Kisah 7 :: Berteman
Yesa sudah jelas bisa menebak kalau cowok yang ada di hadapannya ini tidak percaya apa yang dia katakan. Memang terlihat seperti tidak mungkin. Di jaman yang serba canggih seperti sekarang, apa saja bisa dimanipulasi termasuk apa yang baru saja ia katakan. Yesa sebenarnya tidak berharap kalau Abidzar akan percaya, karena memang banyak dari anggota khusus seperti dirinya yang lain tidak percaya kekuatan yang ia miliki.
Bisa dibilang, kekuatannya cukup langka di antara mereka. Padahal, sebelum dirinya, sang ibu sudah memiliki kemampuan ini terlebih dahulu yang sayang sekali, beliau hanya bisa bertahan di usia ke 40. Maka dari itu mungkin banyak yang tidak percaya mengenai kekuatannya.
Yesa masih menunggu respon dari Abidzar. Terhitung sudah dua menit laki-laki itu terdiam. Mungkin terkejut, atau justru tidak percaya seperti apa yang Yesa duga. Jemarinya memainkan sedotan kaca dalam gelas minumannya, matanya memang menatap lurus ke arah Yesa, tapi gadis itu mengerti Abidzar sepenuhnya sedang berpikir.
"Gue baru kali ini denger kekuatan kayak gitu." Sudah Yesa bilang bukan, Abidzar memang sedang terkejut.
"Tapi jujur keren banget, deh. Lu kalau jadi pejabat keknya bakal menang telak, deh. Jangankan pejabat, presiden juga bisa, tuh." What? Apa yang Yesa duga ternyata salah. Alih-alih merasa tidak percaya, Abidzar ternyata sedang mengagumi kekuatannya?
Manusia seperti apa Abidzar ini.
"Lo percaya?" Cowok itu mengangguk.
"Gue emang nggak bisa baca apa yang ada di hati lo, tapi gue bisa lihat mata Lo jujur. Jadi buat apa nggak percaya?"
Wah, orang ini aneh. Yesa baru pertama kali bertemu orang seperti Abidzar. Mungkin sebenarnya memang banyak, tapi ia tidak pernah menemuinya secara langsung. Bagaimana cowok ini bisa berpikiran sepositif itu di dunia yang sedang kacau balau ini? Tidak bisa dibiarkan, Yesa perlu berteman baik dengannya.
Tidak, tidak. Bukan maksud Yesa untuk memanfaatkan Abidzar. Ia berkata demikian karena Yesa dan energinya selalu terbawa dengan orang-orang di sekelilingnya. Jika orang itu positif maka energi yang ia bawa akan positif dan begitu sebaliknya. Sayang sekali, selama berteman Yesa tidak pernah mendapatkan teman seperti Abidzar. Pembawaannya positif meski tidak seratus persen, tentu manusia memiliki sisi negatifnya masing-masing. Termasuk Abidzar yang kadang memiliki sikap tidak percaya diri dan pesimis.
Yesa tahu informasi itu dari pusat. Orang yang mengirimnya ke sini menceritakan semua hal tentang Abidzar agar ia bisa cepat dekat dengan cowok itu dan bisa bekerja sama dengannya. Begitulah dunia manusia berkemampuan khusus tercipta. Ada banyak sekali tanda tanya dan rahasia di dalamnya. Tidak ada kata putih bersih dalam dunia itu.
"Kenapa bisa lo menganggap kemampuan gue keren? Nggak ada salah satu keinginan gue buat jadi pejabat, jadi menurut gue itu nggak keren sama sekali."
"Kalaupun lo nggak jadi pejabat, masuk kepolisian kan bisa. Detektif misalnya? Atau jaksa? Pengacara?"
Dunia yang Abidzar sebutkan itu tidak pernah ada dalam list keinginannya. Dan sampai kapanpun, Yesa tidak akan pernah mau menyentuh dunia-dunia gelap itu. Dunia manusia jaman sekarang memang penuh tipu daya, tapi jauh lebih hitam lagi dunia yang baru saja Abidzar sebutkan. Tidak salah satu, semuanya. Jangan salahkan Yesa, karena ini semua adalah anggapannya semata. Bisa jadi di mata orang lain sama seperti Abidzar, dunia yang keren.
Cukup sampai di sini pembahasan terkait dunia kelam itu. Yesa perlu kembali meluruskan niatnya mengajak Abidzar bertemu siang ini, di cafe langganannya ini. Setelah mengetahui kekuatan masing-masing, Yesa ingin tahu bagaimana strategi cowok itu selama sebulan ini untuk melakukan misinya. Ia ingin tahu, mengapa orang-orang itu malah mengirimkannya ke sini untuk membantu bocah tengil di depannya ini.
"Jadi ... Strategi lo selama ini gimana?"
Abidzar terlihat diam lagi, matanya memandang lurus ke depan, entah apa yang sedang cowok itu pandangi. Katanya terlihat serius kembali. Wajah tengil dan menggoda tadi sudah hilang digantikan dengan wajah serius.
"Strategi, ya?"
***
Bicara tentang strategi, menurut Abidzar apa yang ia lakukan selama ini memang kurang tepat. Menyembunyikannya pada gadis di depannya ini jelas merupakan hal yang sia-sia. Abidzar bisa melihat keseriusan di wajahnya. Benar-benar terlihat seperti wanita galak yang sedang menginterogasi kekasihnya. Serius sekali ekspresinya.
"Ada dua strategi yang kemarin gue jalanin. Pertama, gue ngedeketin orang-orang yang menarik, terkenal dan pastinya ganteng. Gue pepetlah mereka itu buat nyari tahu alasan kenapa mereka nggak tertarik pacaran. Kedua, gue melakukan hal yang sama, tapi ke cewek-cewek biasa aja. Tapi ternyata apa yang gue dapetin malah sia-sia. Gue nggak nemu satu pun petunjuk yang bisa gue lakuin buat bikin mereka setidaknya saling suka. Beneran sesusah itu ternyata."
Itu adalah jawaban terbaik yang bisa Abidzar berikan pada Yesa. Abi jelas mengerti kalau caranya kurang tepat. Ia juga ingin tahu bagaimana pandangan gadis itu terkait hal ini. Dan sebesar apa bantuan yang gadis itu berikan padanya nanti.
"Jelas cara lo salah." Abidzar mengangguk, ia mengakui.
"Ngedeketin mereka lalu ngorek informasi nggak bikin mereka merasa tertarik buat ngejalanin hubungan. Di jaman sekarang, masih banyak manusia yang menganggap punya hubungan, pacaran, menikah dan lain sebagainya hanya hal-hal yang menghambat karir. Hal tidak penting, nggak perlu dilakuin. Makanya gue bilang, cara lo salah."
"Gue tahu kok, cara gue kemaren itu salah dan nggak tepat banget. Nggak efektif. Makanya pas gue nulis laporan, beberapa waktu kemudian gue dikabarin kalau bakal ada orang yang bantuin gue di sini."
Itu memang benar. Setiap ada misi tertentu, Abidzar wajib memberikan laporan. Mungkin berdasarkan hasil laporan itu, membuat para pemimpin komunitas mereka akhirnya mengirimkan Yesa sebagai bala bantuan padanya. Abidzar bersyukur, karena dengan begitu ia tidak melakukan semua misi sulit ini sendirian. Ia memiliki teman yang bisa menjadi tempatnya mencari solusi, mencari penyelesaian. Semoga saja ke depannya hubungan Abidzar dan Yesa lebih dekat.
"Kayaknya gue perlu waktu buat mikirin strategi yang baik gimana. Gue perlu waktu setidaknya buat menganalisis apa yang ada di lapangan. Tapi apa yang lo lakuin sebenarnya nggak salah-salah banget, kalau gue pikir. Justru bagus karena dengan begitu lo tahu dan ngerti apa yang membuat mereka ogah menjalani hubungan. Mungkin dari situ kita bisa menemukan strategi yang tepat."
Apa yang baru saja Yesa katakan seolah membuka jalan pikiran Abidzar. Kenapa ia tidak menganggap apa yang ia lakukan sebelumnya sebagai pembuka dan langkah awal menuju strategi berikutnya? Sial sekali, Abidzar malah ketahuan oleh Yesa kalau ternyata ia tidak bisa berpikir sejauh itu.
"Nggak papa, kapan-kapan kita ketemu lagi setelah gue selesai menganalisis. Gimana? Buat sekarang, sudahi obrolan kita sampai di sini. Gue yakin lo pasti banyak kegiatan kan setelah ini?" Gadis itu menawarkan Abidzar untuk pergi dan bertemu lagi nanti.
Abidzar mengiyakan, namun sebelum mereka berpisah, ia menginginkan satu hal. Semoga saja Yesa bisa mengerti apa maksudnya.
"Gimana kalau kita saling kenal lebih jauh lagi? Nggak hanya sebagai teman mengerjakan misi bersama, gimana kalau kita beneran temenan? Sesuatu yang dimulai dari temenan bisa buat kita jauh lebih nyaman, ya, kan?"
***
Tawaran dari Abidzar membuat Yesa termenung. Cowok itu menawarkan diri pertama kali untuk menjadi teman? Teman ... Yesa sudah lama tidak mendengar kata itu. Ia sudah lama tidak memiliki teman karena kepribadiannya yang terlalu tertutup dan menutupi diri dari sekitar. Melihat tangan besar Abidzar berada di depannya, membuat Yesa berdebar. Bukan, bukan berdebar yang seperti itu. Lebih tepatnya ia merasa terharu. Baru kali ini ada orang yang mau mengajaknya berteman terlebih dahulu.
Meski awalnya ia tidak yakin, pada akhirnya Yesa menjabat tangan Abidzar. Dengan artian bahwa ia menyetujui ajakan cowok itu untuk berteman. Kedengarannya begitu menyenangkan ketika menjalankan misi bersama sambil berteman. Lama-lama Yesa menjadi antusias sendiri. Namun ia harus menahan diri agar tidak terlalu kentara di depan Abidzar.
"Oke, berarti mulai hari ini kita teman. Semoga ke depannya kita bisa bekerja sama dengan baik dan menyelesaikan misi ini dengan tuntas. Salam kenal, Yesa."
Sudah Yesa bilang di awal bukan, energi yang Abidzar tebarkan positif membuatnya ikut merasakan energi positif itu di sekelilingnya. Dan untuk kali pertama seumur hidup, Yesa tersenyum kepada orang lain terlebih dahulu. Ia bahkan bisa menebak kalau senyum yang saat ini ia biarkan menghiasi wajahnya terlihat begitu aneh saking jarangnya Yesa tersenyum. Ia merasa seperti akan ada banyak hal baik yang akan terjadi nanti.
"Salam kenal juga, Abidzar. Senang berkerja sama bareng elo."
2 Oktober 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top