74 - kesurupan

Ia telah sampai di agensi. Manik silvernya kosong. Ia menatap tanah tempat ia berpijak. Thorn merangkul pundak sang kembaran termuda dengan sangat hati-hati, "hujan saljunya cukup lebat, jangan berdiri disitu, nanti kau bisa sakit." Ucapnya sambil ia menciptakan daun besar sebagai perisai mereka dari kepingan salju yang cepat mencair saat menempel dengan hangatnya kulit manusia, apalagi Solar yang memang pengendali elemental hangat.

Ying berlari ke arah mereka. "Mana Taufan? Bagaimana lukanya --" namun seakan kesunyian telah menjawab semua pertanyaannya, maniknya kini dipenuhi dengan rasa sakit dan bendungan air mata.

"..dimana tubuhnya?" , Tanya Ying dengan suara yang bergetar. "Cepat jawab aku! Aku masih bisa menangani henti jantung atau apapun itu, dia masih bisa diselamatkan--"

Fang memegang kedua lengan atas Ying dari belakang, berusaha membuat kawannya sedikit tenang. Suaranya dingin dan datar, saat sedang seperti ini, dia terasa mirip dengan kakaknya. Hanya saja, manik rubinya itu tetap dipenuhi dengan emosi dan keputus asaan. "Gopal, dimana Taufan?" Tanyanya pelan.

Gopal menggeleng, mengusap air matanya. "Tubuhnya menghilang." Jawab Thorn dengan suara yang sedikit serak.

"Tak lama setelah tubuhnya menghilang, ada ledakan, jadi kami terpaksa harus segera pergi." Lanjutnya, seakan memutar kembali ingatan tentang apa yang tadi mereka alami.

"...menghilang?" Tanya Blaze, matanya sudah sembab. Sepertinya sedari tadi ia sudah menangis.

Sertakan Halilintar, tatapannya sama kosongnya dengan Solar, namun ada emosi yang berkecamuk di dalam nya.

"Aku rasa, kita harus kembali ke sana.. tidak, aku harus kembali kesana" gumam Solar, melangkah meninggalkan payung yang di buat Thorn.

"Solar?" , Panggil Thorn pelan.

"Iya, dia pasti kedinginan. Ini sedang hujan salju. Sepertinya akan menjadi badai salju. Dia terbaring di tanah dingin seperti itu- tubuhnya akan menderita, aku harus--" langkahnya dihentikan oleh Thorn.

"Solar jangan begini, tadi kan kita sudah melihatnya dengan mata kepala sendiri--"

Solar menepis tangannya, suara seraknya meninggi, "lalu aku harus bagaimana?!" Ucapnya.

"Dia selalu ada di sisiku saat aku membutuhkannya! Dia selalu menolongku! Lalu bagaimana lagi caraku untuk bisa melakukan hal yang sama padanya?! Dia sendirian disana! Dia sendirian!" Bentaknya ditengah isakan menyakitkannya.

Semua yang berada di sana dapat merasakan sakitnya. Mereka dapat merasakan perih dari suara sang pengendali cahaya itu.

Fang menghampirinya. Ia memberikannya pelukan. "Tidak apa-apa. Menangislah. Kau boleh menangis." Ucapnya dengan suara yang serak juga.

Solar terdiam, badannya kaku namun ia tidak mendorong Fang pergi. Ia hanya menitikkan air matanya lagi. Membiarkan isak tangisnya menjadi satu-satunya hal yang ia dengar.

"Aku harus bagaimana Fang? Katakan, aku harus bagaimana?" Ucapnya.

"Kau sahabatnya kan? Kau tahu dia lebih lama dari aku-- aku mohon, beritahu padaku--" lanjutnya.

Namun Fang tidak menjawab, ia hanya dapat mengusap punggung Solar dengan hati-hati. Ia harus dapat menggantikan sahabatnya untuk menenangkan murid kesayangan sahabat bodohnya itu.

Dasar Taufan bodoh. Apa kau tidak kasihan pada adikmu? Dia hanya dapat berhenti menangis jika kau ada disampingnya. Harusnya kau tahu itu.

Fang membuka mulutnya, "dia.. dia pasti ingin kau hidup bahagia." Ucap Fang.

Kata-kata yang menyakitkan, dan ia tahu itu. Bagaimana seseorang bisa bahagia setelah kehilangan sosok yang penting dalam hidupnya? Namun, ia mengenal Taufan. Ia tahu bahwa sahabat bodohnya itu pasti sangat berharap bahwa apapun yang terjadi padanya, sang murid harus selalu bahagia. Jadi hal ini yang bisa ia lakukan. Sama seperti Taufan yang selalu berusaha membuatnya akur dengan Kaizo, yang tidak menyerah bahkan saat ia sudah menyerah, kini, Fang harus memberi harapan untuk terus hidup kepada orang yang ditinggalkan oleh sang mentor yang telah menyerah akan hidupnya.
.
.

Gempa sedari tadi merasakan sakit kepala yang hebat. Mungkin karena emosi yang bergejolak dalam dirinya. Mungkin karena rasa bersalah, sedih, dan amarah pada diri sendiri telah memenuhi dirinya. Kakinya terlalu lemas untuk terus berdiri, namun ia terus-terusan berdiri. Ia harus menunggu sang kakak untuk kembali. Ia harus meminta maaf.

Namun jangankan memiliki kesempatan untuk meminta maaf, bahkan kesempatan untuk melihat sosok sang kakak saja ia tidak berhak untuk mendapatkannya. Mungkin ini adalah hukuman atas segala kekejamannya pada sang kakak yang dari dulu berusaha untuk melindunginya dalam diam.

Hatinya terasa hancur berkeping-keping, dan dadanya terasa sakit. Bisa dibilabg terasa sakit secara emosional dan secara fisik. Ia terjatuh ke lantai saat ia merasakan seakan ada memori yang menyerangnya.

Seluruh hal yang tidak pernah ia lihat, seluruh hal dari sudut pandang seseorang yang bukan dirinya, semuanya memenuhi dirinya dalam seketika.

Dan suara itu, suara yang sangat-sangat ia rindukan itu terdengar di dalam benaknya. "Gempa.." sapa suara itu.

Namun berbeda dengan sapaan yang tenang itu, hatinya berkecamuk layaknya kapal yang terombang ambing badai laut.

Bagaimana tidak? Yang ia lihat saat ini adalah memori dari seseorang yang hanya bisa menonton. Rasa sakit dari seseorang yang tak berdaya.

Seluruh hal yang Boboiboy lihat dan rasakan di masa ia singgah di tubuh Taufan, semuanya, ia merasakannya.

Kini Boboiboy telah kembali. Dan.. kini Gempa adalah vesselnya yang baru.

Gempa tak dapat mengendalikan seluruh lautan emosi yang tiba-tiba masuk kedalam dirinya. Ia berusaha mengendalikannya, namun tidak bisa. Ia mencengkram dadanya kuat-kuat, berusaha menghapus rasa sakit yang ia rasakan. Namun tidak bisa.

Kekuatannya mulai tak terkendali, bahkan kemuraman disana sampai terpecah karena kondisi yang tiba-tiba ini.

"Gem, ada apa?" Tanya Halilintar sambil memegang pundak sang adik.

Namun Gempa hanya terfokus dengan rasa sakitnya.

"Kak Gempa kenapa?" Tanya Blaze khawatir.

"Maafkan aku.. maafkan aku Taufan" gumamnya.

Mereka tidak sadar bahwa dalam sepersekian detik, manik amber milik Gempa berubah menjadi coklat alami yang biasa dimiliki manusia biasa.

"Jika saja aku lebih hati-hati.. jika saja aku lebih kuat--" gumamnya lagi, bahkan manik Gempa juga membelalak saat ia menggumamkan ini.

Ini bukan dirinya. Ini adalah orang lain yang berbicara.

"Maafkan aku.." ucapnya lagi sampai Gempa menarik paksa seluruh amukan kekuatannya dan akhirnya tak sadarkan diri.

.
.
.

Terlaku banyak hal yang mengejutkan terjadi di hari ini. Baik itu pengkhianatan Taufan, keberadaan Boboiboy, kematian tragis Taufan, kondisi Gempa, dan kini, ada kejadian lain yang seharusnya dapat mereka selebrasikan seandainya bukan dalam situasi yang seperti ini.

Ochobot kembali menyala dan normal, ia terbang ke arah Gempa yang sedang dirawat.

[Scanning the subject]

"Boboiboy, kau sudah kembali rupanya." Ucap Ochobot dengan suara yang ramah.

"Apa?" Tanya seluruh orang disana dengan terkejut. Seluruh saudara elemental kecuali Solar, juga Yaya dan Ying yang berjaga, semuanya terkejut.

"Kini Boboiboy sedang berada dalam tubuh Gempa. Sampai ia dapat mendapatkan kembali tubuhnya, ia akan bersinggah ditubuh humanoid para spiritnya." Jelas Ochobot.

"Ochobot.." panggil suara Gempa namun dengan aura yang sedikit berbeda dengannya. Walau Gempa dan Boboiboy memiliki sifat yang paling mirip diantara yang lain, tetap saja, mereka dapat menangkap perbedaannya.

"Kau kembali karena Taufan menggunakan kekuatan terakhirnya untuk menendang jiwamu pergi dari tubuhnya. Dan akupun terbangun karena setiap hari ia memberikan kekuatannya padaku." Ucap Ochobot.

"Bocah itu.." gumam Boboiboy.

Pada akhirnya ia tetap tidak memperbolehkan sang tuan untuk ikut dengannya. Pada akhirnya ia telah memutuskan segala koneksi yang mereka punya.

//Author's note//

Balesin komennya ntar ya ges masi uas soalnya eheheh.. tapi makasii banyakk doanyaaa aaaa aku sayang kaliaann

Kata kalian ges mereka pantes idup bahagyea ga

Ayo komen yg banyak heheh

Oiya klo ada typo mohon maklum ya, abis potong kuku.

Doain lancar uasnya yaa hehe nilainya biar bagus dan biar dosennya ga rese sama saia



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top