38 - our home?

Foto yang langsung dicetak dari kamera canggih itu, sekaligus langsung terkirim ke ponsel kedua kakak beradik itu kini sudah selesai.

Pria bervisor emas, dan pria tanpa topi, dengan sedikit rambut putih, keduanya terlihat tampan dan menawan. Walau terlihat rasa lelah di wajah kedua pria itu karena hari yang panjang, tetap saja, tampan.

Taufan tersenyum, "foto ini.. akan kujadikan wallpaper ponsel ku" ucapnya senang.

Solar tersenyum, "pilih yang akunya tampan"

Taufan tertawa, "kau memang sudah selalu tampan, lihat? Diantara lima foto ini tak ada foto yang bisa disebut 'aib'" jawab Taufan lagi, yang disusul dengan anggukan bangga Solar.

Langkah kaki terdengar, dua seiras datang menghampiri mereka. Yang satu bertopi biru muda dan yang satu lagi bertopi merah cabai.

"Solarrrr!!!" Panggil seseorang dengan sangat enerjik, ia langsung melompat dan merangkul Solar, "hei bungsu! Selamat ya!" Ucap Blaze dengan senyuman energik nya.

Solar terdiam, ia tak tahu harus merespon seperti apa terhadap saudara nya. Ia menatap Taufan, dan mendapati senyuman Taufan sebagai jawaban.

Aku tidak boleh ketus, karena nanti bisa-bisa mentorku dibilang gagal mendidik.

"Iya, terimakasih Blaze, ..dan Ice" ucap Solar, walaupun Ice belum mengucapkan apapun.

Ice terdiam, sedari tadi manik Aquamarine nya itu mengobservasi mentor dan murid itu, terutama Taufan yang masih tersenyum dan memfokuskan perhatiannya pada murid nya. Bahkan bisa dibilang ia tidak menganggap keberadaan Ice disini. Begitulah asumsi Ice saat ini.

"..ah, iya, selamat ya. Sekarang kau sudah jadi agen S. Kau bisa menikmati fasilitas di gedung S" ucap Ice.

Solar mengerutkan alisnya, entah mengapa ia kurang suka saat ada orang yang membahas 'agen S' atau 'gedung S' di depan mentornya. Mungkin karena ia takut sang mentor tersakiti.

Solar hanya tersenyum dan mengangguk.

Thorn dan Gempa kini menghampiri mereka, kedua elemental yang vibe nya seperti ibu dan anak itu membawa rangkaian bunga dan memberikannya pada Solar. "Selamat Solar, kau hebat sekali di pertandingan hari ini" ucap Gempa.

Solar tersenyum, "terimakasih, ini berkat ajaran mentorku." Ucapnya sambil tersenyum, senyuman profesional tanpa ada ketulusan.

Taufan sedikit berdehem, merasa tidak enak karena dirinya diseret dalam topik ini. "Tidak, ini semua berkat usaha mu."

Manik emas gempa menatap sang kakak dengan sedikit sendu, seakan ada beribu emosi yang tak dapat ia sampaikan, dan beribu perhatian yang tak dapat ia tunjukkan, ia hanya dapat tersenyum, "seperti yang kuduga, Taufan memang sangat cocok untuk menjadi mentor." Ucapnya sambil tersenyum.

Rasa sakit memenuhi dada kedua kembar itu, sungguh, mereka rindu bercengkrama tanpa adanya garis batas dan luka, namun rasa itu dipupuk dalam dada. Disembunyikan dengan emosi yang berbeda.

Rasa sesal dan ketidak pantasan Taufan,

Dan amarah dan keputus asaan Gempa,

Bohong jika amarahnya belum mereda, namun bohong juga jika amarahnya sudah menghilang.

Pada intinya, kedua orang itu belum dapat memaafkan.

Gempa belum dapat memaafkan Taufan.

Dan Taufan belum dapat memaafkan dirinya sendiri.

"Eh? Gempa, mana Hali?" Tanya Blaze dengan polosnya, hanya ia yang tidak menunjukkan batang hidungnya disini.

Gempa tersenyum canggung, "ah, ia butuh istirahat.."

"Begitukah? Ah, sayang sekali! Padahal sudah lama kita tak berkumpul bersama seperti ini!" Ucap Blaze sambil menepuk punggung Taufan.

Taufan membeku.

Ia mematung, terkejut saat Blaze menyentuhnya.

Yah, itu adalah salah satu alasannya namun..

Luka dipunggung nya yang dipukul oleh Blaze terasa sakit. Tentu saja itu bukan salah Blaze, ia tak tahu kalau Taufan terluka.

Mungkin karena insting kembar, Gempa menangkap ekspresi Taufan yang pucat pasi, "apa kau tidak apa-apa?" Tanyanya pada Taufan, ada kekhawatiran tulus dari suaranya itu.

Taufan menggeleng dan tersenyum, "jangan khawatirkan aku."

"Oh iya, Solar ayo cepat ke gedung S! Kau harus melihat tempat tinggalmu!" Ucap Thorn sambil menarik tangan Solar.

Solar terdiam di tempat, ia menatap sang mentor. "Tunggu dulu.." ucapnya, meminta Thorn untuk menghentikan aksinya.

"Ah, ngomong-ngomong, apa kau akan tinggal bersama Halilintar dan Gempa? Ada kamar kosong disitu kan? Dulunya milik Taufan, mungkin kau mau mengisinya? Atau kau mau tempat terpisah sepertiku?" Tanya Ice, ekspresinya yang datar dan manik biru mudanya yang menyala itu seakan ia sengaja mengatakan ini semua.

Solar mendecik, berani-beraninya dia bertanya hal seperti itu di depan mentorku.

Gempa merasa tidak nyaman dengan pertanyaan Ice, bahkan Blaze dan Thorn pun terdiam canggung. Ice dapat merasakan pukulan pelan di punggungnya, tanda bahwa Blaze menegurnya.

Solar menatap sang mentor yang masih tersenyum, namun memberikan aura 'orang luar' di tengah lingkar persaudaraan ini.

"Aku ingin tempat terpisah." Ucapnya dingin.

Gempa mengangguk, "aku, Thorn, Yaya dan Gopal sudah menyiapkan ruangan yang sesuai dengan seleramu di gedung S" ucap Gempa dengan senyuman lembutnya.

Solar berterimakasih, ia lalu memegang lengan jas Taufan, "kalau begitu, untuk hari ini aku akan tetap pulang ke gedung B terlebih dahulu. Besok aku akan melihat ruangan baruku." Ucapnya.

Taufan berbisik, "hey! Untuk apa ke gedung B? Gedung S jauh lebih megah loh?"

Solar terdiam, ia menarik Taufan pergi, "kalau begitu kami pamit dulu! Terimakasih atas ucapan selamat nya, besok aku akan ikut merayakan pesta penyambutan dengan kalian." Ucap Solar kepada saudara-saudaranya yang lain.

"Aku ingin pulang ke 'rumah'." Ucap Solar.

"Setelah apa yang kulalui hari ini, tak ada tempat yang lebih nyaman dibanding rumah bukan?" Ucapnya lagi.

Taufan terdiam, "tapi.. rumahmu sekarang kan di-"

"Rumah mentorku adalah tempat yang kuanggap rumah. Bukankah disitu tempat aku berusaha sampai bisa meraih posisi ini?"

"..harus ada kau, hari ini, aku mau menghabiskan waktuku dengan mentorku." Ucap Solar, entah kenapa ada kesedihan di sorot matanya.

Ia tahu bahwa setelah ini, bertemu dengan mentornya tidak akan sesering saat ia masih di bawah didikannya.

Taufan tertawa, tangannya mengusap rambut sang bungsu, "muridku ini.. ah tidak, adikku ini.. ternyata bisa semanis ini ya" ucapnya.

"Baiklah, kalau begitu, hari ini, aku akan menjadi mentormu untuk yang terakhir kalinya!" Ucap Taufan dengan tawa kecil.

Mereka berlari ke arah gedung B, tanpa aba-aba mereka seakan berlomba untuk sampai lebih dulu ke gedung itu.

Tawa lepas terdengar dari keduanya, kebahagiaan ini, setiap momen ini. Ditambah dengan cahaya oranye dari langit senja yang menghangatkan jiwa.

Semuanya..

Terasa seperti memori indah yang tak akan dapat diulang.

Karena itu, menikmati setiap detiknya selagi bisa, bukankah itu satu-satunya hal yang dapat mereka lakukan?

°•°•°•°

Solar keluar dari kamar mandi, menggunakan pakaian santainya. Sweater turtleneck abu-abu dengan lengan 3/4, juga celana putih panjang, ditambah rambut nya yang habis dikeramas. Taufan berfikir, akan seru jika ia memfoto nya dan menjualnya ke majalah model.

Tentu saja tidak ia lakukan.

Taufan tersenyum, ia sudah lebih dahulu selesai mandi, rambutnya yang setengah basahnya itu ia sisir dengan jarinya.

"Iya, iya kakek tua, jangan mengomel lagi, besok aku akan kesana ya?"

[Jangan panggil aku kakek tua, kau yang lebih cocok menjadi kakek tua dengan segala keluhan tubuhmu itu. Hari ini aku tak akan banyak mengomel karena setidaknya kau tak jadi pergi misi. Sialan, kenapa kau ini banyak sekali mengambil misi sih? Tak perlu dijawab, aku sudah tau jawabannya. Pokoknya hari ini kau harus istirahat. Biar aku yang mengerjakan segala misi-misi itu. Istirahat yang benar, luka-luk--] suara dari ponsel Taufan yang terdengar oleh Solar itu terhenti dengan "shhhh!!" Dari Taufan.

"Adikku disini, jangan bicara keras-keras. Aku mengerti point mu jadi jangan marahi aku lagi. Sudah dulu ya Revan. Jangan lupa beri makan kucing-kucing ku." Ucap Taufan.

Belum sempat pihak yang ia telfon membalas, ia sudah mematikan panggilan duluan.

"Bungsu, kau mau makan apa?" Tanya Taufan sambil merangkulnya.

Solar terdiam, ia dengan cepat menarik sweater hitam Taufan keatas, benar saja, perban yang dililitkan dengan acak-acakan terlihat jelas.

Ingin ia bertanya, atau mengomel, tapi ia menatap manik safir sang kakak. Ia tahu sang kakak terlihat jauh lebih lelah hari ini.

Setidaknya hari ini, ia ingin Taufan istirahat.

"Sini, aku betulkan perbannya." Ucap Solar.

//Author's note //

Hai hai!! Udah lama ga apdet ya T^T maaf yaa soalnya akhir2 ini ide nya ga ngalir+ lagi agak hectic di RL, apalagi situasi covid di daerahku lagi naik lagi, bikin aku waswas dan kepikiran terus.

Semoga kalian semua sehat selalu yaa!! Doakan aku sekeluarga juga sehat selalu dan baik2 saja yaa!

Semoga kalian suka chapter ini,

Oh iya doain ya biar kazuha pulang ke aku hehehehehheeh

Ditunggu komentar kalian yaa!!

Jangan lupa baca ceritaku yang lain yaa, niatnya mau publish cerita tentang Taufan highschool life juga mau gaa? Tapi lebih kaya sickfic sih hehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top