Four Season (2)

***** SPRING *****

Teenager BokuAka.

.
.
.

"Takeyuki sensei~ aku izin mengantar Akaashi ke toilet." Seru Bokuto sambil memapah yang lebih muda, terlihat berkeringat dan wajahnya memanas.

"Akaashi? Kau sakit?"

Akaashi menggeleng, "H-hanya mules karena salah makan..." Ucapnya lirih.

Pelatih Takeyuki mendengus, sedikit khawatir dengan kondisi si wakil kapten yang tidak biasanya.

"Jika kamu merasa semakin buruk, lebih baik pulang saja. Kamu harus menjaga kesehatanmu dengan baik Akaashi, minggu depan kalian ada kejuaraan musim semi." Dan Akaashi hanya menjawab dengan anggukan pelan.

"Bokuto, awasi dia."

"Siap pak~" Bokuto pun membawa Akaashi keluar dari gym.

"Perasaan Akaashi-kun tadi baik-baik saja?" Seru Shirofuku heran.

"Namanya juga sakit perut, kadang suka datang tiba-tiba. Lagi pula dia memakan yakisoba mercon milik Bokuto sebagai makan siang." Tutur Konoha.

Mereka pikir Akaashi sakit, ya... baguslah jika begitu. Dengan begini, untuk sementara mereka takkan dicari.

.
.
.

Bokuto bukanlah orang yang tertarik untuk bolos latihan, hanya saja mainan baru yang ia dapat membuatnya lebih tertarik pada Akaashi.

Saat ini mereka berada di dalam toilet sekolah paling belakang, di ujung, menyendiri, dan hanya ada mereka berdua.

"Bagaimana Shi? Kamu suka?"

Akaashi hanya merintih sambil meremas kedua pundak Bokuto, air mata yang ia tahan akhirnya keluar. Wajahnya begitu merah, dan keringat semakin banyak membasahi kaosnya.

Jika tangan Bokuto tidak melingkari pinggulnya, ia pasti sudah merosot jatuh sedari tadi karena getaran yang menekan prostatnya.

"B-Bokuto-san--ngh~💕" Akaashi terisak.

Bokuto meraih wajah ayu yang lebih muda, mengecup keningnya sesaat, menjilat bulir air mata yang membasahi pipi chubby yang memerah.

"Shh, tak apa, tak apa~" Meski tangan nakalnya kini meremas bongkahan kembar yang masih terbungkus.

"K-keluarin-- aku ga kuat--" Rengek Akaashi.

Bagaimana ia tidak sampai merengek? Benda bergetar itu telah mengisinya dari pagi tadi, tepat ketika mereka berganti pakaian sesudah latihan pagi.

Sialnya, Bokuto meletakkan benda itu tepat menempel di dalam prostat Akaashi.

Getaran yang ia rasakan sepanjang hari cukup pelan, dan Akaashi masih bisa menahannya. Namun, sore ini Bokuto mulai berulah, terus memutar remote kontrol dan membuat kekuatan getaran itu naik turun menggoda batas kesabaran.

"Aku buka bajumu dulu ya sayang, takutnya kotor." Dan Akaashi hanya mengangguk ketika pakaiannya mulai dilepaskan satu persatu.

Bokuto membuat Akaashi telanjang dan duduk di atas toilet, sementara dirinya berdiri di hadapan kekasihnya.

Akaashi merah merona, terisak, gemetar, lutut saling menggesek, dan kejantanan yang begitu basah terbungkus kondom--jaga-jaga agar Akaashi tidak membasahi dirinya sendiri, dan asal kalian tahu... hari ini Akaashi sudah mengganti kondom itu sebanyak 2 kali karena dipenuhi precum.

"Akaashi..." Bokuto menurunkan celananya, mengeluarkan penisnya yang begitu keras menegak di depan wajah Akaashi.

Seakan mengerti, Akaashi bertumpu pada paha Bokuto, mengisap cupang ke pinggul, dan perlahan-lahan berjalan ke kemaluan Bokuto. Mengecup pucuk kemerahan yang mulai basah oleh precum, sambil mengalungkan kedua tangannya pada batang berurat yang panjang. Tangan Bokuto tersangkut di rambut Akaashi, matanya berkilat karena senang.

Akaashi mengurut Bokuto dan menyentaknya beberapa kali, menyukai cara penis Bokuto berkedut di dalam tangannya. Dia membawa penis besar itu ke bibirnya, menjilati ujungnya seperti kucing sebelum benar-benar memasukkannya ke dalam rongga mulut.

Bokuto mengeluarkan erangan keras, merasa nikmat dari betapa menakjubkannya mulut Akaashi di sekitar penisnya.

Sambil melirik ke atas, menatap raut wajah yang lebih tua. Akaashi mulai mengangkat kepalanya ke atas dan ke bawah, mencoba untuk mendapatkan penis Bokuto sedalam mungkin tanpa tersedak. Sayangnya, Akaashi tidak bisa mencapai pangkal penis Bokuto.

Benda itu baru setengahnya saja sudah membuat Akaashi hampir tersedak.

"Shhh~ Kaashi~ stop, aku bisa keluar--" Bokuto menghentikan gerakan Akaashi, menarik penisnya keluar dari rongga hangat.

Meraih rahang bawah Akaashi dan menariknya ke atas, melihat mulut yang sedikit terbuka dengan precum.

"Buka pahamu, sayang," katanya pada Akaashi, ingin dia menunjukkan selangkangannya yang merapat sejak tadi.

Akaashi dengan gemetar membuka kakinya, dan mengangkangi di hadapan Bokuto dengan wajah yang begitu kacau.

"Tahan pakai tanganmu Shi." Akaashi hampir merengek protes, tapi pada akhirnya ia menurut.

Mengulurkan kedua tangan dari bawah kakinya, mencengkram pahanya sendiri, menunjukkan area privatnya pada sang kekasih.

"Kamu cantik Shi." Bulu roma Akaashi meremang, semakin terbakar nafsu.

"Nhh~💕" Bibirnya dikecup, diemut dengan pelan, membuat rintihan Akaashi semakin menjadi.

Bokuto semakin mendekat, meraba pangkal paha Akaashi yang gemetar. Tangannya perlahan mulai mengembara, mencengkeram bola di tangannya dan meremas, menyukai cara wajah Akaashi mengkerut dan erangannya.

"Ohh~💕 Bokuto-san~" Ciuman terputus dan Akaashi merintih dengan nama.

Iris zamrudnya terpejam entah sejak kapan, membiarkan bagaimana kulitnya yang sensitif dibelai telapak tangan kasar. Bokuto menurunkan wajahnya dan mulai mencium dan menghisap leher bening Akaashi, mencoba membuat cupang sebanyak yang dia bisa.

"Ungh~💕"

Bokuto menekan jarinya ke dalam lubang Akaashi, hanya menyodorkan beberapa kali sebelum menarik lepas kondom berisi precum yang membungkus penis yang lebih muda. Membasahi penisnya sendiri dengan precum Akaashi.

Bokuto mengangkat pinggulnya, mengurut btang penisnya sambil menggesekkan pucuknya pada cincin keriput, berniat untuk menusukkan semuanya sekaligus.

Dan Akaashi sadar, masih ada satu hal yang mengganjal. "B-Bokuto-san, keluarkan vibrato--ANGHH~💕"

Bokuto segera membengkap mulut Akaashi dengan tangannya, takut-takut suara seksinya terdengar keluar.

Akaashi yang baru saja dimasuki hanya merintih, bergetar, terisak, tidak kuat dengan sensasi nikmat yang menyerangnya tiba-tiba... apa lagi vibrator itu masuk semakin dalam.

Bokuto sebenarnya hampir saja keluar ketika baru saja mendorong masuk, jepitan dinding rektum dan vibrator yang menampar pucuk penisnya benar-benar gila! Pantas saja Akaashi merengek minta dikeluarkan, ini terlalu nikmat.

Setelah keduanya mulai tenang, Bokuto menguatkan tangannya untuk mencengkram kedua kaki Akaashi ketika yang lebih muda memeluk lehernya erat.

"Shh~ tenang sayang, cup cup~" Bokuto mulai menenangkan Akaashi di atas kemaluannya, berjalan lambat pada awalnya, menikmati cara suara Akaashi tersangkut di tenggorokannya.

Mata Akaashi semakin berair, sekuat tenaga menahan erangan keras ketika Bokuto mulai mendorong kuat ke arahnya.

Meski samar-samar Akaashi dapat mendengar peluit dan suara teman-temannya di luar, tetapi dia mencoba yang terbaik untuk mengabaikannya, hanya ingin fokus pada pria tampan di depannya.

"Boku--ngh~💕 t-too dee--ah~💕 ah~💕 ah~💕"

Erangan Akaashi menjadi sorakan penyemangat untuk Bokuto, semakin gencar untuk mengocok dinding rektum yang membungkus penisnya.

"Angh~💕 B-Bok--ungh~💕 c-cumm-- gonna cum--angh~💕"

Bokuto menjilat kuping yang memerah, menggeram dan menggigit. "Cum for me, Keiji."

Mendengar namanya dipanggil membuat Akaashi mengejang.

SPLUUURT!! SPLUUURT!!

Akaashi menjerit keras di seluruh kamar mandi, puncak hasratnya mengalir di antara dirinya dan perut Bokuto. Sensasi ini juga membuat Bokuto berhenti sejenak karena tidak bisa bergerak dari sempitnya lubang yang menjepit.

"Feels good, Ji?" Bokuto mengecup sisi wajah Akaashi, berbisik dengan suara berat yang serak. "Hold a sec, i'm close baby." Dan Bokuto kembali menggenjot lubang sensitif dengan gerakan yang lebih kasar.

Akaashi terisak-isak di bahu Bokuto, prostatnya dengan tepat dihajar. Sudah tidak bisa mengontrol suaranya lagi ketika ia dicumbu saat mencapai puncak hasrat, penisnya bocor di antara tubuh keduanya.

Kamar mandi terdengar seperti surga bagi anak-anak laki-laki yang terangsang. Bokuto menyentak untuk terakhir kalinya, tubuhnya bergetar hebat, menekan vibrator itu begitu dalam, dan mengisi dinding rektum Akaashi sampai penuh dengan air mani.

SSPLUUUURT! SPLUUUURTT!!

Menyeringai ketika Akaashi untuk kedua kalinya berkedut, mencapai puncak hasratnya lagi. Walau dirinya sendiri hampir kehilangan keseimbangan karena getaran dan jepitan nikmat yang membuatnya menahan nafas untuk sesaat.

"Keiji~ Keiji~" Bokuto mengecupi sisi wajah Akaashi lagi, menggesekkan kepalanya pada yang lebih muda, menunjukkan betapa sayangnya ia pada kekasihnya.

Sementara Akaashi hanya diam, tersengal mengatur nafasnya yang memburu, detak jantungnya menggila, dan ia sudah tak peduli lagi dengan tidak sengaja menelan ingusnya sendiri.

Perlahan, Bokuto menarik dirinya dari Akaashi yang meringis karena terlalu sensitif akan sentuhan.

Menatap pantatnya yang berisi air mani dan meraih pipi merahnya, melebarkannya, membuat lelehan sperma semakin banyak keluar. Dia menyaksikan cairan itu perlahan menetes keluar dari lubang anus Akaashi.

Dia menyukai kenyataan bahwa dia bisa melihat seberapa banyak ruang yang diambil penisnya, seberapa longgar Akaashi karena dirinya.

"Huks~ k-keluarin--" Rengekan Akaashi begitu serak, dan Bokuto kembali memasukkan jarinya ke dalam lubang berisi sperma.

Mengorek vibrator yang menggila di dalam Akaashi, tak jarang Bokuto tergelincir di dalam sana dan tidak sengaja menekan prostat sensitif. Membuat Akaashi gemetar dan merengek lirih.

Perlu waktu cukup lama karena bagian dalam Akaashi begitu licin, dan itu hampir membuatnya gila, penisnya berkedut lelah dengan sperma bocor.

Hingga Bokuto berhasil mendapatkan vibrator itu setelah membuat sebagian sperma di dalam sana juga keluar, membasahi toilet yang Akaashi duduki.

"Shh~ you're so cute, Ji."

"Ungh💕 Kou~💕"

Akaashi dan Bokuto menempelkan kening mereka satu sama lain, berbagi ciuman sesekali, membisikkan kata-kata manis satu sama lain.

Mari berharap pelatih mereka tidak menanyai mereka tentang apa yang terjadi dalam satu jam terakhir.

*****

Author Note :

Bagaimana Bokuto mendapatkan mainan dewasa? Dia diam-diam mengambilnya dari paket pesanan yang baru dibeli oleh kakak perempuannya.

28052022.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top