05. Awal misi
Kembali tengah malam.
Sanzu kini bersiap untuk bekerja, ia siap dengan amunisi yang cukup dan sebilah katana yang ia masukkan dalam tas ransel besar.
"Argh berat!"
Sanzu melempar tas ranselnya ke belakang sampai (Name) kena imbasnya. Gadis itu pun jatuh tertimpa ransel keras berisi katana.
Meski tampilan katana nampak gepeng, namun katana itu terbilang cukup berat.
"Ittai."
"Kau?!"
"Sanzu, mau kemana?"
"Bukan urusanmu!"
Meskipun begitu, (Name) kembali mengikuti Sanzu berjalan di belakang layaknya anak ayam.
"Aku ikut denganmu!" Seru (Name) terkesan memaksa.
"Hei bocah, pekerjaanku tidak seindah angan-anganmu." Sanzu menyentil dahi (Name), "Jangan menggangguku!"
Namun (Name) tidak tinggal diam begitu saja. Ia menahan Sanzu yang kembali jalan dengan menarik celananya hingga tak sengaja merosot.
"Oi!"
"Astaga Sanzu, bagus, lanjutkan!" Tegur Ran yang barusan menyemburkan wine.
Sanzu malah bersikap biasa saja, tidak merasa malu ataupun marah. Ia malah berbalik dan menatap (Name).
"Apa maumu?"
"Ikut."
"Pekerjaanku berbahaya."
"Tapi, hanya ini caranya agar aku bisa berguna untukmu."
"Oh, janji itu." Pandangan Sanzu beralih pada Kokonoi yang sedang menyisir rambut mullet Rindou.
"Bahaya juga jika kau sendirian disini. Bisa-bisanya kau kembali dijual atau dicabuli orang-orang ngenes disini." Gumamnya.
"Kecuali Mikey." Tambahnya.
Sanzu mengeluarkan sebilah pisau lipat dan menyodorkannya pada (Name).
"Mari kita lihat, seberapa bergunanya dirimu padaku."
(Name) menerima benda tajam itu dan menatap Sanzu sedikit berbinar.
"Oh satu lagi, bawa ini!" Sanzu meletakkan tas ransel tadi ke pundak (Name).
Gadis itu hampir saja jatuh lagi sebab beratnya.
"Ayo!"
"Oi Sanzu, kau yakin mau membawanya?"
"Hm." Jawab Sanzu malas, sebab daritadi ingin berangkat selalu tertunda.
Akashi, Sang penasehat Bonten yang berusia kepala 3 itu kembali menyesap menikmati rokoknya. Dia lah Sang perokok aktif.
"Dia bisa saja terbunuh lo jika kau sedikit mengalihkan perhatian." Asap rokok Akashi keluarkan, "Dua orang yang akan kau tangkap merupakan anggota mafia. Kau yakin dengan keputusanmu?"
"Tidak akan kubiarkan siapapun menyentuhnya!"
Anggota lain disana yang mendengar Sanzu menjadi kaget atas jawabannya.
"Hoo Sanzu, sejak kapan kau jadi pelindung wanita?" Tanggap Ran.
"Kau sedikit normal hari ini, Sanzu." Sahut Rindou.
"Ada yang salah dengan otakmu?" Curiga Mochi.
"H-hahahaha apa yang kalian bicarakan?" Sanzu tertawa geli, "Hanya aku yang boleh menyakitinya!"
"Oh, aku lupa kalau kewarasanmu menghilang." Final Akashi.
***
Jalanan kota Shinjuku, tidak kalah ramainya dengan Shibuya. Namun, bukan jalan seperti ini yang dilewati oleh Sanzu dan (Name).
Jalan yang lebih sepi, dekat pemukiman pabrik.
Sanzu jalan duluan di depan, sedangkan (Name) jauh tertinggal di belakang dengan beban katana dipundaknya.
Langkah pendeknya tidak bisa menyamai Sanzu.
"Oi cepatlah sedikit!" Teriak Sanzu dari kejauhan.
(Name) membenarkan letak ranselnya dan menambah kecepatan jalannya. Sanzu dibuat semakin geram hingga pria itu terpaksa berbalik ke belakang menghampirinya.
Sanzu mengambil tas ranselnya dan menggendong (Name) dengan satu tangan di pinggang.
"Kau terlalu lambat."
Pria itu kembali melanjutkan perjalanannya dengan santai. Sampai di sebuah persimpangan gang buntu, Sanzu menurunkan (Name).
"Tunggu disini!"
"Kenapa?"
"Shuusshhh! Aku bisa menuntaskan ini sendiri." Ujar Sanzu percaya diri, "Lebih baik jaga dirimu sendiri agar tidak terbunuh oleh mereka."
Setelah mengucapkan itu, Sanzu masuk ke dalam gang buntu dengan seringaian yang tercetak jelas diwajahnya.
"Kena kau, Ucup."
Sanzu menembakkan satu peluru pada seseorang yang terlihat tengah bersembunyi di balik tong minyak.
Dorr!!
Dan zonk, ternyata itu hanya jebakan.
"Tch!"
Sanzu mendongak, dan kejadian berlangsung terlalu cepat. Dari atas, seseorang menjatuhkan diri dan menendang Sanzu hingga oleng ke belakang.
"Haha, datang juga kau mangsaku."
Sanzu kembali menembakkan amunisinya dan berhasil dihindari oleh salah satu eksekutif mafia tadi.
Ketahuilah, Sanzu lebih unggul jika menggunakan senjata. Makanya, si Ucup lebih mempermainkannya dengan adu tinju dan tendangan saat Sanzu mengarahkan pistolnya. Hebat juga.
Pistol Sanzu tertendang hingga terlepas dari pemiliknya, alhasil dirinya bergerak cepat ke belakang dan mencekik leher Ucup.
"Sayang sekali, aku tidak boleh membunuhmu." Sanzu dengan asal menyuntik leher musuh dengan obat bius.
"Akh!" Nggak ngotak memang, sebab Sanzu menancapkan jarumnya dengan kasar.
"Kurang satu ya..."
Dorr!!
Sanzu menatap tajam robekan kecil lengan jasnya gara-gara diserempet peluru.
"Mafia tidak akan kalah dengan Bonten!" Teriak Asep keluar dari kegelapan. Sudah pakaiannya hitam, kulitnya hitam lagi, makanya Sanzu kurang jelas melihatnya. Soalnya, yang terlihat hanya sederet gigi putih si Asep.
"Kau terlalu banyak bicara." Balas Sanzu, "Kenapa kau tidak langsung membunuhku?"
Tangan Asep justru semakin bergetar dan Sanzu menyadari sesuatu.
"Oh begitu, alasanmu meleset sebab kau bukan kidal."
Si Asep tersentak, tebakan Sanzu benar soalnya sebab tangan kanannya sedang patah. Dipatahkan oleh Mochi bulan lalu.
"Diam kau sampah! Kau lemah jika tanpa senjata."
Perkataannya membuat Sanzu cepat-cepat mengambil pistolnya kembali, tapi Asep justru menembak pistolnya hingga terpental jauh.
Ia berniat akan menembakkan beberapa peluru ke arah Sanzu.
"Katakan selamat tingg─ugh?!"
Sungguh diluar akal, Asep justru memuntahkan darah dan perlahan jatuh ke depan sehingga menampakkan siluet orang yang barusan menusuknya dari belakang.
"Sanzu, daijoubu?"
Disamping merasa senang dengan keberadaan (Name), Sanzu justru lebih marah.
"Oi jangan membunuhnya!" Pria itu memeriksa keadaan Asep sedangkan (Name) menatap pisaunya yang berlumuran darah. Tatapan kosongnya semakin kosong lagi se akan menyiratkan sesuatu terhadap tindakannya sebelumnya.
"Yah setidaknya hanya sekali tusuk, tidak bisa membunuhnya." Sanzu beralih menatap (Name), "Oi apa-apaan kau, kenapa ekspresimu semakin menjijikkan?"
"Huh? Hanya saja aku merasa nyaman saat memegangnya." (Name) sedikit menghunuskan pisaunya ke Sanzu hingga pria itu sedikit kaget.
"Kau membunuhku juga?"
"Tidak! Sanzu yang seharusnya membunuhku."
"Humm..."
Sanzu bangkit untuk menghubungi Akashi memberitahunya jika misinya sudah selesai.
"Boleh juga kau (Name)." Puji Sanzu.
"Apa aku sudah berguna untukmu?"
"Ya, jika kau tidak ada mungkin kepalaku sudah berlubang karenanya." Sanzu menyeringai, "Ku beri kau nilai 60 dari 100."
"Yokatta."
Sanzu mendatarkan ekspresinya dan menatap gadis yang bosan hidup itu dengan intens sebelum ia mengambil keputusan.
Akhirnya, ia pun kembali mengambil pistolnya yang tersisa satu peluru di dalamnya.
"Jadi..."
"Are you ready to die now?"
(Kau siap mati sekarang?)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top