Scenario 05 - Cuddle
.
.
.
Happiness is choice.
And my choice is you.
.
.
.
"Makan bareng dulu gimana?" usul Radja saat keenam orang ini berjalan menuju pelataran parkir.
"Sorry gue nggak bisa," sahut Naka cepat. "Gue ada janji."
"Janji apa elah, Bang?" Pricilla memicingkan mata ke arah Naka.
"Ya, ada, deh." Lelaki itu terkekeh. "Jes, lo gimana? Mau ikut gue pulang, atau ikut mereka makan?"
Kening Jesline berkerut, sebelum ia mengangguk. "Ikut lo pulang aja."
"Oke, tapi gue sama Una," tutur Naka. "Nggak apa-apa, kan?"
Jesline menghela napas lalu mengangguk. "Iya." Gadis itu lalu mempercepat langkah menuju mobil Naka. Namun, alangkah terkejutnya, saat ia mendapati sosok perempuan duduk manis di kursi depan mobil Naka.
"Masuk aja, Jes. Pintunya nggak dikunci kok. Ada Una di dalam." Sebelum acara dimulai, Naka diam-diam memberikan kunci mobil pada Una karena ia tahu gadis itu akan menunggunya cukup lama. Tentu, ia tak tega membiarkan Una menunggu sendirian di luar, menjelang hari gelap.
Jesline memutar mata dan menarik handle pintu belakang. "Di depan ada tas gue nggak?"
"Udah aku taruh belakang semua, Jes." Una menoleh dengan senyum terpasang di wajah. "Ada almond cheese cookie tuh, cobain. Aku yang bikin, loh."
"No, thanks."
Tak lama, Naka pun menyusul masuk. Lelaki itu langsung menginjak gas setelah memasang sabuk pengaman. Ia melirik sang kekasih dengan senyum jail. "Berani banget sih, pacar aku tadi tanya-tanya."
"Tadi Marya yang narik tangan aku," dengkus Una tak terima.
"Dia sengaja banget datang ke sini mau nonton kampanye?"
Una mengangguk. "Sama beberapa temennya, sih."
"Aku numpang mandi di kontrakanmu aja, ya. Males banget kalau harus ke kos dulu."
"Iya. Baju kamu juga ada yang ketinggalan. Hampir dijadiin lap pel sama Marya."
Naka tergelak, fokusnya masih ke arah depan. "Heran deh, sama dia. Kenapa benci banget sama aku."
"Karena kamu nggak kasih nomor Brian ke dia, Sayang." Una ikut terbahak mengingat betapa bucinnya sang sahabat pada vokalis Sixth Sense itu.
"Eh, Yang ... aku nemu villa bagus di Dieng. Ada dua kamar. Gimana? Masih mau ke sana nggak?" Tangan Naka yang terbebas mendarat di paha sang kekasih, memberi tepukan beberapa kali. Salah satu kebiasaan lelaki itu, saat berpergian dengan Una.
Setiap libur semester, Naka dan Una selalu menyempatkan diri berlibur, ke tempat-tempat yang belum pernah mereka kunjungi. Kadang hanya berdua, kadang Marya dan beberapa teman Naka ikut serta. Jika ada yang pernah mengatakan kebosanan pasti datang pada suatu hubungan, well Naka tidak merasakan itu. Hampir empat tahun ia dan Una menghabiskan waktu bersama sebagai sepasang kekasih, lelaki itu malah semakin gemas dengan tingkah laku sang pujaan hati. Ia semakin mudah rindu, semakin sering ingin menghabiskan waktu bersama.
"Temen-temen kamu jadi ikut nggak, sih?" sahut Una. "Kayaknya kemarin Richard pengin join."
"Aku tuh nggak terlalu srek sama Richard kalau liburan. Takut dia bawa bini orang." Naka mendecakkan lidah.
"Kita jodohin Richard sama Marya aja, gimana?" Sebuah ide menarik terlintas di otak Una. Tubuhnya menyerong ke arah Naka, dengan mata penuh binar. "Daripada Marya ngejar Brian terus. Sakit hati doang."
Sepasang alis Naka bertaut. "Sakit hati kenapa?"
"Nanti kalau udah seamin, belum tentu jadi seiman."
"Bener juga. Repot mah kalau gitu." Naka manggut-manggut. "Nanti coba aku tanyain lagi ke Richard. Kalau cuma berdua juga nggak masalah, sih."
"Digerebek nanti." Gadis itu menggeleng sambil terbahak.
Tawa keduanya terhenti saat suara Jesline menginterupsi. "Gue turun mini market depan aja. Ada yang mau gue beli."
"Oh, kita bisa nungguin kok Jes---"
"Nggak perlu, Na," potong Jesline.
Naka pun menginjak rem tepat di depan mini market. Jesline keluar setelah mengucapkan terima kasih. Embusan napas meluncur dari bibir Una saat melihat gadis berambut cokelat itu menghilang di balik pintu swalayan.
Una menghela napas. "Dia masih jutek aja sama aku."
Naka mengelus bahu Una, sebelum tangannya kembali ke kemudi. "Biarin aja. Kamu juga nggak akan sering ketemu dia." Satu hal yang Naka tak suka dari Una adalah, gadisnya selalu ingin menyenangkan banyak orang. Dia akan over thinking dan merasa tidak cukup baik jika ada orang yang bersikap dingin, jutek, pada dirinya. Padahal, menurut Naka harusnya Una tak perlu pusing memikirkan itu. Bukan salahnya juga.
"Na, di dashboard ada sesuatu," ucap Naka tiba-tiba saat mobil berbelok masuk ke jalan lebih kecil.
Kening Una mengernyit, "apa, Ka?" tanyanya menuruti perkataan sang kekasih dan kemudian mengambil kotak kecil hitam dari sana.
"Jam tanganmu ketinggalan waktu kita Malang kemarin. Itu gantinya," jawab Naka santai.
Gadis itu terkesiap, merasa terharu tapi juga bersalah. Jam tangan pemberian Naka setahun lalu, saat ulang tahunnya tertinggal di penginapan. "Astaga, Ka ... harusnya nggak usah. Itu kan salah aku sendiri, lupa nggak ambil jam dari laci kamar." Una mengerucutkan bibir, merutuki diri sendiri saat mengingat kebodohan yang ia lakukan.
"Nggak apa-apa, Sayang," Naka melempar senyum dan mengusap puncak kepala Una. "Coba pakai. Suka nggak?"
Una mengeluarkan jam warna rose gold bulat itu dan memasangnya di tangan kirinya. Ia tersenyum manis seraya menoleh pada lelaki yang duduk di sebelahnya. "Cantik. Aku suka banget."
"Syukur, deh, kalau suka."
"Aku bakal jaga baik-baik kok. Janji," pungkas Una memandangi jam yang melingkar di tangannya.
Sepuluh menit berselang, mobil Naka berhenti di depan rumah kontrakan sederhana yang untungnya memiliki halaman cukup luas untuk parkir mobil.
Sejak setahun lalu, Una bersama Marya mahasiswi Psikologi, Amanda mahasiswi Kesehatan Masyarakat, dan Indri sepupu Naka yang berkuliah di jurusan Matematika menyewa rumah kontrakan. Awalnya keempat gadis itu menghuni satu indekos yang sama. Namun, karena pergantian kepemilikan, yang membuat beberapa aturan indekos berubah, seperti dilarang menerima tamu laki-laki dan adanya jam malam, membuat mereka tak nyaman. Akhirnya, mereka berempat memutuskan keluar dan mengontrak rumah.
Seseorang yang paling diuntungkan dengan keputusan ini adalah Naka tentu saja. Dirinya jadi bisa lebih sering menemui pacar tercinta dan makan malam bersama, dengan masakan Una, yang tiada duanya itu. Apalagi tumis udang brokoli dan jamur krispi teriyaki. Aduh, perutnya jadi keroncongan.
"Assalamu'alaikum," ucap Naka seraya membuka pintu ruang tamu. Tidak ada jawaban. Kebanyakan dari mereka menghabiskan waktu di kamar dan ruang televisi yang menyambung jadi satu dengan dapur.
"Loh? Ngapain ke sini?" desis Marya yang tengkurap di kasur lipat ruang televisi saat Naka melangkah masuk ke ruang tengah.
Lelaki itu memutar mata, terbiasa dengan sikap drama sahabat pacarnya itu. "Nih, gue kasih nomer Brian."
Bola mata gadis berambut cokelat kepirangan itu melebar. Ia langsung duduk dengan senyum lebar. "Nah, gitu, dong. Udah jelas syaratnya, kalau ke sini kudu kasih gue nomor Brian."
"Sayang, jangan!" cegah Una dari belakang dan mendorong Naka masuk ke kamarnya. "Ambil bajumu itu di lemari."
"Lo kenapa sih, Na? Syirik banget lihat orang bahagia?" cebik Marya tak terima.
"Mar inget, kamu sama Brian itu berdiri di antara kiblat sama salib. Jangan nyakitin diri sendiri, deh," tutur Una dengan suara lembut dan senyum tipis penuh kekhawatiran.
Wajah Marya langsung berubah mendung. Bibirnya menekuk. "Kenapa gue nggak boleh bahagia, sih?" rengeknya sambil memukul-mukul tembok.
"Drama deh, mulai," gerutu Indri yang baru keluar kamar, menuju lemari es. "Naka ke sini?"
Una mengangguk. "Tenang, aku sama Naka nggak akan berantakin dapur kali ini. Kita mau dinner di luar." Selepas itu, ia ke kamar untuk berganti baju setelah memastikan kekasihnya berada di kamar mandi.
Naka menyusul lima menit kemudian dari kamar mandi dan mendapati Una sedang memakai make up di depan cermin. "Sampomu ganti lagi, Yang?"
"Lagi diskon, jadi pengin coba. Gimana wanginya? Suka?" Una menoleh ke belakang.
Naka yang sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk duduk di tepi tempat tidur, menyahut, "asal baunya kayak kamu, aku suka. Tapi, jadi tambah kangen kalau balik ke kosan."
Decihan lolos dari bibir Una. Bibir manis Naka selalu berhasil membuat dadanya berdebar dan salah tingkah. Ia menghampiri sang pacar, menarik handuk dari tangan lelaki itu dan mengusap rambut hitam legamnya. Naka mendongak dengan senyum tertempel di bibir. Una mendengkus, saat paham apa yang Naka inginkan. Ia lalu membubuhkan kecupan singkat pada bibir lelaki itu.
"I love you," bisik Naka sembari menarik tubuh Una, agar gadis itu duduk di pangkuannya.
"Jangan macam-macam, ada kakak sepupumu yang super galak," tutur Una yang kini duduk di pangkuan Naka, dengan tangan melingkari leher sang kekasih.
Naka berdecih. "Udah waktunya dia punya pacar, jadi nggak gangguin kita pacaran."
Beberapa kali, Una dan Naka terpergok Indri sedang bermesraan, membuat gadis itu membuat ultimatum jika tidak ingin dilaporkan pada orang tua Naka, jangan pernah melakukan adegan tidak senonoh, pada jarak 500 meter di sekitarnya. Konyol.
"Cariin dong, comblangin sama temen kosanmu itu." Una membelai rambut Naka yang lembab.
Naka terkekeh. Suaranya teredam karena bibir lelaki itu sibuk membuat jejak pada leher jenjang Una. "Mereka menjunjung tinggi visi misi kosan, Sayang. Jadi bujangan sampai lulus."
"Kasihan bang---" Una memekik ketika merasakan gigitan di bawah telinganya, yang kemudian berganti dengan desahan pelan. "Sayang ... "
"Hm ... " Naka terus menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Una, sesekali memberi ciuman, jilatan dan gigitan kecil. "Wanna play?"
Napas Una kian memburu seiring dentum jantungnya yang semakin liar. "Bisa kemaleman dinner kita nanti." Kepalanya mendongak dengan mata terpejam.
Meskipun harus menelan kekecewaan karena tak mendapat yang ia inginkan, Naka tidak bisa menyalahkan sang kekasih. Jadwal mereka hari ini adalah menikmati makan malam di luar. Dengan berat hati, ia mengangkat kepalanya, lalu mencium bibir paling lembut yang pernah ia rasakan sebelum menepuk kedua pipi gadis itu.
"Let's go, before I lost control."
Una menggeleng, kedua tangannya kini berpindah menangkup tangan Naka yang masih bertengger di pipinya. "You won't. You never lost control."
.
.
.
Bucin adalah jalan ninjaku.
.
.
.
Untuk versi KK, insyAllah besok udah rilis ya. Baru selesai 1 part🙏🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top