50 - suara yang dirindukan
"kau mau pergi ke sana lagi?" Tanya sang pemilik surai putih, manik merahnya menatap tajam kepada sang pemilik safir biru yang kini tengah bersiap.
Taufan tertawa kecil, "lebih baik diselesaikan sekarang daripada kedepannya semakin repot." Jawabnya dengan santai. Memasukkan beberapa alat retas di tasnya.
Pakaian serba hitam membalut tubuhnya yang kini semakin ramping, tak lupa gas mask yang ia putar-putar dengan semaunya di tangannya.
"Dan kau tahu itu berbahaya" tegur Revan.
Taufan mengangguk, "tentu saja. Tapi kau juga tahu bahwa persiapanku lebih lengkap dibanding saat itu. Aku sudah berkali-kali memantau tempat itu lagi, dan aku juga sudah mengamati sistem tempat tersebut, meretas dan menghancurkan keamanan disitu sangat mungkin."
Tatapan ragu dan skeptis tidak kunjung menghilang dari wajah sang pemilik surai putih itu, "jangan matikan server mu. Aku akan berusaha memantau dari jauh."
Sang pemilik manik safir kini tersenyum, mendaratkan tangannya di kepala sang partner, "haha kau khawatiran sekali. Tapi sepertinya segala koneksi akan mati di tempat itu deh." Ucapnya.
Baru ia sadar bahwa yang baru saja ia usap kepalanya adalah Revan. Revan yang garang dan penuh gengsi. Benar saja, tatapan "what the hell?????" Milik Revan telah menjelaskan segalanya.
Taufan meminta maaf sambil mengusap-usap pundak Revan "Maaf! Sumpah maaf banget. Masih kebiasaan ngusap rambut si bungsu jadi kebawa-bawa kesini. Jangan ngambek ya?" Ucapnya sigap.
Revan masih terdiam dengan tatapan super campur aduknya membutuhkan beberapa lama untuknya menghelakan nafas panjang dan menjitak lembuk kepala Taufan. "Tak perlu merespon berlebihan seperti itu. Aku tahu kau pasti salah orang."
"Lagipula.. aku tidak membencinya. Jadi tak perlu minta maaf dan bertingkah seperti anak kecil." Lanjut sang surai putih, entah kenapa ia terlihat sedikit malu.
Taufan terdiam sejenak, manik nya sedikit membelalak, lalu tawa kecil terdengar dari sang pemilik surai brunette itu, "Revan, kau ternyata bisa imut juga. Apa ku adopsi aja ya?" Tanyanya usil.
Revan mengerutkan alisnya, kesal dengan respon Taufan, "jadi cucumu?" Tanyanya dengan nada getir, sedikit terdengar seperti menghina Taufan.
Taufan ikut kesal mendengar jawaban itu, "oh sepertinya umurmu sudah mempengaruhi kondisimu. Apa kau buta warna? Lihat di cermin, rambut siapa yang putih seperti Kakek-kakek hah?" Balasnya kesal. Terlihat keduanya kini sedang berperang melalui tatapan yang seakan mengeluarkan listrik biru dan merah dan aura bzzt bzzt nya.
"Sudah ah, pergi sana." Usir Revan kepada Taufan sang pemilik rumah.
"Pembantu ga tau diri." Jawab Taufan dramatis sambil melangkah keluar.
"Awas saja kalau kau ganggu aku pas lagi misi." Ucap Taufan.
"Dan awas saja kalau kau pulang-pulang bawa kucing baru." Balas Revan dengan ancamannya.
Sampai pintu otomatis itu tertutup mereka masih saling bertatap tajam dan penuh aura bzzzt bzzzt. Namun saat sudah tertutup rapat ada sebuah senyum lega di wajah keduanya.
"Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri." Gumam Revan, dengan senyum kecil yang terlukis di wajah yang biasanya dingin dan sangar.
•°•°•
Hembusan angin dingin penuh debu menerpa wajahnya yang setengahnya tertutup oleh gas mask. Surai brunettenya berdansa dengan tiupan Angin, Taufan bersyukur bahwa rambutnya masih sedikit basah akibat habis keramas, karena jika tidak, ia tidak tahu harus berbuat apa dengan rambutnya yang mudah berantakan.
Dengan sigap ia meretas sistem di tempat tersebut, manik safir nya merefleksikan sinar dari layar dihadapannya. Ekspresinya serius, sangat berbeda dengan ekspresi biasanya yang dipenuhi dengan senyum bod- senyum ceria.
Ia sudah cukup hafal dengan seluk beluk tempat ini setelah beberapa lama mengintai tempat yang dipenuhi dengan robot. Sesekali Taufan memantau situasi, memastikan segala hal aman.
Ia sudah mematikan seluruh saluran gas beracun di tempat itu, juga meledakan titik-titik vital tempat dimana robot-robot itu dibuat. Tentu saja, Taufan tidak bodoh, ia tahu bahwa segera setelah Taufan dan Fang pernah menginjakan kaki ditempat ini, jika musuhnya masih mempunyai akal, pastilah ia sudah memindahkan data-data dan penemuan penting nya ketempat lain.
Baru saja Taufan membuka gas masknya untuk meneguk obat penahan rasa sakit, tiba-tiba Robot-robot yang pernah ia temui sebelumnya menyerang dari belakang ataupun dari titik buta Taufan. dua puluh robot. Dua puluh robot yang ia tusuk jantungnya untuk menghentikan pergerakan mereka.
Cipratan darah menghiasi beberapa bagian wajahnya juga lengannya yang tak tertutup sarung tangan. Manik safirnya menatap dingin tanpa emosi, bahkan bisa dipertanyakan apakah Taufan adalah makhluk yang memiliki perasaan saat melihat cara bertarungnya saat ini.
Belum sempat Taufan menghela nafas, ada sesuatu yang aneh dari robot tersebut. Sesuatu yang tidak pernah ada sebelumnya mau berapa kalipun ia mengobservasi.
Sepertinya musuhnya cukup cerdik, sang pemilik surai brunette tidak sempat untuk menghindar, karena robot didepannya kini telah mengeluarkan kekuatan yang sama dengan milik seseorang yang dahulu sangat dekat dengannya. Petir yang sangat cepat menyambar, berhasil menciptakan luka di tengah dada Taufan. Melontarkan Taufan jauh, hingga kepalanya membentur beton bekas reruntuhan.
Belum lagi gas yang tiba-tiba keluar bersama serangan tadi, gas dan asap yabg sepertinya beracun Itu mengisi paru-parunya walau ia berusaha menahan nafasnya.
"Aish, sial" gerutunya kesal. Darah mulai mengalir dari hidungnya, kepalanya terasa sangat pusing, tangan kirinya menahan darah pada luka di dadanya, dan tangan kanannya digunakan untuk mengusap darah dari hidungnya.
"Aku selalu menganggap tuanku naif, namun sepertinya aku sama naifnya huh?" Gumamnya pelan, berusaha meraup nafas yang kini sulit untuk ia raih, semakin lama tubuhnya semakin kesulitan untuk merasakan apapun, dan itu mengesalkan. Setidaknya jika ingin membuat ia mati rasa, sekalian dengan rasa sakitnya dong? Begitulah kira-kira yang Taufan inginkan, namun tidak, rasa sakit memenuhi tubuhnya. Ia merasa bahwa ini adalah kegagalan kedua terbesar setelah kejadian 'hari itu'.
Ada sebuah sinyal yang terus-menerus berusaha memasuki servernya. Ia tahu betul siapa orang itu. Namun Taufan tidak mungkin membiarkannya menjemputnya di tempat yang sangat berbahaya ini.
Sekilas ia dapat mendengar suara, atau mungkin itu hanya imajinasinya? Suara yang samar dan terdengar jauh, namun entah mengapa, ia merasa itu adalah suara yang ia rindukan. Suara seseorang yang selama ini menaungi dirinya daun saudara-saudaranya.
"..tidak bisa, misiku belum selesai" lirih Taufan, mengaktifkan kekuatan yang pernah ia janjikan untuk tak pernah ia pakai.
"...ti!"
"Henti!"
"Taufan, Berhenti!" Suara itu kini terdengar cukup jelas, walau masih terdengar sangat pelan dan lemah, namun Taufan dapat mendengar kata-katanya.
"...Boboiboy?", Tanya Taufan, matanya membelalak tak percaya. Tangannya bahkan tak lagi memegang lukanya atau menutup saluran pernapasan nya dikarenakan ia terlalu terkejut.
"..hey, apa kau menjemputku?" Tanyanya pelan.
°•°•°
Sebuah sinyal memasuki layar yang sudah lama mati, sphera kuning di ruangan itu untuk pertama kalinya setelah sekian lama kini kembali membuka mata. Suara robot yang terdengar seakan menganalisa sesuatu terdengar.
[ Darurat. Darurat. Kerusakan pada Elemental Angin level xx]
Ying yang hanya berniat untuk memeriksa kondisi robot yang ia anggap sebagai kawannya kini membelalakan matanya.
"..tidak mungkin!"
//Author's note//
Hii!! Gimanaaa? Suka dengan chapter ini? Hihiii penasaran gaaa akan kelanjutannya? Taufan is ded ga yaa?
Mending matiin ga yaa? Matiin kali yaa? Matii?? Ngga? Kapan ya matinyaa? Duh maaf aku ngetik ini tengah malam jadi agak error
Anyway gak kerasa udah 50 chapter ajaa aaahhh terharu banget! Makasii kalian yang udah stay disinii dan setia baca agent au!!!
Semoga kalian sukaa yaa! Jangan lupa komen! Stay safe!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top