79 - rebutan kartu

Solar segera pulang setelah mengambil kartu dari tangan Revan. Kartu bergambar hewan dan kue yang Revan sebut sebagai "warisan dari kakakmu."

Solar sedikit kesal saat melihat seringai yang terlihat seakan merendahkan orang lain itu. Namun jika dipikirkan lagi, manik rubi milik sang surai putih tetap memantulkan secercah kekhawatiran yang ia sembunyikan.

Ia injak gas mobilnya dan melaju dengan pesat kembali ke agensi yang ia benci.

Sesampainya ia disana, ia tidak pergi ke arah gedung S yang kini sudah terlihat kembali seperti sedia kala, mewah dan luas. Ia melangkahkan kaki ke gedung B. Menekan tombol di lift dan membiarkan mesin itu membawanya ke ruangan tempat kebahagiaan singkatnya terjadi.

Kode password yang masih sama, tanggal mereka berdua menjadi mentor dan murid ia masukan. Jeda terjadi saat ia hendak memasukan nomor terakhir kata sandi ke pintu itu, seakan ia memikirkan sesuatu.

'klik' pintu terbuka, ruangan yang walau sudah tak disinggahi empunya masih terlihat bersih berkat robot a.i yang Solar sengaja tugaskan di ruangan itu.

Namun hanya ada satu ruangan yang tak boleh disentuh siapapun olehnya. Ruangan sang mentor. Ia merasa ruangan itu adalah bukti dan jejak dari sang mentor yang ia sayangi. Ia tak ingin 'jejak' itu tersapu oleh eksistensi lain, apapun itu.

Namun, saat ia menaruh tangannya di gagang pintu ruangan itu, pintu tersebut tak terkunci. Solar mengerutkan alisnya dan ia dapat merasakan bahwa amarah muncul dalam dirinya.

Ia dorong pintu ini, dan benar saja, ia menemukan sosok dengan topi biru. Sayangnya bukan sosok yang ia harapkan. "Keluar." Ucap Solar dingin pada orang itu.

Pria bertopi biru yang tadinya sedang memeluk boneka pausnya kini menatapnya dingin. Tatapan yang lelah dan tak peduli. "Siapa kau bisa memberiku perintah?" Ucap pria itu. Semakin ia dewasa, perilakunya semakin dingin. Atau mungkin, situasi yang membuatnya seperti itu.

"Ck." Solar melangkah menghampirinya, mengangkat kerahnya dan menyeretnya keluar. "Tinggalkan ruangan ini, dasar tak tahu diri."

"Kau kira hanya kau adiknya?" Tanya Ice tak mau mengalah, untuk orang pemalas, kekuatannya cukup kuat untuk tidak terseret oleh genggaman Solar.

"Iya. Kenapa? Bukannya hanya aku yang ada saat kalian semua meninggalkannya?" Ucap Solar dingin. Seringai penuh kesinisan membuat tatapan Ice terlihat semakin dingin. Namun seakan sadar diri, ia tidak melanjutkan ucapannya, sebaliknya, matanya tertuju pada kartu yang berada di genggaman Solar.

"Kartu.. pokenot? Tapi desain yang belum pernah kulihat sebelumnya." Ucap Ice, membuat Solar sedikit tersentak dan reflek menyembunyikan kartu itu di dalam sakunya.

"Biarkan aku melihatnya." Ucap Ice mendekati Solar.

"Kau tidak berhak." Jawab Solar ketus. "Keluarlah." Lanjutnya sambil menatap tajam Ice. Tatapan manik silvernya itu bersinar seakan itu adalah berlian.

"Kau selalu membahas hak, kepantasan dan hal seperti itu. Aku sadar aku memang melakukan kesalahan, tapi sebagai adik aku tetap ingin mengetahui tentang dirinya. Masalah aku bisa dimaafkan, berhak atau tidak, itu semua bergantung pada Taufan, bukankah begitu?"  Ucap Ice dengan nada yang lebih lembut. Nada yang dipakai kakak yang sednag berkomunikasi secara damai dengan adiknya.

"Tidak. Bullshit." Jawab Solar datar dan singkat. "Sangat tidak tahu malu, jika kau butuh opiniku." Lanjutnya.

Ice mendecak kesal, melangkah menuju pintu. Solar merasa sedikit lega karena ia kira Ice akan benar-benar keluar dan meninggalkan ruangan ini, ia tidak menyangka bahwa Ice merebut kartu itu dari saku Solar.

"Beraninya kau-- kembalikan!" Ucap Solar kesal, mencengkram tangan Ice.

"Ha." Ucap Ice, si pemalas itu kini tiba-tiba berlari. Si pemalas yang bergerak satu sentimeter saja biasanya sudah ogah kini berlari.

Solar mengejarnya dengan penuh emosi. "KEMBALIKAN!" bentaknya sambil mengejar si beruang kutub pemalas yang tiba-tiba jadi enerjik itu.

"Aku hanya ingin melihat isi kontennya." Komentar Ice, walau sedang berlari, suaranya tetap tenang dan datar.

"Itu bukan untukmu! Benda ini diberikan padaku!" Ucap Solar lagi. Dia cukup kesal bahwa sang pengendali es ini walau pemalas namun cukup cepat dalam berlari dan lihai dalam menghindar.

"Kenapa kau sungguh pelit?" Tanya Ice.

"Kenapa kau sangat pecundang, pengecut, dan mengesalkan? Dasar bayi besar." Ucap Solar, prinsip nya adalah versi lite dari prinsip Revan. Jika ada yang menghinamu sekali, hina balik 7 kali.

"Kenapa kau sungguh membenciku?" Tanya Ice kesal.

"Ha? Kenapa aku sangat membencimu? Biar aku tanya padamu, kenapa kau sangat membenci Taufan waktu itu?" Tanya Solar. Tentu saja ia tahu jawabannya.

Ice terdiam, "kau kan sudah tahu jawabannya. Itu kesalah pahaman." Jawab Ice.

"Kesalah pahaman yang membuatnya membuang nyawanya dengan mudah." Tutur Solar.

Ice terdiam, manik biru mudanya terlihat seakan ia sakit hati akan perkataan Solar. Karena perkataan itu ada benarnya.

Solar menghampirinya dan mengambil kartu itu dari tangan Ice. Ice mendorongnya dengan sedikit tenaganya, membuat Solar yang tidak siap terjatuh.

"Beraninya kau!!" Ucap Solar tak terima. Ia berdiri dan menonjok wajah Ice. Sebenarnya tinju nya itu adalah luapan emosi sesaat. Seluruh rasa frustrasi yang tak kunjung sembuh tertumpuk dan ternyata kali ini, frustasi itu meledak. Dan menjadikan Ice sebagai penerimanya.

"Kau-!" Ice merasakan rasa sakit tumpul di pipinya. Gusinya tergigit dan berdarah. "Kau selalu bertingkah seakan hanya kau yang tersakiti akan kepergiannya, apa bedanya kau denganku kalau begitu hah?!" Ucapnya kesal sambil mengembalikan tinju ke wajah Solar.

Mereka bertengkar. Baku hantam. Karena rasa frustrasi yang tak pernah disalurkan dengan cara yang seharusnya. "Aku hanya mengembalikan perlakuan kalian padanya. Kenapa? Tidak suka? Rasanya sakit? Kini kau lebih tahu penderitannya kan?" Ucap Solar mengayunkan tinjuan ke Ice lagi.

"Aku juga tahu tindakan kami salah padanya. Tapi itu bukan berarti kami bukan lagi saudaranya! Siapa kau sampai berani menentukan siapa yang pantas atau tidak pantas untuk menerima maaf darinya?" Ucap Ice mendorong Solar lagi dan memukulnya.

"Well, aku muridnya. Seseorang yang ada disisinya saat kalian mengasingkannya. " Ucap Solar dengan manik yang terlihat menahan emosinya. "Bukannya tidak adil baginya jika aku membiarkan kalian tahu tentang dia begitu saja?!"

Baku hantam dan pertukaran luapan emosi itu berlangsung selama 20 menit sampai keduanya kehilangan tenaga. Mereka cukup punya batasan untuk tidak menggunakan kekuatan elemental mereka di ruangan sempit ini.

Solar mengusap darah dari bibirnya yang tergigit saat dihajar Ice tadi. Dan Ice juga mengusap darah yang keluar dari hidungnya karena tinjuan Solar. Mereka berdua tampak berantakan. Sangat berantakan.

Namun entah kenapa, melihat sosok babak belur satu sama lain membuat emosi mereka lebih tenang sekarang.

Masih ada kekesalan, tentu saja. Tapi ada hal-hal yang tak pernah terbahas, yang selalu dipendam selama ini yang akhirnya diketahui satu sama lain dari baku hantam mereka kali ini.

Kartu itu berada di tangan Ice. Ice menatap kartu dengan desain khas buatan Taufan itu. Ada rasa rindu dibalik tatapannya. Ia menatap wajah Solar yang seakan tak mau menerima kekalahan. Seperti hewan buas yang terluka.

Ice menghela nafas, "siapa yang memberikan ini padamu?"

"Seseorang yang ada di sisinya sebelum aku." Ucap Solar.

"..begitu?"

"..."

"Mau lihat konten dalam kartu ini bersama? Kartu ini di enskripsi, aku bisa membukanya." Ucap Ice menawarkan dengan suara yang melembut.

Solar terdiam, menatap Ice. Dimatanya, Ice itu adalah pecundang yang kedua paling mengesalkan setelah Halilintar. Namun setelah pertengkaran barusan, ia merasa Ice jadi sedikit lebih mudah untuk ia mengerti dibanding sebelumnya.

Dengan gengsi ia memberikan anggukan kecil. Menerima tawaran sang kakak.

/// Author's note ///

Aku menghilang berapa lama? Maaf yaa gais, kuliah sangat2 hectic karena semester akhir 😭😭 doain lancar terus ya semua urusan. Aku sih pengennya cerita ini selesai sebelum aku naik semester, jadi tetep komen ya gaiss 200 heheh aku tetep bacain komen kalian ko walau gabisa kubalesin satu2.

Ini rada healing moment kali ya ceritanya si Solar dan Ice.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top