🔖☠️Ujian terakhir ☠️🔖
Boboiboy Halilintar, siapa yang tidak kenal dengan nama Boboiboy Halilintar? Seorang pemuda yang menyandang nama keluarga besar Boboiboy. Putra pertama sekaligus pewaris dari perusahaan dan semua aset dari keluarga Boboiboy? Tampan, pintar dan sempurna, tidak ada yang menandinginya.
Halilintar selalu menjadi sorotan bahkan ketika dia hanya diam tak bicara, berbeda dengan ke-enam adik-adiknya yang selalu iri dan iri ketika mereka terus berusaha ke puncak tapi gagal hanya dengan pandangan Halilintar saja.
Tidak ada yang terjadi selama satu tahun Halilintar menjadi generasi pertama keluarga, bahkan semua pertemuan maupun rapat penting, dijalani dengan lancarnya di tangan Halilintar.
Sampai ... Sebuah undangan pertemuan datang ke tangan Halilintar, kertas undangan itu berwarna putih bersih dan terdapat stempel keluarga Boboiboy. Tulisannya rapih dan lurus dengan kalimat mengundang dengan sopan ke pertemuan keluarga.
Halilintar hanya mengambil surat itu dan ingin menyerahkannya ke asistennya, namun sebuah kertas kecil jatuh berasal dari undangan itu, yang bertuliskan ...
'aku berharap banyak darimu, Boboiboy Halilintar.'
"..."
Halilintar hanya menatap sekilas, dan segera mengirim surat undangan itu ke asistennya untuk dibagikan ke saudaranya yang lain.
...
Haripun berlalu dan tiba saatnya Halilintar dan keluarganya ke pertemuan, itu dilaksanakan di sebuah villa terpencil di sebuah pegunungan, dan Halilintar berangkat sendiri dengan seorang supir, berbeda dengan saudaranya yang lain yang menggunakan bus sewaan dan berangkat bersama-sama.
Itu wajar, karena sedari kecil Halilintar selalu sendiri, bahkan ia terkadang lupa nama dari adik-adiknya.
Dan setelah sampai di sana, Halilintar cukup terkejut ketika ternyata Halilintar adalah orang terakhir yang sampai di sana, lebih terkejut lagi ketika ternyata semua keluarga Halilintar dari yang dekat sampai jauh, ada di sana, termasuk kedua orang tua Halilintar sedang berbicara dengan adik-adiknya, bahkan ... Halilintar melihat ke-empat sahabatnya dulu? Ying, Yaya, Fang, dan juga Gopal.
Mengapa mereka di sini?
Bahkan Kaizo dan beberapa orang asing muncul dalam pandangan Halilintar, apakah meraka semua adalah tamu? Bukankah ini hanyalah pertemuan keluarga? Mengapa menjadi begitu banyak orang?
Tidak ada yang berbicara maupun mejelaskan, sampai sebuah pintu lebar ruangan itu dibuka menampilkan seorang pria tua berjas hitam dengan elegannya masuk bersama beberapa asisten dan juga para penjaga.
"Hallo semuanya, selamat datang. Saya ucapkan terimakasih karena telah menghadiri pertemuan kali ini dengan penuh semangat, meskipun ... ada seseorang yang terlambat, " tiba-tiba pandangan pria itu mengenai Halilintar yang baru sampai, membuat semua orang melihatnya, bahkan keluarganya, " tapi tak 'pa, untuk saat ini silahkan menuju kamar masing-masing untuk beristirahat dan kita akan memulainya ketika sudah tiba."
Pria tua itu ialah kakeknya, Tok Aba, sekaligus orang yang membuat acara ini, ia berbalik dan beberapa penjaga mengawal para anggota keluarga maupun tamu untuk istirahat.
Lalu pada malam hari, Halilintar dibangunkan dengan ketukan di pintu, ah tidak, Halilintar tidak tidur, dia hanya membaca buku yang tersedia di kamarnya, dan menunggu pertemuan dilakukan. Dan siapa yang tahu, pertemuan itu dilaksanakan pada malam hari.
Isi pertemuan itu hanyalah beberapa perkenalan antar keluarga dan beberapa ditaburi dengan butiran kesombongan dan kalimat sindiran untuk keluarga yang tak mampu mencapai puncak. Dan Halilintar tak terkejut akan hal itu, ini adalah hal wajar ketika para orang tua saling menyombongkan anak-anaknya di depan keluarga besar, karena apa? Tentu saja karena pada akhirnya Halilintar yang menjadi pemenangnya tanpa melakukan apapun.
Sungguh ironi ....
Pertemuan itu ternyata hanya menghabiskan empat jam, dan berakhir di tengah malam. Keesokan paginya semua para orang tua pergi meninggalkan anak-anaknya di villa itu karena akan diadakan beberapa ujian untuk mereka.
Dan Halilintar hanya mengangguk dan segera menelpon asistennya di rumah Halilintar supaya membatalkan semua pertemuan selama seminggu dan menyerahkan hal penting lainnya untuk dikerjakan oleh asistennya.
"Sangat sibuk hah? Tuan Halilintar?" Suara itu tenang dan tenang tapi terselip nada ejek di sana, dan ketika berbalik, Halilintar menemukan Solar adiknya.
"..."
Tak ada tolakan maupun tanggapan lain, Halilintar hanya berjalan menjauhi Solar, beginilah Hali ketika dihadapkan dengan adiknya, terutama Solar, sang adik bungsu.
Saat Halilintar kembali ke kamarnya, dia dipanggil untuk makan malam. Dan entah kenapa makan malam kali ini berbeda dari kemarin, itu terdapat meja panjang yang di sisinya ada beberapa kursi yang saling berhadapan memenuhi meja, dengan satu kursi yang berbeda dari lainnya, itu seperti kursi pemimpin ketika rapat. Lalu, di atas meja itu terdapat sesuatu yang ditutupi, besar dan tinggi hingga hampir memenuhi meja panjang itu, ah tidak, itu berada di tengah, tidak sampai memenuhinya.
Halilintar menatap kursi itu lagi, ah! Apakah itu adalah kursi untuk Halilintar? karena semua kursi sudah terisi, bahkan Fang dan Gopal pun sudah duduk di sana.
"Duduklah ...," Halilintar hanya patuh ketika disuruh duduk, dan saat semuanya sudah duduk, penutup yang menghalangi 'sesuatu' di meja tersebut dibuka dengan bantuan beberapa pelayan.
Dan alangkah terkejutnya ketika penutup itu dibuka ...
"Hmmmmpphhhh!"
"Hmmmmpphhhh!"
Itu orang!
Dan suara-suara tadi berasal dari keduanya, mereka berdua seorang pria dan wanita seusia Halilintar, tubuh mereka penuh dengan luka mungkin karena perlawanan sebelumnya, berdarah hingga menodai baju dan meja, lalu berteriak tapi terhalang dengan kain yang mengikat keras mulut mereka disusul dengan gerakan perlawanan dari kaki dan juga tangan yang terikat, seperti minta tolong!
Halilintar terdiam bersama yang lainnya.
Drek! Drek-drek!
Tiba-tiba datang semacam sebuah gerobak dorong yang biasa untuk menyajikan makanan, itu membawa alat-alat yang tidak pernah terpikirkan oleh mereka.
"Hmph! Hmph!"
"Hmmmmpphhhh!" Kedua orang yang berada di atas meja itu bergerak ketakutan dan air mata meraka keluar dari waktu ke waktu.
"Nah cucu-cucuku sayang, bagaimana kalau kita mulai saja makan malamnya?" Mengabaikan rontaan maupun teriakan yang tertahan, Tok Aba segera mengelilingi semuanya dan membagikan semua 'alat' tersebut, seperti kapak, parang, gunting, pisau, celurit, beberapa jarum dan paku, palu besar, tongkat baseball, tongkat golf, dll, lalu Halilintar mendapatkan pisau di depannya yang Halilintar tidak langsung memegang maupun menyentuhnya berbeda dengan lainnya yang langsung memegang dan memutari alat itu dengan penuh keingintahuan.
"Lalu ..., Silahkan makan~" nada itu terdengar mendayu dalam ketenangan, tidak ada yang bergerak meskipun semua orang memegang 'alat-nya' masing-masing, pengecualian untuk Hali.
Dan keheningan itu terpecahkan ketika Thorn tiba-tiba berdiri dan mengangkat kapaknya, dan ...
Brak!
Kapak itu berhasil memotong kaki seorang wanita di atas meja itu.
"Hnggggghhhhhh!!!" Wanita itu berteriak bersamaan dengan darah yang mulai keluar dari kakinya. Pria yang berada di sebelahnya menendang ketakutan tidak sadar mengenai Gempa.
"Hehe ... Thorn suka kapak!"
"Gahhhh! Hentikan! Lepaskan aku!" Tiba-tiba ikatan di mulut pria itu terlepas membuat semua orang terkejut.
Namun tak lama kemudian Gempa menarik kepala itu, dia memegang gunting ditangannya dan mengambil lidah pria itu dan menguntingnya.
"Khkh!" Pria itu terbatuk dan mengeluarkan darah di mulutnya, sekarang dia tidak bisa berbicara lagi.
Gempa juga melakukan hal yang sama pada wanita itu, karena wanita itu bangkit dan akan menyerang Thorn!
Plak!
Gempa menampar wanita itu dan membanting kepalanya ke meja setelah menggunting lidahnya.
"Jangan sentuh adikku!" Dengan dinginnya Gempa menancapkan gunting itu ke salah satu mata wanita itu karena kesal.
Darah sudah memercik ke arah semua orang dan membuat yang lainnya terkejut.
"Selamat makan!" Ketika Thorn mengatakan kalimat itu, tanpa disangka semua orang bergerak dan memegang pria maupun wanita itu dan segera melakukan aksinya.
Ada yang memotong, menusuk maupun menggunting dan melakukan hal lainya tanpa membuat kedua orang yang berada di meja itu bergerak sesukanya.
Dari ketujuh belas orang yang duduk di sana, hanya Halilintar yang masih duduk dan menatap tidak percaya, bagaimana mungkin? Mengapa semua orang menjadi bertingkah seperti ini? Bahkan adiknya dan sahabat Hali juga?!
" ..." Halilintar menutup mulutnya mengabaikan pisau dihadapannya.
Dia tak percaya Thorn memotong kaki wanita itu dan memakannya, ia tak percaya Gempa tega memotong lidah keduanya dan mulai menggunting tubuh yang lain setelah menusukkannya ke mata wanita itu, ia juga tak percaya Blaze terus mengiris tangan itu, Ice yang terus menusuk-nusuk jarum besar ke perut pria mengabaikan darah yang terciprat ke wajahnya, Taufan yang sekarang berhasil membuat kepala wanita itu putus dengan sekali serang dan mengangkatnya membuat darah itu mengalir hingga ke arah Hali, karena berdekatan, bahkan Hali tak percaya Solar juga berhasil merobek perut pria itu dan mengeluarkan isinya dan membagikannya ke semua orang untuk makan, tak terkecuali Halilintar, ia mendapatkan yang istimewa, itu jantung yang tergeletak di depannya di samping pisau, dengan bau darah yang memenuhi ruangan makan itu, itu menjadi berantakan dan berisik ketika semuanya berebut untuk makan.
Halilintar menahan gemetar sendirian di kursi itu, hanya dia yang tidak bergerak dan menyentuh pisau maupun bagian tubuh dari kedua orang di meja yang sekarang sudah tak utuh lagi karena sudah ada beberapa bagian tubuh mereka di perut ke enam belas orang itu.
"Makanan kali ini adalah sashimi, Atok tidak menemukan ikan, jadi Atok menggunakan asisten Atok untuk kalian~"
Halilintar tak percaya Atok-nya melakukan semua itu, jadi mereka berdua adalah asistennya? Bagaimana-
"Oh ya, " Tok Aba menatap Halilintar, "makanan kalian yang kemarin juga berasal dari mereka ..."
Nada itu tenang dan tenang datang dari sosok Tok Aba yang duduk di kursi besar seperti singgasana menghadap ke arah mereka.
"Ugh!" Halilintar terkejut hampir berteriak dan muntah! karena apa? Karena Halilintar juga memakannya bodoh! Ia tidak bisa membayangkan daging dari sesamanya dimakan olehnya, pemandangan di depannya sudah membuatnya tersiksa! Mengapa kakek brengsek itu menambahkan hal lain yang membuat Halilintar ingin segera pergi dari sana??!!!
Sialan!
Dan siksaan itu berlanjut dengan beberapa ucapan terimakasih dari semua orang yang berada di meja, tak tahu malu! Halilintar tak mendengar dan tidak mengucapkan hal lain, karena detik berikutnya, dia hanya melihat lantai dan menjadi gelap, segera beberapa orang menghampiri dengan ekspresi terkejut yang Halilintar tidak bisa melihatnya.
.
.
.
.
.
Beberapa hari berlalu dan Halilintar menemukan dirinya di sebuah kamar, ini kamar miliknya yang disediakan untuknya.
Halilintar ingat waktu itu, waktu di mana semua orang merobek wajah mereka dan menunjukkan keganasan dan kesadisannya terhadap makanan.
"Ugh!" Halilintar berlari ke kamar mandi dan segera muntah setiap kali mengingat kata 'makan' dan hal ini sudah menjadi kebiasaan setelah dia pingsan ditengah makan malam, dan hari itu dia bangun keesokan harinya.
"Hah! Ini hampir satu minggu!" Halilintar mengusap kasar bibirnya, ia muntah hanya mengeluarkan cairan putih saja karena dia tidak pernah makan setelah malam itu, tubuhnya kurus dan kehilangan banyak berat badan, dia tidak pernah keluar dari kamar kecuali dipanggil oleh kakeknya untuk meneruskan ujian itu, ujian yang melatih keahlian dari semua orang, semuanya berjalan normal. Dan saat sarapan, makan siang maupun makan malam, Halilintar tidak akan pernah hadir karena yang disajikan sudah pasti sama seperti malam itu, dia hanya minum air putih yang disediakan dan juga beberapa apel yang diberikan entah oleh siapa karena selalu di simpan di depan pintu.
Halilintar hanya mengabaikannya, setidaknya bukan daging dari-
"Ugh! Jangan lagi!" Halilintar muntah lagi, ia tak ingin mengingatnya!
...
Tepat satu minggu Halilintar bersama yang lain tinggal di villa Tok Aba, dan kali ini entah kenapa begitu sepi.
Halilintar baru saja tertidur dan segera melirik jendela yang menampakan malam hari, dan sudah waktunya makan malam.
Ia membuka pintu kamarnya karena biasanya seseorang akan menaruh apel di sana.
"Tidak ada?"
Itu benar-benar tidak ada, dan lorong itu gelap gulita.
Halilintar merasakan keanehan ini, dia mengecek beberapa ruangan di sebelahnya, itu bersih dan rapih, dan semua orang tidak ada di dalamnya! Bahkan dapurpun sepi!
Deg!
Tunggu! Sepi?!
Tiba-tiba Halilintar berlari menaiki tangga menuju ruangan yang belum pernah ia sentuh karena malam itu, itu adalah ruangan makan!
Brak!
"Hah! Hah! A-apa yang-" Halilintar segera berhenti ketika mengalihkan pandangannya ke depan, ruangan itu tidak gelap seperti ruangan lain, dan Halilintar bisa melihat dengan jelas semuanya.
Semuanya berantakan!
Darah terciprat dimana-mana bahkan hampir membanjiri dan mengecat dinding dan juga lantai yang tadinya berwarna putih bersih, kini menjadi merah dan merah.
Beberapa potong tangan dan juga kaki tersebar dimana-mana, ada juga beberapa benda aneh yang tidak sengaja Halilintar injak dan benda itu seperti ...
"Ugh!" Itu organ dalam!
Blam!
Pintu itu tertutup dengan kerasnya membuat dia mengalihkan perhatiannya, itu Solar!
Solar berjalan melewatinya dan menghampiri meja makan di sudut ruangan.
Tapi tunggu!
"Hmph!" Maaf, sepertinya Halilintar tidak sengaja menelan muntahannya.
Dia sungguh terkejut ketika banyak sekali kepala tergantung di dinding, dari kepala semua para pelayan dan penjaga, hingga para tamu, bahkan kepala sahabatnya juga ada!
Fang!
Gopal!
Yaya!
Ying!!!!
Ada juga beberapa tubuh yang tak utuh menumpuk di bawahnya, entah berapa tubuh jika dijadikan satu, karena potongan itu tercampur dan menumpuk. Pisau yang tajam membuat kepala itu diam di dinding, seperti dipaku, dan tubuhnya ditumpuk menyerupai hiasan ruangan.
Dan di tengah semua itu, beberapa orang berkumpul di meja itu, melakukan kegiatannya masing-masing.
Tak!
Tak-tak!
Suara itu berasal dari beberapa paku yang dilemparkan ke arah dinding yang terdapat sebuah kepala.
"Aih! Membosankan!" itu Taufan.
"Jika bosan, mengapa tidak bermain yang lain?"
Brak!
Duagh!
Suara itu keluar dari seseorang yang sedang sibuk menge-cat dinding dengan darah ditongkat baseballnya, bahkan ia tak peduli jika darah itu membasahi pakaian miliknya, ah yang tidak, mereka semua bermandikan darah, itu Blaze.
"Main apa?!" Lalu teriakan itu keluar dari seseorang yang sedang asik memainkan kapak yang berlumuran darah hingga membuat darah dikapak itu terciprat kemana-mana, itu Thorn.
"Tch! Aku lebih suka pisau!" Ice menusuk pisau yang dipegangnya ke arah sebuah kepala yang menghadapnya.
"Yah, tapi kau mendapatkan tongkat baseball ketika pertama kali ujian, yang kau berikan kepada Blaze. Aku mengerti, tongkat itu tidak bisa digunakan untuk memotong." Suara itu datang dari Gempa yang terduduk di singgasana yang biasa Tok Aba gunakan.
Gempa mengalihkan perhatiannya ke arah Halilintar yang terdiam,
"Ah ya, aku hampir lupa. Hai kak, apa pendapatmu tentang semua ini?"
"..."
"Kau tahu, sebenarnya semua ini terjadi jika kita semua tidak dikumpulkan oleh kakek bodoh itu. Tch! Dia hanya berbicara omong kosong mengatakan semua ujian ini dilakukan untuk mendapatkan pewaris keluarga yang tepat, bah! Omong kosong! Bagaimana mungkin dia melakukan itu jika kakek tua itu ternyata memiliki dirimu ditangannya?! Untuk apa semua ini dilakukan jika sudah mendapatkan kandidat, hah?! Lucu sekali!" Suara Gempa datar dan tenang meski di dalamnya terdapat kekesalan, dia kembali memperhatikan Halilintar yang terdiam. Dengan gerakan halus, Gempa meraih kepala yang sedang dipermainkan Ice dan melemparkannya ke arah Halilintar dan karena gerakan refleks-nya yang bagus, Hali tak sadar menangkapnya.
"Akhh! Huwarghhhh!" Detik berikutnya Halilintar melemparkannya ke sembarang arah ketika tidak sengaja memeluknya.
Brukh!
Halilintar terduduk ketika mengetahui bahwa kepala yang ia lempar baru saja itu bukan orang asing, itu milik kakeknya, Tok Aba!
Halilintar gemetaran ketakutan di sana, terus berusaha membersihkan darah yang terciprat karena menangkap kepala kakeknya, tapi darah itu tidak bisa dan tidak mau hilang!
"Yah, tapi kakek tua itu sudah tiada sekarang ...,"
Dengan santai Gempa mendekat setelah melihat reaksi Halilintar, dia menyeringai bersama saudaranya yang lain. Gempa segera berjongkok dan mencengkram dagu Hali agar menatapnya.
"Kau tahu, kau bisa saja jadi bagian dari kami. Apa kau mau?" Gempa menatap sorot mata Hali yang berkilat ketakutan, "atau ... " Gempa memberi isyarat agar saudaranya mendekat, dan hal itu membuat Halilintar semakin takut dan takut, "kau ingin menjadi salah satu hidangan makan malam kami?"
"Ugh! Hoek!" Halilintar segera membuang muka dan memuntahkan seteguk darah karena mungkin selama ini Halilintar terus memuntahkan cairan putih, dan ketika diingatkan tentang makanan, Hali memaksa dirinya hingga muntah.
Dan saat Gempa akan memegang Hali lagi, Halilintar tiba-tiba berdiri dan segera lari dari ruangan itu.
"Hah! Hah! Jangan! J-jangan!" Halilintar terus berteriak yang tertahan, dia berlari menyusuri lorong-lorong itu.
Dan ketika ia berbalik untuk melihat ke belakang, dia menemukan ke-enam saudaranya yang mengejar dirinya. Dengan napas yang tak beraturan Halilintar mempercepat lariannya dan segera menelpon seseorang.
"Hah! Hah! O-ocho! Ochobot! Tolong aku cepat! Jemput aku sekarang! Aku mohon!"
Tanpa memperdulikan orang yang di telpon, Halilintar segera berteriak dan minta tolong, tapi belum sempat orang yang ditelpon menjawab, sebuah tangan berhasil menangkap handphone itu dan menarik dan menabrakkan Halilintar ke arah jendela di lorong itu hingga pecah dan membuat Halilintar terjatuh dari lantai dua.
Brukh!
Halilintar terjatuh dengan kepala yang menjadi yang pertama mengenai tanah, menyebabkan kepala itu terus mengeluarkan darah apalagi terdapat beberapa pecahan kaca yang tertancap di kepalanya.
Pandangan Hali tertuju pada jendela itu dalam masa kritisnya, mengabaikan kegelapan malam dan hujan yang entah kapan datangnya.
Ke-enam saudaranya muncul di jendela tempat Halilintar jatuh, dan segera melompat dan menyeret Halilintar dan memakunya di pohon.
Dengan kedua pisau yang menahan kedua bahu Halilintar, mereka merobek paksa kain yang menempel pada Hali membuatnya compang-camping. Dengan santainya mereka mengeluarkan pisau lain dan membuat gerakan tarian diatas tubuhnya.
Mereka terus menceritakan bahwa semua ini dilakukan untuknya agar bergabung dengan mereka, dan berjanji tidak akan membunuhnya.
Mereka mengatakan kalau keluarga mereka a.k.a Halilintar juga memang keluarga yang seperti ini atas didikan dari kakeknya, Tok Aba dan yang terdahulu, bahkan kedua orangtua Hali dan saudaranya juga ikut andil didalamnya. Saudara Hali sudah seperti ini ketika kecil, setelah ditinggal Halilintar, hanya Halilintarlah yang tidak pernah menyentuh apalagi memakan makanan yang sama seperti mereka, karena Tok Aba tahu, pasti akan ada salah satu dari keluarga mereka yang bisa merubah mereka.
Tok Aba juga sebenarnya pernah berlari ke beberapa orang untuk meminta bantuan, tapi mereka malah ikut terjerumus dan mengikuti gaya keluarganya, bahkan ke-empat sahabat Hali dan tamu lainnya sebenarnya mereka adalah orang-orang yang pernah Tok Aba minta tolong dan juga orang yang ikut terjerumus mengikuti gaya keluarga Tok Aba.
Meski begitu Tok Aba berharap banyak pada Halilintar, dia juga sebenarnya tidak pernah membuat Halilintar menyentuh apalagi berbuat sama sepetinya, bahkan ketika kejadian makan malam itu hanyalah sebuah kebohongan yang mengatakan kalau makanan sebelumnya adalah daging dari sesamanya, itu semua bohong!
Saat seluruh alasan terungkap, tanpa tahu darah mengalir dari kepala dan juga tubuh Hali ke arah tanah dan bercampur dengan lumpur akibat hujan, dan berhasil menyamarkan bau darah yang menyeruak.
Satu tetesan air mata dikelurkan Halilintar ketika mendengar sekaligus mengetahui semua ini, tapi ia lebih tak percaya lagi mengapa adik-adiknya mampu melakukan semua ini? Mengapa mereka harus membunuh semua orang bahkan Tok Aba dan sahabatnya juga?!
Ah tidak, Halilintar belum mendengarkan cerita dibagian hal itu, tapi sepertinya dia tidak akan bisa terus seperti ini saat pandangan Halilintar semakin berkabut dan memburam. Bisa dia lihat ketika dia melirik kakinya, itu dibanjiri dengan darah miliknya, seberapa banyak darah yang Halilintar keluarkan hingga membanjiri kakinya?
Dan saat Halilintar hampir kehilangan kesadarannya, ia melihat sesosok pria berpakaian rapi dan berdurasi pirang dari kejauhan, dia mengangkat tangannya dan tiba-tiba muncul benda bersinar sekaligus suara berdengung seperti tembakan.
Dor!
Tembakan itu mengenai Gempa di kakinya, dan hal itu berlanjut ke arah saudaranya yang lain sampai mereka tidak bisa bertumpu dan berdiri kembali.
Dengan cepat pria itu menghampiri Halilintar dan melepaskan pisau yang menahan Hali dan menahannya ketika akan jatuh.
"O-ocho-"
Ochobot segera menutup mulut Hali memberi isyarat untuk diam, dia melepas jas miliknya dan menyelimuti Halilintar, dialah Ochobot, asisten Hali.
Saat ketenangan itu muncul, Solar bergerak cepat dibelakang Ochobot dan membuat gerakan menebas dengan pisau ke arah punggungnya.
"Akhh!"
Pisau itu berhasil menggores punggung Ochobot.
"KAU MEMBUNUH DIA!!!"
Ochobot segera mengalihkan perhatiannya dan menemukan Solar yang memeluk Thorn yang terus mengeluarkan darah di kepalanya.
Deg!
Ochobot mengerutkan dahinya tajam dan tak sadar mencengkram bahu Hali, ia sudah memastikan bahwa ia hanya menembaki mereka tanpa mengenai salah satu tubuh yang bisa memberikan kematian! Ia sudah memastikannya tadi!
Saat Ochobot akan menghampiri Thorn, tiba-tiba sebuah suara datang dari Gempa ...
"Tidak apa-apa, bukankah saatnya kita untuk menyatukan diri?" Dengan perlahan Gempa mendekati Solar yang memegang Thorn, karena kedua kakinya terus berdarah karena tembakan dari Ochobot.
Gerakan itu membangunkan semua orang, membuat ke-tiga saudaranya yang lain ikut mendekat bersama Gempa.
Lalu, tanpa ada yang bisa menebaknya, mereka mulai merobek pakaian Thorn hingga tak tersisa, dan ...
Blesh!
Jrash! Jrash! Jrash!
Brakh!
Duagh!
"Hiiikkkk!!!" Tanpa sadar Ochobot menutup mata Halilintar karena melihat pemandangan yang mengerikan di depannya.
Mereka semua monster! Kejam dan mengerikan!
Mereka tega memakan saudara mereka sendiri dengan alasan pemersatuan?! Bah! Terlalu horor!
Halilintar hanya bisa melihat kegelapan karena terhalang oleh tangan Ochobot, dia hanya mendengar samar-samar beberapa seperti pisau maupun kapak yang menghancurkan sesuatu, ia juga hanya bisa sedikit mendengar ketika mereka makan dengan rakusnya.
"I-ini tidak cocok untuk dilihat oleh tuan yang masih berumur tujuh belas tahun, apalagi ..." Membayangkan tuan melakukan hal itu!
Dengan tangan gemetaran Ochobot mengangkat Halilintar, dan berusaha tidak membuat Hali tahu apa yang dilakukan oleh saudaranya, ia bukan melakukan hal ini karena gaji maupun perintah dari atasannya Tok Aba, tapi ini adalah menyakut hati dan juga nurani Ochobot untuk tidak memperlihatkannya kepada Halilintar yang masih dibawah umur!
Ah tidak, Ochobot lebih tidak tahan lagi bahwa pertunjukan ini justru dibuat oleh orang-orang yang berumur lebih muda dari tuannya.
"Ugh!" Ochobot menahan sesuatu di tenggorokannya, meski ia sudah berumur dua puluh enam tahun lebih, tapi ... PERTUNJUKAN INI MEMANG TIDAK DITUNJUKAN UNTUK SIAPAPUN!
Dengan cepat Ochobot mulai berlari dengan Hali ditangannya, tapi siapa sangka, mereka yang Ochobot tinggalkan melihat Ochobot lari membawa mangsa mereka.
Dengan terhuyung-huyung Ochobot melewati hutan karena saat ini masih hujan, ia tak mau terpeleset dan mejatuhkan tuannya yang kini terus menjadi dingin dengan napas yang pendek.
Ochobot meringis melihat kilauan pecahan kaca yang berasal dari kepala Hali, sebenarnya apa yang mereka perbuat pada tuannya selama ini?! Apa yang terjadi jika dirinya tidak langsung ke villa itu ketika mendapat telpon dari tuannya untuk segera menjemputnya?!!
Dan saat Ochobot melihat jalanan di bawah pegunungan, dia bisa melihat banyak sekali orang berpakaian hitam di sana dengan senjata di tangan mereka siap untuk membidik, bahkan ada juga alat berat beserta sejenis mobil yang biasa dipakai untuk berperang ikut membidik ke arah datangnya Ochobot dan beberapa mobil hitam biasa yang berlapis baja anti peluru hingga semuanya memenuhi jalanan tersebut.
Dengan satu lompatan besar, Ochobot mengangkat tangannya sebentar dan memberi kode ke belakangnya, lalu buru-buru ia masuk ke sebuah mobil hitam yang terparkir di sana dan menyerahkan Hali ke tenaga medis.
Bersamaan dengan itu, terdengar banyak sekali tembakan di luar,
"Maafkan aku ..., Maafkan aku ..., Maafkan aku ...," Ochobot terus melantunkan kalimat itu dan tetap memegangi tangan Halilintar yang sedang dirawat oleh orang-orang yang Ochobot bawa, mereka semua yang ada di sini adalah orang-orang Ochobot dibawah kepemimpinan Halilintar.
dan saat Ochobot melantunkan kalimat itu ...
DUARR!!!
Semua tembakan itu diakhiri dengan ledakan besar.
.
.
.
.
.
Tiga bulan berlalu, Ochobot menutup laporan kasus kebakaran dan juga longsor di sebuah villa milik keluarga Boboiboy Halilintar.
Awak media masih mencari tahu penyebab kebakaran maupun tanah longsor di kaki gunung, karena bagaimanapun hal itu semua terlihat aneh menurut orang-orang.
Bagaimana bisa semuanya meninggal dan hanya Boboiboy Halilintar yang selamat dari kekacauan itu? Apa mungkin kalau Halilintar-lah pelakunya karena haus akan kekuasaan?
Tapi semua hal itu dibantah oleh Ochobot dan menelpon semua orang yang menyebarkan berita itu dan membawa mereka semua ke gerbang pengadilan.
Pengacara Ochobot mengatakan semuanya tak ada hubungannya dengan Boboiboy Halilintar, semua itu telah terbukti bahwa itu perbuatan teroris dan bahkan saat itu Halilintar tidak ada di tempatnya karena ia pulang sehari sebelum hal itu terjadi, meskipun katanya dia kecelakaan dan membuatnya terbaring di rumah sakit sampai saat ini.
Dan untuk masalah longsor di bawah kaki gunung, itu hanyalah bencana alam karena saat itu hujan deras, tidak ada hubungan sama sekali dengan kematian keluarga besar itu.
"Cih! Mengapa mereka selalu mengungkit hal itu bahkan ini sudah tiga bulan lebih! Dasar!"
Ochobot terus mengutuk saa berjalan menuju ruangan di mana Halilintar dirawat.
Dengan halus dia mendorong pintu ruangan Halilintar.
"Selamat pagi tuan Halilintar ~ apa kau-"
Deg!
Ochobot terdiam tanpa sadar pintu kembali tertutup.
Blam!
Dia melihat Halilintar duduk di bangsal rumah sakit dengan kedua tangan yang memegangi apel dan juga sebuah pisau.
Tapi bukan hal itu yang menjadi perhatian Ochobot, tapi terdapat seringaian di bibir kecil Halilintar.
"T-tuan Hali!" Ochobot bergerak perlahan dan dengan cepat mengambil pisau itu dan menyembunyikannya.
"A-astaga! Paman Ocho! Jangan membuatku kaget!"
Halilintar mengarahkan perhatiannya dan menatap Ochobot. Dengan perban yang masih membalut kepalanya, ia memarahi Ochobot karena ia tidak bisa memakan apel!
"Ti-tidak, bukankah paman pernah bilang tunggu paman jika mau mengupas apel?"
"Terlambat! Aku lapar!" Halilintar segera memasukan apel itu kedalam mulutnya.
Satu bulan yang lalu ketika Halilintar sudah sadar, dia terus meminta dibawakan apel oleh Ochobot membuatnya heran, bahkan tak segan Halilintar membeli berpetak-petak tanah yang ditumbuhi apel dan memerintahkan Ochobot untuk membawakan apel setiap harinya.
Padahal dulu Hali tidak suka apel dan justru lebih suka strawberry darilada apel.
Tapi yang membuat Ochobot jantungan adalah setiap kali Halilintar akan mengupas apel, dia selalu terdiam melihat tangannya, bukan pada apel, tapi pada tangan yang memegangi pisau itu, bahkan tak sering ia menemukan Halilintar menyeringai dan tak sadar menjilat pisau itu.
Tapi setidaknya dibalik semua itu, Halilintar tak pernah menanyakan keluarganya, terutama saudaranya. Karena apa? Karena dokter mengatakan Halilintar mengalami gangguan dikepalanya karena serpihan kaca itu, dan membuatnya tidak bisa mengingat dengan jelas kejadian waktu itu, itu hanya akan seperti mimpi buruk yang akan terlupakan bersama jalannya waktu.
"Yah, setidaknya kami masih memilikimu, tuan Halilintar. Sebagai pewaris satu-satunya keluargamu, dan kini tidak akan ada lagi hal semacam ini di masa depan."
"Ha? Apa? Paman Ocho bilang apa?"
"Pfttt!" Ochobot menahan tawa ketika melihat Halilintar mulutnya penuh dengan apel, berapa apel yang ia masukan kedalam mulutnya? Ahahahahaha!
...
Dan ditempat lain di kaki gunung, seseorang keluar dari tanah dan memanjat dan terus berjalan dengan pincang.
Baju itu berlumuran lumpur dan darah yang terus mengalir di sana, pandangan matanya berkilat penuh kabut akan nafsu balas dendam.
"Bunuh Halilintar ..."
"Bunuh Halilintar ..."
"Bunuh Halilintar..."
Pemuda itu terus melantunkan rapalan itu disepanjang jalanan.
"Bunuh Halilintar karena telah membunuh Thorn, Blaze, Taufan, Ice dan juga Gempa ...."
_the end_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top