Keputusan Futa

Malam hari, pantai Nagasaki tampak memantulkan cahaya bulan yang menyinarinya dengan indah. Aku yang masih berada di vila menikmati pemandangan tersebut dari jendela, karena aku sangat bosan kuputuskan untuk pergi seorang diri ke pantai itu. Hanya ada petugas pantai yang menjaga pada malam hari namun tetap saja sepi.

Deburan ombak yang membasahi kakiku yang tak memakai alas apapun mulai terasa dingin. Aku melihat luasnya laut dan langit malam yang seperti tak ada batasnya dan tampak saling terhubung di ujung sana, aku sedikit mendekat ke bibir pantai dan membiarkan seperempat dari kakiku masuk ke dalam air. Laut gelap itu tiba-tiba saja berubah menjadi terang karena cahaya bulan dan membawakan sebuah kalung kerang yang entah datang dari mana.

"Eh ada kalung? Punya siapa ya?" kataku sambil mengambil kalung tersebut.

Kupandagi kalung kerang itu sambil terkagum-kagum. Mashu berlari ke arahku karena dia khawatir aku tidak ada di vila malam ini.

"(Y/n)!" panggilnya dengan keras.

"Mashu san?"

"Bodoh! Sedang apa kau disini sendirian?" tanyanya.

"Ingin lihat laut saja."

"Hah ..." helanya kemudian menggandeng tanganku dan mulai mengajak berjalan.

"Ada apa Mashu san?"

"Kamu itu jangan buat masalah ya, kalau pak produser tahu bisa dipecat kamu. Mau?"

"Duh Mashu san kejam amat ngomongnya."

"Ck, sudahlah. Ada anak kecil yang waktu itu datang kemari."

"Futa? Untuk apa dia kesini?"

"Tanya saja pada dirinya."

Aku penasaran dan segera berjalan dengan cepat untuk menemuinya. Di jalan aku berpikir untuk apa dia datang sampai ke tempatku? Bukankah jarak dari vila dan rumahnya sendiri jauh? Pertanyaan terus memenuhi pikiranku hingga sampailah aku di depan pintu vila, benar saja Futa sudah menunggu di ruang tamu bersama pak produser. Mereka sedang asik bermain bersama.

"Futa." panggilku.

"Onee chan." sahutnya dengan wajah yang berbinar dan langsung menghampiriku.

Aku memeluknya dengan erat sambil mengelus kepalanya.

"Onee chan, aku mau ketemu onee chan."

"Kenapa mau ketemu aku terus?"

"Soalnya onee chan itu baik, Futa suka."

"Futa suka sama onee chan karena onee chan baik?"

"Iya."

"Tapi ... Futa ke sini sendirian?"

"Iya."

Dengan terkejut aku langsung memeriksa tubuhnya dan wajahnya, "Kamu nggak papa kan?"

"Ya ampun onee chan, aku baik-baik aja."

"Syukur kamu baik-baik saja. Lain kali jangan begitu ya, tidak boleh pergi malam-malam sendirian."

"Kau juga harusnya begitu (Y/n)." kata Mashu yang daritadi memperhatikan kami berdua.

"Baiklah Mashu san."

"Nah, kalau begitu Futa ke sini ada perlu apa?"

"Ah iya, onee chan. Aku mau bilang kalau aku ingin jadi rapper."

"Papa mama sudah setuju?"

Futa hanya menggeleng, kemudian terdiam. Tak terasa air matanya mulai mengalir membasahi pipinya.

"Lho Futa? Kenapa tiba-tiba nangis?"

"Hiks ... papa mama .... hiks ... nggak kasih izin ... tapi ... Futa mau ... hiks ..."

Aku memeluknya lalu menggendongnya, "Sudah jangan menangis. Futa bisa bilang ke papa mama kan kalau Futa mau? Mereka pasti ngerti kok."

"Hng." angguknya.

"Kalian asik berdua saja ya daritadi." kata pak produser yang dari tadi juga melihat drama kami berdua.

"Pak produser, maaf ya."

"Onee chan, malam ini Futa mau tidur sama onee chan."

"Eh?"

"Kenapa onee chan? Nggak boleh ya?" tanyanya sambil melihatku dengan matanya yang sedikit bengkak karena habis menangis.

Aku melihat ke pak produser, dan yang dilihatnya hanya tersenyum jahil sambil tertawa sedikit. Lalu kemudian menganggukan kepalanya, "Boleh Futa. Paman akan menelpon orang tuamu untuk meminta izin agar mereka tak khawatir."

"Terima kasih paman."

"Sama-sama. Nah sekarang tidur ya, sudah malam."

"Iya."

Aku membawa Futa ke kamarku, sebelum naik ke kasur aku membasuh kakiku dan kaki kecilnya. Setelah kami duduk di atas kasur, Futa memasukkan dirinya ke dalam selimut sambil berkata, "Onee chan ayo cari aku."

"Oh mau main petak umpet ya? Eumm mana ya Futa? Aduh kok nggak ada di sini ya?"

"Hihihi, ayo onee chan."

Aku hanya meladeninya yang masih asik bersembunyi di dalam selimut, rambut oranyenya itu sedikit terlihat. Lalu aku pun dengan pelan menangkapnya, "Haa ketemu!"

"Aaaah onee chan curang."

"Lho kok curang? Orang kepalamu tuh kelihatan."

Kami berdua bermain hingga larut malam sampai kami kelelahan dan tertidur dengan pulas. Futa tidur dengan tenangnya, wajahnya yang lucu itu sangat damai saat dia tidur. Udara dari AC yang kunyalakan membuatnya kedinginan, tubuhnya dia dekatkan ke arahku, aku memeluknya agar dia tak kedinginan. Entah apa yang ada dipikiran anak ini hingga dia nekat datang sendiri kemari.
                                 OOO

Pagi hari, tampaklah kedua orang tua Futa yang bermaksud untuk menjemput anaknya yang tadi malam tiba-tiba pergi. Tapi berkat telephone dari pak produser yang mengatakan bahwa Futa ada di vila dekat pantai mereka pun merasa lega. Mereka duduk di ruang makan sambil menikmati secangkir teh hangat. Pak produser memulai pembicaraan pagi itu,

"Sepertinya keputusan ini tidak bisa saya paksakan dari anda berdua, benarkan?"

"Iya pak, kami sebagai orang tuanya pun sempat berdebat tentang hal ini."

"Tidak apa, itu hal yang wajar pak. Membuat keputusan untuk anak memang tak mudah."

Pak produser meminum teh nya, kemudian menyuruh Mashu untuk memanggilku dan Futa yang masih berada di dalam kamar.

Tok tok

"Permisi (Y/n), Kaminoshima."

Aku yang sudah terbangun pun membuka pintu tersebut, "Mashu san?"

"Kau dipanggil pak produser. Orang tua dari Kaminoshima datang untuk menjemputnya."

"Baiklah, tunggu sebentar."

"Iya."

Kami berdua bersiap-siap dan turun ke bawah. Futa menghampiri kedua orang tuanya sambil tersenyum, ibunya pun memeluk anaknya dengan rasa khawatir.

"Futa, kamu kenapa tiba-tiba kabur nak? Mama jadi khawatir."

"Aku cuma ke tempat onee chan mama."

"Lain kali nggak boleh begitu."

"Iya papa."

"Nah, karena semua sudah berkumpul. Jadi saya ingin mendengarkan keputusannya. Futa, apakah kamu benar-benar ingin jadi seorang rapper?"

Tanpa ragu Futa menjawab, "Ya, aku mau paman."

Futa melihat ke arah ibu dan ayahnya dengan wajah seriusnya, dirinya bersungguh-sungguh untuk menjadi seorang rapper. Ibu Futa dengan wajah cemasnya melihat wajah suaminya, dan anggukan dari ayah Futa adalah tanda bahwa mereka menyetujui keputusan anaknya.

"Boleh, kami mengizinkan anak kami untuk bekerja dengan perusahaan anda."

"Terima kasih atas kerja samanya. Saya sangat senang mendengar keputusan anda."

Futa yang mendengar hal tersebut pun tersenyum senang sambil memeluk kedua orang tuanya, "Terima kasih papa, mama. Futa senang banget."

"Sama-sama Futa."

"Tapi, bagaimana dengan sekolahnya? Futa masih butuh pendidikan."

"Tenang pak, kami sudah menyiapkan sekolah di Tokyo. Tentu saja Futa akan bersekolah di sana."

"Futa sekolah sendirian di Tokyo?" tanyaku.

"Iya. Apa kau ingin merekrut anak lain dari sini (Y/n) san?"

"Apa? Mana mungkin."

"Paman, biar aku ajak temanku. Boleh ya?"

"Baiklah jika itu mau Futa."

"Wah, terima kasih paman. Paman sangat baik."

Aku hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum. Futa memang anak yang ceria dan cerah, secerah matahari pagi yang menyinari kami semua di ruang makan ini.

To be continued.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top