10. Kasus
Sanzu menggeram marah dan mulai mengancam.
"Kau mau mati?" Ucapnya dingin.
Orang asing yang memegangi lengan (Name) itu sama sekali tak takut, ia justru mengeluarkan sebilah pisau lipat dan diarahkan ke (Name).
"Kau yang menghabisi mereka ya, hah?!" Teriaknya.
"Hei pak tua, mereka belum mati." Celetuk Hakkai.
Orang asing itu refleks melihat satu persatu temannya yang tergeletak, dengan celah ini Sanzu bergerak cepat sampai dihadapannya dan memegang kuat lengan yang memegang pisau.
Lalu kejadian setelahnya, orang yang tadinya seenaknya mengancam jadi berlumuran darah akibat pisau yang menancap dilehernya.
Pemandangan yang sudah biasa dimata (Name) dapat membuatnya bersikap santai, namun tidak bagi Hakkai. Pria itu mendengus sebab ialah yang harus membereskan semua nanti.
"Nampaknya kau baik-baik saja." Ucapan Sanzu membuat (Name) balas menatapnya.
"Sudahlah ayo pergi!" Sanzu kembali memegang lengan (Name) yang memerah.
"Kau tidak melaporkanku?"
Sanzu menoleh ke arah Hakkai, "Untuk apa kriminal melaporkan kriminal?"
Benar juga pikir Hakkai, keadaan yang sama-sama menguntungkan.
"Dan aku sama sekali belum pernah melihatnya." Tunjuk Hakkai pada (Name) seolah memancing Sanzu untuk memperkenalkannya.
"Tentang Mitsuya..."
Hakkai tersentak paham dan mulai berfikir dengan mengamati (Name) yang mulai bersembunyi ke belakang Sanzu karena waspada terhadap Hakkai.
"Ya, aku belum pernah melihatnya." Ulang Hakkai.
"Begitu ya." Balas Sanzu.
"Satu lagi, jika kau ingin tahu lebih jauh mengenai gedung penelitian itu, tanyakan saja pada Sano Manjirou."
Sanzu menatap Hakkai tajam seolah meminta penjelasan lebih jauh.
"Ah tidak, aku hanya asal bicara. Karena dia seorang pemimpin kriminal mungkin saja dia tahu soal kejadian itu." Begitu jawaban akhir dari Hakkai.
Setelah mengucapkan kalimat perpisahan, Sanzu dan (Name) keluar bar.
Tentang maksud ucapan Hakkai tadi memiliki arti bahwa dia sama sekali tidak mengenali (Name) di masa lalu.
Jika berhubungan dengan Mitsuya, harusnya Hakkai bisa tahu. Tapi kenapa pria itu justru merasa asing dengan keberadaan (Name)?
Apa kertas pencarian orang hilang dengan potret (Name) itu hanyalah jebakan palsu?
Dan haruskah Sanzu menunggu sampai ingatan gadis itu kembali?
"Tapi kapan?" Gumamnya emosi.
"Sanzu."
"Hah?"
"Siapa itu... Mitsuya?"
Pertanyaan itu membuat Sanzu kembali berfikir. Haruskah ia menceritakan semuanya tentang Mitsuya?
Siapa tahu jika ia menceritakannya, ingatan (Name) akan pulih.
"Dia seorang pedofil jadi kalau kau bertemu dengannya lari atau panggil aku!" Jawaban Sanzu sungguh diluar apa yang ia pikirkan sendiri.
"Um, wakatta."
Tiba-tiba Sanzu tertawa keras dengan balasan (Name) yang ia anggap sebagai lelucon.
Jika Sanzu ingin egois, ia ingin (Name) tetap melupakan masa lalunya dan menjalani hari biasa bersamanya seperti ini.
"Ini menyenangkan."
***
Perjalanan cuti telah usai. Kini saatnya kembali ke kegiatan rutin seperti biasa namun dengan tempat yang berbeda.
Kota Roppongi, yang dikenal dengan kotanya perumahan kelas atas dan juga kehidupan malam yang liar. Sekarang disinilah markas bonten yang baru.
Karena markas sebelumnya berhasil dijarah polisi akibat kelalaian Haitani Ran yang mengantongi alat pelacak.
"Kenapa baru kembali sekarang rambut pink sialan?!" Sambut Kokonoi.
Pria mata duitan itu tengah pusing dengan anggaran biaya organisasi karena markas sebelumnya dijarah. Penampilannya yang santai membuatnya seperti ibu-ibu kost yang mencatat utang bulanan penghuni. Pasalnya rambutnya yang sebahu dia kuncir asal dan kacamata merah terpasang pada wajah tampannya.
Kalian setuju jika Kokonoi tampan?
Kalau Rindou sih tidak.
Rindou mendecak kesal saat Kokonoi membuat suara berisik dari banyaknya kertas yang ia pegang, Rindou tak sadar tengah mengikat kencang perban yang Ran kenakan.
"Aa akh! Apa masalahmu?" Pekik Ran, wajahnya terlihat sangat marah entah gara-gara luka tembak di kakinya atau masalah lain.
Yang mana saja itu tetap membuat Rindou semakin kesal dan semakin mengikat kencang perbannya. Karena melihat wajah jelek kakaknya saat marah adalah yang terburuk.
Kesampingkan soal anggota Bonten yang lainnya, keberadaan Sang pemimpin malah tidak terlihat.
"Dimana Mikey?" Tanya Sanzu.
"Dia belum kembali, polisi lebih memprioritaskan mengejarnya kemarin." Jawab Takeomi yang percaya pemimpinnya akan kembali dengan selamat.
"Kau masih saja membawa sampah itu Sanzu?" Sindir Kokonoi.
(Name) menoleh polos ke arah Kokonoi seolah sadar ia yang sedang dibicarakan.
"Apa sekarang hobimu mengumpulkan gadis dibawah umur?" Tambahnya.
"Mungkin." Jawab Sanzu yang membuat Kokonoi tertawa keras.
Kokonoi beranjak dari tempatnya dan menarik lengan (Name) agar mendekat.
"Kenapa kau mengikuti pria gila itu?" Tanya Kokonoi.
(Name) masih diam, dari ekspresinya yang datar dapat diartikan ia tidak akan menjawab tanpa ada suruhan.
"Hey kau!"
Sanzu menarik kerah baju (Name) dari belakang, "Kau tak berhak atasnya Koko."
"Hey gadis kecil, apa kau ini anjingnya Sanzu? Kau hanya mem─"
"Iya." Potong (Name).
Semua orang yang mendengarnya kaget, apalagi Kokonoi yang melihat kesungguhan diwajah (Name) ketika menjawab.
"Orang gila memang pantas bersanding dengan orang gila." Gumam Kokonoi.
"Sanzu, ada pekerjaan untukmu." Celetuk Kakucho yang baru bergabung diruang tengah.
"Kau bukan bos."
"Kau ingin kita kekurangan uang?"
"Kau bukan Mikey!"
"Ini kasus yang barusan terjadi, kau tahu Phoenix's Gangster kan? Ketuanya meminta bantuan ke kita untuk mencari pembunuh dari anggotanya."
"Hah? Mereka pikir kita detektif?" Takeomi menanggapi.
"Sebelumnya aku menolak, tapi Sanzu barusan kau berada di bar kan? Barnya Shiba Hakkai."
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Itu tidak penting, karena yang penting kali ini Shiba Hakkai telah dibunuh."
"Apa?"
"Dia dibunuh setelah kau meninggalkan bar."
Bukan hanya Sanzu, tapi semua orang yang mendengarnya ikutan kaget karena orang yang mereka kenal tiba-tiba terbunuh. Sampai-sampai ketua gangsternya menyerahkan kasus ini ke kriminal seperti mereka dengan mempertaruhkan segalanya.
Namun, Kakucho yang lebih terkejut lagi dengan mendengar keadaan mayat Hakkai yang katanya mengenaskan.
"Musuh?" celetuk (Name) ditengah keheningan.
Sanzu yang menyadarinya langsung mengarahkan pistol ke arah lorong gelap. Tangan kirinya mendorong (Name) untuk mundur dibelakangnya.
Suara langkah kaki yang semakin mendekati ruang tengah membuat semua orang semakin waspada.
Sano Manjirou, seorang pria yang baru saja membuat anggotanya sendiri mengarahkan senjata padanya.
Sanzu auto duduk bersujud meminta hukuman pada Mikey.
Namun, Sang pemimpin menghiraukannya dan lebih memilih untuk menatap (Name) yang ada dibelakang Sanzu.
Kedua matanya yang tampak kurang tidur mengundang (Name) untuk menatapnya juga.
"Kill."
(Bunuh.)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top