82 - i found you, and i lose you

Waktu terasa berhenti baginya, tangan ringkih yang kurus itu terasa dingin saat tersentuh kulitnya. Manik safir milik orang yang dahulu memancatkan keceriaan kini terlihat penuh dengan rasa takut.

Walau sudah terputus hubungan cukup. Lama, rasanya ia dapat membaca pikiran orang itu.

"Aku ingin kabur."

Seperti itulah kira-kira apa yang ada di benak orang yang ada di hadapannya.

"Tunggu Ta--" , ucapannya terhenti saat ada tangan yang menepis tangannya. Hembusan angin kencang disusul dengan produk-produk di rak yang ikut terhembus dan berserakan, sosok yang ia rindukan itu kini menghilang.

Apakah semua ini nyata? Atau hanya mimpi? Halusinasi? Tenggelam dalam fikirannya sendiri, kini ia merasakan ada yang menyadarkannya. "Hali!" Ucap orang itu dengan nada yang sedikit ditinggikan karena orang itu sedari tadi terdiam tanpa kata.

Manik rubinya kini mulai terfokus kembali, menatap manik amber didepannya. "Gempa.."

"Kenapa kau melamun seperti itu?, dan.. angin kencang apa itu tadi?" Tanyanya.

Halilintar terdiam, berusaha memproses pemandangan di hadapannya. Gempa seakan tidak masalah dengan diamnya, ia membuka mulutnya "tadi ori memberi tahuku.."

"Ia merasakan energi Taufan disekitar sini." Ucap Gempa dengan tatapan serius yang ia arahkan ke kakak sulungnya.

Manik rubi Halilintar membelalak, "maksudmu.. Taufan masih--"

"Ada apa dengan Taufan?" Tanya suara yang muncul dibelakangnya. Manik biru muda dingin menatap datar ke kedua saudara yang berada didepannya.

"Ice." Sapa Gempa, lalu ia sedikit terkejut saat melihat orang dibelakang Ice, "dan.. Solar." Sapanya pada sang bungsu yang tak pernah ia bisa tatap matanya karena rasa perih dan juga rasa bersalah atas apa yang terjadi pada Taufan.

"Apa-apaan ini, kau berkomplot untuk membawaku berkumpul dengan mereka?" Tanya Solar kepada Ice, sertakan sapaan dari Gempa hanya ia balas dengan tatapan dari manik silver miliknya itu.

Ice menghela nafas lelah, "bukan begitu.. akupun terkejut mereka ada disini." Jawab Ice pada Solar.

"Jadi..uh, sedang apa kalian disini?" Tanya Gempa menatap kearah kedua adiknya. Ia cukup terkejut melihat Ice dan Solar yang tak pernah akur karena.. masalah internal mereka kini malah sedang bersama di minimarket ini.

"Jajan. Kalau kalian? Jajan juga?" Tanya Ice.

Gempa terdiam sebentar, menarik nafas panjang dan menggeleng. "Kami hanya.. mencoba mengenang sesuatu."

"Sesuatu, huh." Respon Solar yang terdengar getir ditelinga pendengarnya.

"Kebetulan tadi kami sedang melaksanakan misi berdua. Dan setelah selesai kami teringat Taufan..saat kami sadar, kami sudah sampai di minimarket ini." Gempa menjelaskan dengan nada suara yang ia paksakan terdengar hangat walau tetap tak bisa menghilangkan rasa melankolis yang ia berusaha tutupi.

Ia menatap Solar sejenak, jika ini tahun lalu, ia bisa merasakan Solar akan berkata "jangan sebut namanya menggunakan mulut kotormu" namun kini sang bungsu itu hanya memberikan tatapan tajam sebentar dan memilih untuk mengabaikannya.

Disepanjang basa-basi ini, Halilintar masih terpaku akan ucapan Gempa, "Gem, ucapanmu tadi..apakah benar?" Tanya sang pemilik manik rubi dengan tak yakin.

Gempa terdiam, "maksudmu..tentang energi yang ori rasakan?"

Halilintar mengangguk, "aku tadi.."

"Aku tadi bertemu dengannya. Aku tadi bertemu dengan Taufan."

°•°•°

"Apa kau tidak apa-apa? Cepat, tarik nafas panjang dan hembuskan perlahan." Ucap Revan sambil membungkuk, manik merahnya berusaha menangkap tatapan dari sang pemilik manik safir yang kini duduk di sofa.

Wajah Taufan terlihat sangat pucat, mungkin karena terlalu terkejut akan pertemuan yang tiba-tiba dengan sang kakak sulung, mungkin juga karena ia membangunkan trauma masa lalunya, atau mungkin karena efek kekuatan angin milik Revan yang membantu mereka pindah tempat dengan cepat.

"Ini, minum dulu." Ucap Revan, mengambil segelas air mineral dari tangan robot asisten. Ia menuntun tangan Taufan agar Taufan bisa meminumnya dan tidak menjatuhkan gelasnya.

"Apa kau merasa baikan sekarang? Atau ada bagian yang dirasa tidak enak?" Tanya Revan dengan atentif, baru saja ia merasa bahwa sang partner telah sedikit membaik kondisinya, namun kesalahan dalam kalkulasinya membuat keadaannya malah kembali ke titik awal kalau bukan malah memperburuknya.

Taufan meneguk air mineral yang fisuguhkan padanya, mengambil obat-obatan di meja dan menenggaknya dalam satu kali telan. "Van, kau yang harus tarik nafas panjang." Jawab Taufan dengan suara yang lebih tenang. Seakan rasa panik dan terkejut yang ia rasakan tadi tidak pernah terjadi.

"Ma--" Ucapan Revan disela oleh Taufan, Taufan menggeleng pelan. "Uh-uh, jangan meminta maaf. Hal itu diluar prediksi bmkg, siapa yang tahu dia akan berada disini." Ucap Taufan dengan menyelipkan sedikit candaan untuk menenangkan kawannya.

Revan terdiam, menatap manik biru tua yang sejuk namun sayu itu sejenak dan mengangguk, "fan, lebih baik kita pindah saja. Bagaimana?" Ajunya pada sang kawan.

Taufan terdiam, menatap manik merah yang penuh rasa khawatir itu lalu iapun tersenyum, "untuk apa? Dengan kemampuan mereka, cepat atau lambat mereka akan menemukanku. " Jawab Taufan dengan pasrah.

"Tapi mereka--"

"Panggil aku egois, walau dengan segala usahamu yang menjagaku dan merahasiakan kehadiranku demi keamananku, rasanya memang ada hal yang harus kusampaikan pada mereka." Ucap Taufan.

"Apa kau mau menemui mereka?" Tanya Revan mengerutkan kedua alisnya.

"Bukannya 'mau'. Lebih tepatnya aku merasa harus memberi kesimpulan akan ikatan dan kisah yang sangat rumit ini. Walau bagaimanapun, sebelum terbelit dalam situasi yang buruk ini, kami semua pernah menghadapi suka dan duka bersama sebagai saudara. Rasanya terlalu menyedihkan untuk menutup buku ini dengan akhir yang dipenuhi rasa bersalah, bukan begitu?" Ucap Taufan, obat-obatan itu menenangkan dirinya namun juga membuat tubuhnya lemas. Ia kini menyandarkan diri di sofa sambil menutup matanya.

"Kau mau memaafkan mereka?" Tanya Revan, seakan tidak setuju namun menahan perasaannya itu untuk menghargai Taufan.

Taufan tertawa kecil, "pertengkaran antar saudara, tidak perlu dibuat terlalu berlarut-larut. Aku mendengar kalimat itu dari salah satu kenalanku. " Jawab Taufan.

"Syarat dan ketentuan berlaku. " Komentar Revan.

Taufan tertawa, "syarat dan ketentuan berlaku."

"Walau begitu, mari jangan buang-buang waktu. Jika memang mereka masih ada urusan denganku, maka aku tidak akan menutup pintu rapat-rapat. Anggaplah ini sebuah gestur akan diriku yang menghargai ikatan persaudaraan yang telah berjalan belasan tahun ini."

Revan terdiam, mengangguk sejenak. "Si bocah bungsu, aku masih bisa mempercayainya. Namun yang lain.. "

"Yah, kalau itu maumu, aku sudah cukup egois untuk membuatmu menurutiku selama ini jadi terserah padamu saja. Hanya saja, kalau mereka berani menyakitimu maka aku tidak akan tinggal diam. " Komentar Revan dengan tegas yang disusul dengan tawa kecil dsri Taufan.

Semua cerita dongeng masa kecil akan selalu ditutup dengan akhir yang memberikan pesan moral, atau mendatangkan kebahagiaan.

"Ternyata, saat kau menganggap hidupmu sebagai sebuah kisah tentang orang lain, kehidupan akan lebih mudah dijalani." Ucap Taufan.

Revan menatap Taufan. Manik safir sayu itu seakan sudah lama menunggu kisahnya berakhir, menunggu ada kata "Tamat" Di akhir halamannya.

"Jangan lupa bahwa mulai sekarang, semuanya terserah padaku. Kau sudah berjanji dan aku juga tidak main-main. " Gumam Revan tanpa terdengar oleh Taufan.

//author's note//

Kkn was traumatizing im sorry for being away for awhile hehehe

Btw ini sebenernya mendekati ending tapi masih ada twist here and there jadi stay tune ya!!

Btw ini udh mulai susun skripsi jadi gabakal bisa sering up karena mau fokus dulu :))) doain tahun inii udh bisa kelar sidang skripsi dengan nilai yg memuaskan biar abis itu bisa update lagi :" Thank you guys for staying!!

Kira2 pas sodara2 dia ketemu taufan bakal gmn ya? Hehehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top