XX. Subjek Tungsten [END]
WARNING!
Disturbing content!
Rabu, 24 Januari 2018
—Adira
Altair tak kunjung melepaskan pelukannya, tetap mendekapku erat-erat sampai detak jantung kami bersahutan. "Dia ada di belakangmu," bisiknya pelan, "kayaknya dia nggak tau kalo ada aku di sini, itu sebabnya dia nggak menggunakan kata kalian pas nyalain speaker."
Langkah kaki itu semakin mendekat, meski sendirian dan kami bisa menang jumlah, Dokter Flo tetaplah seorang pria yang jelas jauh lebih kuat dariku dan Altair.
"Kita gagal total." Kugigit bibir bawah kuat-kuat, menahan tangisan yang nyaris meluncur keluar. "Janjiku dengan Putri, semuanya cuma bualan doang."
Pada titik ini, aku sungguh kehilangan harapan untuk lolos dari sini dan pulang dengan selamat. Semuanya sudah berakhir, inilah ending dari kisah Adira Melissa.
Dalam ceruk leherku, lelaki ini menghela napas panjang. "Pergilah. Akan kutahan Dokter Flo selama mungkin," desisnya lagi. "Hanya menunggu waktu sampai aku sama seperti pasien-pasien gila itu dan kamu harus bunuh aku juga."
"Ngomong apaan sih?!" Tanpa sadar aku semakin mengeratkan pelukan. "Kita bakal keluar dari sini bareng, gimana pun caranya, harus bisa!"
Irama ketukan sepatu Dokter Flo berubah perlahan, menandakan bahwa pria itu tengah berbelok perlahan dan mungkin sudah benar-benar segaris dengan kami.
"Cewek di depanmu itu udah ngigit lenganku." Kudengar dia terkekeh kecil, napasnya mendarat di leherku begitu intens. "Maaf nggak bisa nepatin janjiku waktu itu, kalo aku bakal jagain dirimu."
Air mataku sukses tumpah dibuatnya. "Pasti ada cara lain." Bahuku gemetar membayangkan beberapa menit ke depan bila Altair menyusul kakaknya ke alam lain.
Telapak tangannya mengusap punggungku perlahan. "Jangan menunggu seseorang datang untuk membantu. Cuma kamu yang bisa bantu dirimu sendiri. Nanti kalo aku bilang lari, cepet lari jangan noleh lagi ke belakang buat liat aku."
Mudah baginya mengatakan hal semacam itu. Nyatanya, begitu aku menuruti kemauan untuk terus berlari tanpa menoleh, semua langsung jungkir balik di bawah kakiku. Altair mengamuk menyerang Dokter Flo yang tampak terkejut melihat sosok laki-laki lain yang menemani targetnya.
Altair menerjang tubuh tinggi pria itu, membuat mereka terlibat pertarungan jarak dekat hingga berguling-guling, hanya demi aku bisa lewat segera dan kabur lebih dulu. Memang pada awalnya berjalan sesuai rencana, aku bisa meraih pintu keluar di dekat meja resepsionis seperti keinginan Altair.
Tubuhku sudah setengah melewati pintu kaca yang dirantai setelah susah payah membukanya untuk muat. Namun, setelahnya kakiku ditarik paksa dari belakang, memaksa diri ini luluh jatuh berdebum di lantai. Sosok Dokter Flo entah bagaimana bisa lebih dulu mengejarku.
Tangan kanannya membawa benda berkilau dalam gelap terlihat mengkilap. "Tidurlah sebentar, Snow White. Akan kubuat kau menjadi ratu."
Aku meronta, berusaha melepaskan cengkeramannya dan kabur kala sesuatu terasa seperti mengigitku kecil. Berhasil! Tubuhku keluar sepenuhnya dari rumah sakit tua itu, menyambut dinginnya udara subuh memainkan helai rambutku.
Kelewat bahagia, aku berlari ke arah dinding seng berkarat. Nalarnya, hanya tempat itu yang lebih ramai orang dan aku bisa berteriak minta tolong.
Lagi-lagi harapanku diputus oleh kenyataan pahit bahwa kepala ini langsung pening luar biasa. Segalanya menjadi gelap kala sinar dari lampu jalanan sudah menerangi aspal di depanku. Pandanganku meremang, sebelum akhirnya tubuh ini ambruk di antara semak-semak tinggi.
Bau alkohol menyengat indra penciuman ini, padahal terakhir kuingat hidungku buntu setelah hujan-hujanan dan menangis sebelum ... aku tak sadarkan diri.
Masih dalam kondisi kelopak mata terpejam, kurasakan sekitar lebih dulu untuk memastikan semuanya aman dan aku sungguh sendirian, tidak dalam kondisi bahaya. Karena sebelum segalanya menjadi hitam, tubuh limbung, bahkan dunia terasa jungkir balik, yang terakhir kuingat adalah perempuan itu.
Subjek 101, gadis seumuran yang seminggu lalu diseret masuk dengan pakaian toska pasien. Dia gadis yang sama, yang terus menghantui di sepanjang jalan melarikan diri dengan jeritannya kala melahirkan.
Pendengaranku tak mendapati apapun, tetapi sekujur tubuh ini rasanya takkan pernah bisa bergerak setelah dikunci rapat.
"Aku sudah melakukan operasi untuk menyembuhkan SSCDmu. Jadi tak perlu khawatir lagi dengan bunyi detak jantung sendiri." Dokter Flo, aku yakin itu dia. Suaranya sama persis dengan yang di speaker. "Lagian, aku nggak bakal pake induk yang cacat untuk hasil yang sempurna. Bangunlah, aku tahu kamu udah sadar."
"Kamu mau apa?!" tanyaku ketus, masih enggan membuka mata.
Sepertinya pria itu tengah mendorong brankar tempatku dibaringkan. Tubuhku sedikit bergetar dan angin semilir menerpa wajah. "Akan kusiapkan yang terbaik untukmu. Tenang saja, temanmu yang tadi akan menjadi orang pertama yang melihatmu menjadi ratu koloni."
Sontak aku membuka mata lebar-lebar, mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan dan hampir memekik tak percaya. Di depanku, Altair sudah seperti boneka Barbie dalam lemari kaca transparan dengan pakaian toska khas rumah sakit.
Saat aku menunduk, rupanya pakaian kami kembar. "Apa maumu?!" tanyaku sekali lagi, berusaha melepaskan sabuk-sabuk yang membelit tubuhku.
"Subjek Tungsten-ku. Kamu punya daya tahan tubuh yang kuat, mampu bertahan dengan SSCD." Langkahnya berhenti mendorong brankarku, menjajarkannya dengan Altair. "Itu sebabnya, aku mengambilmu dan membuang gadis yang sebelumnya."
"Altair!" jeritku, meronta dalam belitan kencang sabuk.
Dokter Flo barjalan semakin jauh, mengambil sesuatu dengan selang panjang. "Dia bukan lagi Altair. Sekarang buka kakimu!" perintahnya mengambil sebotol kecil dari saku jas putih yang dia kenakan.
Apa yang akan dia lakukan?! Tolong, siapa pun selamatkan aku!
"Buka kakimu!" Diletakkannya dua benda yang tadi dia pegang, beralih pada kedua kakiku untuk dicekal kembali.
Kugerak-gerakkan kakiku sekuat tenaga, mencoba menendang wajahnya dan kabur. Namun, genggaman tangannya jauh lebih kuat dari tenagaku menendang-nendang tidak jelas. "Lepasin!" teriakku sekali lagi.
Dia berhasil membuat kedua kakiku terbuka lebar dengan bantuan dua buah alat gantung, lantas mengambil kembali dua benda yang tadi sempat diletakkannya di meja besi. "Tahan sebentar, tidak akan sakit—"
"Argh!" Kurasakan sesuatu memasuki bagian bawah tubuhku secara paksa, menusuk begitu saja tanpa aba-aba seperti jarum, benar-benar kecil.
Sesuatu mengisi bagian dalam perut bawahku, bergerak-gerak pelan setelah benda seperti jarum tadi keluar dan Dokter Flo meninggalkanku yang merasakan nyeri di bagian bawah perut.
Rasanya aku mau muntah cepat-cepat, mendapati bau anyir tiba-tiba berbondong-bondong memasuki indra penciumanku.
Lamat-lamat kutelaah papan tulis hitam dengan tulisan kapur di sana. Satu kata yang terbaca jelas olehku dan mampu membuat otak ini merespons apa yang sebenarnya terjadi.
"Tolong!" Entah keberapa kalinya aku menjerit, tetap takkan ada yang mendengar. Teriakkanku semakin melengking, merasakan sesuatu yang bergerak-gerak dalam perutku.
Altair tak kunjung membuka matanya, surai gelap itu lunglai dari puncak kepala, seperti tak bernyawa. Sementara panik kembali menguasaiku, bagaimana kalau apa yang ditulis di papan sana memang sungguhan terjadi?!
Kurasakan banyak cairan mengalir dari bawah perutku, membasahi pakaian toska yang melekat pada diriku. Perutku semakin terasa sesak, seperti ada yang meniupkan helium di dalamnya.
Begitu aku menunduk untuk sekadar melihat, perutku sudah luar biasa besar! Sama seperti gadis subjek 101! Aku menangis sejadi-jadinya, berteriak-teriak minta dilepaskan.
Aku tidak mau berakhir seperti ini! Argh sakit sekali, siapa pun tolong aku ingin bebas!
[END]
~('-' 1100 words '-')~
P/F/U
Terima kasih sudah menemani Adira 30 hari terakhir.
DAN SENENG BAT BISA NYELESAIIN NOVELET INI AAAAA!!!!!
OH! INI BELUM REVISI >:V NANTI SAYA ROMBAK ABIS-ABISAN KALO UDAH DIBOLEHIN KAK BON SHSHSHHS
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top