35 - kilight speed, i know im good at pun

Solar menembakan kekuatan cahaya nya ke arah Hali, dan dengan gesit Hali menangkisnya.

Namun Hali benci jika hanya dapat bertahan tanpa menyerang balik. Sedari tadi ia berusaha mendaratkan serangan pada Solar, namun Solar dapat dengan lihai menghindar dan menangkisnya.

"Wah, kalau diingat-ingat"

"Mentormu itu memiliki satu keahlian, dan sepertinya keahliannya diturunkan padamu." Tawa Hali sinis.

Solar sudah tahu bahwa apa yang akan keluar dari mulut sang sulung dari elemental bersaudara ini akan membuatnya kesal.

"Dia memang sangat hebat dalam berlari dan menghindar, lihat, kau juga sama kan?" Ucap Hali sinis, mempersiapkan serangannya menggunakan pedang Halilintar miliknya.

Solar mendengus kesal, sebenarnya dia emosi.

Namun ada hal lucu yang dapat ia tangkap dari ucapan sang sulung.

"Oh? Aku cukup terharu." Ucap Solar menyeringai sambil terus-terus an menghindari serangan Halilintar.

Terlihat alis sang kakak sulung yang mengerut, tanda bahwa ia kesal karena sepertinya Solar tidak terprovokasi.

"Mentorku itu memang mengajariku suatu hal yang sangat bermanfaat sih, katanya kalau memang ada orang yang kepalanya sekeras batu, tak perlu repot untuk melawan mereka, hindari saja karena mau dilawan seperti apapun kepalanya benar-benar keeeeeeerasss sekali~" ucap Solar, tentu saja kalimat yang baru ia ujarkan itu adalah versi dilebih-lebihkan.

Taufan hanya pernah mengajarkan dia bahwa "jangan menyeret diri sendiri kedalam masalah yang dipenuhi penilaian subjektif", dan kini dia sangat mengerti kenapa sang mentor menasihatinya begitu.

Orang dengan penilaian subjektif, tatkala sulit mengubah opini mereka. Menjelaskan pada mereka sama saja seperti menjelaskan pada batu.

Tentu saja omongan Solar itu membuat Halilintar kesal. "Heh, kau juga suka berbicara omong kosong seperti dia huh."

Solar terkekeh, "bukankah itu mengalir dalam darah kita? Buktinya kau juga suka berbicara omong kosong" jawabnya lagi.

Sebelum Hali menyadarinya, Solar sudah maju dengan pesat dan menyerang Hali dengan multiple light laser nya yang membuat Halilintar tak berkutik.

Lengan kemejanya juga bagian kerahnya terkoyak karena cahaya panas dan tajam itu, dan saat manik rubi nya kembali terfokus, seringai angkuh dari sang adik bungsu lah yang pertama kali ia lihat.

"Kau-" , Hali seakan sudah tidak dalam mood untuk bermain lagi, insting bertarungnya yang kuat dan di dukung oleh amarah nya yang bertambah membuat serangannya semakin agresif.

Tentu saja itu membuat Solar kewalahan, ia berusaha menghindar, melangkah mundur kebelakang untuk berfikir sejenak dan mencari celah.

Namun, tentu saja, Hali terlalu cepat untuk membiarkan sang bungsu berfikir, dengan secepat kilat ia menyerang sang pemilik kekuatan cahaya itu, membuatnya terlempar jatuh ke belakang.

Jika saja tak ada dinding pembatas yang telah di aktifkan, ia yakin tubuhnya saat ini sudah terpental jauh ke tempat para audiens.

Nafas nya tersengal karena rasa sakit dari benturan punggungnya, ia berusaha untuk fokus dan berdiri kembali.

Jujur, Solar merasa sang mentor sedang mengawasinya,

Karena itu, ia tak berani menolehkan kepalanya ke arah tempat para audiens.

Tidak sampai ia menang melawan sang kakak sulung ini.

"Hanya segitu saja kemampuanmu? Hah, aku berekspetasi terlalu tinggi."

"Aku lupa, buah tak jatuh jauh dari pohonya."

"Murid dari agen gagal, tak lain adalah agen gagal." Tekan Hali, mengangkat kerah Solar.

Sepertinya ia sudah merayakan 'kemenangan' nya. Namun seringai nya itu berubah saat melihat sang adik bungsu tertawa kecil.

"Haha"

"Sangat yakin bahwa kau akan menang, bukankah begitu? Agen Halilintar." Ucap Solar sambil memegang kencang tangan Halilintar yang masih mencengkram kuat kerah pakaian Solar.

Tawa sinis keluar dari mulut Halilintar, manik rubi nya menyala, seakan ia sangat haus akan darah. Dan seakan ia tak akan mundur sampai namanya tertulis sebagai pemenang.

"Kau sangat congkak, sama sepertinya." Komentar Halilintar dengan dingin sambil meninju perut Solar.

Solar menahan rasa nyeri yang dia dapatkan. Ia tidak akan teriak, gengsinya terlalu tinggi untuk menunjukan kelemahannya di depan Halilintar.

Akal sehat dan logikanya sedang ia paksa untuk terus bergerak, sesengit apapun, turnamen ini memiliki peraturan yang cukup ketat.

Tak boleh menyebabkan luka internal kecuali lebam, tak boleh menyerang beberapa titik di tubuh dan..

Ah..

Solar tersenyum kecil, "kalau kau begitu yakin bahwa kau akan menang, bagaimana kalau kita taruhan?" Ucap Solar sambil tertawa. Ia tidak terlalu peduli dengan posisinya yang masih dicengkeram oleh Halilintar.

"Kalau kau menang, aku akan menuruti seluruh hal yang kau ingin aku lakukan. Apapun itu" ucap Solar menyeringai.

"Tapi kalau aku menang, kau harus minta maaf kepada mentorku atas segala hal buruk dan bodoh yang telah kau lakukan padanya, bedebah sialan." Ucap Solar sambil menendang Halilintar.

Tentu saja dengan gesit Halilintar menghindar, dan karena terprovokasi oleh ucapan Solar, ia menyerang Solar secara membabi buta.

Karena ia tahu bahwa sebenarnya dia telah jahat pada Taufan.

Karena ia tahu bahwa sebenarnya ialah yang membuat Taufan seperti ini.

Karena-

"Sialan!" Tinju Halilintar mendarat dengan keras di bagian bawah dada Solar, mengirimkan rasa nyeri ke sekujur tubuh Solar.

Dasar agen biadab, sakit banget sial. Batin Solar kesal.

Namun yang ia harapkan terjadi.

Peluang untuk payback telah muncul.

Rasa anyir besi dari tenggorokannya keluar,

Iya, darah keluar dari mulutnya.

Bukan karena giginya patah, atau gusi nya tergigit.

Tapi karena luka internal yang disebabkan Halilintar.

"Solar!" Panggil suara yang sangat familiar, terdengar ada kekhawatiran dari suara itu.

Solar tersenyum, dia membentuk isyarat "OK" dengan jarinya tanpa menoleh sedikitpun ke arah bangku audiens.

Hal itu untuk mengatakan bahwa ia tidak apa-apa.

Dan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Ia akan membersihkan nama mentornya dan memenangkan turnamen ini.

Sebuah suara komputer menginterupsi pertandingan, seperti yang telah ia prediksi, tulisan berwarna jingga muncul di layar.

[YELLOW CARD : AGEN HALILINTAR MELANGGAR PERATURAN BERTARUNG]

Seringai puas muncul di bibir Solar saat mendengar itu, ekspresi terkejut sang kakak sulung ditambah tindakan nya yang seakan tidak terima karena telah disebut 'melanggar peraturan' sungguhlah membuat kepuasan tersendiri dalam hatinya.

Memang ini yang tadi di incar Solar, dalam situasi dimana ia terpojok, buatlah musuh terpojok balik.

Ajaran yang pernah diajarkan sang mentor.

Halilintar adalah orang yang perfeksionis, dan bergengsi tinggi. Untuk dirinya melanggar peraturan dan di beri kartu kuning di depan umum? Oh tentu saja sumbu pendek itu menjadi semakin pendek.

"Apa anda masih bisa bertarung?" Tanya panitia pada Solar.

Solar mengusap noda darah dari mulutnya, "ah, iya. Masih bisa." Ucapnya. Manik berliannya menatap tajam sang lawan. Seringai yang seakan menertawakan kebodohan sang kakak sulung itu sukses membuat emosi sang kakak yang sudah sangat memuncak, kini semakin memuncak.

Panitia itu mengangguk dan meninggalkan stage, memberi isyarat untuk melanjutkan pertarungan.

"Kau sangat licik, kalau dipikir-pikir, diapun sama." Tawa Hali dengan getir.

"Tidak seharusnya aku mudah percaya pada pembohong seperti kalian." Ucap Hali, melajukan serangannya.

Solar menghela nafas panjang, terimakasih pada adrenalin yang mengalir dalam dirinya saat ini, rasa sakit di tubuhnya tidak terlalu terasa.

Selain sakit Hati karena ucapan Halilintar pastinya.

Namun ia sudah bertekad untuk tetap terlihat kuat.

Ia harus membuktikan bahwa dia berbeda dari Halilintar.

"Licik ya?" Ucap Solar.

"Bukankah kau yang licik? Sampai berani melanggar peraturan untuk menang? Dan segala hal itu demi mengalahkan agen newbie sepertiku? Oh apakah aku harus merasa terharu? Petarung terbaik di agensi sampai menaruh effort sebanyak itu untuk mengalahkanku~" ucap Solar lagi.

Lagi, gerakannya tak lain adalah melompat dan menghindar.

Sangat berbeda dengan pola bertarung dirinya yang biasanya menjadi pihak yang agresif.

Jika saja lawannya bukanlah Halilintar, mungkin ia akan menjadi yang fokus menyerang.

"Dia gagal melindungi hal yang penting baginya, dan kau masih memihaknya? Aku tak tahu bagaimana diri dia yang pengecut mampu membuatmu begitu percaya padanya." Ucap Halilintar. Jujur, dirinya sudah tidak dapat se-fokus awal. Dia sudah terpukul akan fakta bahwa dirinya melanggar peraturan turnamen.

"Bukannya yang pengecut itu kau ya?" Tanya Solar.

Hal yang Solar persiapkan sedari tadi kini sudah mulai siap. Hanya butuh mengulur beberapa saat lagi sampai ia siap menggunakan kekuatan yang ia siapkan.

"Apa maksudmu?" Ucap Halilintar.

"Apa kau pernah, sekali saja, berusaha mendengarkan maksud dari kembaranmu itu, mendengar penjelasannya dari sudut pandangnya.."

"Kau bahkan tak tahu masalahnya, kau tak berhak ikut campur." Ucap Halilintar sambil mengayunkan pedang Halilintar dengan gesit.

"Yah.. memang."

"Tapi, kalau seandainya kau bukan pengecut, tanpa bertanya padanya, hanya dengan berada di sampingnya dan melihat bagaimana ia bersikap, kau pasti akan mengerti alasan tindakannya. Bukankah begitu? Apalagi kalian kembar kan? Harusnya memiliki ikatan yang kuat." Ucap Solar, ini pertama kalinya ia sedikit menunjukan emosi di pertarungan kali ini.

"Yah, tapi sepertinya ikatan sekuat apapun akan putus karena mulut tajammu ya? Ahaha"

Halilintar menebas Solar dengan pedang, dan hal itu sukses membuat tangan Solar terluka dan berdarah.

Solar memang kesal, tapi melihat ekspresi kesal dari sang sulung, rasa kesalnya jadi sedikit berkurang.

"Oh iya, apa kau tahu kenapa aku tidak terpengaruh akan provokasimu itu?" Tanya Solar.

Halilintar tahu bahwa ini jebakan, ia tahu Solar akan mengatakan hal yang tidak ia suka jika ia menjawab, karena itu ia tetap fokus menyerang.

Ia hanya ingin mengalahkan si bungsu ini dengan segera.

"Pfft, mau aku beritahu sesuatu?" , Ucap Solar lagi, tak peduli walau sang kakak sulung tidak menjawab.

"Aku sudah menghadapi kata-kata yang kau lontarkan berkali-kali, sampai aku muak dan membenci kata-kata itu sedalam mungkin" , jelas Solar. Walau jelas niatan dirinya adalah memprovokasi Halilintar, ia tidak dapat tidak merasakan rasa sakit dan kesal akan pengalamannya itu.

Manik rubi milik sang sulung membelalak, siapa yang berani menghina Taufan separah itu? Batinnya.

Tawa sinis terdengar dari sang bungsu "aku berlatih dengan mentorku, dan dia terus-terusan mengejek dirinya, ucapannya sama seperti ucapanmu apa kau tahu?" Ucap Solar lagi. Serangan yang ia siapkan sudah hampir siap untuk digunakan.

Huh?

"Haha, sepertinya kau tidak tahu ya?"

"Dia menghina dirinya sendiri, berkali-kali, hingga aku sangat muak.." ucap solar dengan nada penuh kepahitan.

"Tapi sepertinya dia begitu mengerti dirimu huh? Buktinya ucapannya saat latihan sama persis dengan ucapanmu saat ini. Ternyata dia benar-benar mengerti tentangmu" komentar Solar sambil tertawa getir.

"Kau sendiri, kakak sulung nya, saudara kembar terdekatnya, aku heran kenapa kau terkejut saat mendengar ini?" , Tanyanya lagi sambil lanjut bermonolog.

"Pfft, jangan bilang.. kau sama sekali tidak mengerti dirinya? Ahahaha, benar-benar menyedihkan bukan? Dia tahu segalanya tentang mu, dan kau tak mengerti apapun tentangnya, benar-benar hubungan yang erat? Bukan kah begitu?"

"Kak Hali." ,Ucap Solar dengan nada yang sangat mirip dengan cara Taufan sering memanggilnya dahulu kala.

Amarah memenuhi dirinya, terlalu banyak emosi yang tertumpuk dalam dirinya.

Emosi yang tak ingin ia kenali, dan emosi yang selalu ia hindari. Karena ia takut akan penyesalan dan rasa bersalah.

Karena itu ia berlari, karena itu ia menolak mendengar kebenarannya. Jika hidup dalam ilusi penuh kebencian dapat membantunya untuk tidak dihantui rasa sedih dan bersalah, maka ia lebih sudi untuk berlindung dalam ilusi itu.

Karena fakta bahwa hari itu segalanya hancur, bukan hanya ia kehilangan 'dia' , hubungan persaudaraan mereka juga putus.

Dan itu semua karena Taufan, bukankah begitu?

"Bukannya kau yang pengecut?" Pertanyaan yang tadi dilontarkan oleh sang bungsu terdengar jelas di kepalanya.

Dan ia membenci hal itu.

Tangannya diarahkan pada langit, dan manik rubinya menyala juga kilat yang menyambar dimana-mana.

"Hujan Halilintar" ucapnya datar. Dan benar saja, ratusan, ah tidak. Ribuan Kilat merah terjatuh dan siap menyambar apa saja yang ada di bawahnya.

Tch, sedikit lagi. Batin Solar.

Serangan final yang ia persiapkan sudah ada di sini sekarang.

Ia menarik nafas panjang, berusaha memfokuskan kekuatannya dan mengabaikan rasa sakit dari hujan kilat yang berhasil membakar kulit tangannya.

"Mulut besar mu itu tak dapat membuatmu Mengalahkan ku" ucap Halilintar dingin.

"Murid dari agen gagal sepertinya tak akan pernah menang melawanku." Ucap Halilintar dingin.

Solar menyibakkan rambutnya yang acak-acakan karena pertarungan, seringai muncul di bibirnya. "Kau ini.."

"Percaya diri sekali ya?" Ucap Solar.

Ucapan yang di lontarkan oleh Halilintar dahulu di lontarkan pada sang mentor, ia harus membalasnya bukan?

Lucu, segala masalah ini, segala topik ini, semuanya bertumpu padaa seseorang yang bahkan tidak berada di panggung turnamen.

"Sedari tadi kau selalu menyebut mentorku, apa kau merindukannya? Atau merasa bersalah padanya?" Ucap Solar.

"Aku membencinya." , Ucap Halilintar dingin, namun entah kenapa hatinya pun terasa sakit saat mengucapkan itu dengan lantang.

Solar tertawa getir, "sepertinya mengakui kesalahan itu tidak ada dalam kamusmu ya." Ucap Solar.

Persiapannya telah selesai.

Ia menarik nafas panjang, "sebagai orang yang beberapa bulan ini selalu bersamanya, aku dapat memberimu satu peringatan." Ucap Solar, manik berliannya itu berkilau.

Namun, emosi didalamnya tercampur, amarah, harapan, dan rasa sendu.

"Jangan sampai tindakanmu itu membuat dirimu menyesal, kebencian dan amarahmu itu.. sudah sukses menghancurkan orang yang dahulu dekat denganmu." Ucap Solar, ekspresi desperate dari Solar yang pertama kali Halilintar lihat.

"Dan, agent Halilintar, kau salah dalam banyak hal"

"Jangan terus-terusan berlari, karena kau tak akan mendapatkan apapun dari itu." Ucap Solar.

Sebuah kegelapan berbentuk sabit muncul dari belakang Halilintar, itu tak lain adalah 'gerhana' yang sudah Solar persiapkan untuk saat ini.

Dalam sekejap, cahaya dari sekitar kegelapan itu meledak, menembakan kekuatannya ke arah Halilintar sampai Halilintar terdorong jauh.

Kekalahan yang absolut, untuk Halilintar yang sudah tak dapat berkutik karena kekuatan Solar itu.

"Ah, satu lagi."

"Kau salah akan satu hal"

"Mentorku tidak pernah gagal saat mengajariku, jadi secara pasti, aku juga tidak akan gagal."

//Author's note//

Ini dua chapter kujadiin satu wkwkwk (2120 kata) semoga kalian sukaa yaa, aku lagi writer block terus juga agpernah hebat dalam nulis action scenes tapi semoga kalian bisa enjoy yaa

Apa pendapat kalian tentang hubungan hali dan taufan yg rumit ini? Kalian bisa simpati ga sama hali?

Anyway ga ku proofread ya jadi kalau ada typo mohon maklum

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top