29 - simulasi? tapi kok emosi?

   Alarm hologram itu berbunyi, memaksa bangun orang yang bahkan belum tertidur pulas.

Jari lentiknya itu kini mengandalkan muscle memory nya dan bergerak dengan lihai untuk mematikan alarm itu. Manik biru nya belum menampakkan sinarnya, masih bersembunyi dibalik kelopak mata yang terasa berat.

Taufan mengacak-acak rambutnya, jarinya lanjut mencubit pelipisnya yang sedari tadi memiliki sensasi nyut-nyutan. Apakah ini karena kurang tidur? Tapi dia sudah tidur lebih dari tiga puluh menit hari ini, harusnya ia baik-baik saja iyakan?

Setelah merasa bahwa dirinya dapat menahan sensasi nyut-nyutan di kepalanya, ia lanjut membuka matanya dan menatap layar hologram jam tangan miliknya itu.

"...oh, sudah pukul tiga rupanya?" Ia langsung menyeret tubuhnya yang terasa berat dan pegal itu ke kamar mandi, dan membiarkan dirinya dibasuh oleh shower hangat yang setidaknya diharapkan dapat menghilangkan rasa pegal-pegal itu.

"Ini gejala orang berumur bukan sih?" Gumamnya, ia menatap refleksinya di cermin kamar mandi yang tertutup oleh uap hangat.

Helaan nafas lega keluar dari dirinya, ia bersyukur bahwa rambutnya masih berwarna hitam kecoklatan gelap, dan bukannya putih seperti sang kakek tua- sahabatnya itu.

Taufan keluar dari shower, dengan perasaan yang lebih segar. Ia kibas rambutnya yang setengah basah itu, matanya tertuju pada kamar yang masih tertutup rapat.

Taufan tersenyum simpul, ia melangkah ke dapur dan mulai memasak sarapan.

Apalah orang asia tanpa nasi, karena itu sudah pasti nasi hangat sudah menunggu dalam rice cooker nya itu.

Tangannya dengan lihai mulai menyiapkan bahan-bahan dan mengolahnya.

Ia memasukan nasi hangat yang sudah dibumbui kedalam cetakan berbentuk beruang, lalu setelah terisi setengah, ia masukan daging ayam tumis yang ia curi resepnya dari Revan. Dan setelah itu, barulah ia masukan lagi nasi bumbu itu sampai memenuhi cetakan beruang imut yang sengaja ia beli karena imut.

Ia ulang lagi prosesnya sampai sebuah piring telah diisi oleh empat buah nasi kepal berukuran kepalan tangan, namun dua buah nasi kepal di piring lainnya tidak ia masukan kedalam cetakan dan hanya ia bentuk asal-asalan.

Setelah selesai mempersiapkan makanan, ia lantas menuangkan segelas susu ke gelas, dan mengeluarkan sekaleng soda, setelah itu? Ia bergegas mencuci tangannya sampai bersih.

Tidak perlu repot mengetuk, berakhlak adalah hal eksklusif milik Gempa, Taufan bukan Gempa jadi ia tak perlu menjunjung tinggi hal itu.

Ia buka pintu kamar itu, didalam ruangan yang hanya disinari lampu tidur hologram berpola galaxy, ia menghela nafas.

"Pasti begadang lagi ini bocah"

Sudah lama ia menghilangkan hukuman dari hubungan mentor-murid milik mereka berdua. Jadi kini ia hanya dengan santai menjewer telinga sang adik.

"Oh lihat, ayam sudah berkokok namun mataharinya masih sibuk tertidur, apa rezekinya akan diraup habis oleh ayam?" Tanya Taufan. Membuat sang adik mengerutkan alis karena tidurnya terganggu.

"...ini jam berapa?" Tanya Solar.

Taufan tersenyum , "jam yang pas untuk latihan, ayo agent S , sarapan dan habis itu kau harus latihan intensif denganku."

"Ngghh.." Solar masih belum mengumpulkan nyawanya sepenuhnya, rambutnya masih acak-acakan, dan tangannya masih memeluk bantal walau ia sudah dalam posisi duduk.

"Makanya, kan sudah kubilang jangan begadang, Jenius." Ucap sang mentor sambil mendaratkan tangannya di kepala sang murid. Mengacak-acak rambut yang sudah acak-acakan dari awal.

"Ngaca." Jawab Solar singkat.

Taufan tertawa, "sudah tadi, masih ganteng dan rambut masih hitam seperti orang muda terimakasih"

Bantal mendarat diwajahnya sebagai balasan dari narcissist remarks nya yang tak tahu batas.
.
.

Solar mengunyah sarapannya dengan lumayan bersemangat. Bagaimana tidak? Ini sangat enak. Abaikan bentuk beruang yang begitu kekanak-kanakan, ia tahu mentornya hanya ingin menjahilinya. Tapi nasi bumbu ini.. dan daging ayam ini.. sangat enak.

Alisnya mengerut saat melihat sang mentor yang dengan santai melahap nasi kepal yang seakan sebuah produk gagal, jauh berbeda dengan yang ia miliki. Dan lagi, hanya ada dua porsi?

"Kenapa makananmu seperti itu?" Tanyanya sedikit khawatir.

Taufan tertawa kecil "mager, lagian kalau udah masuk perut sama aja."

Solar ingin komplain atas kalimat kakaknya itu, namun manik silvernya tertuju ke kaleng soda ditangan sang mentor.

"Sudah kubilang berapa kali jangan terus-terusan minum soda? Kemarin kau bahkan belum minum air mineral!"

Taufan terkekeh, "iya, iya, santai saja tuan muda, kalau aku haus nanti aku minum"

Dengan rasa kesal yang memuncak, Solar pun tersedak.

Sepertinya salah satu misi tambahannya adalah untuk mengubah pola makan sang mentor yang begitu acak-acakan.

°•°•°•°

"Jadi, muridku, kau sudah melihat rekaman bertarung agen Halilintar bukan?"

Solar mengangguk.

Taufan tersenyum, "baiklah, kalau begitu, walau pola serang kita sangat berbeda, tapi aku akan berusaha sebisa mungkin untuk meniru pola serang dari Halilintar dan kau harus menanganinya dengan benar ok?" Ucap Taufan, yang lagi, disahuti oleh anggukan penuh determinasi dari sang bungsu.

Taufan tersenyum, "dan saat kubilang serangan, serangan batin juga termasuk, ok?"

Solar terdiam, decikan yang dihiasi rasa kesal keluar dari mulutnya. Disusul dengan tawa kecil sang mentor.

"Baiklah, ready?"

"Start!"

Taufan langsung menggunakan kekuatan anginnya dengan mudah, dan saat Solar menyadarinya, hembusan angin kencang terasa dibelakangnya.

Solar dengan gesit menghindar, menangkis tinju yang dilontarkan oleh sang mentor. Taufan tersenyum, "senjata favorit Halilintar adalah pedang." Ucapnya, tangan kanannya kini menggenggam pedang yang terbentuk dari angin.

Solar berusaha menghindar, namun ia merasakan angin itu menyentuh kulitnya, dan melebur.

"Jika ini situasi sebenarnya, kau tahu bahwa pedang itu sudah menembus kulitmu kan?"

Solar mendecik, namun tak bisa dipungkiri bahwa apa yang diucapkan sang mentor adalah benar adanya.

Solar menyiapkan tembakan cahaya dari tangannya, dan ia langsung mengarahkannya pada sang mentor. "Hehe, bagus, cepat tanggap. Kau harus mencari cara untuk menemukan kelemahan Halilintar. Ia gesit, namun pertahanan nya cukup lemah."

Solar mengangguk, "then, aku akan mulai serius okay?"

Solar mengimplementasikan ajaran-ajaran Taufan pada setiap gerakannya. Dan mungkin karena sang mentor adalah 'aktor' yang hebat. Ia bertingkah seakan ia tidak pernah tahu pola serangan yang ia kembangkan bersama Solar itu.

"Heh, agen gagal menjijikan sepertinya memiliki murid yang tidak seburuk dirinya?" Tawa Taufan.

Solar terdiam sejenak, maniknya membelalak. Ia meluncurkan tinjunya. Tangan Taufan langsung menangkap tinjunya itu. "Oh? Kutarik kata-kataku, sepertinya ia juga gagal mendidik muridnya?"

"Sungguh cocok dengan julukannya bukan? Agen gagal. Heh" ucap Taufan lagi.

Solar membenci kata-kata ini. Rasanya ia ingin menembak orang yang mengucapkannya sampai menjadi abu.

Gerakannya semakin memiliki banyak celah. "Agen S? Jangan bercanda. Murid dari agen Gagal berharap menjadi agen S?"

Kepalan tangannya melambangkan beribu emosi yang ia tahan. Ia marah, ia marah akan kata-kata itu. Ia sangat membenci kata-kata itu. Ia membenci bahwa lagi, mentornya dihina dan dijatuhkan.

Namun..

Apa yang paling ia benci saat ini adalah, fakta bahwa kata-kata itu keluar dari mulut sang mentor itu sendiri.

"Diam." Ucapnya dingin.

"Kalau aku tidak mau?" Ucap Taufan.

"AKU BILANG DIAM!" ucapnya sambil menggunakan kekuatan cahayanya untuk mengepung Taufan dan menembakkannya dari berbagai sisi.

"Kau! Bagaimana bisa!" Ucap Solar dengan suara yang penuh emosi.

"Bagaimana bisa kau mengatakan hal buruk itu dari mulutmu sendiri?!" Ucapnya dengan emosi yang meluap.

Mata Taufan sedikit membelalak, ia tidak menyangka adiknya marah karena ini?

"Kan sudah kubilang aku akan menirukan Hali, hal seperti ini adalah hal yang paling masuk akal untuk ia ucapkan" ucap Taufan.

Solar kini mengangkat kerahnya. "Tapi, apa hatimu tak sakit?"

"Mendengar kata-kata buruk itu saja sudah membuatku muak, lalu kau.. mengucapkan itu dengan mulutmu sendiri, apakah kau tidak muak?!"

Ini pertama kalinya Taufan melihat sang adik begitu emosional.

Dan alasan dari emosinya adalah karena dia?

//Author's note//

Menurut kalian alurnya udah pas belum ya? Kayanya aku kaya ngerasa kurang puas melulu wkwkwkkw. Anyway jadi laper gegara Taufan. Also pls comment!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top