09. Tentang Mitsuya

"Kau benar-benar ingin mati ditanganku?"

Sanzu mengamati ekspresi Sang gadis yang sama sekali jarang berubah itu, ia sama sekali tidak peduli dengan posisinya yang dipandang ambigu. Hanya jawaban, ia butuh itu.
Meskipun (Name) membalas tatapannya dengan pandangan kosong seperti biasa, Sanzu berusaha menahannya meski ia membencinya.

Rasa sakit ditangan akibat genggaman Sanzu yang semakin lama semakin mengerat tidak merubah ekspresi (Name). Gadis itu menatap Sanzu cukup lama.

"Hum." (Name) mengangguk pelan, "Karena kita sudah berjanji."

Janji yang mengikat mereka, ikatan itu yang mempertemukan mereka.
Sebuah janji sering dianggap sepele sebab tidak ada bukti yang membenarkan perkataan.
Meskipun belum terbukti, mereka sama-sama mengikat janji itu jauh didalam diri mereka.

(Name) mengalihkan pandangan, "Kau boleh─"

Ucapannya terpotong sebab Sanzu yang tiba-tiba ambruk diatas tubuh (Name). Tak terbayang bagaimana tubuh kekarnya itu menghimpit tubuh (Name) yang lebih kecil darinya.

"Sanzu, d-daijoubu?"

Tidak ada respon apapun, (Name) hanya merasakan deru nafas lembut Sanzu. Rupanya pria itu tertidur.

Dengan sekuat tenaga (Name) melepaskan diri dari tubuh sebesar kerbau macam Sanzu. Kemudian, ia mengambil selimut dari kamar dan segera menyelimuti tubuh setengah telanjang Sanzu yang terbaring tengkurap di sofa.
Posisi itu mungkin tidak nyaman, mau bagaimana lagi (Name) sama sekali tidak ada niat untuk menyeretnya ke kamar.

"Oyasumi."

(Name) memilih untuk duduk di lantai dan duduk bersandar di sofa seperti yang dilakukan Sanzu sebelumnya. Menonton serial televisi yang menjadi saksi mereka.

Sungguh, malam yang tidak buruk.

***

"Tolong... bunuh aku!"

Sanzu terbangun, kedua netranya terbuka lebar se akan terbangun dari mimpi yang panjang.
Bunga tidur yang ia lihat terakhir kali adalah pemandangan (Name) yang berdiri penuh luka sambil mengucapkan kalimat pertemuan pertama mereka.

"Mimpi sialan! Tunggu, mimpi?" Sanzu refleks bangkit dan melihat sekitarnya.

"Sejak kapan aku tertidur?" Gumamnya, "Ini buruk."

Sebab ia sama sekali jarang tidur dengan benar di Bonten, jadi ia menganggap tidur adalah kesalahan.

Pikiran kacau Sanzu mendadak berhenti saat melihat (Name) yang duduk meringkuk menenggelamkan kepala dilututnya. Rupanya gadis itu juga tertidur, itu yang dipikirkan Sanzu sekarang.

"Oi bangunlah!"

Kedua mata (Name) terbuka kemudian mengerjai beberapa kali, ia menatap sayu ke arah Sanzu.

"Ayo pergi!" Sebuah ucapan selamat pagi ala Sanzu.

(Name) ikut berdiri sambil menunggu Sanzu yang memakai jas.

"Kemana?" Tanya (Name).

"Jangan banyak bertanya dan ikuti aku!"

(Name) menurut saja dan tetap mengekori Sanzu seperti anak ayam. Ketika mereka keluar rupanya matahari masih belum terbit sepenuhnya, warna jingga samar yang ada di langit menjadi bukti.

Sebelum berjalan lebih jauh, Sanzu mengecek pesan masuk dari rekan kerjanya yang memberitahu lokasi tempat berkumpul yang baru.
Namun, pria itu malah menarik lengan (Name) ke arah sebaliknya dari jalan yang seharusnya.

Kini tibalah mereka disebuah bar kecil, (Name) duduk dikursi pelanggan atas perintah Sanzu. Sedangkan pria itu membuat keributan dan membuat orang di dalam bar pingsan.
Sanzu mendobrak kasar pintu belakang bar yang menghubungkan dengan sebuah ruangan penyimpanan. Pria itu melarang (Name) untuk ikut masuk ke dalam.

Meski dengan penerangan yang kurang, Sanzu dapat menemukan seseorang yang ia cari disana.

"Ketemu kau, Shiba Hakkai!"

Ada seorang pria yang tengah duduk di sofa sambil memegang botol sampanye. Perawakan tinggi dan rambut biru tua yang ditata dengan gaya crew cut, serta desain pusaran cukur disisi kiri kepalanya.

Seseorang yang merupakan mantan rekan Sanzu di masa lalu.

"Bagaimana kau bisa ke tempat ini?"

Nada suara yang terlewat santai dilontarkan oleh Hakkai, seolah ia tak peduli dengan keributan yang dibuat Sanzu di barnya.

"Haha, kau pikir sulit menemukan kriminal kecil sepertimu dengan kemampuan anggota Bonten?" Sombong Sanzu.

Kemudian Sanzu duduk di sofa yang bersebrangan dengan Hakkai.

"Mau apa kau?"

"Kau hanya perlu menjawab pertanyaanku, tentang Mitsuya."

Hakkai tersentak, ia seorang yang notabenenya terdekat dengan Mitsuya Takashi di masa lalu. Pria itu nampak terkejut dengan pernyataan Sanzu yang menyinggung pasal Mitsuya.

"Untuk apa kau menanyakannya?"

"Memangnya aku perlu menjawab pertanyaanmu? Ini sama sekali tidak ada hubungannya denganmu ataupun Si sialan Mitsuya."

Sebab Sanzu hanya perlu jawaban, dari rasa penasaran yang menggangu pikirannya ketika melihat (Name).

"Jangan temui aku lagi apalagi ikut campur urusanku, itu syaratku." Balas Hakkai yang nampaknya percaya dengan Sanzu.

"Ya ya, kau pikir juga aku mau bertemu seorang buangan sepertimu?"

Hakkai meletakkan botol sampanyenya di meja, ia membenarkan posisi duduknya seolah perlu persiapan untuk menjawab pertanyaan Sanzu.

"Dimana Mitsuya?"

"Dia sudah mati."

"Apa?" Kaget Sanzu.

"Dua tahun lalu, insiden kebakaran gedung penelitian di kota Tsukuba. Dia mati dalam insiden itu." Jelas Hakkai.

"Maksudmu gedung penelitian ilegal itu? Hah... apa ini?" Sanzu mulai frustasi.

"Kau tidak tahu kan? Setelah Tokyo Manji bubar, ia melanjutkan belajarnya di luar negeri dan bergabung dengan penelitian besar setelahnya. Aku tak tahu dengan jelas penelitian apa itu, tapi dia mati begitu saja disana."

Dua tahun lalu, Bonten memang belum terbentuk. Tapi Sanzu tahu tentang sebuah kasus gedung penelitian ilegal yang hangus terbakar akibat kelalaian kerja. Tapi apakah itu merupakan kebenaran?

"Bagaimana keluarganya?"

"Kedua adiknya dibunuh seseorang, pembunuhnya..."

Hakkai menatap lurus ke arah Sanzu,
"... adalah aku."

Jawaban yang mengagetkan lagi bagi Sanzu. Tapi pria itu justru tertawa sebagai respon.

"Ini semakin membingungkan, sialan!"

"Aku tidak berdaya dengan ancamannya dan merasa terkhianati oleh Taka-chan, dengan kemarahanku aku membunuh mereka."

"Siapa yang memerintahmu?"

"Pemimpin penelitian, aku tidak tahu identitas aslinya."

"Cih!" Sanzu mendecih pelan dan wajah (Name) tiba-tiba terlintas dipikirannya.

"Kanna, kau mengenal Mitsuya Kanna?"

"Maksudmu? Siapa itu?" Raut wajah Hakkai berubah bingung.

"Hah? Kau tidak tahu apapun tentangnya?!Yang benar saja, bukankah marganya Mitsuya? Harusnya dia ada hubungannya dengan Mitsuya!" Marah Sanzu pada Hakkai.

"Aku baru mendengar namanya saat ini, ada masalah apa?"

Tiba-tiba Sanzu teringat dengan kertas pencarian orang hilang yang menyatakan (Name) itu merupakan seorang saksi pembunuhan, apakah ini pembunuhan yang dimaksud?

Perlahan tapi pasti, Sanzu mulai merancang semua jawaban dari Hakkai untuk mencari kebenaran tentang identitas (Name).

"Kenapa aku melakukannya sejauh ini untuknya?" Batin Sanzu bingung.

Pria itu mengusap rambutnya kasar tanpa peduli dengan ekspresi penasaran Hakkai yang tak kalah darinya.

Sebelum Hakkai sempat bertanya lagi, suara keributan diluar mengejutkan mereka.
Sanzulah yang pertama bertidak untuk melihat keadaan karena ada (Name) yang ia tinggalkan.

Dan benar saja, gadis itu tengah kesusahan melepaskan diri dari genggaman kasar orang asing yang seolah tengah menyiksanya. Sepertinya orang itu merupakan seorang rekan dari pelanggan bar yang dibuat pingsan oleh Sanzu.

Sebuah pemandangan yang membuat Sanzu naik pitam saat pandangannya beralih ke genggaman kasar orang itu.


"You want to die?"
(Kau ingin mati?)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top