Scenario 00 - Boedjangan Indekos
Sesuai namanya, indekos khusus putra ini menampung para bujangan alias jomlowan berteduh, melanjutkan hidup selagi menimba ilmu di Arkananta University. Indekos yang diisi enam jejaka dari berbagai daerah, jurusan, serta permasalahan kumpul di sini.
Namun, layaknya manusia yang tak bisa sepenuhnya dipercaya, ada satu anggota yang melanggar sumpah suci 'Boedjangan Indekos' dari awal menginjakkan kaki kemari. Dialah penghuni kamar nomor satu, dengan jendela menghadap halaman depan.
"Loh, gimana, sih? Hari ini kan kita mau tanding futsal. Udah booking tempat juga."
"Sorry, gue nggak bisa. Udah dipesenin tiket nonton sama Una."
"Tai kucing emang!"
"Kalian kan pas berlima. Jangan cupu, oke? Gue pacaran dulu!" Lelaki berkacamata itu melambaikan tangan, tersenyum tipis, merasa tak berdosa sama sekali, keluar dari indekos menuju mobilnya.
Ken Ranaka Malik.
Sang ketua BEM Universitas yang disegani dan dikagumi banyak orang. Nama lelaki yang punya hobi tebar senyum ini, tak pernah hilang pamornya. Selalu saja dibicarakan mahasiswa dari berbagai fakultas dan jurusan.
Mahasiswa yang mengambil jurusan Ilmu Hukum ini, satu-satunya penghuni yang tidak mengamalkan nama, visi, dan misi Boedjangan Indekos. Di antara keenam lelaki yang berteduh di sini, hanya dia yang bisa menikmati malam minggu bersama sang kekasih. Catat ya, kekasih. Bukan sembarang perempuan. Kalau itu sih, jagonya Richard---penghuni nomor enam. Menghabiskan malam bersama perempuan, walau tidak punya pacar.
Namun, meskipun kadang menimbulkan iri dengki, Naka---panggilan lelaki itu---cukup berjasa meningkatkan kesejahteraan para penghuni di sini. Dia yang diangkat sebagai ketua RT di Boedjangan Indekos, berhasil menyampaikan aspirasi rakyat kepada Bu Sari dan Pak Diman selaku pemilik kos, untuk menyediakan makanan darurat di tanggal tua. Berterima kasih lah pada Naka, berkat dia, ada telur sekilo, Indomie satu kardus, dan beras lima kilo di dapur, dari Bu Sari secara cuma-cuma.
***
Mari berpindah ke kamar nomor dua. Meski sama-sama menyandang status sebagai Ketua BEM---Ketua BEM Fakultas Sastra---lelaki yang akrab disapa Brian ini, tidak punya wibawa sama sekali. Akan tetapi, hal itu tak mengurangi pesona Brian di depan para fansnya. Yap, betul. Lelaki yang suka pakai celana jeans sobek-sobek, kemeja flanel dengan warna itu-itu saja, dan sepatu Converse yang bagian tumitnya peyot karena selalu diinjak, punya banyak fans yang tersebar di seluruh penjuru Arkananta University. Bahkan, melebihi Naka.
Loh, bagaimana bisa?
Karena sesungguhnya, lelaki dengan nama lengkap Brian Mahesa Rahandika itu adalah seorang anak band yang cosplay jadi ketua BEM. Lelaki yang mengambil jurusan Sastra Inggris ini memiliki band---Sixth Sense namanya---yang beranggotakan lima orang. Dia menduduki posisi sebagai vokalis dan bassist.
Banyak yang berspekulasi, Brian bisa memenangkan posisi Ketua BEM ini, karena the power of kaum rahim anget yang jadi pemuja lagu galaunya. Terserah sih, haters mau ngomong apa. Nggak gue peduliin. Yang penting proker BEM lancar, manggung jalan terus, ujian sama tugas kuliah bisa ngerjain.
"Yon! Dion! Gue lihat tugas Bahasa Korea, lo!" Tanpa permisi, Brian membuka pintu kamar Dion, teman satu kelas serta drummer Sixth Sense, penghuni kamar nomor empat Boedjangan Indekos.
Bujangan yang sedang goleran di kasur itu cuma mengangguk sambil menunjuk meja belajarnya yang berantakan.
"Besok pas UTS gue nyontek, ya! Lo kan demen Drama Korea. Pasti ahli Bahasa Koreanya."
"Ogah!" tolak Dion. "Salah sendiri lo nggak ambil peminatan Bahasa Jepang apa Prancis."
"Ya, gue nggak tahu dua-duanya. Paling nggak, kalau pilih Bahasa Korea, kan ada lo." Brian cengengesan sambil menenteng buku tulis Dion dan melenggang keluar dari kamar lelaki itu.
Suara deru mobil Naka yang memasuki pelataran indekos, membuat Brian tersenyum cerah begitu teringat proker BEM-nya, yang akan dilaksanakan dua bulan lagi.
"Ka," dia mengadang lelaki berkacamata itu di depan pintu ruang tamu, "nanti diskusi acara Kampanye Hari Anti Narkotika, ya? Gue mau minta saran dari lo."
"Gue mandi dulu."
"Sip."
Begitu Naka menghilang dari balik pintu, Brian bersorak. See? Semua masalahnya bisa teratasi dengan baik. Ya, walaupun sebenarnya karena andil banyak orang. Biarlah, proses di dapur, tidak perlu diketahui khalayak ramai.
***
Penghuni nomor tiga ini, tidak sesibuk kedua temannya yang punya jabatan di kampus. Dia hanyalah mahasiswa biasa. Tidak suka foya-foya, tidak punya fans yang berbaris memujanya, apalagi pacar yang mengisi hatinya.
"Lo nggak ke mana-mana?" Naka menyapa dengan ransel terselempang di salah satu bahu, sambil menenteng sepasang sepatu.
Lelaki itu menggeleng. "Nggak." Ia merentangkan tangannya, berbaring di kasur lipat yang berada di ruang tengah, dengan tatapan mengarah ke layar televisi.
"Oh, nitip jemuran, ya? Tolong angkatin kalau hujan."
"Hm."
Tak berselang lama, kamar nomor dua juga terbuka menampilkan seorang lelaki dengan jaket denim, celana jeans sobek-sobek sambil menggendong tas gitar di punggung.
"Woy, bro! Nggak keluar, nih?"
"Kagak."
"Ikut gue aja, nonton Sixth Sense manggung." Brian berhenti di depan kamar Dion, dan menggedornya keras. "Buruan, Yon!"
"Iya, sabar!" balas Dion berteriak dari dalam.
"Yang lain pada ke mana? Kok sepi?"
"Richard nggak balik dari semalem. Bayu kayaknya CFD-an sama pacarnya."
Dion muncul dengan kemeja polos hitam dan dalaman kaus berwarna putih. Parfum beraroma citrus langsung menguar memenuhi ruangan. "Gin, titip paket gue, ya ... kayaknya hari ini sampai," pintanya sambil melangkahkan kaki menuju pintu ruang tamu.
Kening lelaki itu mengernyit, matanya menyipit. Menyadari ada suatu kejanggalan dari kilat mata Dion dan bibirnya yang menyeringai. Ia buru-buru bangkit, menyusul kedua lelaki yang sudah berada di halaman luar.
"COD bukan?"
Dion yang sudah duduk manis di motor, dengan Brian di boncengan belakang, siap menjalankan kendaraan roda dua itu mengangguk.
Sialan memang!
"Berapa?"
"Seratus lima puluh!" teriak Dion sambil mengegas motor dan melewati pagar indekos menuju jalan raya.
"Anjir! Mana duitnya?" Teriakan lelaki itu tidak mendapat balasan lagi. Ia mengumpat sambil mengingat-ingat isi dompetnya. "Untung cukup duit gue. Kenapa punya temen kere-kere, sih?"
Giorgino Praga Ardana.
Lelaki yang berkuliah di Teknik Arsitektur ini, walaupun tidak memiliki pamor yang bisa dibanggakan, tapi punya isi kantong yang cukup bisa disombongkan.
Bagaimana tidak? Di usianya yang ke 21, ia sudah menyandang predikat pengusaha muda. Gino memiliki sebuah kafe, yang populer jadi tongkrongan mahasiswa dan anak muda, sejak dua tahun lalu. Awalnya Golden Cafe dikelola oleh Haikal, sang kakak. Sejak SMA, ia sering membantu Haikal di kafe tersebut, sebagai barista. Kini, sang kakak sibuk di restauran keluarga, yang sudah punya beberapa cabang.
Akan tetapi, sebenarnya Gino tidak nganggur-nganggur amat. Dia cukup sering menghabiskan waktu di kafe untuk bantu-bantu di sana, belajar membuat resep baru bersama Aldo---sang koki---atau sekedar mencari kesibukan agar tidak kalah dengan Naka dan Brian.
***
Selain ketiga lelaki itu, ada Dion yang menghuni kamar nomor empat. Lelaki berkulit putih pecinta Drama Korea ini satu kelas dengan Brian. Meskipun memiliki tampang lugu dan kekanakan, Ardion Aluka Putra bisa berubah menjadi cowok 'beneran' di atas panggung dan digilai banyak cewek, saat menunjukkan aksi menggebuk drumnya.
Empat kamar itu saling berhadapan dengan lorong sebagai pemisahnya. Kamar nomor satu dan dua memiliki jendela menghadap halaman depan, dan jendela dua kamar lainnya menghadap halaman belakang.
Sedangkan di belakang ruang tengah, ada dua kamar yang juga menghadap taman belakang.
Penghuni kamar nomor lima adalah, Bayu. Ia satu kelas dengan Gino dan Richard. Lelaki berdarah Sunda itu, juga paling sering jadi penunggu kos, selain Gino. Meskipun kadang bisa seminggu tidak pulang ke indekos, saat ada pertandingan bola. Mahasiswa bernama lengkap Bayu Permana itu sangat lihai menangkap bola, tapi sayang belum berhasil menangkap hati sang calon mertua.
Sedangkan kamar terakhir ditempati Richard, mahasiswa Teknik Arsitektur, teman akrab Gino, yang paling hobi kelayapan, meskipun sebenarnya tidak punya kesibukan berarti. Lelaki yang memiliki darah Tionghoa-Amerika-Jawa ini adalah orang yang tepat jika kamu menanyakan tentang kelab malam dan DJ-DJ seksi.
Setiap bulan, pemilik nama lengkap Gabriel Richard Sutedjo ini bisa berkencan dengan empat perempuan sekaligus, meskipun tidak pernah ia akui sebagai pacar.
Tidak ada yang istimewa dari Boedjangan Indekos sebenarnya. Tapi mungkin, cerita-cerita kecil keenam lelaki ini menjalani hari demi hari, dapat membuatmu terhibur.
***
(Naka-Brian-Gino)
.
.
.
Let's Meet
Boedjangan Indekos' Members
.
.
Ken Ranaka Malik
The Leader
Mahasiswa Hukum
Semester 5
Giorgino Praga Ardhana
The Rich One
Mahasiswa Teknik Arsitektur
Semester 5
Brian Mahesa Rahandika
The Noisy One
Mahasiswa Sastra Inggris
Semester 5
Ardion Aluka Putra
The Innocent and the Baby
Mahasiswa Sastra Inggris
Semester 5
Gabriel Richard Sutedjo
The Playboy
Mahasiswa Teknik Arsitektur
Semester 5
Bayu Permana
The Trouble Maker
Mahasiswa Teknik Arsitektur
Semester 5
.
.
.
And the girls
.
.
.
Haruna Erviani
Mahasiswi Ilmu Perpustakaan
Semester 5
Andara Novada
Dosen Teknik Arsitektur
Julia Maheswari
Mahasiswi Sastra Inggris
Semester 3
.
.
.
Gimana ges?
Terhibur?
Penasaran?
Selamat berkenalan (lagi) dengan Naka, Gino, Brian, Dion, Bayu, Richard, Una, Andara, Lia, dan tokoh-tokoh lainnya nanti di Boedjangan Indekos hehe..
Ini adalah AU dari 3 ceritaku (Drama KKN, Not So Husbandable, Double Trouble)
See you when I see you,
Oktyas🥳🥰
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top