Bocah-bocah MTC
Tiba-tiba saja seorang preman dan mantan tentara jadi menciut alias balik lagi ke bocah.
Jyuto sendiri bingung dengan perubahan mereka yang tiba-tiba. Tapi mau tak mau ia harus mengurus mereka, terlebih bocah-bocah ini tidak lain tidak bukan adalah antek-anteknya.
"Aku pul--eh."
Mina yang baru saja pulang dari rumah sakit terkejut ketika melihat ada anak kecil di rumahnya. Yang satu lari-lari sambil bawa baskom--kayak balapan F1--katanya. Yang satu lagi kalem adem ayem sambil masak debu.
"Ada apa ini?" tanyanya, ketika melihat Jyuto yang sibuk memanggil bocah berambut putih, namun tak direspon.
"Seperti yang kau lihat." Jyuto menjawab dengan enteng. Mau bagaimanapun naluri "emak-emak"-nya langsung aktif ketika melihat keduanya kembali jadi bocah kecil atau bocil, jadi Jyuto tidak protes. Tentu Mina masih belum ngeh, mengingat dia baru saja mendapat berita bahwa ada pasien anak kecil yang dirawatnya meninggal.
Melihat kedua bocah ini mengingatkannya pada pasien itu...yang terakhir kali dilihatnya masih bermain mobil-mobilan bersamanya.
"Ah, kuso-nee-chan!"
Samatoki kecil melempar baskom tersebut ke sembarang arah, yang malah mengenai Riou kecil yang tengah memasak. Meski Riou tahan banting, yang namanya ditemplak baskom ke punggung tetap saja sakit, apalagi ia anak kecil.
Kedua mata bocah berambut cokelat oranye itu berkaca-kaca. Melihat itu membuat Jyuto menepuk-nepuk kepala Riou dan menoleh pada Samatoki.
"Oi!" pekik Jyuto, yang tak dipedulikan Samatoki. Bocah itu terus berjalan menghampiri Mina dan menarik bajunya.
Mina menunduk, melihat bocah itu yang berdiri di hadapannya, memegangi roknya.
"Ya?" tanyanya sembari tersenyum.
Meski Mina tahu bahwa ini adalah anak kecil--lebih tepatnya Samatoki kecil--dia tetap harus bersikap lembut, biarpun saat dewasa ia menyebalkan.
"Kau sudah pernah ena-ena sama si brengsek belum?"
"WOI!" Sekali lagi Jyuto memekik, sementara Mina diam membatu. Dia sendiri terkejut ketika mendengar pertanyaan tersebut keluar dari mulut anak kecil.
Jyuto sendiri memegangi wajahnya frustasi. Gak waktu besar, gak waktu kecil sama aja. Sama-sama kurang ajar.
Mina tersenyum, berjongkok di hadapan Samatoki kecil dan memegangi kedua bahunya. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Walau dalam hati Mina merapal doa untuk menyuruhnya sabar. Dia tahu kalau ini Samatoki--lelaki kurang ajar--yang ditemuinya. Tapi wujudnya anak kecil, sudah pasti kelakuannya juga seperti anak kecil.
"Kenapa?" Samatoki menaruh telunjuknya di dagu, tampak berpikir. "Soalnya si brengsek itu muka-muka mesum sih. Dia pasti menyerangmu kapan saja 'kan?"
Lagi-lagi Mina terdiam. Status mereka memang masih belum sah, tapi terkadang Mina sendiri sering diajak secara "blak-blakan" dan ditolak mentah-mentah tentunya. Diakui bahwa seorang Iruma Jyuto adalah lelaki mesum. Tapi...kalau anak kecil yang bertanya...
"Ah itu..."
"Iya 'kan? Terlihat dari wajahmu!" ucap Samatoki sambil menunjuk tepat di wajah Mina. "Jadi, berapa kali kalian sudah ena-ena?"
"Ini anak banyak bacot!"
Akhirnya Jyuto sendiri geram dan menyeret Samatoki dari Mina. Lelaki kecil itu merengek ketika diseret layaknya karung beras.
"Kuso nee-chan tolong dong huwee!" rengeknya sambil meronta. "Kau mau dihajar ya, brengsek?!"
Namun diabaikannya preman kecil itu. Jyuto menyeret Samatoki agar jauh dari wanitanya, yaitu kamar, dengan niat menyuruh bocah kurang ajar ini tidur.
Ketika sudah berada di kamar, Samatoki didudukan di atas kasur tipis, sementara Jyuto mengambil bantal dan guling yang ada di lemari.
Riou daritadi hanya membuntuti mereka dari belakang dengan tangan yang sibuk mengaduk wortel kecil dan sawi mentah--yang diberikan oleh Jyuto karena kasihan melihatnya memasak debu--di dalam mangkok kecil. Saat berada di kamar, kedua matanya berbinar ketika melihat masakannya sudah jadi--di matanya.
"Sepertinya kau harus makan ini." Riou berucap sembari menyuapkan sesendok sayur mentah ke mulut Samatoki, yang langsung dimuntahkan oleh lelaki itu.
"Makanan apa itu, sialan?!" Samatoki berucap emosi sambil menarik kerah baju Riou.
"Capcay."
"HAH?!"
Lelaki kecil berambut putih itu semakin mencengkram kerah Riou, tepat di saat itu juga Mina masuk ke kamar dan melerai keduanya.
"Aduh, jangan berantem ya." Mina berucap sambil memisahkan Samatoki dan Riou, namun lelaki berambut cokelat oranye itu memegang tangan Mina dan menatapnya memohon.
"Nee-chan, ayo kita tidur," ajak Riou.
"Hah?"
Tidak terima karena hanya Riou yang mengajak, Samatoki pun ikut menarik tangan Mina. Ulangi, menarik sampai wanita itu hampir terjungkal.
"Ayo, kuso nee-chan kita tidur!"
Jyuto yang tengah memegangi guling dan bantal di belakang mereka hanya bisa menggertak dengan banyak perempatan muncul di wajahnya. Melihat bocah-bocah itu dengan entengnya memohon pada wanitanya, berbeda dengan Jyuto yang susah payah mengambil hati wanita itu.
Terkadang Jyuto berharap ia mau kembali jadi anak kecil saja, biarpun hanya sekali.
"Iya iya kita tidur ya." Mina berucap sembari mengangguk dan mengelus kepala keduanya. "Tapi jangan berantem lagi, oke?"
Riou mengangguk, sementara Samatoki mengacungkan jempolnya dan berucap, "Okay!"
Mina menerima bantal yang diberikan oleh Jyuto, menatanya untuk dirinya, Samatoki dan Riou. Setelahnya kedua anak kecil itu pun meletakkan kepalanya ke bantal masing-masing, begitupula dengan Mina yang berbaring di antara mereka.
Wanita itu segera memiringkan tubuhnya ke kanan--menghadap Riou--karena dirinya agak susah untuk memulai tidur dengan posisi telentang. Karena ini merupakan kesempatan yang bagus, Riou langsung memeluk Mina, membuat Samatoki memekik di belakang wanita itu.
"Hadap sini juga dong!" Samatoki meminta--tapi nyolot.
"Tidur kau, bocah." Jyuto mentitah, akibat terlalu kesal melihat Samatoki yang terlalu banyak memerintah. Lelaki kecil beriris delima itu mendecih. Ia memeluk Mina dari belakang, lalu menjulurkan lidahnya pada Jyuto, membuat perempatan besar muncul di dahi lelaki berkacamata itu.
Samatoki berniat mengompori karena merasa menang bisa memeluk "wanita" milik Jyuto.
Mina tersenyum kecil, ketika melihat Riou yang sudah tertidur pulas di dekapannya dan tak lagi mendengar suara Samatoki karena ia sudah masuk ke alam mimpi. Tangannya mengelus kepala Riou, lalu beralih ke tangan Samatoki yang berada di pinggangnya dan mengelus punggung tangannya.
Jyuto yang melihat itu sadar akan sesuatu. Meski ekspresi wanita beriris merkuri itu terlihat bahagia, tapi senyuman itu berubah menjadi kecut, yang tidak mungkin tidak diketahui oleh Jyuto.
"Ada masalah?" Ia langsung bertanya, mendekatkan dirinya yang duduk tepat di atas kepala Mina. Wanita itu mendongak sejenak, lalu menggeleng pelan.
"Bukan sesuatu yang penting."
"Tidak penting tapi wajahmu terlihat jelek sekali, Mina-chan."
"Terima kasih."
Jyuto berpangku tangan dan menatap wanita itu datar. "Aku tidak mau mendengar kata itu dari mulutmu, Nona. Lagipula aku tidak melakukan apapun sampai kau harus berterima kasih."
Mina menghela napas panjang, berusaha untuk menahan air mata yang terus mendesak untuk keluar. Dadanya terasa sempit, bahkan sulit untuk bernapas. Dia mengelus kepala Riou lagi lalu mengecup dahinya.
"Padahal dia saat itu masih bermain denganku, tiba-tiba saja dia pergi..." Mina menarik napas perlahan lalu menghembuskannya dan menyambung, "Tepat di hadapanku."
Lelaki beriris emerald itu langsung tahu siapa yang dimaksud, seorang pasien anak kecil pengidap leukimia yang pernah diceritakannya. Jyuto tahu, sudah banyak kematian yang dihadapkan pada wanita ini. Namun sekuat apapun menahan untuk tidak melampiaskannya, tetap saja air mata dan kesedihan itu akan keluar dengan sendirinya.
"Bagaimana ini...?" Mina bertanya sembari menumpahkan air matanya dan menangis sesugukkan. "I-Ini salahku 'kan..."
Jyuto merasa iba dan kasihan. Mungkin mereka sama, sama-sama menghadapi kematian orang lain. Namun Jyuto masih bisa menahannya--karena selama ini orang yang dihadapinya pantas mendapatkan itu--menurutnya. Tapi tidak dengan Mina, yang merawat dan menyembuhkan anak-anak. Ulangi, anak-anak. Dia selalu menganggap anak-anak itu sebagai adik-adiknya, tentu saja dia selalu merasa bersalah ketika "gagal".
"Bukan, bukan salahmu."
Lelaki itu berusaha untuk menenangkan Mina yang sesugukkan--dan terlihat menahan suaranya--karena kedua anak kecil di sampingnya sudah tertidur pulas. Jyuto mengusap air mata yang mengalir di pipi Mina dengan ibu jarinya.
"Kau tak bisa menyalahkan dirimu. Memang sudah takdir anak itu untuk pergi."
Tetap saja, Mina masih belum bisa menerima hal tersebut. Mau bagaimanapun caranya, Mina belum bisa menerima kenyataan. Memerlukan waktu yang lama baginya untuk menerima hal tersebut.
Riou tiba-tiba tersadar, mengucek kedua matanya dan mendongak, melihat Mina yang tengah sesugukkan. Segera ia bangun dari posisi tidurnya dan terduduk.
"Nee-chan...kenapa?" tanyanya sambil memiringkan kepala. Mina yang menyadari itu cepat-cepat menghapus air matanya dan menggeleng.
"Tidak, mata Nee-chan kelilipan," ucapnya, lalu mengulurkan tangannya pada Riou, mengajaknya untuk tidur kembali. "Ayo tidur lagi, sayang."
"Beneran...gak papa?" tanya Riou lagi. Anak ini memastikan saja, apalagi setelah melihat mata Mina yang sembab itu.
"Iya gak papa kok."
Jyuto hanya bisa diam melihat keduanya saling berinteraksi. Toh Riou juga tidak terlalu banyak mulut. Ia hanya terlalu khawatir pada Nee-chan-nya.
Ketika Riou menurut dan meletakkan kepalanya lagi, Samatoki tiba-tiba tersadar dan duduk, melihat wajah Mina seperti orang menangis. Ia langsung menoleh pada Jyuto dengan tatapan kesal.
"Woi, kau apakan kuso nee-chan-ku, brengsek?!"
Jyuto kesal dibuatnya. Habis orang hanya diam-diam disitu malah disalah-salahkan.
"Aku tidak ada melakukan apapun, sialan," ucapnya membela diri.
"Sudah sudah." Mina mengibaskan tangannya yang bebas, karena tangan satunya dipakai Riou untuk berbaring. "Aohitsugi-kun, ayo tidur."
Namun tatapan kesal Samatoki tak lepas dari Jyuto, sampai lelaki kecil itu akan berbaring, ia menggerakkan tinjuannya--berniat untuk mengancam Jyuto--membuat lelaki berkacamata itu menggeram.
Samatoki kembali berbaring, memejamkan kedua mata dan memeluk Mina. Wanita itu pun perlahan memejamkan matanya dan menenangkan pikirannya sejenak.
Jyuto yang masih duduk disana menyingkirkan helaian rambut yang menghalangi pipi Mina, lalu mengecup pipi wanita itu.
"Kau sudah melakukan yang terbaik," ucap Jyuto.
Ia sudah tahu sejak Mina pulang lebih awal dari biasanya. Terlalu sibuk mengurus kedua bocah kecil bukan berarti perhatiannya teralihkan dari Mina. Perasaannya selalu tepat, mengatakan bahwa sedang terjadi sesuatu pada wanita itu.
~~~
Kepala Mina terasa berat. Apa karena menangis? pikirnya. Terkadang melakukan sesuatu yang berlebihan bisa memberi efek buruk pada tubuhnya.
Tapi tak hanya kepala, badannya pun begitu. Susah sekali untuk digerakkan.
Sampai kedua iris merkuri itu terbuka dan kesadaran Mina terkumpul sepenuhnya. Dilihatnya sebuah tangan besar memeluk pinggangnya dan di hadapannya kini adalah seorang lelaki dewasa yang tengah terlelap.
Astaga.
Wanita itu segera bangkit dari posisi tidurnya dan menjauh dari kedua lelaki yang masih terlelap itu sambil memeluk tubuhnya dengan kedua tangan.
Astaga astaga astaga!
Pikiran Mina langsung kacau. Padahal yang tadi tidur dengannya itu Samatoki dan Riou kecil. Kenapa malah jadi besar ketika dia bangun? Sungguh, pikiran Mina sangat buntu.
Wanita itu mempercepat langkahnya untuk keluar kamar. Namun saat akan menggeser pintu, Jyuto sudah berada di hadapannya dan membuka pintu tersebut.
Lelaki itu melihat wajah Mina yang tampak terkejut dan ketakutan. Apalagi melihat tangan Mina--yang sedang melindungi dirinya sendiri.
"Kenapa?" Jyuto bertanya, namun tak dijawab oleh Mina. Sampai lelaki itu melihat kedua antek-anteknya tengah tertidur dengan pulas, membuat perempatan muncul dahinya.
Ia berjalan dengan amarah, lalu terdiam di antara keduanya yang masih tertidur. Tiba-tiba saja kaki Jyuto bergerak untuk menendang Samatoki lalu Riou, membuat keduanya langsung membuka kedua mata dan mendudukkan diri.
"Apa-apaan kau, sialan?!" protes Samatoki, sementara Riou masih mengucek matanya.
"Kalian apakan Mina-chan?!" tanya Jyuto penuh emosi.
"Tidurlah."
Samatoki menjawab dengan enteng, membuat Jyuto tak main-main langsung menarik kerah baju lelaki beriris delima itu.
"Apa katamu?"
Mina sendiri masih syok, memilih untuk duduk di depan pintu kamar. Bagaimana tidak? Dia tidur dengan dua orang lelaki dewasa. Jantungnya mau copot saat mengetahui hal itu.
"Tapi dia benar, Jyuto-san." Riou berucap pelan, menguap sejenak lalu menyambung, "Tadi kami memang tidur dengannya karena kami anak kecil."
Oh iya.
Kenapa Jyuto bisa lupa?
Namun di pikiran Mina saat ini; Samatoki dan Riou kecil adalah mimpi, jadi daritadi dia tidur dengan kedua lelaki itu.
"Kalian tidak ada melakukan sesuatu 'kan?" tanya Jyuto lagi, memastikan.
"Kenapa kau takut sekali?" Samatoki menyeringai. "Takut kami melakukannya juga?"
"Sekali lagi kau berbicara seperti itu akan kubunuh kau."
"Coba saja."
Mengabaikan Jyuto dan Samatoki yang beradu mulut, Riou merangkak menghampiri Mina dan duduk di hadapan wanita itu.
"Nee-chan, aku mimpi nee-chan mencium dahiku." Riou berucap sembari menunjuk dahinya. "Boleh nee-chan cium lagi?"
"Eh?" Mina mengerjap bingung. Memang yang dia sempat mengecup dahi Riou saat tidur. Tapi ketika Riou berubah jadi kecil.
"RIOU!"
Sementara Jyuto menyerukan nama lelaki berambut cokelat oranye itu geram, ketika melihat anteknya meminta hal aneh-aneh pada wanitanya.
Tamat.
Halo~
Saya baru2 aja nyemplung ke fandom ini dan masih HYPE luar biasa. Nyari asupan sana sini, nyari ff dll.
Ini juga awalnya cuma trashfic, iseng2 berhadiah pakai pairing OC. Eh malah keterusan jadi ff😂
Oiya, disini Jyuto nyebut mereka antek2 karena dia lebih tua dari yang lain😂Leader MTC tetep Samatoki-sama dong ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top