06. Promise, again.
(Name) menoleh dan membuat ujung pistol Sanzu menempel sempurna di pelipisnya.
Gadis itu membisu seolah membiarkan Sang dominan melakukan apapun padanya.
Disisi lain, Sanzu siap menekan pelatuk pistolnya.
Ah, hal terakhir yang ia lihat dari korbannya kali ini bukan raut wajah ketakutan melainkan raut wajah datar dengan pandangan yang mati.
Sanzu tidak menyukainya, tapi dia juga ingin membunuhnya sebab janjinya terpenuhi.
"Kata-kata terakhir?"
(Name) menggeleng pelan dan itu membuat Sanzu berdecih.
"Cih, membosankan!"
Jari telunjuk Sanzu siap menekan pelatuknya. Namun, pergerakannya tiba-tiba berhenti.
Dan ia membawa tubuh mungil (Name) dalam pelukannya.
"S-sanzu?"
Sanzu memeluk (Name) erat sampai tubuh mungil (Name) sepenuhnya tidak terlihat dari belakang.
"Sanzu...?"
Netra (Name) melebar saat telapak tangannya terdapat darah segar setelah mengusap bagian punggung Sanzu.
"Sanzu... kau─"
"Uhuk! Tch, menggunakan peredam pada pistol ya, omong kosong!"
Sanzu menarik paksa lengan (Name) dan mulai bersembunyi.
"Ternyata mereka punya bala bantuan."
"Sanzu kau terluka."
Sanzu menoleh pada (Name), "Hah?! Luka seperti ini tidak akan membuatku mati."
"Tapi─"
"Sembunyi!"
Sanzu merapatkan tubuhnya pada (Name), otaknya berpikir keras untuk tindakannya selanjutnya.
Berbeda dengan (Name) yang daritadi menatap jas ungu Sanzu yang semakin lama semakin banyak noda merah yang merembes keluar. Tentu saja, sebab peluru masih tersarang pada punggungnya.
"Sanzu..."
Sanzu mengeluarkan katana dari ransel dan lari kencang ke arah gedung.
"Sanzu! Jangan pergi!"
(Name) tidak punya pilihan lain selain menyusul Sanzu masuk ke dalam gedung yang tadinya sumber tembakan.
Gadis itu kesulitan menemukan Sanzu sebab kurang pencahayaan dan juga bangunannya yang banyak tangga dan ruangan kosong.
Kaki (Name) tak sengaja salah memijak tangga yang rapuh, sehingga ia jatuh terguling-guling di tangga.
"Ittai."
Tubuhnya terasa sakit semua. Matanya perlahan terbuka dan betapa terkejutnya (Name) melihat kepala tepat disampingnya, iya kepala manusia.
Gadis itu tertegun dan menatap jijik pada kepala manusia yang tidak dikenalinya.
Netra obsidiannya beralih menatap Sanzu yang duduk bersandar.
"Sanzu!"
(Name) sedikit mengguncang tubuh Sanzu.
"Sanzu, kau tidak boleh mati!"
(Name) mencoba menyingkirkan katana berat dari tangan Sanzu. Rasanya susah sekali sebab berat yang ada.
"Sanzu!"
"Ck, berisik!"
"Sanzu!"
Bulu mata lentik Sanzu sedikit terbuka guna melihat keadaan (Name).
"Sudah kubilang, aku tidak akan mati gara-gara luka sekecil ini." Sanzu berniat berdiri.
"Duduk!"
"Kau berani memerintahku?"
"Sanzu, duduk!"
Entah kenapa Sanzu malah menuruti perintah (Name). Sekarang ia duduk membelakanginya, membiarkan (Name) untuk memeriksa lukanya.
"Akh! Itte! Apa yang kau lakukan?"
"Pelurunya terlalu dalam, aku tidak bisa meraihnya."
"Bukan waktunya untuk ini, pekerjaan kita belum selesai!"
Sanzu memaksa untuk berdiri walaupun punggungnya terasa sakit. Bukan hanya itu, ia bahkan kembali menggendong (Name) dengan satu tangan dipinggang sedangkan tangan kirinya menyeret katana yang berlumuran darah.
"Sanzu!"
"Damare!"
Sampai diluar puing gedung, mereka disambut oleh Kakucho yang selesai mengikat Asep dan Ucup.
"Sanzu!"
Pria bersurai merah muda itu langsung masuk ke dalam mobil yang disetir oleh Kakucho.
"Cepatlah!" Seru (Name), sehingga Kakucho sedikit mencebik kesal.
"Apa yang terjadi?"
"Cepatlah!"
"..."
***
Kakucho kembali membawa pulang rekannya balik ke markas. Dengan dibantu Rindou yang menuntun Sanzu berjalan ke dalam ruang rawat yang terbilang ruang paling bersih di markas Bonten.
Namun, saat (Name) segera menyusul Sanzu, Kakucho menghalangi jalannya.
(Name) sedikit minggir ke kiri dan Kakucho mengikutinya, begitu pula sebaliknya.
"Minggir!"
Tangan mungil (Name) mendorong tubuh kekar Kakucho, tapi justru dirinya sendiri yang oleng ke belakang saat Kakucho sedikit mendorongnya. Bukan hanya itu, Kakucho juga mengarahkan pistolnya ke arah (Name).
"Ceritakan apa yang terjadi!"
"Aku ingin menemuinya!"
"Tidak boleh, sebelum kau menjawab semua pertanyaanku."
(Name) malah mengeluarkan pisaunya tapi Kakucho duluan menembak benda tajam itu hingga berdenting dan terhempas jauh.
"Siapa kau sebenarnya? Apa tujuanmu mendekati anggota Bonten?"
Sang gadis menunduk tak berniat menjawab pertanyaan Si pria nomor 3.
"Hentikan, Kakucho!"
Kakucho menoleh ke belakang kaget dengan siapa yang menahannya barusan.
"Bos?"
Sano Manjirou alias Mikey, Sang bos berjalan menghampiri mereka berdua. Tatapan kosong khasnya tak berhenti memandang lurus gadis yang lebih pendek darinya.
"Bos─"
"Sanzu baik-baik saja." (Name) tertegun dan mendongak pada Mikey.
Tanpa banyak bicara, (Name) langsung berlari masuk ke dalam ruangan Sanzu.
"Bos, kau yakin membiarkannya?" Heran Kakucho, soalnya ia dan para anggota lain tidak mengetahui jati diri (Name) yang sebenarnya.
"Ya, dia tanggung jawab Sanzu saat ini." Balas Mikey apa adanya, "Lagipula, dia sendiri yang memilih."
"Sanzu!"
(Name) mendekati Sanzu yang tergeletak disofa.
Ekspresinya membaik dikala melihat wajah tenang Sanzu.
"Aku sudah mengeluarkan pelurunya. Ck ck aku tahu dia gila, tapi membiarkan darah terus-menerus keluar itu lebih gila."
"Diam Ran! Biarkan aku tidur!" Erang Sanzu. Pria itu sedikit kaget saat netranya terbuka dan mendapati (Name) disampingnya.
"Oh, kau disini."
"Enaknya dikhawatirkan seorang wanita~" Sindir Ran dan ia pun berakhir terkena lemparan katana. Beruntung tidak sampai tembus.
"Dia bukan wanita!"
"Hah?! Oi Sanzu penglihatanmu terganggu? Lihat wajah imutnya! Rok pendeknya! Dan lagi tubuh mungilnya, jika bukan wanita dia itu apa?" Tunjuk Ran ke (Name).
Sanzu perlahan duduk dengan susah payah dan menatap raut kebingungan Sang hawa.
"Dia milikku! Dia peliharaanku!"
Ran semakin kena mental.
"(Name) menggonggonglah untukku! Cepat!"
"Huh?"
"Menggonggong!"
(Name) mengerjap bingung dengan perintah Sanzu. Lalu, kedua tangannya ia angkat disamping pipi untuk memberi pose seperti seekor anjing.
"Woof woof!"
Hening sebentar, lalu...
"Kh-hahahaha! Lihat itu Ran!" Sanzu tertawa terbahak-bahak.
"Jauhkan aku dari orang-orang gila ya Tuhan!" Batin Ran berdoa.
Tangan kekar Sanzu mengacak pelan surai hitam (Name) hingga berantakan.
"Kau! Kau ingin aku membunuhmu kan?"
"Ya."
"Kalau begitu berjanjilah padaku, jangan sampai terbunuh oleh orang lain! Akulah yang akan membunuhmu!"
"Ya!"
"Untuk sekarang dan nanti, kau adalah milikku (Name)! Ingat hal itu!"
Sanzu mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking (Name).
Mereka kembali membuat janji sebagai ganti ucapan terimakasih sebab sudah saling melindungi hari ini.
But, are they able to fulfill it?
(Tapi, mampukah mereka
memenuhinya?)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top