." belaku bohong mengalihkan kecurigaan Kimberly.

"Permisi semua." Muna datang dengan wajah riang. Kenapa dia harus RIANG?

"Kaca ini beruntung kena siraman Mbak cantik benar-benar suatu anugerah." aku berharap kamu cemburu dengan Kimberly.

"Gelas ini juga bagai alat minum langka dia bisa jadi pemecah record menjadi gelas terpuji karena digunakan Mbak cantik." kulihat Kimberly tak bisa menahan tawa.

Bingung kali ada penampakan manusia antik dan menggemaskan.

"Bangkunya juga pasti jika hidup ia akan bahagia. Menopang tubuh indah Mbak. Ck aku cemburu." Muna masih terus berkicau.

"Ini tempat tatakan gelas juga beruntung, dihimpit meja dan gelas tapi tetap dingin karena udara sejuk menjelma di butiran uap yang turun dari gelas. Ini anugerah." oke si lebay terus beraksi.

Ini tidak bisa dibiarkan. Kicauannya akan semakin membuatku luluh. Drama ini akan terus kumainkan.

"Gue kan udah bilang jangan lebay kalo kerja, berisik. Semua lo komentarin. Diam aja napa sih? Segala tatakan gelas lo ocehin." tegurku keras.

"Semua benda itu punya nilai filosofi.." kali ini tatapanku tajam kepadanya, Muna sadar sendiri untuk diam.

"Iya iya boss Rahul." memanggil namaku saja dia tidak mau.

Muna sudah selesai membersihkan kaca saat ingin keluar dari lingkaran meja bar ia melihat satu piring berisi sisa kulit kacang di sana. Apa yang akan dia kicaukan yah?

"Haduh piring ini sungguh kasihan.." dia melirikku yang sedang konsentrasi dengan pergerakannya. Apa ada filosofi tentang kulit kacang berserakan di piring? Ah kenapa aku jadi penasaran?

"Ini yang terakhir." perintahku memberikan persetujuan Muna melanjutkan ocehan lebay-nya. Kimberly tertawa melihat tingkahku. Bodo amat ah..

"Bener nih Rahul mau dengar?" ledek Muna. Bodohnya aku mengangguk jengkel karena penasaran. Apa artinya kulit kacang itu?

"Piring ini sungguh kasihan karena harus ditumpangi kulit kacang kering ini, bayangkan wajah foto profile facebook kamu mirip kulit kacang ini garing nggak berbobot." lalu tertawalah Muna sambil berlari menghindari kemarahanku. Kimberly tertawa sangat puas.

"Awas lo Muna." geramku. Muna kapan kamu galaunya?

"Hahaha.." tawa Kimberly sudah tidak kuhiraukan lagi.

"Dia benar Rez foto profile facebook kamu memang membosankan." ledeknya. Tawa Kimberly seakan lupa akan kisah cinta galaunya. Gue sebut nama Kevin kembali galau pasti.

"Udah gila tuh cewek." bingung aku mengacak rambut sendiri.

"Udah gila tapi jadi roomy." sindir Kimberly.

"Mau bagaimana lagi." haruskah aku jelaskan sekarang?

Ah kasihan. Kimberly masih dilanda tanda tanya perihal janji pengasingannya. Sabar Kim kekasihmu itu lagi usil mengerjai kamu. Kimberly terlihat mengangkat panggilan ponselnya. Aku mengamati di mana keberadaan Muna.

"Aku pergi dulu yah Mbak Zara ngajakin kumpul di rumahnya. Rez salam sama Muna. Aku serius kalau kamu mau dia bisa tinggal di rumahku."

"Tidak dia harus tinggal denganku." ucapku tak terbantahkan.

"Jangan terlalu galak sama dia. Dia sepertinya gadis baik-baik." Kimberly pergi berlalu meninggalkan hatiku yang sedikit merasa bersalah. Apa aku terlalu galak dengannya? Tapi dia sendiri cuek dengan ketidakjelasan hubungan kami. Ah kenapa aku jadi melow nggak jelas gini sih?

Sebaiknya aku menyegarkan wajahku dengan air. Aku berjalan memasuki kamar mandi. Di cermin aku menatap wajahku yang sedikit kacau. Bulu halus banyak tumbuh di dagu dan ujung pipiku. Rambutku kacau tak teratur. Muna benar-benar membuatku gila.

Saat aku keluar kamar mandi tubuhku bertubrukan dengan Muna. Dia seperti sedang terburu-buru.

"Muna kamu kenapa?" tanyaku penasaran karena ia menunduk. Dan saat aku menarik dagunya agar wajah kami saling bertatapan ada sesuatu yang keluar di matanya. Muna menangis.

Ini pertama kalinya aku melihat cairan bening itu keluar dari mata Muna. Selama ini aku tidak pernah melihat ia menangis. Muna hanya diam bahkan sempat berteriak tapi belum sampai tahap menangis. Dan sekarang aku melihatnya sedang berlinang air mata? Jika Muna juga merasakan galau seperti ini aku tidak akan mengizinkan.

Aku tidak rela dia seperti ini.

"Rez.." panggilnya lirih sambil menarik baju bagian dadaku. Muna menggeleng gugup. Dia bahkan memanggil namaku.

"Aku tidak mau bertemu dengannya. Aku mohon. Kenapa mencintaimu begitu berat hingga aku harus bertemu kembali dengannya? Tidak bisakah jangan bawa dia diantara kita?" mohon Muna sambil terus menangis bahkan semakin banyak tetesan air yang keluar dari mata indahnya.

Aku diam menikmati kesakitan Muna. Inikah yang kamu harapkan Rez? Tangisan dari wanita yang kamu cintai?

"Boss ada seorang pria tua bernama
Pak Chandra ingin bertemu." cengkraman tangan Muna di bajuku semakin kuat dan tangisannya semakin pecah tak terhindari.

"Kumohom jangan bertemu dengannya Rez! Aku mencintaimu hiks..." isaknya pilu.

TBC..
Jumat, 19 Februari 2016
-mounalizza-
•••

Mulmed : Ellie Goulding
Love me like you do.

=You're the light, you're the night
Kaulah cahaya, kaulah malam gulita

=You're the color of my blood
Kaulah warna darahku

=You're the cure, you're the pain,
Kaulah obat, kaulah rasa sakit

=You're the only thing I wanna touch
Kaulah satu-satunya hal yang ingin kusentuh

=Never knew that it could mean so much
Tak pernah kutahu ini bisa begitu berarti

=So much
Teramat sangat

=You're the fear, I don't care
Kaulah rasa takut, aku tak peduli

=Cause I've never been so high
Karena aku tak pernah begitu senang

=Follow me through the dark
Ikuti aku di dalam gelap

=Let me take you pass outside the lights
Biar aku membawamu keluar dari cahaya

=Even see the world you brought to life
Bahkan melihat dunia yang kau hidupkan

=To life
Hidupkan

=So love me like you do
Maka cintailah aku seakan kau benar-benar mencintaiku

=Lo-lo-love me like you do
Cin-cin-cintai aku seakan kau benar-benar mencintaiku

=Love me like you do
Cintai aku seakan kau benar-benar mencintaiku

=Lo-lo-love me like you do
Cin-cin-cintai aku seakan kau benar-benar mencintaiku

=Touch me like you do
Sentuhlah aku seakan kau benar-benar menyentuhku

=To-to-touch me like you do
Sen-sen-sentuhlah aku seakan kau benar-benar menyentuhku

=What are you waiting for?
Apa yang kau tunggu?

=Fading in, fading out
Muncul, menghilang

=On the edge of paradise
Di tepi surga

=Every inch of your skin
Setiap inci kulitmu

=Is a holy grail I've got to find
Adalah cawan suci yang harus kutemukan

=Only you can set my heart on fire
Hanya dirimu yang bisa menggelorakan hatiku

=On fire
Menggelorakan

=Yeah, I let you set the pace
Yeah, kubiarkan kau mengatur langkah

='Cause I'm not thinking straight
Karena pikiranku sedang tak jernih

=My head's spinning around
Kepalaku berputar-putar

=I can't see clear no more
Aku tak bisa lagi melihat dengan jelas

=What are you waiting for?
Apa yang kau tunggu?

=I'll let you set the pace
Kan kubiarkan kau mengatur langkah

='Cause I'm not thinking straight
Karena pikiranku sedang tak jernih

=My head's spinning around
Kepalaku berputar-putar

=I can't see clear no more
Aku tak bisa lagi melihat dengan jelas

=What are you waiting for?
Apa yang kau tunggu?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top