21 - yaelah lecet dikit doang

"jadi bagaimana menurutmu? Mau ikut denganku?" Tanya pria bermanik  safir itu dengan santai.

"Apa yang kau mau?" Jawab Revan dengan waspada.

"Buang segala masa lalumu, dan ikut denganku, kau akan aman, makan tiga kali sehari atau lebih, tinggal di rumah bagus, hidup nyaman" ucap Taufan lagi sambil menyeringai, seakan menikmati momen ini.

"Imbalan apa yang kau inginkan?" Tanya Revan dengan manik merah yang sudah menajam karena kewaspadaan nya, saat ini Taufan merasa ia seperti kucing yang terancam.

Taufan tersenyum, "oho, baik hati rupanya."

"Bekerjalah untukku, aku berjanji kau tak perlu membunuh orang tak berdosa" ucap Taufan, kini ekspresi nya seperti pebisnis yang sedang bernegosiasi dengan handal.

Revan mendecik, organisasi lawannya ini juga bukan tipe nya. Bervisi mulia, namun sebenarnya hanya berisikan orang-orang serakah.
"Agensi menjijikanmu itu?"

Taufan tertawa kecil saat mendengarnya. "Oho, padahal bayaran disini cukup memuaskan, apa kau tak suka?"

"Lebih baik aku menjadi gelandangan dibanding harus menjadi budak agensi munafik seperti itu" jawab Revan dengan tajam, ia mengharapkan reaksi Taufan yang menjadi dingin dan marah, namun ia terkejut saat melihat lawan bicaranya ini malah tersenyum hangat dan senang.

"Hoho, aku suka orang berkarakter kuat sepertimu"

"Tenang saja, ini bisnis pribadi yang menjual penemuan-penemuan keren, kau tahu? Aku ini keren" jawab Taufan, memberi beberapa blueprint benda-benda yang ia buat.

"Dan tenang saja, kau juga dapat profit, bahkan cukup besar. 70 : 30, bagaimana? Kau sudah dapat tempat tinggal gratis, makan gratis, dan profit segitu bukankah cukup?" Tanya Taufan.

Jujur Revan merasa hal ini sangat mencurigakan, bagaimana kalau Taufan sama saja dengan orang-orang serakah itu?

Memanfaatkannya untuk menanggung dosa mereka.

Namun..

"Apakah hidupku akan lebih baik jika aku menerima tawaranmu?" Tanya Revan, kini warna biru mulai terpancar dimatanya, tanda ia telah menyiapkan kekuatan untuk menyerang kapan saja.

Di sisi lain, Taufan terlihat defenseless.  Santai seperti biasanya.

"Aku bisa menjamin bahwa itu lebih baik dibanding ditangkap bersama organisasimu, atau menjadi gelandangan di musim dingin." Jawabnya sambil menyiapkan borgol.

"Bagaimana? Mau percaya padaku?"

Tentu saja tidak. Batin Revan.

Tapi, entah mengapa, ia memberikan dirinya sendiri kesempatan.

Kesempatan untuk kembali mempercayai seseorang.

"Jika kau tidak menepati janjimu, aku bisa saja menghancurkan hidupmu kapan saja." Ancam Revan sambil menodongkan pistol kepada Taufan.

Taufan mengangguk, mendorong pelan pistol itu, dan menjulurkan tangan.

"Senang bekerjasama denganmu Revan, mulai sekarang mohon bantuannya."

Hari itu, ia lupa..

Apakah ia menjabat tangan hangat yang diarahkan kepadanya?

°•°•°•°

Laki-laki bermanik silver itu memasuki ruangan yang pekat dengan aroma antiseptik.

Kenapa kapten Kaizo bilang mentorku ada disini? Apa tulang nya bunyi lagi? Atau dia keseleo? Berbagai skenario bodoh dan konyol berputar di kepalanya.

Hingga ia melihat sosok yang terbaring di kasur rawat yang beberapa kali mengedipkan matanya.

Sebelum ia sempat berkata apapun, sebelum ia sempat bereaksi apapun, pria bermanik safir itu mendeteksi kehadiran nya lebih dulu. Ia terlihat sedikit terkejut dan bergerak dengan gegabah.

"Ack-" keluhnya karena gerakannya itu.

"Kau sudah bangun? Kenapa tak panggil aku?" Ucap seorang dokter, bergegas menghampiri Taufan segera setelah ia menyadari bahwa Taufan sudah siuman.

"Eh, ibu dokter..hehe, makasi ya bu udah mau operasi rakyat jelata kaya raya seperti hamba" ucap Taufan sambil menggaruk tengkuknya.

"Masih bisa bercanda ya? Lecet apa yang disebabkan oleh peluru 3 cm yang bersarang di tubuhmu hah? Lecet seperti apa itu? Juga kepalamu, hey jenius, kau tahu kalau otak itu ada di kepalamu kan? Apa yang akan kau lakukan jika satu-satunya hal yang baik darimu itu rusak hah? Bisa-bisanya kau tak menghindari benturan keras?! Sekarang kau gegar otak kau mau apa?" Omel Ying panjang lebar dalam satu nafas. Amarah, kekhawatiran dna rasa lega bercampur aduk, terbentuk dalam kereta kalimat panjang yang membuat telinga pendengarnya panas.

"Bu dokter, udah dong jangan marah, toh aku masih hid--" ucapannya terputus.

"Masih hidup ya? Hmm? Taufan kau ini sangat bodoh atau bagaimana? Bukannya sudah kubilang jangan pergi ke misi dulu? Lihat dirimu sekarang. Kau.. kenapa kau ini nekat sekali sih?!" Omel Ying berkelanjutan.

Taufan menghela nafas, mengisyaratkan Ying untuk diam sambil menunjuk ke figur yang sedari tadi diam mendengarkan.

"..Ying , ngomel nya nanti saja, itu ada adikku" bisiknya.

Ying menoleh, manik berkacamatanya bertemu dengan manik bervisor Solar.

"Kau kenapa?" Tanya Solar kepada sang mentor.

Jujur saja, ia merasakan rasa yang biasa disebut 'khawatir' saat mendengar omelan Ying.

Apa yang akan terjadi pada mentor bodohnya ini? Apa dia benar tidak apa-apa? Segala fikiran itu muncul dibenaknya.

Padahal ia tidak peduli dengan agen gagal ini, begitu pikirnya.

"Ah! Gawat, jam berapa ini Ying?"

"Jam 10, kenapa memangnya?" Tanya Ying sambil melihat jam tangannya.

"Gawat!" Ucap Taufan, tergesa-gesa sambil bangun dari kasurnya.

Rasa sakit menusuk terasa segera setelah ia menekuk tubuhnya, ia lupa bahwa ia baru saja terluka, dan anastesinya baru saja habis.

"Kau bodoh hah? Mau luka tembak mu terbuka lagi?" Omel Ying, namun bertolak belakang dari omelannya, ia membantu Taufan untuk bangun.

"Maaf ya Solar, aku malah telat dan tidak menepati janji, jam latihanmu malah terbuang.. aku akan segera ke tempat latihan, tunggu ya.." ucap Taufan menggabungkan kedua tangannya dan membuat pose meminta maaf.

"Jangan bergerak dulu, anastesimu baru saja hilang, lukamu dapat terbuka kembali" ucap Ying.

"Tapi kami ada latihan habis ini" ucap  Taufan.

"Tinggal diundur saja kan bisa? Kau bisa melatihnya lusa, atau bahkan minggu depan." Jawab Ying, tidak mau mendengar permintaan Taufan.

"Yah tapi kan aku sudah berjanji, aku tak boleh melanggar janjiku." Ucap Taufan lagi, berharap Ying dapat berhenti menghentikan nya.

Solar melangkah maju, ia tak pernah menyangka Taufan begitu serius dalam mengajarnya.

"Tak perlu hari ini, akan merepotkan jika lukamu terbuka saat melatihku" ucap Solar.

Taufan terdiam, manik nya bertemu dengan manik sang bungsu. "Bagaimana bisa begitu, aku sudah berjanji dan aku tak boleh melanggarnya"

"Hey, dia sudah memaklumimu, nurut sedikit ok?" Ucap Ying.

Namun Taufan tertawa kecil, "luka seperti ini bukan masalah bagiku, kau ingat dulu aku mendapat luka yang lebih besar? Luka seperti ini hanya seperti sebuah goresan" ucap Taufan menepuk bahu Ying untuk menenangkannya.

Dengan usaha extra, ia berusaha berdiri dari kasurnya, walau terkadang rasanya sakit setiap melangkah, ia berusaha melekatkan senyum di wajahnya.

"Kalau begitu, muridku, ayo kita mulai sesi latihannya."

Solar tak tahu, bahwa Taufan begitu kejam pada dirinya sendiri.


// Author's note//

Happy birthday adahh 🎉🎉🎉🎉🎉

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top