08. Penginapan
Sanzu mengamati potret seorang gadis itu lebih lama, memutar otak untuk berpikir, berulang kali membaca setiap coretan demi mendapat jawaban.
Ia sengaja meremas kertas pencarian itu dan membuangnya ke segala arah. Tubuhnya berbalik mendekati (Name) yang masih terpaku di tempat.
Sanzu tanpa permisi mencekik leher (Name) dengan tangan kanannya, membiarkan perasaan anehnya itu menguasainya. Leher kecil yang pas digenggamannya itu nampak mudah dihancurkan, terhambatnya oksigen yang masuk membuat Sanzu gila. Ia tidak peduli.
Sungguh, Sanzu tidak peduli saat bibir (Name) bergetar mencoba meraup oksigen yang ada.
Netra Sang gadis yang beralih menatapnya membuat Sanzu tersentak.
"Haruskah aku membunuhnya?"
Seorang saksi pembunuhan?
Dengan hadiah lebih dari 10 Miliar USD jika menemukannya?
Dan lagi kenapa marganya sama dengan seseorang yang ia kenal dimasa lalu?
Apa mungkin keluarganya?
Mitsuya Kanna?
"Aku benar-benar tidak mengerti!! Siapa kau sebenarnya?!" Teriak Sanzu.
Tangan (Name) meraih lengan Sanzu yang tengah mencekiknya, bibirnya terbuka berusaha mengucapkan sesuatu.
"Ak- aku... (Name)."
Sanzu reflek melepaskan cekikannya, membebaskan (Name) menghirup udara dengan rakus sampai terbatuk.
"Andai saja dia tidak hilang ingatan, ini pasti akan lebih mudah." Batinnya frustasi.
Dering ponsel memecah suasana, nama Kokonoi tertera dalam panggilan. Sanzu mendecak kesal saat mengangkatnya, soalnya mendapat telepon saat ia sedang curi adalah hal paling menyebalkan.
"Oi rambut pink jangan kembali ke markas!" Suara Kokonoi terdengar sedikit panik(?) ketika telepon baru diangkat.
"Maksudmu?"
"Markas kita dikepung polisi, si bodoh Rindou itu sampai tertembak."
"BAGAIMANA MIKEY?!"
"Oi tenanglah, Mikey sudah kabur duluan bersama wanita Si anggota baru itu."
Sanzu bernafas lega mendengar bosnya aman, "Lihat saja saat aku kembali akan ku bunuh Si Rindou itu."
"Ya pokoknya aku sudah memberitahumu, terserah apa yang kau lakukan." Balas Kokonoi sebelum menutup teleponnya.
"Cih, bagaimana bisa ketahuan? Ya meskipun ini bukan pertama kalinya. Ceroboh sekali."
"Ada apa?" Tanya (Name).
"Kita tidak akan kembali ke markas hari ini. Ayo pergi!"
Bibir (Name) menyusut ke bawah, "Kemana?"
Jujur, gadis itu merasa sedih dan takut ketika mendengar ia tidak akan berpulang. Terlebih, jika pria dihadapannya ini membuangnya dan meninggalkannya ia pasti akan─
"Kenapa kau diam saja disana?"
Ah, wajah Sanzu yang menatap kesal ketika ia tertinggal dibelakang lalu pria itu kembali menghampirinya, memegang lengannya, serta menariknya paksa untuk segera mengikuti langkahnya, perlakuan pria itu membuat (Name) bahagia.
"Arigatou, Sanzu."
***
Tak dirasa hari menjelang petang, Sanzu dan (Name) berjalan menjauh dari kota dengan menyusuri gang-gang kecil. Dengan ini polisi pasti tidak akan melacaknya, sebab dari awal Sanzu sudah pergi jauh dari markasnya.
(Name) lelah, ia merasakan kakinya yang lemas terseret paksa oleh Sanzu. Begitu (Name) tersandung dan jatuh tersungkur, Sanzu baru menyadari bahwa mereka sudah berjalan cukup jauh.
Dengan sisa tenaga yang (Name) miliki, ia berhasil bertahan ketika Sanzu menariknya ke penginapan terdekat yang letaknya disamping bar.
"Hanya tersisa satu kamar."
"Ck!" Decakan dari Sanzu sudah dapat diartikan jika dia sedang kesal setelah pemilik penginapan mengatakan tersisa satu kamar, tentu saja sebab hari ini adalah akhir pekan.
Pria itu terpaksa kembali menarik paksa (Name) ke kamar yang ditunjukkan pemilik, yah dia biasa saja sebab sering tidur satu ruangan dengan Kokonoi di Bonten.
Sebut saja keberuntungan karena si pemilik penginapan tidak menyadari penyewanya yang barusan adalah seorang buronan.
Pintu terkunci, Sanzu kembali menatap tak suka pada (Name).
"Mandilah! Aku tak tahan dengan baumu." Perintah Sanzu sambil melepaskan jasnya dan merebahkan diri di sofa.
Sudah cukup lama ia memejamkan mata memikirkan hal yang cukup gila. Rasanya, ia ingin membunuh salah satu penyewa demi mendapatkan satu kamar lagi secara gratis.
"Yah apa boleh buat, mari kita kita buat dengan cepat dengan sembunyi-sembunyi." Sanzu tersenyum miring.
Sang pria kembali berdiri dan berniat berjalan keluar kamar. Namun, langkahnya terpotong sebab (Name) yang baru saja keluar kamar mandi.
Gadis kecil itu terlihat segar dengan rambut yang masih basah bahkan menetes ke bajunya.
"Huh? Sanzu mau mandi?"
Mendadak Sanzu mengurungkan niatnya dan masuk ke kamar mandi tanpa menjawab (Name). Sedangkan (Name) sendiri sama sekali tidak terbebani dengan sifat Sanzu yang diluar perkiraannya.
(Name) duduk di sofa yang sebelumnya diduduki oleh Sanzu, menatap kosong televisi didepannya, menatap pantulan bayangannya dilayar hitam televisi.
"Membosankan." Gumamnya lirih.
Pandangan Sang gadis beralih ke arah Sanzu yang keluar kamar mandi dengan penampilan setengah telanjang dan handuk basah yang tersampir dipundaknya. (Name) menatap punggung telanjang Sanzu yang penuh dengan bekas luka sebelum pria itu duduk dilantai dan bersandar di kaki sofa.
Suara televisi menyadarkan (Name), gadis itu masih menatap Sanzu dari belakang, mengamati rambut Sanzu yang sepenuhnya basah, mungkin ia tak berniat mengeringkannya.
Beralih ke Sanzu, pria itu nampak menikmati film barat yang biasa diputar malam hari. Pandangannya fokus dengan deretan subtitle yang ada, sebelum (Name) memecah keheningan diantara mereka.
"Kita akan melakukan apa setelah ini?"
"Tidur."
"Huh?" Bingung (Name), "Kenapa?"
"Haha pertanyaan bodoh macam apa itu?" Sanzu mengerti, tentu saja gadis itu bingung sebab biasanya malam hari mereka akan pergi bekerja, tapi hari ini berbeda sebab ada kendala.
Sanzu sedikit melirik ke belakang mengamati ekspresi (Name) yang datar seperti biasa. Ia beralih bersandar menjepit kaki (Name) dengan punggungnya.
"Keringkan rambutku!" Suruh Sanzu.
(Name) spontan melakukannya, ia mengambil handuk yang tersampir dipundak Sanzu dan segera mengeringkan setiap helai rambut Sang Adam. Sedikit kasar dan basah sampai membuat rok (Name) ikut basah karena cipratan air.
"Kau mengenal Mitsuya?"
Gerakan (Name) tidak berhenti ketika Sanzu bertanya seperti itu.
"Siapa?"
"Kenapa kau bertanya balik?" Geram Sanzu, sepertinya ia harus berhenti berharap (Name) menjawab pertanyaannya karena keadaan yang ada.
"Apa kau menyuruhku untuk mencarinya?"
"Hah? Jangan lakukan apapun!"
"Aku sendiri yang akan mencari tahu." Lanjut Sanzu dalam hati.
Tapi, bagaimana jika benar gadis itu ada hubungannya dengan Mitsuya? Apa yang akan terjadi padanya?
Pembunuhan macam apa yang ia saksikan sampai membuatnya hilang ingatan?
Sebenarnya, apa yang terjadi?
"Kapan aku bisa mengetahuinya?"
"Huh?"
Sanzu diam saja tak menjawab, ia lebih memilih memfokuskan pikirannya dengan adegan film di depannya meskipun bayangan pertanyaan tadi belum sepenuhnya hilang.
"Ck apa-apaan ini, kenapa aku harus peduli? Lagipula, siapapun dia, bagaimana asal-usulnya, dia tetap akan ku bunuh." Monolog Sanzu dalam hati.
Tunggu─
Sanzu refleks memegang lengan (Name) hingga handuknya jatuh ke lantai, pria itu berdiri dan berbalik meng-kabedon (Name) di sofa.
"You really want to die by my hand?"
(Kau benar-benar ingin mati ditanganku?)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top