Kisah 6 :: Gadis yang Menarik

Apa yang baru saja Ammar katakan membuat Abidzar begitu terkejut. Ia tidak menyangka kalau tempat yang ia kira sepi dan aman dari teman-temannya yang lain, malah dilihat langsung oleh Ammar. Semoga saja cowok itu tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. Bisa gawat kalau Ammar tahu. Identitasnya sebagai manusia berkemampuan khusus tidak boleh diketahui siapapun, apalagi manusia biasa seperti mereka. Jelas ia akan melanggar aturan komunitas mereka.

"Sebenernya nggak terlalu kenal, sih. Dia cuma anaknya temen Mama gue."

Ammar menurunkan rangkulannya. "Pantes aja kalian keliatan nggak akur. Pasti sering cekcok."

Abidzar hanya mengangguk saja. Daripada ketahuan kalau mereka sebenarnya bukan manusia biasa lebih baik mengarang cerita seperti ini. Dan kalau dilihat dari apa yang baru saja Ammar katakan, sepertinya ia tidak mengerti pembahasan antara dirinya dan Yesa.

Mereka kemudian mengalihkan pembicaraan dengan berbicara musik dan lain sebagainya. Sebuah keberuntungan bagi Abidzar karena ternyata Ammar memang tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. Setidaknya posisinya dan posisi Yesa aman sekarang.

***

Sial sekali, Yesa malah masuk di kelasnya dan duduk di sampingnya. Ini seperti kesialan yang diselubungi keberuntungan. Memang sih, Abi bersyukur kalau ada seseorang yang membantunya menjalankan misi di sini, tapi bukan begini juga maksudnya. Untunglah Yesa bukan seperti gadis kebanyakan. Anak itu cenderung cuek dengan sekitar.

"Berhenti liatin gue, nanti semuanya tahu kalau kita udah kenal." Abidzar segera mengalihkan pandangan.

Ah, sial. Abidzar belum mengatakan apa yang telah terjadi setelah gadis itu pergi meninggalkannya. Sepertinya Abidzar harus bercerita, karena jika tidak mereka akan semakin dicurigai. Namun sepertinya kesempatan untuk bercerita terlihat kecil. Ia tidak memiliki peluang untuk mengajak Yesa terus berbicara mengingat jadwal pelajaran yang padat.

Abidzar kembali fokus pada pembelajaran.

Sekolah mereka ini memang terbilang cukup bagus dari segi sarana dan prasarana. Dalam satu kelas tidak ada siswa yang duduk bersama. Maksud Abidzar tadi adalah Yesa duduk di samping mejanya. Mereka memiliki meja dan kursi sendiri-sendiri yang diletakkan cukup berjarak. Itulah mengapa Abidzar tidak bisa mengajaknya berbicara lebih lama. Bisa-bisa apa yang mereka bicarakan terdengar oleh teman-temannya yang lain. Jadi Abidzar memilih untuk fokus pada pelajaran. Apa yang akan ia bicarakan dengan Yesa terserah nanti.

Namun sepertinya hal tersebut tidak berlaku sama bagi Yesa. Gadis itu malah melempari abidzar dengan gumpalan kertas. Untung saja apa yang gadis itu lakukan tidak begitu kentara mengingat mereka duduk di bagian belakang. Gumpalan kertas yang mendarat di mejanya itu segera Abidzar buka. Jelas ia penasaran dengan apa yang gadis itu lakukan padanya sekarang. Tadi memintanya untuk tidak terlalu memperlihatkan kalau mereka saling kenal, sekarang malah begini.

Begitu dibuka, kertas itu bertuliskan sebuah alamat. Pasti cafe yang gadis itu maksud. Yesa juga menulis kalau mereka bertemu di sana saja sepulang sekolah dengan berangkat terpisah. Itu jauh lebih baik daripada harus berangkat bersama dari sekolah. Abidzar kemudian menarik perhatian Yesa untuk melihat ke arahnya, cowok itu memberikan tanda jempol, pertanda kalau ia setuju dengan apa yang gadis itu katakan.

***

Abidzar membuka helm motornya lalu memastikan kalau alamat yang gadis itu dan cafe di depannya ini benar. Dan setelah mengecek ternyata memang benar. Sepertinya Yesa juga telah sampai terlebih dahulu. Saat berangkat dari sekolah tadi, Abidzar tidak bisa menemukan kehadiran gadis itu. Yesa seolah manusia yang bisa begitu cepat menghilang dari pandangannya.

Jadi Abidzar memarkirkan motor matic kesayangannya itu lalu perlahan melangkahkan kaki masuk ke dalam. Ia suka cafe yang gadis itu pilih sekarang ini. Letaknya memang cukup jauh dari sekolah dan sepertinya tidak ada satupun anak-anak dari sekolahnya yang datang ke cafe ini. Apalagi selain jauh, tempatnya juga cukup terpencil. Abi harus melewati berbagai macam gang kecil untuk bisa sampai ke sini. Jadi kemungkinan apa yang akan mereka bicarakan di dalam nanti tidak akan ketahuan siapa-siapa.

Benar saja, gadis itu sudah berada di dalam. Sendirian dan sibuk dengan ponsel lipatnya. Abidzar menyadari ada yang berbeda dari Yesa, rupanya gadis itu sempat mengganti bajunya entah di mana. Ia sudah tidak menggunakan seragam sekolah. Yesa jadi terlihat berbeda dari biasanya. Melihat gadis itu berpakaian casual, membuatnya terlihat lebih cantik.

Eh, apa sih.

Abidzar menggelengkan kepalanya. Terkadang mengetuk kepalanya yang secara sembarangan berpikiran seperti itu terhadap Yesa, yang notabenenya orang yang baru pertama kali ia temui tadi pagi. Sungguh sangat tidak sopan. Abidzar beberapa kali merutuki dirinya sendiri. Untung saja ia bisa mengendalikan diri, jadi isi kepalanya tidak semakin menjadi-jadi.

"Udah lama nyampenya?" Abidzar langsung membuka percakapan begitu berada di depan gadis itu.

Yesa menggeleng. Sebenarnya cukup lama ia berada di sini. Entah Abidzar yang sempat nyasar atau ia pergi ke mana dulu, Yesa tidak ingin tahu. Yesa adalah gadis yang tidak mau memikirkan hal-hal yang tidak penting. Tujuannya berada di sini adalah membantu Abidzar menyelesaikan misinya, tidak lain dan tidak bukan.

"Nggak. Gue baru aja nyampe kok." Yesa berdalih.

"Pinter banget lo nyari cafe. Nggak mungkin ada anak sekolah dateng ke sini. Jadi rahasia kita harusnya aman."

Yesa hanya mendengarkan apa yang Abidzar katakan. Di kepalanya sekarang penuh dengan bagaimana caranya langsung membuka percakapan. Ia lihat-lihat, Abidzar tuh punya banyak sekali kalimat basa-basi. Sedangkan Yesa tidak suka basa-basi.

"Oke sekarang kita langsung aja. Bener, gue orang yang pimpinan kirim buat bantuin misi lo. Terus sekarang gue harus apa? Gue nggak ngerti soalnya harus gimana."

Bagi Abidzar, gadis ini terlihat tidak sabaran.

"Oke-oke. Santai aja dulu. Gue mau ngasih tau sesuatu. Jadi, tadi setelah gue narik tangan lo dan kita ngomong di taman, ada Ammar juga di sana. Lo tahu Ammar kan? Iya, yang ganteng ketua ekskul musik di kelas kita. Tadi dia nanya, apa gue kenal sama elo. Gue jawab Lo tuh anaknya temen Mama gue, jadi kita kenal dari sana. Tapi tenang aja, apa yang kita obrolin dan rahasia kita masih aman. Gue jamin itu."

Benar, bukan. Abidzar itu laki-laki yang penuh basa-basi. Yesa tidak suka, tapi ia tetap harus menghadapinya. Tentang Ammar dan siapa lah itu, Yesa tidak peduli.

"Terus?"

Abidzar melihat kejengahan di wajah Yesa. Ia yakin Yesa amat sangat bosan mendengar ia terus berbicara.

"Maksud gue, kalau lo ditanya kenal gue apa nggak, bilang aja dengan alasan yang sama. Kalau lo kenal gue karena orang tua kita temenan. Setidaknya itu bikin kita jauh dari gosipan temen-temen yang nggak-nggak."

"Oke, paham. Lanjut yang gue tanyain tadi."

Kan, gadis ini terlihat sangat terburu-buru dan tidak serius membantunya. Abidzar jadi tidak yakin kalau Yesa akan membantunya menyelesaikan misi ini. Semoga saja gadis itu tidak sama dengan apa yang ia perlihatkan. Maksudnya Abidzar benar-benar butuh bantuan dari Yesa dan semoga gadis itu betulan serius membantunya.

"Oke, oke. Sabar. Sebelum ke pertanyaan itu, gue mau tanya sesuatu. Ini untuk memastikan kalau lo beneran orang yang pimpinan suruh. Gue juga penasaran, sih, sebenernya. Kekuatan lo tuh apa sih? Sebelum lo jawab, perlu gue jabarin dulu. Gue memastikan ini biar kita sama-sama enak ke depannya dan bisa bekerja sama dengan baik."

Abidzar melihat Yesa terdiam cukup lama. Sayang sekali, ia tidak bisa menggunakan kekuatannya pada Yesa. Karena memang sejak awal, aturannya adalah mereka yang memiliki kemampuan khusus tidak bisa menggunakan kemampuannya kepada sesama. Ini betulan dan terjadi di keluarganya. Abidzar tidak bisa mendengar isi hati seluruh anggota keluarganya. Hanya mendiang sang ayah yang merupakan manusia biasa yang bisa ia dengar isi hatinya. Sisanya, tidak ada. Dan itu berlaku juga pada Yesa. Ia tidak bisa mendengar isi hati Yesa seberapa lama Abidzar mencoba untuk menatapnya.

"Lo dulu. Gue mau tau kekuatan lo dulu." Akhirnya gadis itu menjawab.

"Gue bisa baca hati manusia dengan melihat matanya. Gue bisa tahu kalau mau dengernya aja. Nggak selalu ketika gue menatap mata mereka, apa yang ada di hati mereka terbaca. Sesuai yang gue mau aja."

Itu artinya apa, artinya adalah Abidzar sudah bisa mengendalikan kemampuannya. Dulu sekali ketika ia masih kecil, Abidzar tidak bisa menahan isi hati manusia yang terbaca. Jadi semuanya berkecamuk di dalam kepalanya membuat Abidzar lelah secara mental. Dan beranjak dewasa, ia mulai bisa mengendalikan kekuatannya dengan hanya mendengar apa yang ia ingin dengar. Sekarang, ia ingin tahu apa yang dimiliki oleh gadis itu.

"Gue bisa menghipnotis orang. Bukan hipnotis yang kayak gitu. Maksudnya gue bisa mempengaruhi orang-orang hanya dengan apa yang gue ucapkan."

Wah.

28 September 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top