19 : Unexpected Encounter
Sebelah kaki Yudha terayun mendorong badan pintu hingga tertutup, kedua tangannya sibuk menangkup pipi murid kesayangannya yang terus memburu bibirnya dengan ciuman rakus penuh nafsu. Tampaknya pemuda ganteng itu sudah nggak kuat menahan gairah yang membuncah, langsung menyosor kesetanan begitu badannya tersembunyi dalam flat milik wali kelasnya.
Hanya butuh waktu sebentar bagi Yudha untuk mengimbangi tempo permainan bibir muridnya yang liar. Guru muda itu membalas, balik melumat. Nggak kalah liar bahkan sedikit lebih ganas. Kedua insan itu kini benar-benar dibakar nafsu membara.
Matt mulai kewalahan saat Yudha menyelipkan lidah menjelajahi rongga mulutnya. Maklum saja dia masih amatiran dalam urusan kissing, nggak seperti Yudha yang jam terbangnya tinggi. Badannya sesekali bergetar, diiringi desahan demi desahan yang terlepas dari mulutnya saat lidah Yudha mengait lidahnya, mengunci sambil dihisap-hisapnya lembut.
Matt dibuat mabuk kepayang. Setiap lumatan dan lincahnya permainan lidah guru muda itu membuat jiwanya melayang-layang. Sungguh nikmat rasanya. Jantungnya pun berdegub lebih kencang seirama dengan nafasnya yang mulai memburu. Nafsunya terus naik dan mulai nggak terkontrol, membuat batang kejantannya tersentak menyesakkan sempaknya.
Matt mendorong dada Yudha yang terus mendominasi panasnya ciuman sesama pria kekar, menggiringnya hingga ke tepi sofa ruang tamu. Dia ingin mendominasi sex pertamanya. Nggak selamanya top yang harus memegang kendali permainan.
Yudha pasrah saja saat tubuhnya dihempaskan ke atas permukaan sofa hingga pagutan bibirnya terlepas. Cinta yang besar membuat dirinya bertekuk lutut. Dia hanya ingin menyenangkan murid kesayangannya dengan menuruti segala kemauannya.
Yudha menatap lekat pemuda yang kini beranjak merambati pelan tubuhnya yang terlentang di atas sofa. Dia melempar senyum genit saat pemuda itu berhenti merangkak naik dan duduk di atas perut ratanya. "Kamu benar-benar nakal, sayang!"
Matt menyeringai buas, lalu merendahkan punggungnya, mengendusi liar badan kekar Yudha yang masih terbalut kemeja slim fit. Aroma parfum maskulin bercampur keringat yang menguar dari tubuh Yudha sungguh membuat birahi makin menguasai otaknya. "Saya bisa lebih nakal daripada ini, Mas..." bisik pemuda ganteng itu saat endusannya berakhir pada pangkal telinga Yudha.
"Egghh..." guru muda itu mendesah sambil memejamkan mata saat Matt menjilati bagian belakang telinganya. "As you wish, Matt... mmhh..."
Gawat, sinyal pasrah Yudha barusan membuat Matt makin menggila. Bibirnya langsung menciumi leher Yudha penuh nafsu, sementara kedua tangannya sibuk meremas-remas dada kekar Yudha yang membusung dari balik pakaiannya. Kedua kakinya yang tertekuk mengapit pangkal paha Yudha, segera dia julurkan hingga sejajar dengan ujung kaki Yudha. Membuat tubuh pemuda itu menindih sempurna gurunya yang ganteng.
Matt perlahan menggesek-gesek selangkangannya, beradu dengan gundukan di bawahnya sambil terus menciumi leher Yudha. Badan pemuda itu menegang akibat sensasi luar biasa saat batang kejantannya menggesek penis Yudha dari balik celana. Lenguhan nikmat nggak terelakkan lagi, lolos silih berganti dari mulut kedua insan yang kini tengah dikuasai hawa nafsu.
Dengan beringas, jemari Matt membongkar kasar kancing kemeja Yudha. Membuat beberapa butirnya terlepas berserakan di atas lantai, persis sama seperti tempo hari. Mungkin ada baiknya lain kali Yudha mengenakan kaos saja bila ingin bercinta dengan Matt, jika nggak ingin stok kemeja di lemarinya menipis. Pemuda ganteng itu selalu nggak sabaran dan terlalu bernafsu ingin menelanjangi tubuh gurunya yang super sexy.
Matt segera membuang sekenanya kemeja berwarna khaki yang berhasil dia tanggalkan dari tubuh Yudha ke atas lantai. Kedua matanya langsung membidik sepasang tonjolan imut berwarna coklat terang yang menggoda, bertenger di tengah dada kekar guru tercinta. Dengan cepat, mulut pemuda itu sudah melahap salah satu nipple yang membuatnya makin horny, menyesapnya kuat-kuat hingga si empunya menggelinjang menahan nikmat.
"Engghh... Matt... oughh..." Yudha meracau keenakan sembari menyisipkan jemarinya ke dalam rambut pemuda yang sedang asyik memainkan salah satu nipplenya.
"Mas suka?" tanya Matt sejenak melepas kuluman, lalu sedikit mendongak ke atas untuk menatap wajah wali kelasnya.
Yudha sedikit mengangkat kepala untuk membalas tatapan mesum murid kesayangannya. "Suka... sangat suka, sayang... Kemarilah, Mas ingin menciummu..."
Matt merangkak naik untuk mengecup bibir Yudha, melumatnya sebentar sebelum melanjutkan aksinya kembali. Kali ini dia menjilati rakus puting Yudha yang sebelah, sementara jemarinya memilin lembut puting lain yang sudah basah oleh liurnya.
"Oughh... ssshhh... enak banget, Matt..." Yudha mendesah sambil merebahkan kembali kepalanya dengan mata terpejam. Sesekali tubuhnya menggelinjang saat nipplenya yang mengeras karena terangsang, digigit kecil oleh murid kesayangannya. Sedikit perih namun luar biasa nikmat hingga penisnya terus meronta di bawah sana.
Puas menggauli puting susu Yudha, wajah Matt perlahan turun kebawah. Menciumi setiap lekuk tubuh kekar dan seksi milik wali kelasnya. Matt berhenti sejenak, menjilati barisan otot perut Yudha yang menyembul rapi dan kokoh. Sementara jemarinya dengan cekatan meloloskan kait celana panjang Yudha hingga hanya tersisa sehelai kain yang menutupi bagian bawah tubuh guru muda itu.
"Arrrgghhh... geli, Matt..."
Tubuh Yudha tersentak hebat saat Matt dengan usilnya menggelitik lubang pusar Yudha dengan lidahnya.
"Hehehe... udel Mas lucu, bodong..."
Matt terkekeh sekilas, lalu segera melanjutkan aksinya. Dia mengecupi bulu halus yang tumbuh segaris di bawah pusar, sambil sesekali memainkan lidahnya menari-nari turun menuju hidangan utama. Pemuda ganteng itu menghentikan aksinya sejenak saat lidahnya menyentuh karet boxer yang menutupi selangkangan Yudha. Bibirnya menyeringai saat mendapati tonjolan yang bergerak-gerak, menggeliat gelisah dari balik kain berwarna hitam di hadapannya. Sepertinya penis milik gurunya itu sudah nggak sabar ingin melesak keluar dari sangkarnya, sama seperti Matt yang juga nggak sabar ingin memasukkan benda keramat itu ke dalam mulutnya.
Tapi rupanya Matt harus lebih bersabar. Kedua tangan Yudha lebih dulu mencekal jemari pemuda itu saat bersiap memelorot sempaknya. Yudha lantas menggenggam pergelangan tangan Matt seraya mengangkat kepala untuk menatap ke arahnya. "Gantian yah, sayang... Mas juga ingin sekali menikmati tubuhmu dulu."
Tatapan mengiba Yudha mampu meluluhkan sedikit nafsu Matt, membuatnya menganggukkan kepala setuju. Selama ini memang kayaknya dia yang selalu berusaha mengrepek-grepek badan kekar Yudha, sementara gurunya itu belum pernah sama sekali meraba-raba tubuhnya. Kecuali nipple miliknya yang pernah ditekan saat perjumpaan pertama mereka di ruang kepala sekolah, entah disengaja atau nggak oleh wali kelasnya itu.
Jadi, nggak ada salahnya memberi Yudha kesempatan untuk menikmati pahatan kekar tubuh hasil olah raganya selama ini. Terlebih, pemuda ganteng itu juga penasaran bagaimana rasanya saat puting susunya dikenyot oleh wali kelasnya. Apa bisa sampai membuat dirinya kelenjotan keenakan sambil merem-melek seperti yang dia tonton dalam bokep-bokep gay favoritnya?
Matt ingin membuktikannya, hingga membuatnya pasrah saat Yudha yang sudah bangkit terduduk di hadapannya mendekap kedua pangkal lengannya. Lalu diputarnya perlahan badan pemuda itu untuk direbahkan di atas sofa. Sekarang posisinya menjadi terbalik, Yudha gantian menindih tubuh kekar Matt yang masih terbalut seragam sekolah.
"Akkhhh... "
Ya ampun, belum apa-apa pemuda itu sudah mendesah saat Yudha menghujani lehernya dengan ciuman. Rasanya geli bercampur nikmat. Maklum, ini pertama kalinya lehernya dicumbu seseorang selama hidupnya. Jadi dia masih belum terbiasa dengan sensasi rasa yang dihasilkan.
Penis Matt menegang sempurna hingga mengeluarkan precum dari balik celananya, akibat rangsangan pada lehernya. Dia horny tingkat dewa, membuatnya pasrah saat jemari Yudha mulai meloloskan satu-persatu kancing seragamnya sambil mengendusi belahan dada kekarnya. Wajah pemuda itu merona memerah saat seragamnya sudah terlepas dari tubuhnya dan berpindah pada tangan Yudha. Wajahnya terlihat sangat mupeng dan nggak sabaran, ingin gurunya yang sexy itu segera mengulum puting susunya.
Tapi sayangnya, fokus Yudha jadi teralihkan saat menyampirkan seragam anak didiknya itu ke atas sandaran sofa. Ada sebuah kertas tebal yang terlipat jadi empat menyempil keluar dari sakunya, lalu jatuh ke atas lantai. Membuat guru muda itu jadi penasaran dan segera memungutnya.
Sementara Matt yang sudah memejamkan mata menunggu aksi gurunya, menjadi bingung sendiri sebab beban yang menindih di atas dada kekarnya tiba-tiba bergeser ke atas perut ratanya. Matt jadi gusar dan mulai gemas kelamaan menunggu Yudha yang nggak segera melahap pentilnya. Apa sih maunya wali kelasnya itu dengan mendadak menghentikan aksinya di tengah jalan seperti ini, di saat dia sudah terangsang berat? Apa gurunya itu masih belum bisa memaafkan, lalu sengaja ingin balas dendam gegara tadi dia diam saja saat dipeluk Nick di parkiran sekolah? Ah, sialan! Pemuda ganteng itu mau nggak mau jadi membuka mata untuk mencari tahu jawabannya.
Matt mengangkat kepalanya sedikit, lalu mengernyitkan dahi saat melihat Yudha duduk terpekur dengan wajah memucat di atas perutnya, tengah memandangi sepucuk kertas persegi panjang dalam genggaman tangannya.
"Mas... kok nggak dilanjutin, sih!"
"Massss... kok diam saja! Apa sih yang di tangan Mas Yudha itu sampai serius banget ngeliatinnya? Sampai-sampai pacar Mas sendiri dianggurin kayak gini!" Matt mulai mengomel sebab Yudha masih saja terdiam mengamati benda menyerupai sebuah foto yang dicengkeram erat jemarinya.
Merasa dicuekin, Matt langsung menarik tubuhnya bangkit nggak terima, hingga posisinya terduduk di atas sofa memangku Yudha.
"Sini... saya juga mau lihat!" Dipenuhi rasa kesal bercampur penasaran, Matt menyahut cepat selembar foto itu dari tangan Yudha.
Kedua mata pemuda ganteng itu terbelalak kaget tatkala pandangannya menyapu kertas yang barusan dia rebut dari wali kelasnya. Sebuah foto yang diambil dari jarak yang lumayan jauh, namun dapat memperlihatkan jelas adegan seorang pemuda tengah berciuman dengan pria dewasa yang duduk di jok sebelahnya di dalam sebuah mobil sedan yang terparkir. Pantas saja Yudha sampai terlihat shock mendapati gambar yang memuat aibnya tersebut.
Nggak hanya itu saja, di bagian bawah foto tersebut dibubuhkan sebuah kalimat yang membuat pemuda ganteng itu makin meradang.
AKU TAHU RAHASIAMU, MATT!
Fuck! Siapa yang berani cari gara-gara dengannya?
"Ini pasti ulah si bocah berandalan itu!" sebuah desisan sinis terlolos dari mulut Yudha.
Matt menggeleng. "Bukan, saya yakin bukan dia, Mas..." Entah kenapa pemuda itu merasa bukan Nick pelakunya.
"Kenapa kamu bisa seyakin itu, Matt?" Yudha menyipitkan mata, menatap tajam ke arah pemuda yang masih memangkunya.
"Bagaimana bisa Nick yang mengambil foto, sementara kejadiannya berlangsung di dekat rumah Ken, Mas?"
"Oww... bagus, kamu mulai membelanya sekarang." Yudha berdecih nggak terima, sambil memalingkan muka.
"Saya nggak sedang membela siapa-siapa, Mas. Hanya saja saya nggak bisa melihat keterlibatan Nick di sini."
"Bukannya kamu sendiri yang bilang dia suka mengerjaimu, hah? Jadi wajar-wajar saja jika ini juga perbuatannya. Atau ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari Mas?" Yudha mulai menuduh.
"Mana ada, Mas. Saya sudah menceritakan semua. Dia memang suka mengerjai saya, tapi saya yakin dia nggak akan bertindak sampai sejauh ini."
"Terus... teruskan saja kamu membelanya, Matt!" Yudha melengos seraya menarik tubuhnya bangkit dari atas pangkuan muridnya.
"Please, Mas jangan mulai lagi..." pemuda itu langsung meraih pergelangan tangan gurunya yang sudah berdiri di hadapannya. Dia nggak mau sampai mereka harus bertengkar lagi.
"Kamu yang memulai duluan, Matt!" Yudha menghentakkan tangannya hingga genggaman Matt terlepas, lalu menoleh sedikit ke bawah menatap sinis pemuda yang sudah memancing emosinya. "Kenapa kamu nggak bisa menerima kenyataan jika memang ada kemungkinan Nicholas pelakunya? Apa kamu tahu di mana rumah bocah berandalan itu, hah?"
Matt menggeleng lemah.
"Astaga, Matt! Bahkan rumah bocah berandalan itu saja pun kamu nggak tahu, tapi dengan yakinnya kamu berani membelanya. Luar biasa!" Yudha menggelengkan kepala menyindir. "Bagaimana jika ternyata rumahnya berdekatan dengan Ken dan ikut menyaksikan adegan ciuman itu, hah?"
Matt terpaku sambil memandang wajah Yudha yang menatapnya nggak terima menanti jawaban. Dia nggak ingin memperkeruh suasana dengan terus mengeyel, sebab logika gurunya itu memang masuk akal. Hanya saja, perasaannya tetap kuat jika Nick bukan pelakunya.
"Kenapa kamu diam saja, hah? Kamu nggak rela Mas menuduh bocah sialan yang sudah memelukmu itu tadi siang? Ow yah... Mas lupa jika kamu juga sempat menikmati pelukannya hingga nggak sadar dia menyelipkan foto itu ke dalam sakumu. Dasar bocah berandalan keparat!"
"Cukup, Mas!" Matt menyalak nggak terima. "Jika Mas masih terus seperti ini, sebaiknya saya pulang saja sekarang!"
"Oww... kamu mau mengancam Mas, hah?" Yudha berdesis, menatap tajam ke arah Matt. "OK, pulang sana! Cari bocah berandalan itu untuk menidurimu!"
"MAS YUDHA!!!" Matt membentak sambil langsung bangkit berdiri dari duduknya menghampiri Yudha. Emosinya terpancing hingga tangannya mengepal bersiap melayangkan pukulan.
"Ayo... kenapa berhenti? Pukul saja Masmu ini!" tantang Yudha sambil memajukan pipinya. "Kamu mau jadi sok jagoan seperti bocah berandalan itu, hah? Ayo... cepat segera pukul Masmu ini!" sentak Yudha kesetanan.
Matt menatap nanar wali kelasnya. Hatinya mendadak sakit menyaksikan pria yang dicintainya itu tampak kacau dan dikuasai cemburu buta. Rupanya Yudha masih belum bisa sepenuhnya memaafkan dirinya gegara dipeluk si preman kampung itu. Matt memilih untuk mengalah kali ini. Dia juga merasa salah karena membiarkan Nick memeluknya bahkan sempat menikmati dekapan itu. Dia nggak ingin memperpanjang masalah.
"Sudahlah... selamat tinggal, Mas..."
Yudha mematung, membiarkan Matt memungut seragamnya yang tersampir pada sandaran sofa. Kedua matanya perlahan mengembun menyadari jika muridnya kesayangannya itu hendak pulang meninggalkannya. Hatinya seketika perih. Dia mulai merasa menyesal dengan tindakannya barusan.
"Jangan pergi... jangan tinggalkan Mas, Matt..." Yudha memohon.
Mendapati permintaannya nggak dihiraukan, guru muda itu langsung berlari kecil menyusul Matt yang sudah berjalan menuju pintu keluar. Lalu didekapnya erat punggung lebar pemuda yang sangat dicintainya itu dari belakang.
"Maaf, jika sikap Mas sudah keterlaluan padamu. Mas mengaku salah. Mas terlalu cemburu sebab kamu selalu membela pemuda berandalan itu. Dan juga... Mas khawatir jika sampai foto-foto itu tersebar. Reputasi Mas sebagai guru pasti akan hancur jika ketahuan mengencani muridnya sendiri. Mas takut dikeluarkan dari sekolah, Matt."
Pemuda itu menghela nafas. "Saya nggak marah kok, Mas. Jadi nggak perlu ada yang dimaafkan. Mas nggak perlu khawatir, saya akan cari tahu siapa dalang di balik semuanya ini."
Detik itu juga Yudha sadar jika dirinya terlalu egois, hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia terlalu khawatir reputasinya akan hancur hingga dengan seenaknya mencari kambing hitam. Guru muda itu jadi melupakan satu hal yang penting, jika bukan hanya dia korbannya dalam kasus ini. Matt juga ikut terlibat. Seharusnya sebagai seorang wali kelas, dia yang harus melindungi dan menguatkan mental anak didiknya. Bukan malah menuduhnya yang bukan-bukan.
"Maafkan Mas, Matt... Maaf jika Mas terlalu egois sampai nggak memikirkan perasaanmu..." Yudha semakin mempererat pelukannya. Butiran air mata nggak tertahankan jatuh membasahi punggung Matt. Guru muda itu benar-benar menyesali perbuatannya. "Kamu... kamu mau nggak tinggal menemani, Mas? Please, jangan pulang, Matt!"
"Maaf Mas, saya ingin pulang sekarang. Sepertinya kita berdua butuh waktu untuk menenangkan diri masing-masing."
"Ok... ok... Mas antar kamu pulang, yah?" Yudha mengalah seraya melepas pelukan, lalu mengelap bekas lelehan air mata dengan punggung tangannya.
"Nggak perlu, Mas. Saya bisa naik Uber atau Grab."
"Tapi, Matt... Tunggu biar Mas antar kamu pulang! Please, jangan menolak yah?" Yudha meraih salah satu tangan pemuda itu.
Matt bungkam, nggak menolak ataupun mengiyakan tawaran Yudha. Dia membiarkan guru muda itu menggenggam erat tangannya, sementara jemari tangannya yang lain sedang sibuk memutar kenop pintu di depannya.
Deg...
Jantung Matt hampir copot saking kagetnya saat mendapati seseorang tengah berdiri di balik pintu yang terbuka. Sepertinya orang itu hendak bertamu mengunjungi Yudha. Namun belum sempat memencet bel, pintu sudah terbuka dengan sendirinya.
Matt langsung menarik cepat tangannya hingga terlepas dari genggaman Yudha. Dia khawatir jika calon tamu gurunya itu akan berpikiran aneh-aneh. Terlebih Yudha sedang bertelanjang dada sekarang. Tapi tunggu dulu, Matt sepertinya mengenal orang itu!
Mimik wajah Matt langsung berubah masam. Dia mengernyit nggak suka. Sementara pemuda yang berdiri di depannya malah menyapanya dengan sumringah bak ketemu artis idolanya.
"Eh... Kak David?"
"Minggir! Kamu menghalangi jalanku!" Matt langsung menyemprot dengan ketus. Tapi bukannya minggir, pemuda itu malah bengong sambil mengerjap-ngerjapkan mata bahagia memandangi kegantengan Matt.
"MINGGIR, BENCONG!" sentak Matt sambil mendorong kasar bahu pemuda yang masih saja enggan beranjak dari posisinya di depan pintu menutupi jalan keluar.
"Ow iya... iya... maaf, Kak David..."
Rupanya dorongan Matt barusan membuat Sam tersadar dari pesona kakak kelasnya. Lalu dia segera menepikan sedikit badannya untuk memberi jalan pada Matt. Dia takut diseruduk banteng marah seperti yang pernah dia alami di toilet sekolah tempo hari.
"Mas Yudha mau kemana? Papa mau ketemu sama Mas sekarang," sergah Sam saat mendapati Yudha ikut berjalan, berniat mengekor murid kesayangannya. Guru muda itu pun spontan menghentikan langkah. Dia bingung harus mengikuti langkah Matt atau menuruti ucapan pemuda imut di sebelahnya.
Hah... Mas Yudha? Hati Matt tiba-tiba memanas. Sial, dia merasa jadi nggak spesial lagi sekarang. Ternyata ada orang lain yang memanggil wali kelasnya itu dengan sebutan Mas selain dirinya. Apa hubungan mereka lebih dari sekadar guru dan murid sama seperti hubungannya dengan Yudha saat ini? Tai kebo, Matt merasa dibohongi! Yudha pasti menyembunyikan sesuatu darinya.
"Saya bisa pulang sendiri, Pak. Sepertinya ada urusan yang lebih penting sedang menanti Pak Yudha daripada sekadar mengantar murid yang nggak penting seperti saya! Permisi, Pak!"
Matt segera mempercepat langkahnya, meninggalkan dua orang yang berdiri tengah memandangi punggungnya menjauh. Hatinya mendadak panas dan jengkel. Dia merasa cemburu.
"Ow... yah satu lagi, Pak," pemuda ganteng itu menoleh ke belakang sambil menghentikan langkahnya sejenak. "Jangan lupa pakai baju dulu Pak, biar nggak masuk angin. Selamat siang!"
"Tung-tunggu, Matt!" Yudha berteriak memanggil. Dia berancang-ancang hendak mengejar murid kesayangannya yang berjalan semakin menjauh.
"Mas Yudha mau kemana? Papa sudah menunggu!"
Lagi-lagi peringatan Sam membuat guru muda itu menghentikan langkahnya.
"For God sake Sam, bisakah kamu nggak menganggu Mas, hah?" Yudha membentak putus asa sembari menatap tajam nggak terima ke arah pemuda imut di dekatnya.
Sam menciut sambil menundukkan kepala. Dia memang selalu takut terhadap Yudha. "Ya mau gimana lagi, Mas. Papa menyuruhku memanggil Mas. Kalau Mas mau protes, protes saja langsung ke Papa," lirih Sam pelan, nggak berani memandang pria yang tampak murka di sebelahnya.
"Shit!" Yudha mengumpat jengkel. "Ok, kamu tunggu sini! Mas mau ke dalam sebentar mengambil baju."
TBC
Ya ampun saya jadi terpaksa melanjutkan cerita di sela waktu luang yang sedikit. Ini semua gegara drama thai kesukaan saya "SOTUS the series" distop sementara selama satu bulan, soalnya thai sedang berduka. Yah, mau nggak mau jadi nulis cerita ini deh buat mengisi asupan cerita boys love yang dibutuhkan otak saya.
Part 20 sudah siap rilis asal vomentnya banyakan di part ini hihihi...
Thank you and have a nice day!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top