42 - madu di tangan kananmu~ racun di tangan kirimu~

"kau pucat, kau tahu?" Ucap Solar, kini tangannya meraih kotak p3k dan menaikan sweater yang dikenakan Taufan.

Perban yang sedikit acak-acakan karena ia yang tak berhenti bergerak itu mulai terlepas dari tubuhnya. Solar menghela nafas panjang, "kau yakin bisa pergi ke misi dengan kondisi seperti ini?"

"Sudah aku bilang aku tidak apa-apa, kau jangan terlalu khawarir bungsu~"  ucap Taufan tertawa kecil. Ingin rasanya ia menolak sang adik untuk mengganti perbannya, tapi ada rasa tak tega dalam dirinya.

Karena kapan lagi ia dapat menghabiskan waktu dengan sang bungsu seperti ini kan? Setelah ia menampakkan kaki di gedung S, sebuah benang merah harus siap untuk terputus kapan saja.

Solar terdiam, ia mengambil sebuah kepingan perak yang sudah di sterilkan olehnya dan menempelkannya pada luka Taufan.

"Racun?" Ucapnya terkejut.

"Di lukamu ada racunnya!" Seru Solar sedikit panik. Namun sang mentor malah terlihat tenang-tenang saja.

"Racunnya tidak mematikan kok, tenang saja." Ucapnya santai. Ia bahkan lupa bahwa kemarin ia terkena senjata beracun.

Solar mengerutkan kedua alisnya, suaranya meninggi, "tidak mematikan bukan berarti tidak berbahaya!" Omelnya.

"Solar, jangan marah-marah" ucap Taufan, seakan masih tidak merasa harus khawatir akan kondisi dirinya.

"Aku akan batalkan kepindahan ku hari ini, tubuhmu harus diperiksa secara mendalam dan mendapatkan penanganan yang sesuai" ucapnya, baru saja ia mengangkat ponselnya namun tangannya langsung dihentikan oleh Taufan.

"Hey, saat aku bilang tidak berbahaya, racun ini memang benar-benar tidak berbahaya. Yah, Ying sudah memberikan obat jadi jangan khawatir ok? Kau lihat aku kan? Kalau racunnya berbahaya aku tak akan dapat bercengkrama seperti sekarang" ucap Taufan sambil menepuk pundak sang adik.

"Kau percaya aku kan?" Ucap Taufan, kini manik biru itu menatap dalam manik silver sang adik. Senyuman nya terlukis seakan meminta sang adik untuk percaya padanya dan meyakinkan Solar bahwa ia benar-benar tidak apa-apa.

"Tapi-" ucapannya berhenti saat ponselnya berdering. Tulisan nama kontak 'Thorn' terlihat di layarnya. Ia hendak mematikan telfon tersebut karena ada hal yang lebih penting sekarang, namun Taufan menggelengkan kepalanya. "Angkatlah, kau harus akur dengan saudaramu yang lain juga."

Mau tak mau ia mengangkatnya. "Solar! Kapan mau kesini??? Ruangannya sudah siap loh! Semuanya di dekorasi dengan perlengkapan keren dan mewah! Kamu pasti suka" ucap Thorn ceria.

"Aku-" , atensinya teralihkan sejenak saat Taufan melangkah sedikit menjauh, ternyata Taufan pun sedang menerima panggilan dari seseorang.

"Solar, aku harus bersiap untuk pergi misi sekarang. Kau nikmati pestamu ya!" Ucap Taufan segera setelah ia selesai menerima panggilan.

"Eh? Itu suara Taufan di balik telfon? Kak Taufan bakal ikutan pesta kan?" Tanya Thorn dengan polos.

Solar menatap Taufan yang kini sibuk merapihkan barang-barang nya untuk berangkat misi. Ia hanya dapat berpasrah, sepertinya ia harus mencari tahu lebih banyak sebelum dapat membuat sang mentor berhenti melakukan misi non-stop seperti sekarang ini.

"Aku sebentar lagi akan kesana. Bye Thorn." Ucapnya sambil mematikan telefon.

Taufan menyadari tatapan penuh emosi dari manik silver-berlian itu, ia tersenyum dan mengelus kepala sang adik, "aku harap kau tidak keberatan dengan tindakanku yang seperti ini, agent S"

Solar menggeleng, "aku hanya keberatan dengan fakta bahwa kau terus-terusan memforsir dirimu bahkan dalam kondisi yang seperti ini"

"Hey, aku harus bekerja keras untuk menebus kesalahanku" canda Taufan, namun senyuman dan sorot mata itu.. terlalu sendu untuk dianggap sebagai candaan.

"Jangan terlalu lelah. Pastikan istirahat dengan cukup setelah misi. Aku akan sering-sering menghubungimu ok?" Ucap Solar mengalah. Lucu rasanya untuk dirinya yang selalu mementingkan diri sendiri di atas orang lain, untuk mengalah demi orang lain seperti ini.

Taufan tertawa kecil, manik safir itu menunjukan kehangatan dan kelembutannya, "..lihatlah, sekarang aku merasa bahwa kamu yang mengasuhku. Kau benar-benar..sudah tumbuh dewasa." Ucap Taufan lagi.

"Ah, sebelum aku pergi, ambil ini" ucapnya, memberikan kartu berwarna hitam.

"Ini.."

"Yap~ uang jajanmu! Terserah mau dibelikan apa saja, kalau kurang bilang ya." Ucapnya lagi.

Ini kan black card- dia sebenernya se kaya raya apasih- batin Solar masih berusaha memproses apa yang terjadi.

"Bukannya kau sudah ditunggu oleh saudara-saudaramu?" Tanya Taufan pada Solar.

Solar ditarik kembali pada realita, ia mengeluarkan gumaman kecil dan mengangguk. " Kalau begitu..aku pergi dulu."

"Mn" jawab Taufan sambil tersenyum dan melambaikan tangannya.

Solar menarik kopernya, iya. Koper. Karena ia akan memindahkan barang-barang pentingnya ke tempat tinggal yang baru. Ia melangkah keluar dari rumah itu, rumah yang penuh memori dan tawa juga suka cita yang mereka bagi bersama.

Setiap langkah terasa berat baginya, ingin rasanya ia kembali. Namun ia tahu sang mentor berusaha terlihat tegar dan tidak goyah di depannya hanya untuk meyakinkannya.

Di depan pintu lift, Solar membalikkan kepalanya. Menatap sosok sang mentor yang tersenyum. Pintu lift terbuka, menunggu Solar untuk masuk.

Namun ia menekan tombol 'hold' dan sorot matanya kini menatap lurus pada Taufan.

Solar terdiam sejenak, lalu tiba-tiba ia membungkukkan badannya 90° , bungkukan formal. "Terimakasih atas segalanya." Ucapnya.

"Terimakasih telah membimbingku dan menjadi mentorku."

"Terimakasih sudah memanduku."

"Kau adalah satu-satunya orang yang kuakui sebagai mentorku, dan selamanya akan selalu begitu." Ucapnya. Dari sudut pandangnya, ia hanya dapat melihat kaki Taufan yang sedikit ditarik saat mendengar hal itu.

Taufan terdiam, dia membatu. Ia kehilangan kata-kata untuk menjawab itu semua.

Air matanya menitik, "..kau ini" ucapnya melangkah maju. Mengusak surai brunette yang tidak ditutupi topi putih.

"Kau selalu mengejutkanku. Benar-benar murid yang hebat" ucap Taufan lagi.

"Wajar saja, karena mentornya juga hebat" jawab Solar, kini langkahnya terasa lebih ringan. Ia memasuki lift dan tersenyum. "Kalau begitu, sampai jumpa lagi, kakak." Ucap Solar sambil melambaikan tangan. Pintu lift perlahan tertutup.

Taufan melambaikan tangannya. "..mn"

"Selamat tinggal." Ucapnya sambil menundukan kepala, ia tak mau ada siapapun yang melihat ekspresinya saat ini.

°•°•°

"Solar sudah datang!!!!!!" Teriak Blaze dan Thorn antusias segera setelah pintu rumah baru Solar terbuka. Ia langsung disambut dengan pelukan dari dua saudaranya itu.

Manik silver miliknya menatap lingkungan barunya dengan intens. Benar saja, tempat tinggal dengan 3 kamar ini terlihat sangat mewah, lantai granit putih dan juga tembok putih yang mewah, dengan ornamen emas di sana-sini. Rasanya seperti rumah milik keluarga kaya raya.

"Kau sudah datang?" Tanya Gempa, ia mematikan kompor di dapur yang bahkan belum pernah Solar sentuh.

"Ah maaf, aku pakai dapurmu tanpa izin, habisnya lebih mudah untuk langsung memasak disini" jelasnya pada Solar.

Solar hanya mengangguk, selama Gempa membereskan bekas masaknya, tidak masalah baginya.

"Ah.."

"Mana Taufan?" Tanya Gempa pada Solar.

//Author's note//

Guys guys tau ga si tulang lututku krek krek terus ih karma gitu yah suka ngatain taufan??

Beneran krek krek gitu kalau digerakin guys keknya aku juga butuh minum susu deh-

Anyway Solar dah pindahan! Yey party- eh, kok pada ga seneng? Kan solar akhirnya jadi agen s kan-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top