40 - dua telinga untuk mendengar satu mulut untuk berbicara
"Jadi, kau tinggalah di gedung S, jangan merasa terbebani, karena aku tak akan lagi ada disini."
"maksudmu?" Tanya Solar, alisnya berkerut. Ia tak suka dengan cara mentornya mengatakan hal itu.
"Aku akan sibuk oleh misi, jadi aku akan jarang berada disini, aku memiliki beberapa tempat singgah di luar agensi, jadi untuk aksesibilitas, kurasa aku akan lebih banyak berada di sana." Jelas Taufan sambil melahap nasi gorengnya.
"Kapan kau akan pulang?" Tanya Solar.
"Entah, aku tak dapat menjanjikan apapun. Semuanya tergantung para atasan agensi."
"Apa itu artinya.. aku akan semakin sulit untuk bertemu denganmu?" Tanya Solar.
Taufan terdiam. Senyuman membeku di wajahnya, "jangan takut, saudara-saudaramu yang lain kan ada di sana, kau tak akan kesepian, aku jamin!" Ucap Taufan dengan senyumnya yang secerah mentari.
Solar terdiam, rasanya atmosfir diantara keduanya menjadi canggung.
Ia menatap piring Taufan yang kini telah kosong, "biar kucuci." Ucapnya.
Taufan menggeleng, "kau istirahat saja, aku yang akan mencuci ini semua."
"Aku tak perlu lagi bangun dini hari untuk latihan, ingat? Aku bukan lagi calon agen, jadi biarkan aku melakukan tugasku. Kau tadi sudah memasak, biarkan aku yang bebersih, wajahmu pucat, lebih baik kau istirahat." Ucap Solar. Kata-kata yang tidak memiliki maksud apapun kecuali niat baik dan rasa khawatir.
Entah bagaimana maksud kata-kata itu berubah di telinga sang mentor.
Taufan tersenyum, "kau sudah besar." Ucapnya.
"Aku tak boleh lagi memperlakukanmu seperti anak kecil iya kan.."
"Baiklah, aku akan mendengarkan apa kata agen S, tolong ya cuciannya." Ucap Taufan sambil tersenyum.
Ia pergi ke kamarnya, menatap ruangan berwarna tenang itu. Biru tua, abu, hitam, warna yang tak menggugah energi.
Ia memasang foto yang baru saja dicetak hari ini di bingkai kosong, menaruhnya di atas meja kerja. Di dalam laci, ada sebuah bingkai dengan foto dimana tiga kembar seiras itu tersenyum bangga.
Air matanya menitik.
Segala hal akan berlalu,
Begitupula hari kemarin,
Hari ini,
Maupun hari esok,
Walau bisa memanipulasi waktu pun, tak mungkin waktu berhenti selamanya.
Walau berhenti selamanya pun, itu hanya akan menjadi hal yang hampa,
Ia terisak pelan,
Isakan yang ia tahan,
Mungkin karena ia tahu bahwa ia pun akan berpisah dengan sang murid,
Mungkin karena ia tahu, walau hubungan keduanya sangat erat saat ini..
Hal itu mungkin akan berubah suatu hari nanti,
Karena ia tahu bahwa jalan mereka tak lagi searah,
Karena itu kehampaan mengisi hatinya,
Karena itu, rasanya sangat sakit saat ini,
Karena itu, walau ia sudah berkali-kali mengatakan kepada diri sendiri bahwa ia hanyalah alat,
Walau ia sudah berusaha membuang emosi yang tak perlu,
Yang ia dapat lakukan sekarang, hanyalah menangis.
Menangis dalam sunyi, ditemani suara samar dari air keran yang mengalir dari arah dapur,
Ia tak tahu bahwa, orang yang ia kira sedang sibuk mencuci piring, ternyata ada dibalik pintu,
Menatap dirinya yang rapuh,
Mendengar isak tangisnya,
Dalam diam.
Karena ia tahu, datang dan menghiburnya tak akan merubah apapun,
Sang bungsu menutup kembali pintu itu, berpura-pura bahwa ia tak pernah sama sekali menyaksikan apa yang ada di dalam.
Oh, ternyata beginilah rasanya melindungi dalam diam.
°•°•°•°
Taufan menarik nafas panjang, "kau tak boleh menangis, bagaimana kalau terdengar oleh Solar?" Bisiknya pelan sambil memukul kedua pipinya.
Ia buka laptopnya, selalu seperti ini,
Berlari dari perasaannya dan malah mengurus pekerjaan, setidaknya dengan terus sibuk dapat membuat ia terdistraksi,
Ia meminum obat yang tadi diberikan Ying,
Dan ia baru tersadar..
Ah, sial..
Aku lupa kalau obatnya mengandung obat tidur-
Rasa kantuk yabg berlebihan membuat ia tertidur di depan monitor yang masih menyala,
Padahal biasanya ia tak pernah tertidur saat bekerja,
Etos kerjanya merasa terpukul akan hal ini, namun ia tak dapat berbuat apapun,
Ternyata tubuhnya lebih lelah dari yang ia kira.
Tanpa persetujuan darinya, ia dibawa ke dunia mimpi.
.
.
.
Setelah Solar selesai menaruh piring bersih di wadahnya, ia kembali mendekati pintu itu.
Namun sunyi, tak ada isakkan,
Ia ragu, namun setelah beberapa saat, ia memutuskan untuk membuka pintu itu,
Didapatinya sang mentor yang sedang tertidur di kursinya, dengan pipi yang menempel pada punggung tangannya,
Layar monitornya masih menyala, walau sepertinya pekerjaan nya sudah selesai.
Solar menghela nafas, "kau yang sering bilang padaku untuk tidak tidur di kursi.." ucapnya, ia meraih selimut di kasur sang mentor dan menyelimuti tubuh yang sepertinya mengurus itu,
Manik silvernya menatap sedih sosok sang kakak di depannya, "jangan terlalu lelah kak.."
Maniknya kini menelusuri perabot di depan matanya, tumpukan kertas dan juga layar monitor itu merebut atensinya.
Ia memastikan bahwa mentornya tak akan terbangun, dengan hati-hati ia membuka dokumen itu,
Ia tersentak saat membacanya,
"Ini...misi agen B apakah seperti ini?" Monolognya sambil mengerutkan alis.
Sudah lama ia curiga akan sesuatu, namun untuk saat ini ia akan mencari tahu dengan berhati-hati.
Ia mematikan monitor Taufan tanpa mencari tahu lebih lanjut, "selamat malam, kak." Ucapnya, dan dengan memastikan bahwa ia tidak membuat suara apapun, Solar meninggalkan kamar sang mentor.
°•°•°•°
Hari itu sepertinya hujan deras..
Ya, di memorinya, hari itu hujan deras,
Tatapan penuh kebencian memenuhi manik saudara-saudaranya,
Apalagi manik kakak satu-satunya,
Taufan terdiam, bibirnya bergetar,
Ia pun marah pada dirinya,
Tapi setidaknya, ia harus menjelaskan pada mereka kronologinya,
Alasan kenapa ia menyetujui tindakan nekat sang master.
Ataupun alasan kenapa sang master nekat menghadang bahaya saat itu.
Ia harus menjelaskan ke mereka, agar kelak mereka tak akan menghadapi bahaya yang sama,
"Dengarkan penjelasanku-"
"Penjelasan? Penjelasan apa? Penjelasan bahwa kau telah membunuhnya hah?!" Bentak Halilintar sambil mencengkram kerah Taufan.
"Iya, aku memang lalai tapi-"
"Masih bisa membela diri? Apa kau bisa mengembalikannya? Kau tahu seberapa penting dia bagi kita! Jika saja kau tidak gegabah-" ucapan Halilintar terhenti, ia mendorong Taufan dan meninggalkannya.
Taufan terdiam,
Kalian bertingkah seperti ini tanpa tahu cerita jelasnya,
Padahal aku juga merasakan rasa sakit yang sama,
Tidak, bahkan rasa sakitnya lebih besar dibandingkan saudara-saudaranya, sudah berapa kali ia terbangun dari tidur karena suara-suara dari benaknya yang mengingatkan bahwa ini semua adalah salahnya?
Taufan menghampiri saudara-saudaranya yang lain, "Gem dengarkan aku- ada bahaya yang mengincar para kekuatan elemental karena itu-"
"Karena itu kau bertindak gegabah?" Tanya Gempa,
Rasanya Taufan membeku, ia tak dapat bersuara.
Ia kira mereka akan mengerti.
Ia kira saudara akan saling mendengarkan satu sama lain.
Ia kira ikatan mereka sangat kuat,
Tentu saja ini salahnya, ia tahu betul itu,
Ia pun benci pada dirinya sendiri,
Tapi setidaknya ia ingin menjelaskan kepada mereka dan membiarkan mereka tahu akan niat dari tuan mereka,
Agar keinginan tuan mereka dapat terpenuhi,
Namun sepertinya itu sangat mustahil, huh?
Taufan terdiam, setelah penolakan saudara-saudaranya itu, ia ingat bahwa mereka melangkah pergi meninggalkannya.
Memperlakukannya seperti makhluk tiada,
Wajar, mereka sedang terpukul, berkali-kali Taufan berfikir seperti itu.
Karena itu, dalam satu bulan ini dia selalu berusaha bersabar akan segala kebencian itu, dan mencari waktu untuk menjelaskan,
Namun satu bulan bahkan tidak cukup?
Dan esok ia harus dipindahkan ke divisi B,
Apakah, memang begini akhirnya?
Taufan tak pernah lagi berusaha menjelaskan setelah hari itu,
Biarlah ia yang menanggung segala ini,
Toh memang ini salahnya,
Biarlah ia membayar segala kesalahannya,
Bagaimanapun caranya,
Ia akan memastikan bahwa,
Keinginan tuannya, akan ia penuhi.
.
.
.
Matanya terbuka perlahan, ia beberapa kali mengedipkan mata dan memindai sekitarnya.
Monitor dan laptop nya sudah mati, karena itu bayangannya di layar hitam itu terlihat jelas.
Mata yang sembab, dan bekas air mata.
Akan luka lama yang tak dapat ia obati.
//Author's note//
Hi!! Stay safe yaa kalian! Semoga suka chapter iniii
Alasan taufan jadi kaya sekarang uni udah mulai ke reveal yaa? Kalian kalau ada di posisi dia juga apakah akan memilih langkah yang sama?
Saudara2 nya masih belum bisa maafin dia walaupun dia udah berusaha jelasin :(( semoga mereka dapet hidayah
Anyway, aku bentar lagi UAS jadinya kayanya mungkin bakal telat update untuk chapter selanjutnya, semoga kalian maklum yaa!!
Kutunggu komen kalian yaa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top