39 - istana pasir dan nasi goreng
Taufan menggeleng, "tidak perlu, jangan mengotori tanganmu, lukaku masih belum kering betul."
Solar mengerutkan alisnya, ia tetap bersikeras , "bertambah alasanku untuk mengobatinya, bukankah begitu?"
"Jangan menolak, hari ini aku menang turnamen. Harusnya kau menurutiku." Ucap Solar.
Taufan terkekeh pelan, "baiklah, baiklah, juara kecil.."
Solar terdiam, ia dengan lihai membersihkan kembali luka di tubuh Taufan, dan membalutkan perban di atasnya, "kau tahu? Luka-lukamu, seharusnya jangan kau sembunyikan"
"Bagaimana kalau tidak membaik?" Tanyanya pada Taufan, manik silver yang sedang tidak ditutupi oleh Visor itu menatap sendu pada luka sang mentor.
Taufan tersenyum, "ini adalah resiko mutlak dari sebuah misi. bukankah jika mereka tahu akan lukaku, orang-orang berfikir bahwa aku tidak cukup kompeten untuk pulang tanpa luka?" Jawab Taufan sambil memejamkan matanya.
Solar terdiam, "jika aku yang terluka, apakah pendapatmu juga akan sama?" Tanyanya, ia menempelkan plester di atas perban itu.
Taufan menggeleng, "hey! Tentu saja tidak boleh! Kau itu adalah muridku yang precious dan tidak boleh terluka sedikitpun! Tidak ada yang mau kau terluka, tuan tampan." Ucap Taufan dengan cepat, seakan hal yang keluar dari mulutnya adalah sesuatu yang sudah pasti.
"Kau juga sama.." ucap Solar pelan.
Taufan mengerutkan alisnya, ia tak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh adiknya, atau.. ia tak berani untuk mengerti. "Apa maksudmu?"
"Kau adalah mentorku yang berharga bagiku, kau juga berharga bagi orang sekitarmu.."
"Aku tak ingin kau terluka.." ucap Solar.
Taufan terdiam.
Rasanya ada yang mencengkram kuat hatinya, membuatnya merasa sesak,
Ia tak berani untuk senang karena kata-kata itu,
Ia juga tak berani untuk merasa terharu akan kata-kata itu,
Tangannya sudah berlumur darah,
Ia adalah seorang pendosa yang gagal melindungi orang yang disayangi oleh mereka semua..
Ia-
"Tentu saja berb-" ucapannya terputus karena sedikit pressure yang ia rasakan diatas balutan perban di punggungnya.
"Sebagai mentor, kau selalu menjagaku.."
"Bukankah, seorang murid sepertiku boleh membalas budi?" Tanya Solar, manik silver nya tidak menginginkan jawaban, ia tidak menunggu anggukan, karena keputusannya sudah mutlak.
"Setidaknya biarkanlah aku peduli padamu seperti kau peduli padaku, kak Taufan." Ucap Solar lagi.
Taufan tak dapat berkata-kata, ia hanya dapat terdiam, tak bergeming sama sekali. Getaran pelan terlihat pada manik safir nya, seperti air tenang yang dilempari batu, seperti itulah hati yang sudah teguh kini tergoyahkan.
Tapi ia yang paling tahu bahwa ia tak boleh terlena dengan segala ini,
Bahwa sebuah ikatan, yang selalu ia harapkan,
Layaknya saat itu, saat mereka semua masih bersama, ia selalu berharap bahwa mereka semua, dia dan para elementalnya, juga power sphera kuning kesayangan mereka semua, juga kawan-kawannya..
Dirinya yang dahulu terlalu naif, dan percaya bahwa mereka akan bersama selama-lamanya,
Saling percaya, dan akan saling berada di sisi satu sama lain,
Namun bahkan bangunan yang ia anggap kokoh itupun lebur dengan mudah,
Seperti istana pasir megah yang tersapu ombak,
Seperti itulah, segala ikatan yang ia anggap erat,mejadi renggang, atau malah terputus.
Siapa yang dapat menjamin bahwa ikatannya dengan sang murid sekaligus adik bungsu tidak akan berakhir seperti ikatan itu?
Ia sudah tak mau berharap,
Biarlah masa-masa ini ia ukir dalam memorinya,
Mungkin ini hanya akan menjadi ingatan,
Dan memori jauh akan kenangan manis penuh kehangatan.
Mungkin suatu saat nanti pun, kau akan membenci ku,
Saat hari itu tiba, apakah itu akan menyakitkan lagi?
Walau begitu, biarlah,
Layaknya angin, waktu pun berlalu,
Biarlah hal yang ada di masa kini, bertahan hanya di masa ini,
Tak perlu mengharapkan masa depan yang tak kuketahui,
Lamunan nya terhenti saat sang bungsu menepuk pelan lukanya itu, "sudah selesai."
Taufan tersenyum, "kerja bagus. Muridku sudah dewasa rupanya, aku bangga" ucapnya dengan dramatis sambil menghapus air mata di ujung matanya.
"Kalau begitu, sekarang giliran aku yang melakukan sesuatu untukmu. Mau makan apa hari ini? tuan juara." Tanya Taufan sambil membetulkan sweater hitamnya,
"..kau sedang terluka, jangan dulu memasak." Ucap Solar.
Taufan menggeleng, "apa kau meremehkan mentor tampanmu ini?" Tanya Taufan lagi, dengan narsisnya ia berpose, namun bunyi 'krek' terdengar dari tulangnya.
"Spaghetti? Udon? Steak? Chicken Cordon blue? Aku-"
Solar menghela nafas panjang, "nasi goreng"
"--- nasi goreng????" Tanya Taufan tak percaya.
"No offense tuan juara, nasi goreng memang enak, tapi apakah kau yakin itu cocok untuk merayakan kemenanganmu?"
Solar mengangguk, "mungkin sederhana, tapi apa kau lupa?"
"Di hari pertama kau menjadi mentorku, makanan yang kita santap bersama sambil membahas tentang diri masing-masing, bukankah di hari dimana tujuan kita sudah tercapai, merayakannya dengan makanan itu bukanlah hal yang buruk?"
Taufan lagi-lagi dibuat terkejut dengan tingkah muridnya, ia kira ia sangat mengenal muridnya, bukannya ia selalu berfikir dengan logika dan tidak peduli dengan hal-hal seperti itu?
Ia tertawa, "aku tak pernah menyangka bahwa kau bisa seperti ini."
Ia kira Solar akan menyangkal atau mengomel, namun Solar mengangguk dan tersenyum, "ini semua berkat ajaranmu."
"Aku lebih mengerti dunia ini, ini semua karena kau adalah mentor yang baik."
Solar memutuskan untuk membuang gengsinya, setidaknya, untuk hari ini saja.
Di perayaan ini, biarlah hanya kejujuran dan rasa berterimakasih yang besar yang ia tunjukkan,
Ia ingin sang mentor mengerti betapa penting mentor sekaligus kakaknya itu bagi dirinya,
Ia ingin sang mentor tahu, bahwa ada orang yang menghormatinya,
Namun senyuman itu,
Senyuman yang seakan membatasi samudera itu,
Ah,
Seberapa besar lukamu sampai kau tak mau menerima afeksi seperti ini?
.
.
Mereka makan dengan damai, bercengkerama dengan hangat, dan sesekali bercanda ria atau adu mulut, atmosfir hangat seperti ini,
Ikatan persaudaraan seperti ini,
Sungguh, jika bisa, ingin rasanya Taufan menghentikan waktu dan tetap berada dimasa ini.
"Tak bisakah aku terus tinggal disini?" Tanya Solar sambil memakan nasi gorengnya,
Taufan tertawa kecil, "kau kan agen S sekarang, tentu saja tempatmu adalah gedung S."
"Tapi.."
"Tak perlu bingung, kau kan punya kunci tempat ini, jika ingin kau bisa berkunjung kapan saja."
"Benarkah?"
"Tentu saja!"
"Tapi.. tetap saja, setelah menjadi agen resmi bukankah aku akan disibukkan dengan misi? Kita jadi tak dapat sering bertemu.." ucap Solar lagi.
Taufan tersenyum, apa Solar khawatir tentang diriku?
"Tak perlu khawatir, aku tidak akan kesepian! Sebenarnya aku ini orang yang sibuk kau tahu? Aku mengambil libur saat ini adalah spesial untuk muridku tersayang, tapi di waktu lain, aku tidak yakin aku akan dapat pulang kesini lagi." Ucap Taufan.
"Jadi, kau tinggalah di gedung S, jangan merasa terbebani, karena aku tak akan lagi ada disini."
//Author's note//
Hehehehehehe taufan ganteng hehe
Kalau dipikir-pikir di chapter awal solar masih kekanakan banget, kalau ngeliat solar yg sekarang aku jadi terharu :"
Anyway semoga suka ya! Stay safe kalian!!
Dan semua disini yg mau kazuha semoga dapet kazuha aamiin!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top