32 - tanpa topi pun aku tampan

"sebentar lagi tes nya dimulai, kau sudah siap kan?" Tanya sang mentor, jari jemari nya menelusuri rambut sang murid sambil melukiskan senyuman lembut.

Solar sedikit mengerutkan alisnya, "..kenapa kau terlihat sangat...lel- acak-acakan? " Tanyanya pada sang mentor. Ia tak dapat menutupi rasa khawatirnya akan kondisi sang mentor yang ada di depannya.

Beberapa luka di tubuh sang mentor yang hanya di perban seadanya, juga lingkaran hitam di bawah matanya, membuat manik safir itu terlihat semakin sayu.

Senyuman terlukis di wajah sang mentor, lagi, jari jemarinya memainkan rambut sang adik. "Tidak apa, hanya.. misi kemarin cukup merepotkan. Itu saja kok" jawabnya.

Tentu saja Solar tidak terlalu percaya dengan ucapan sang mentornya. Entah sejak kapan rasa curiga sudah ada dalam dirinya. Ia merasa sang mentor menyembunyikan banyak sekali hal. Dan segala hal itu ia tutupi dengan senyuman juga tingkahnya yang ceria.

Ingin ia komplain, namun sang mentor membuka mulutnya duluan.

"Mungkin aku harus mengucapkan selamat lebih awal, huh." Ucapnya sambil menyeringai lebar.

"Hm? Mengapa Begitu?" Tanya Solar tak mengerti. Bahkan tes nya belum mulai.

"Karena aku tahu kau pasti akan menyelesaikan segala trs ini secara sempurna." Ucap Taufan lagi, ia merangkul adiknya sambil memberikan segelas fresh lime drink.

"Minum ini, untuk membuat suasana lebih segar." Ucapnya. Manik biru itu menatap penuh perhatian kepada sang adik.

Dan sang adik sangat mengerti, juga mengapresiasi, kasih sayang sang kakak juga kepercayaan sang mentor yang sangat besar untuk dirinya.

Senyuman terlukis di wajahnya. "Mn." Jawabnya singkat sambil segera membuka tutup minuman itu dan meneguknya.

Rasa segar dari lime yang berpadu dengan air dingin dan batu es itu menghilangkan dahaga nya sedetik setelah masuk kedalam tenggorokannya.

Ia sedikit membuat ekspresi yang aneh karena rasa masam yang sedikit tajam namun percayalah, sangat-sangat segar! Lebih menyegarkan dibanding kopi yang ia minum saat sedang begadang. Rasanya dahaga dan juga hawa sumpek yang ia rasakan karena tekanan dari tes hari ini hilang begitu saja.

"Bagaimana? Segar kan?" Tanya sang mentor dengan seringai penuh rasa bangga.

Solar mengangguk, "mungkin akan lebih segar kalau diberi soda." Jawabnya.

Taufan menggeleng, memberikan gesture 'no, no' menggunakan jari telunjuknya, ia mendengus pelan. "Tidak boleh! Masa iya minum soda sih? Kau harus menjaga kesehatanmu."

Solar kembali mengerutkan dahinya, jika ada orang yang tidak pantas untuk mengatakan itu padanya, itu adalah sang mentor.

"Ngaca. Kau tiap hari juga minum soda kan, bahkan kadang kau membuatkanku sarapan tapi kau sendiri malah cuma minum soda." Keluhnya sambil mencubit punggung Taufan.

Aduhan pelan terdengar dari sang mentor, namun itu bukan dibuat-buat, ada rintihan yang berusaha ia tahan.

Solar menyadarinya, "bahkan kau terluka di bagian situ? Misi apa yang kau ambil sampai lukamu begitu banyak?!" Omelnya, hampir menarik lepas jas yang Taufan pakai hanya untuk mengecek lukanya.

Namun Taufan, bertingkah se-ekstra biasanya, dengan dramatis melindungi dirinya seakan ia sedang dilecehkan. "Hei, jangan tarik bajuku di depan umum!" Keluhnya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku" jawab Solar singkat.

Taufan tertawa kecil, "kau semakin mirip dokter Ying, apalagi galaknya."

"Tenang saja, aku tidak apa-apa" ucap Taufan sambil melukiskan senyuman.

"Kalau tidak apa-apa kenapa kau sembunyikan?" Tanya Solar, masih tidak terima.

"Karena, hari ini kan hari besar mu, aku tak mau membuatmu khawatir hanya karena luka kecil seperti ini."

Solar hendak membalasnya, namun sekali lagi, tangan sang mentor mendarat di kepalanya, mengusap-usap rambut Solar.

"Aku dari tadi mau bertanya, mana topimu?" Tanya Taufan.

Solar menggerutu, "di rumah."

"Kenapa tidak kau pakai?"

"Aku kan muridmu." Ucap Solar.

Taufan sedikit tersentak, "iya memang betul tapi-"

"Kau tidak pakai topi, jadi hari ini akupun akan seperti itu. Kalau aku pakai Topi, dan nanti aku menang, mereka semua hanya akan memujiku karena aku adalah saudara dari para agen S, dan bukan karena didikanmu." Jawab Solar, ekspresi penuh determinasi itu membuat Taufan terdiam.

Senyuman lembut yang terbalut kesedihan terlukis di wajahnya. "Tapi kau tidak boleh lupa fakta, bahwa kau adalah bagian dari para elementals"

Solar terdiam, "mereka saja melupakan fakta bahwa kau bagian dari mereka. Kenapa aku tidak boleh?" Ucapnya.

Ia tidak terlalu peka untuk menyadari perubahan raut wajah Taufan saat mendengar ucapannya.

[Announcement : tes akan dimulai, peserta harap berkumpul di tempat yang telah disediakan.]

Taufan dan Solar yang mendengar pemberitahuan itu membuat kontak mata.

Ada rasa enggan dalam diri Solar untuk meninggalkan mentornya disini.

Lagi, tangan itu mendarat untuk mengusap rambut sang murid. "Pergilah, Agen S" ucapnya.

"Aku belum menjadi agen S"

"Aku Yakin hari ini kau akan menjadi Agen S"

"Sudah, cepatlah, kau tidak mau usahamu sia-sia karena telat kan?" Tanya Taufan.

"Tes pertama akan dilaksanakan secara tertutup, tapi kau harus menungguku sampai selesai. Janji?" Ucap Solar sambil menjulurkan kelingkingnya.

Taufan terkejut, ia tahu betul adiknya yang satu ini paling malu dan tidak mau melakukan hal kekanak-kanakan seperti ini.

"Eh? Kau mau membuat janji kelingking? Benarkah?"

"A-aku diajarkan oleh Yaya- ini bukan hal kekanak-kanakan ok? Ini hanya semacam kontrak. Iya, kontrak.. berhubung tidak ada materai jadi kunci kontraknya dengan kelingking."  Ucap Solar, membuat-buat Alasan.

Tawa ringan terdengar dari sang mentor, tawa yang penuh dengan afeksi dan kasih sayang kepada adik sekaligus muridnya ini. "Baiklah, baiklah. Ini pertama kalinya kau mengajukan janji kelingking jadi sudah pasti aku harus menerimanya, iyakan?" Ucapnya.

Jari kelingking kanannya yang lentik menghampiri jali kelingking sang adik, dan mereka mengunci kedua jari itu, menandakan janji telah dibuat.

"Kalau begitu, aku pergi dulu." Ucap Solar, ia tidak sadar kalau wajahnya penuh dengan rasa bangga saat ini.

Taufan tersenyum, "mn. Semangat. Kau pasti sukses. Aku yakin kau akan menjadi peringkat satu." Ucapnya melambaikan tangan.

Segera setelah punggung sang adik menghilang dari pandangannya, ia menghela nafas panjang. Ia ambil ponsel dari sakunya.

[Dokter Ying, bisakah kita bertemu sekarang?] Tulisnya.

Ia melangkah meninggalkan tempat turnamen.

.
.
.

Di ruangan turnamen, Solar memegang rambutnya, sedikit sensasi tangan yang habis mengusap kepalanya masih terasa.

Dia...kenapa hari ini banyak sekali mengusap rambutku ya? . Batinnya.

"Hey! Adik bungsu~" sapa seseorang dari belakang.

Manik silver miliknya bertemu dengan manik amber dan emerald yang menatap dirinya.

"Kau tidak menggunakan topimu, kami jadi kesulitan mengenalimu kau tahu?" Ucap Blaze dengan enerjik.

"Padahal wajah kita kan mirip." Jawab Solar singkat.

"Anyway, aku disini tidak sebagai rival kok. Aku tidak melaksanakan ujian kenaikan pangkat tahun ini. Jadi jangan khawatir akan kalah" ucap Blaze bangga.

Anggukan polos juga terlontar dari Thorn.

"Toh mau kalian ikut atau tidak, fakta bahwa aku akan menang tidak akan berubah." Jawab Solar singkat.

"Whoa, percaya diri sekali ya? Baiklah, semangat kalau begitu! Kami akan menjadi lawan dari tes babak ini. Tunjukan kemampuanmu ya! Kau kan pintar jadi tes ini pastinya mudah." Ucap Thorn.

Solar mengangguk, "tentu saja, mentorku kan sudah mengajariku sebaik mungkin."

Kedua troublemakers itu terdiam. Mereka sedikit tersentak saat Solar mengungkit tentang mentornya.

"Hey, apa.. Taufan baik-baik saja?" Tanya Blaze.

Ini pertama kalinya Solar mendengar pertanyaan kekhawatiran akan mentornya dari sang saudara.

//Author's note//

Hi! Semoga suka chapter ini yaa, aku bakal berusaha sebaik mungkin buat lanjutin agent au jadi semoga kalian suka.

Oh iya, aku seneng banget kalau kalian komen, jadi jangan lupa komen ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top