65 - i'll clean up your mess.
Taufan tersenyum, memukul pelan punggung Revan. "Nah, terima kasih sudah membawakan lambobo ini padaku, wahai anak buahku." Ucap Taufan dengan nada tidak seriusnya itu.
Ia membuka pintu supercar berwarna merah itu dan keluar. Revan belum membuka mulutnya, ia hanya terdiam dan ikut keluar dari kursi penumpang.
"Aah~ sudah lama rasanya badanku tidak seringan ini. Memiliki tubuh yang dapat digerakkan sesuai maumu ternyata adalah berkah yang sangat besar." Ucap Taufan sambil pelakukan peregangan ringan untuk melaskan otot-ototnya yang kaku.
"Kau harus ingat bahwa ini hanyalah solusi sementara." Ucap Revan dengan suara yang pelan, bagi Taufan yang sudah mengenalnya cukup lama, ia dapat merasakan kesedihan dari suara sang kawan bersurai putihnya itu.
Taufan hanya dapat tersenyum, pura-pura tak menyadari emosi yang berusaha disembunyikan oleh sang kawan. Ia mengerti betul bahwa kesunyian diantara mereka adalah cara mereka melindungi perasaan satu sama lain.
Namun, pria di sebelahnya ini adalah orang yang sayangnya sudah menganggapnya sebagai matahari yang menjadi pusat dalam hidupnya. Dan sayangnya, Taufan sudah tahu hal itu, ia hanya menutup matanya selama ini karena ia tahu bahwa tindakannya hanya akan menyakiti sahabat bersurai putihnya itu.
Taufan melanjutkan aktivitasnya, menyalin data dari komputer yang ia pasang di supercarnya itu ke dalam sebuah kartu transparan dengan gambar hewan dan kue-kue an miliknya itu. Setelah selesai menyalin semua datanya ia tersenyum dan mendaratkan tangannya di belakang kepala Revan.
Ia mengusak surai putih itu, membuat sang penerima sedikit terkejut dengan gestur tersebut dan menolehkan kepala ke arahnya. Wajah terkejut itu disambut dengan senyuman yang menenangkan sekaligus tak berdaya. "semuanya akan baik-baik saja." Ucap Taufan dengan nada percaya diri.
Cara bicara yang sama seperti saat Taufan pertama kali mengajak Revan untuk berjabat tangan. Perkataan dan tindakan yang dimaksudkan untuk memberikannya kenyamanan.
Setelah ia terdiam beberapa saat, Revan mengangguk "Iya, harus baik-baik saja." Jawabnya sambil menatap lurus manik biru sang partner.
Taufan tersenyum seakan tak terjadi apapun, senyuman yang selalu berhasil menipu orang-orang, senyuman yang membuat orang lain berpikir bahwa Taufan tak pernah memiliki masalah dalam hidupnya. "Nah! Kalau begitu penyalinan data sudah selesai~ bye bye Lambobo sayang. Salahin papa Revan udah bikin kamu penyok kaya gini." Ucap Taufan sambil mengusap-usap bagian depan body mobil merah itu. Ekspresi yang seakan ia sedang sangat kecewa itu membuat Revan kesal, sebelum Revan berhasil memberikan argumennya, Taufan terlanjur mundur dari tempat berdirinya itu.
Dan..
Lambobo pun meledak.
Revan menatap supercar yang baru saja ia kendarai itu kini hancur berkeping-keping, ia bersyukur ia belum sempat maju untuk mendekati mobil itu. "Kebiasaan." Komentarnya sedikit kesal namun tidak terkejut sama sekali.
"Hehe." Jawab Taufan dengan santai, tidak terlalu peduli.
"Terus, siapa yang akan membersihkan kekacauan ini?" Tanya Revan sambil memijat pelipisnya.
"Siapa lagi? Tentu kau, Revan. Kan kamu yang membuat Lambobo kesayanganku penyok." Jawab Taufan.
"Dan kau yang meledakkan nya." Jawab Revan lagi.
"Ehh? Kejam sekali? Untuk apa aku meledakkan Lambobo? Lambobo hanya terlalu sedih karena dia sudah tidak cantik lagi, tubuhnya sudah rusak, oleh karena itu ia meledakkan diri." Lanjut Taufan, memberikan argumen konyol khas-nya.
"Dia bukan kau." Komentar Revan.
Taufan yang mendengar itu langsung terhenti langkahnya. Ia menatap kebelakang dan manik safirnya bertemu dengan manik merah sang partner. Jadi kau tahu. Batinnya. namun, ia hanya memberikan senyuman sebagai jawaban.
Revan menghelakan nafas panjang karena harus berkutat dengan keunikan kawannya ini. Dengan satu jentikan jarinya, angin besar yang gelap menyapu seluruh serpihan Lambobo dan membawanya untuk menyapu beberapa mobil entah milik siapa yang terparkir di situ. Menjadikan beberapa mobil itu sebagai korban amukan angin miliknya.
"Kejam sekali." , Komentar Taufan, memandang beberapa mobil yang kini ikut menjadi serpihan bersama dengan bangkai lambobo.
"Jika kau tidak bisa membereskan kekacauan yang kau buat, maka aku akan membereskannya untukmu." Ucap Revan sambil perlahan menghilang bersama angin terpisah yang ia buat.
"Ck ck, pergi dengan sangat cepat huh? Sangat tidak sabaran." Ucapnya sambil memutar-mutar kartu ditangannya.
"Taufan.." , panggil suara yang berbeda. Ia juga kenal betul dengan suara ini.
"Gopal." , Sapa Taufan dengan senyum simpul nya.
"Kau.." ucapan Gopal terhenti, ia tidak dapat menanyakan hal yang ingin ia tanyakan, hal tentang apa yang Taufan suntikkan pada dirinya sendiri, rasanya ia hanya akan membuat sahabatnya menjauh darinya jika ia bertanya tentang hal itu.
"Oh iya, ambil kartu ini." Ucap Taufan sambil menerbangkannya ke arah Gopal.
"Pokenot? Apa isinya?" Tanya Gopal. Ia sempat melihat Taufan menyalinkan data dari Lambobo ke kartu ini dari CCTV.
"sesuatu yang penting, mungkin akan berguna nanti." Jawab Taufan dengan santai.
"Anggap saja bayaranku karena telah membantuku tadi. Oh iya, jangan lupa nanti buatkan alibi tentang kerusakan mobil-mobil itu ya." Lanjut Taufan sambil menepuk pundak Gopal.
Gopal hanya terdiam di tempat. Ia tahu bahwa ia tidak bisa mengejar Taufan. Ia hanya tersenyum, "kalian ini hobi banget ngerusak lingkungan Tapops."
Taufan tertawa, "haha, ini belum seberapa."
Gopal, "itu bukan pujian kau tahu? Kau berhutang seporsi biskuit hanhat buatanmu yang tidak pakai resep Yaya."
Taufan hanya lanjut tertawa, ia melangkah maju dan memberikan gestur 'pergi dulu' tanpa menoleh ke arah Gopal.
Gopal menghela nafas, semoga kau berhasil mengobati lukamu Fan. Semoga rasa sakit yang telah lama kau sembunyikan itu bisa pergi meninggalkanmu.
°•°•°•°
"Kak! Disini!" Panggil seseorang dengan ceria ke arahnya.
Taufan tersenyum, ia keluar dari supercar birunya yang diberi nama Peps*beri.
"Sudah menunggu lama?" Tanya Taufan pada pria yang lebih muda beberapa tahun darinya itu.
Pria didepannya menggeleng, "tidak kok, aku baru pulang misi juga." Jawabnya santai.
Taufan menatap sosok di depannya, pria yang seumuran dengan Solar itu membuatnya teringat akan sosok adik bungsunya yang benar-benar ia sayang.
"Jadi kak CEO, ada perlu apa memanggilku? Kalau saja Spyder tidak ada misi penting, dia pasti akan menjingkrak kesenangan disini." Tanya laki-laki bersurai hitam itu pada Taufan. Manik merah darahnya itu terlihat sangat kontras dengan wajah cerianya.
Taufan tertawa, "haha, Spyder yang pernah berhasil meretas barrier firewall ku untuk mengirimkan sebuah pesan penggemar padaku itu?"
Laki-laki itu mengangguk, "iya, Spyder yang itu."
Nama remaja laki-laki itu adalah Rei, anggota dari organisasi underground yang telah lama bekerja sama dengan perusahaan Whoosh.co.
"Nah, jadi kak Kaze, bisa jelaskan padaku apa yang mau kau sampaikan?" Tanya Rei sambil memberikannya sekaleng soda.
Mereka berdua memilih atap bangunan sekolah yang sudah terbengkalai sebagai tempat mengobrol mereka, memandang langit malam yang sunyi. Berbalutkan coat di malam musim gugur yang dingin. Rasanya soda dingin bukanlah minuman yang paling cocok untuk suasana ini, namun mereka seakan tak terpengaruh akan masalah itu.
"Masih memanggilku dengan nama itu?" Tanya Taufan dengan tawa kecilnya. Nama Kaze adalah nama yang digunakan ketua organisasi tempat Rei bekerja untuk memanggilnya. Katanya, Taufan memiliki banyak nama sebelum ia memiliki tubuh manusia, dan nama apapun yang mereka pakai untuk memanggilnya tak ada bedanya.
Rei mengangguk, "kebiasaan. Hanya Spyder yang hafal nama-namamu yang lain."
Taufan mengangguk, "Rei, aku berniat untuk memberikan segala produk baru Whoosh.co kepada organisasimu."
Rei menyemburkan sodanya, ia lalu menepuk dadanya yang sakit akibat tersedak. "Kok??"
"Bahkan penemuan yang tidak akan kujual, aku akan memberikannya pada organisasi Tier." Lanjut Taufan dengan tenang, tidak peduli akan Rei yang sekali lagi terbatuk karena terkejut.
"Apa alasannya kak?" Tanya Kaze.
"Tapi aku ingin minta tolong satu hal kepada organisasimu." Lanjut Taufan.
Rei menghela nafas lega, "fyuh, tidak gratis toh."
Taufan terkekeh. Ia menampilkan layar hologram dari kartu pokenot yang ia miliki.
Rei menatap layar otu dengan seksama, "hmm.."
"Rahasia busuk dari agensi yang didukung oleh pemerintah, tidak ada yang aneh." Ucap Rei dengan santai.
"Tentu saja hal ini tidak secetek yang kita lihat." Lanjut Taufan.
Rei mengangguk, sudah menjadi makanan sehari-hari baginya untuk menjadi saksi akan kebusukan organisasi ataupun pemuka negara.
"Aku harus menghadapi misi yang cukup penting, jadi aku ingin minta agar organisasi Tier memantau segala pergerakan agensi tempatku bekerja." Ucap Taufan.
Rei mengangguk, ia masih menunggu Taufan untuk melanjutkan kalimatnya. "Tentu saja ini adalah hal receh dibandingkan dengan pekerjaan kalian yang lain. Aku tidak meminta kalian untuk melakukan apapun, hanya saja.."
"Hanya saja, jika mereka sudah melewati batas, kalian boleh melakukannya sesuka kalian." Ucap Taufan.
"Hmm, ini bukan transaksi kak. Segala tawaran atau permintaanmu malah menguntungkan kami." Ucap Rei sambil menatap bulan.
"Jadi, apa permintaanmu sebenarnya kak?" , Tanya Rei lagi, kini menatap manik biru milik Taufan.
Taufan tertawa, "kau cukup peka ternyata."
"Haha, kalau tidak peka, aku tidak akan bisa bertahan sejauh ini dalam pekerjaan yang penuh dengan kegilaan." Jawab Rei santai.
Manik sadir Taufan kini memancarkan binarnya. Ia terlihat serius. "jika muncul sedikit saja potensi bahwa agensi akan mengganggu saudara-saudaraku, aku ingin organisasi Tier menghentikannya." Ucap Taufan sambil lanjut menenggak minuman bersodanya.
Rei mengangguk, "hmm, ikut campur urusan internal ya?"
"Tidak perlu berhati-hati, kalian boleh langsung menghancurkannya saja. Selama saudara dan kawan-kawanku selamat, aku bisa mengatasi sisanya." Ucap Taufan.
"Wah, direct offense ya? Tapi kak, kakak kan lebih dari mampu untuk menangani segala perkara ini sendiri, kenapa perlu repot sampai bertransaksi dengan kami?"
Taufan terdiam.
"Kakak, mau pergi ya?" , Tanya Rei dengan ekspresi yang serius. Manik merahnya seakan dapat membaca apa yang ada dipikiran Taufan.
Taufan tidak menjawab. Ia hanya terdiam sambil menatap langit malam. Dan Rei juga tidak masalah dengan keheningan ini. "Aku punya adik kembar kak, namanya Zen." Ucap Rei sambil meneguk minuman kaleng miliknya.
"Singkat cerita, dia terluka parah karena berusaha melindungiku. Rasanya setiap detiknya aku ditenggelamkan oleh rasa bersalah, rasanya kaya lebih baik aku aja yang kena serangan itu."
"Kalau harus ada yang direnggut nyawanya, lebih baik aku aja." Lanjut Rei lagi, ekspresinya datar, seakan ia terlepas dari emosinya sendiri.
Rei lalu menatap Taufan, "haha, aku gak perlu lanjut cerita deh kayanya. Kakak keliatannya udah ngerti."
"Yang pasti, aku cuma mau bilang, serumit apapun ikatan saudara kak, waktu saudara kita ngerasa sakit, kita juga bakal ngerasain sakit itu."
"Yah, tapi mungkin situasinya beda-beda kali ya." Lanjutnya lagi.
"Tapi kak, aku cuma mau bilang.."
"Jadi orang yang ditinggalkan tuh rasanya sakit loh kak." Ucap Rei, kini maniknya menatap kaleng minuman ditangannya.
"Aku tahu betul soalnya baru-baru ini kita habis kehilangan seseorang."
"Rasanya.. haha, sulit deh jelasinnya. Yang pasti ga enak. Ga enak banget." Lanjut Rei lagi.
"Aku tahu kok kita cuma partner bisnis kak. Tapi aku berharap kakak bisa menemukan jawaban yang paling sesuai dengan keinginan kakak."
Taufan tersenyum, manik safirnya menatap pada kaleng minuman sodanya yang telah kosong. "Terima kasih sarannya, Rei."
Rei tersenyum, "kalau Spyder tau, dia pasti bakal seidh banget deh kak."
Taufan terkekeh kecil.
Rei ikut terkekeh, "yah, udah cukup anak Gen Z ngasih wejangan ke boomer, sekarang waktunya aku pamit kak. Nanti aku sampaikan hasil transaksi kali ini ke Dancho ya." Ucap Rei , kini ia berdiri dan menepuk-nepuk celananya agar bersih dari debu.
Setelah itu ia mengambil kaleng kosong miliknya dan juga milik Taufan yang sedari tadi masih ada ditangan Taufan.
"Ga bagus loh kak terlalu attached sama hal yang udah ga ada. Mau diliatin gimana lagi juga sodanya gaakan balik lagi." Canda Rei. "Kaleng kosong kaya gini tempatnya udah bukan di genggaman kakak, tapi di tempat sampah." Lanjut Rei sambil melempar dua kaleng itu ke tempat sampah yang jaraknya 10 meter dibawah.
Taufan berdiri, lalu merasakan ada tepukan dipundaknya. "Tenang saja kak, aku akan pastikan bahwa organisasi tempat kakak bekerja tidak bisa macam-macam."
Taufan tersenyum, "terima kasih."
"Jadi, kakak juga kembali dengan selamat ya. Biar gaada yang sedih." Ucapnya sambil tersenyum. Lalu seketika Rei menghilang dibawa oleh cahaya putih yang sangat cepat.
Taufan tertawa kecil, "..kembali, huh?" Gumamnya sambil menatap bulan.
"Kembali sih pasti kembali, hanya saja destinasinya aja yang belum kuketahui." Ucapnya.
"Apakah itu ke agensi, ke headquarter whoosh, atau ke langit. Ya kan? Boboiboy?" Ucapnya sambil tertawa.
Taufan melompat dari bangunan berlantai lima itu, ia membuka pintu supercar nya dan mengendarainya ke destinasi terakhir untuk hari ini.
"Satu hal lagi yang harus kuselesaikan untuk mengakhiri hari yang sibuk ini." Ucapnya sambil menancap gas.
Dirinya, suara bising dari mesin supercar yang dikendarai dengan sangat cepat, dan cahaya dari lampu jalanan yang terlihat seperti garis yang sama pesatnya, ia berusaha untuk tidak berpikir tentang apapun.
"Aku akan biarkan takdir yang menentukannya untukku kali ini." Ucapnya pelan sambil membenarkan lidah topinya.
"Takdir Boboiboy Taufan sang pengendali angin."
// Author's note //
Kayanya aku rada writer block deh, maaf ya kalau gaje.
Btw ini 2000 kata karena minggu kemaren aku gasempet update.
Kedepannya aku minta maaf ya gais kalau update nya telat, soalnya kulaih offline 👍
Btw karena 2000 kata, komennya juga yg banyak yaaa
Oiya itu Rei, Spyder , sama Dancho yang termention di chapter ini adalah Chara2 ku di cerita originalku yaitu spirits! Semoga kalian suka sama anak2 ku ya wkwkkwkw
Btw, pendapat kalian tentang chapter ini apaa?
Btw stay safe ya gais, doain author sembuhh
Dan maaf belum sempet bales komen di chap selanjutnya soalnya wp ku dibagian komen chap sebelumnya rada nge bug
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top