Prologue

Seberkas cahaya mulai terpancar dari ufuk timur dimana cahaya tersebut membelah langit biru kehitaman. Keheningan malam mulai berganti dengan kesunyian pagi yang masih cukup gelap. Jam alarm yang berada tidak jauh dari ranjangku, mulai berdering ketika waktu sudah menunjukan jam 4 pagi. Suara dering yang begitu lembut mulai mengisi keheningan kamarku dan perlahan-lahan membangunkanku. Aku langsung meraih tombol pada jam tersebut untuk mematikannya dan berusaha untuk bangun dari tidurku.

"Nnnn.." gumamku ringan sambil mengangkat badanku dari posisi tidurku.

Setelah berhasil terbangun dari tidurku, aku langsung beranjak dari ranjang menuju jendela kamar yang masih tertutupi oleh tirai. Perlahan tapi pasti aku membuka tirai tersebut sedikit demi sedikit sambil menahan rasa kantuk yang masih menyerang diriku. Cahaya matahari yang masih redup mulai menerangi kegelapan kamarku seiring lebarnya tirai yang terbuka. Aku bergegas menggeser kaca jendela dan berjalan menuju balkon tak lama setelah tirai terbuka cukup lebar. Udara dingin nan sejuk langsung menerpa tubuhku dan mengembalikan kesadaranku sepenuh dari kondisi setengah tertidur.

"Pagi ini udaranya cukup dingin, walaupun begitu udara cukup nyaman untuk jalan-jalan pagi."

Seketika itu juga, aku beranjak dari balkon menuju lemari pakaianku untuk mengambil mantel demi menghangatkan tubuhku yang mulai kedinginan. Aku bergegas memakainya tak lama setelah mengambilnya dari lemari. Sebelum meninggalkan kamarku, aku langsung menutup kembali jendela dan merapikan selimut yang ada diranjangku. Dengan segera, aku pergi meninggalkan kamarku tak lama setelah selesai melakukannya.

Beberapa menit kemudian, aku sudah berada di lobi asrama tepatnya di bagian pintu masuk asrama. Rambutku yang masih cukup berantakan langsung aku rapikan sedikit sebelum keluar dari asrama. Di saat yang bersamaan, seseorang datang menghampiriku dari belakang ketika aku sedang menguncir rambutku.

"Aku tidak menyangka kamu akan bangun sepagi ini, Elis" ucapnya halus, "Apakah kamu akan pergi untuk jalan-jalan pagi?"

"Iya, kak Yukina. Bagaimanapun aku ingin menyesuaikan diriku dengan lingkungan akademi ini."

"Benar juga, hari ini adalah hari pertamamu di akademi ini. Aku hampir lupa dengan hal itu" sahutnya sambil tertawa kecil.

"Kak Yukina, bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Tentu saja, apa ingin kamu tanyakan?"

"Apakah kak Yukina akan pergi menemui kak Kurumi?"

"Kurang lebihnya seperti itu, ada beberapa berkas yang harus aku tangani bersamanya"

"Begitu ya, tampaknya berat."

"Tidak juga, kami berdua sudah terbiasa dengan hal seperti itu" balas kak Yukina dengan santai, "Oh ya, Elis. Bisakah kamu membantuku untuk sesuatu hal?"

"Mmm, boleh saja."

"Berikan memori ini kepada kakakmu. Didalamnya berisi data yang cukup penting untuk dia lihat," pintanya sambil memberikan sebuah kartu memori kepadaku.

"Baiklah, akan aku berikan ini ketika menemuinya," jawabku sambil menyimpannya kedalam saku, "Kalau begitu, aku pergi dulu."

"Jaga dirimu baik-baik, Elis."

Dengan segera, aku pergi meninggalkan asrama untuk memulai aktivitasku di pagi hari. Perlahan tapi pasti aku berjalan menyusuri jalan setapak sambil menikmati suasana akademi yang masih sepi. Dikarenakan letak akademi ini yang berdekatan dengan laut, maka tidak heran bagi semua orang jika mendengar deburan ombak dan gemericik air laut. Setelah sekitar 1 jam berlalu, aku mendengar suara gemuruh mesin pesawat yang semakin lama semakin terdengar jelas. Aku bergegas pergi ke suatu tempat dimana pesawat itu mengarah. Tak terasa 20 menit terlewatkan dan aku sudah berada di tempat tujuan pesawat tersebut yaitu sebuah lapangan udara.

Dari balik pagar pembatas, terlihat beberapa orang sedang berdiri di depan sebuah hangar yang berada di seberang landasan dan masih tertutup rapat. Mereka tampaknya sedang menanti pesawat tadi untuk sampai di lokasi mereka. Tanpa aku sadari, seseorang menyadari keberadaanku yang saat ini berdiri dibalik pagar. Dia langsung memanggil namaku seketika itu juga.

"Elis, apa yang sedang kamu lakukan di luar sana?"

"Ahh.. kak Yuka, aku cuma ingin melihat-lihat saja," balasku sambil melihat kearahnya, "Apakah kali ini giliran kak Yuka yang mengibarkannya?"

"Iya, ini giliranku. Apakah kamu mau membantuku?"

"Tentu."

Dalam sekejap, aku bergegas menghampiri kak Yuka yang berada di dalam. Dikarenakan area dibalik pagar pembatas merupakan area semi-militer, maka aku harus menunjukkan tanda pengenalku kepada penjaga yang bertugas agar diperbolehkan masuk ke dalam. Setelah mendapat ijin, aku langsung berjalan menuju sebuah lapangan kecil dimana kak Yuka sedang berdiri.

"Maaf membuatmu menunggu, kak Yuka. Apa yang harus aku lakukan?"

"Ikatkan kedua tali kecil itu ke tali yang ada di tiang, lalu pegang tali yang ada di sisi lain tiang. Tunggu isyarat dariku sebelum menariknya."

Mendengar hal itu, aku langsung melakukannya sesuai perintah kak Yuka tadi. Ketika tali kecil sudah terikat, aku segera meraih tali besar yang ada di sisi lain tiang lalu menengok ke arah kak Yuka. Angukan kecil dari menjadi isyarat bagiku untuk menarik tali tersebut hingga bendera terkibar.

Tak lama kemudian, bendera tersebut terkibar penuh di ujung tiang. Kak Yuka bergegas membantuku untuk mengikatkan tali di tiang agar bendera tidak jatuh dari posisinya. Kami kemudian mundur beberapa langkah sambil memandang ke arah puncak tiang. Bendera berlambang bintang yang bersinar dan bercincin diagonal dengan 6 bintang kecil yang mengelilinginya, berkibar tinggi di puncak tiang.

"Bagaimana perasaanmu saat membantuku mengibarkan bendera kebanggaan Nanahoshi Program tadi, Elis?" tanya kak Yuka kepadaku.

"Kurang lebihnya aku senang dan sedikit bangga."

"Jadi begitu ya," ucapnya senang sambil tertawa kecil.

"Oh ya, apakah kak Yuka tahu dimana kakakku?" tanyaku seketika itu juga, "Aku diminta oleh kak Yukina untuk memberikan memori ini ke kakakku," lanjutku sambil menunjukkan kartu memori yang aku bawa.

"Hmm.., seharusnya dia sudah kembali dari tugas patrolinya beberapa menit yang lalu," balas kak Yuka sedikit kebingungan, "Bagaimana kalau kita coba cek bersama? Mungkin saja dia sudah kembali."

Aku langsung setuju dengan usulan tersebut dikarenakan kak Yuka yang masih belum begitu yakin mengenai keberadaan kakakku. Kami pun pergi menuju area hangar yang berada di seberang landasan. Walaupun waktu masih cukup pagi, kondisi area hangar tampak sibuk dengan beberapa orang yang tengah menjalankan rutinitas mereka. Sebagian dari mereka sibuk merawat pesawat yang merupakan jet tempur yang sudah terparkir di luar hangar. Kedatangan kami disambut oleh seseorang yang tidak asing bagi kami berdua.

"Yuka, Elis, apakah kalian berdua mencarinya?"sambut kak Aoi ketika melihat kedatangan kami.

"Iya kak, Elis diminta oleh Yukina untuk memberikan kartu memori ini kepadanya," balasnya dalam sekejap.

"Dia ada di dalam hangar bersama Azusa, tampaknya mereka sedang membahas sesuatu," ungkapnya sambil menunjuk ke arah hangar di belakangnya.

Kami bergegas pergi menuju ke hangar yang dimaksudkan untuk menemui orang yang kami cari. Pintu hangar tersebut tampak sedikit terbuka sehingga isi didalamnya terlihat dari luar. Kami masuk ke dalam tak lama setelah kami sampai. Di dalam hangar terdapat sebuah jet tempur yang masih berupa rangka dan kedua mesin jet tempur tersebut masih mengantung di power crane yang berada di langit-langit. Tidak jauh dari rangka tersebut, terdapat 2 orang yang tengah sibuk membicarakan sesuatu. Salah satu diantaranya membawa sebuah katana (pedang samurai) dengan ukiran naga dan singa pada bagian wadahnya. Seiring kami mendekat ke arah mereka, pembicaraan tersebut mulai terdengar jelas.

"Bukankah seharusnya persediaan tersebut sampai ke lokasi tujuan dalam 2 hari lagi?"

"Seharusnya seperti itu, tetapi ada sedikit kendala dalam proses pengangkutan sehingga persediaan tersebut kemungkinan besar akan terlambat sampai ke lokasi."

"Hah, aku benar-benar tidak mengira akan terjadi kendala. Ini diluar dugaanku, kak Azusa," ungkapnya sambil mengusap kepalanya berulang kali.

"Aku tahu ini berat bagimu untuk mendengarnya, akan tetapi mereka sedang berusaha untuk memastikan persediaan tersebut sampai di lokasi dengan aman."

"Setidaknya, mendengar mereka masih berusaha untuk memastikan persediaan terkirim dengan aman, membuatku sedikit merasa lega."

Seketika itu juga, mereka langsung melihat ke arah kami setelah menyadari kedatangan kami. Mereka berdua tidak lain adalah kak Azusa dan kakakku, Atara. Mereka masih mengenakan pakaian pilot berwarna hijau gelap dengan beberapa buah badge terpasang pada pakaian tersebut.

"Apakah kami datang di saat yang tidak tepat?" tanya kak Yuka sambil mengangkat telapak tangan kanannya.

"Tidak juga, kalian datang di saat yang tepat. Kami berdua baru saja selesai membahas suatu masalah," jawab kak Azusa.

"Elis, apakah ada sesuatu yang harus disampaikan kepadaku?" ucap kakakku tak lama kemudian.

"Kak Yukina memintaku untuk memberikan kartu memori ini kepada kakak," balasku sambil menunjukan kartu memori yang dimaksudkan.

"Begitu ya, terima kasih sudah membawakannya kepadaku," balasnya sambil mengambil kartu memori dari tanganku.

Kemudian kakakku meraih sebuah tablet yang berada tidak jauh darinya untuk membaca kartu memori tadi. Data dari kartu memori tadi langsung ditampilkan di layar tablet setelah dimasukan kedalam slot yang ada. Karena penasaran dengan data tersebut, aku langsung melontarkan sebuah pertanyaan.

"Kak, apa isi data tersebut?"

"Hm, kurang lebihnya laporan mengenai sesuatu hal dan rancangannya."

"Heh, apa mungkin itu data yang dibicarakan waktu itu?"

"Bisa jadi seperti itulah," balasnya sambil memberikan tablet tersebut ke kak Azusa.

Seketika itu juga, suasana mulai menjadi sedikit menegangkan sesaat kakakku mulai memegang bagian wadah katana miliknya. Aku langsung mengetahui apa yang akan terjadi karena aku sudah melihatnya berulang kali. Seseorang langsung muncul dari langit-langit hangar dan mengayunkan pedangnya setelah mendarat di tanah. Ayunan pedang tersebut berhasil dihindari dari belakang.

"Hah?"

"Ein, gerakanmu masih terlalu mudah untuk diprediksi."

Orang tersebut adalah Ein Kagaya yang bisa dijuluki sebagai Einhander (Jerman: tangan satu) karena dia selalu menggunakan pedangnya hanya dengan satu tangan. Terlebih lagi, pedang yang ia gunakan adalah katana yang bagian ujungnya telah dimodifikasi mirip pedang Eropa. Katana tersebut biasa disebut sebagai Kissaki-Moroha atau Kogarasu Maru (Jepang: gagak kecil).

"Eits" teriaknya sambil mengayunkan pedangnya secara terus-menerus.

Walaupun begitu, semua serangan berhasil dihindari dan belum ada sedikit pun tanda-tanda serangan balasan dari kakakku. Terlebih lagi, luas wilayah pertarungan masih sama sejak dari awal. Bagi orang biasa hal tersebut terkadang dianggap tidak normal karena umumnya akan ada perubahan luas seiring dengan lamanya pertarungan. Tetapi bagi yang telah memahami bela diri akan menganggapnya hal yang normal karena harus memanfaatkan wilayah yang ada sebaik-baiknya. Terlebih lagi, di dalam hangar ini terdapat banyak orang serta benda-benda yang cukup rawan dan bahaya.

"Elis, Yuka, sebaiknya kita tinggalkan mereka berdua. Pertarungan mereka akan berlangsung cukup lama," ajak kak Azusa yang datang menghampiri kami, "Bagaimana menurutmu, Yuka?"

"Aku sependapat denganmu, kak Azusa," balasnya singkat, "Terlebih lagi, hari sudah mulai terang dan hampir waktunya untuk sarapan."

Kami bertiga pun langsung pergi menuju gedung kafetaria yang berada di area akademi dan berdekatan dengan gedung akademi. Kondisi kafetaria masih tampak masih sepi dan sudah ada beberapa orang yang datang ketika kami sampai disana. Kami pun segera menuju mesin tiket makanan untuk memesan makanan lalu mengantri untuk mengambil makanan yang kami pesan. Kemudian, kak Azusa mengarah aku dan kak Yuka menuju meja yang berada dekat dengan jendela kaca. Kami langsung duduk disana dan segera menikmati sarapan kami.

"Ittadakimasu. (Selamat makan)," ucapku pelan sambil menepuk kedua tanganku.

Menu sarapan yang aku pesan adalah omurice/omelette rice. Sementara itu, kak Yuka dan kak Azusa memesan menu sarapan standar orang Jepang yaitu ikan panggang dan sup miso. Kami segera menyantap menu sarapan kami tanpa tergesa-gesa. Sesekali aku dan kak Yuka membicarakan sesuatu hal di sela-sela menikmati sarapan kali ini.

"Aku dengar dari Yukina kalau hari ini adalah hari pertamamu di akademi ini, Elis."

"Iya, kak Yuka. Hari ini, aku akan menjalani upacara penerimaan di Gymnasium nantinya. Aku tidak menduga akan menjadi salah satu murid di akademi ini."

"Kamu memang sangat beruntung bisa diterima sebagai murid di Akademi Kazeyuki ini. Hanya beberapa orang yang bisa diterima di akademi ini."

Aku hanya bisa mengangguk pelan ketika mendengar ucapan kak Yuka tersebut. Akademi Kazeyuki terkenal cukup ketat dalam menyeleksi orang yang akan diterima menjadi murid di akademi ini. Aku merasa sangat beruntung bisa diterima menjadi murid di Akademi Kazeyuki ini. Terlebih lagi, kakakku, kak Yuka, dan kak Aoi juga merupakan murid di akademi ini. Setelah beberapa menit berlalu, kami selesai menyantap menu sarapan kali ini dan kak Aoi datang menghampiri kami. Tak lama kemudian. Kak Aoi langsung duduk di kursi yang berseberangan denganku.

"Aoi, apakah mereka berdua sudah selesai bertarung ?" tanya kak Azusa.

"Iya, mereka sudah selesai. Kamu pasti sudah tahu siapa yang menang, bukan ?"

"Tentu saja, aku tahu pemenangnya."

"Elis, apakah kamu tidak keberatan jika kita berbicara sebentar saja?"

"Tentu saja tidak, kak Aoi," balasku sambil sedikit menggelengkan kepala, "Apakah ada sesuatu yang ingin kak Aoi bicarakan?"

"Ada sedikit hal yang ingin aku bicarakan. Saat ini, Nanahoshi Program sedang mencari anggota baru untuk diajak bergabung dan aku sempat terpikir untuk mengajakmu bergabung," ucap kak Aoi sambil mengambil sesuatu dari sakunya lalu meletakannya keatas meja. "Apakah kamu ingin untuk bergabung dengan Nanahoshi Program, Elis?" lanjutnya sambil menyodorkan benda tadi yang merupakan USB Stick.

"Tapi, kak Aoi. Bukankah Nanahoshi Program dibentuk dengan tujuan untuk membantu pihak militer ?"

"Memang benar yang kamu katakan, Elis. Akan tetapi, Nanahoshi Program lebih diperuntukan untuk riset dan pengembangan teknologi sekaligus pelatihan talenta muda."

"Begitu ya, aku mulai sedikit mengerti," balasku sambil mengambil USB Stick dari atas meja.

"Pikirkan baik-baik keputusanmu, Elis. Tidak perlu terburu-buru," saran kak Azusa kepadaku, "Aku dan Aoi akan selalu menunggu jawaban darimu."

"Baik, kak Azusa. Akan aku pikirkan jawabannya sebaik mungkin."

"Aku senang mendengarnya. Tapi sebelum itu, bukankah kamu ada upacara penerimaan hari ini ?"

Mendengar pertanyaan tersebut, aku segera melirik kearah jam digital yang berada di salah satu sisi kafetaria untuk memastikan waktu saat ini. Pada jam tersebut sudah menunjukan jam 07.30 dan aku mulai menunjukkan sedikit kepanikan di wajahku.

"Ya ampun, aku hampir lupa. Upacara penerimaan akan dimulai jam 08.00. Waktuku tinggal 30 menit lagi," ucapku sedikit panik, "Aku tidak ingin terlambat di hari pertamaku ini."

"Elis, biarkan aku mengantarkanmu ke asrama untuk bersiap-siap."

Aku langsung membalas ajakan kak Azusa dengan anggukan kecil. Kami berdua segera pergi meninggalkan kafetaria untuk menuju ke asrama yang berjarak sekitar 15 menit. Demi mempersingkat waktu, kami mempercepat langkah kaki layaknya setengah berlari.

Sesampainya di asrama, aku langsung menuju kamarku untuk mengganti pakaianku. Sementara itu, kak Azusa memilih untuk menungguku di lobi hingga aku selesai mempersiapkan diri. Setelah selesai mengenakan seragam akademi, aku tak lupa merapikan rambutku lalu mengucirnya menjadi dua bagian yang sama. Sesaat semua persiapan sudah selesai, aku bergegas menemui kembali kak Azusa yang tengah menungguku di lobi.

"Kak Azusa, maaf menunggu lama."

"Apakah persiapanmu sudah selesai ?" tanya kak Azusa untuk memastikan.

"Iya, persiapanku sudah selesai."

"Baik kalo begitu, kita langsung berangkat ke Gymnasium."

Aku dan kak Azusa segera meninggalkan lobi asrama untuk berangkat menuju lokasi upacara penerimaan. Dalam hatiku, aku merasa sangat senang bisa menjadi murid di akademi ini dimana aku akan memulai lembar kehidupan baruku selama menempuh studi disini.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top