3. Meets Andara
"Gue mau, mulai besok semua atribut yang nempel di badan lo itu jangan dipake lagi ke sekolah," ucap Andra datar penuh penekanan, membuat Dara sedikit tersentak.
"Hah?" Dara memberi respon bingung pada cowok bermata biru yang berdiri di hadapannya saat ini.
"Peraturan di sekolah ini; satu, kaos kaki harus putih. Bukan belang-belang. Dua, kemeja dimasukin ke dalem rok/celana. Tiga, baju dan rok/celana gak boleh ngepas badan. Empat, wajib pake gesper setiap hari. Lima, wajib pake dasi setiap hari Senin sampe Rabu. Enam, seluruh siswa/siswi wajib dateng 15 menit sebelum bel masuk berbunyi." tutur Andra menyebutkan peraturan dasar SMA Garuda dengan fasih.
Selama Andra mengoceh tentang peraturan-peraturan itu, Dara hanya diam dengan santai menatap mata Andra yang juga sedang menatapnya tajam.
"Lo siapa ngatur-ngatur gue?" Mata Dara menyorot Andra dari ujung rambut sampai ujung kaki, sambil tersenyum meremehkan.
Andra tertawa renyah setelah mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut gadis di depannya. Cowok itu sedikit membungkukkan badannya. Menyejajarkan wajahnya tepat di hadapan wajah Dara. Tangan kanannya mencengkram pundak Dara sambil berbisik, "Gue gak akan kasih tau siapa gue ke orang yang gak penting sejenis lo," jawab Andra yang kemudian menegakkan tubuhnya kembali.
"Gini, ya, gue gak peduli tentang lo, dan lo gak perlu capek-capek kasih tau gue semua peraturan itu. Karena gue gak akan pernah ngikutin semua peraturan yang ada! Gue gak mau idup gue bakal jadi kaku, kayak lo!" tegas Dara tanpa peduli bagaimanapun reaksi Andra.
Lalu gadis itu berjalan melewati Andra menuju kelasnya.
"Ndra!" Tiba-tiba seseorang memekik namanya seraya menepuk pundaknya.
"Hm?"
"Lo dicariin tuh sama Thalia. Katanya nanti istirahat ditunggu di kantin," ucap cowok berkulit sawo matang itu sambil memutar-mutar bola basket di tangannya.
Aditya Permana Putra. Teman terdekat Andra di antara tim basket lainnya. Perawakannya tinggi, tapi tidak terlalu putih. Maklum, Adit adalah basket addict. Matahari udah jadi sahabat keduanya setelah Andra. Kemana-mana pasti bawa basket, dengan alasan "lumayan buat kalo iseng, bisa gue dribbling".
"Masuk!" ajak Andra sambil menggiring Adit yang masih saja memainkan basketnya.
***
"Super banget nih sekolah murid-muridnya. Itu yang tiga udah annoying, nambah lagi satu lebih parah." gerutu Dara sambil melempar tasnya ke atas meja.
Kebiasaan Dara, mengoceh sendiri tanpa memikirkan orang-orang di sekitar yang memandanginya aneh. Termasuk perempuan berambut jamur dan lelaki berbadan atletis.
"Hai," Cewek itu tak luput dengan senyuman di wajah bulatnya.
"Eh? Hai." Dara menyahut spontan. Karena dia terlalu asik bicara sendiri sejak tadi.
"Gue Lita Anggraini, lo?" Perempuan itu menjulurkan tangannya.
"Gue Dara," jawab Dara menjabat tangan Lita. "Hm, elo?" Dara menunjuk lelaki berbadan kekar yang duduk tepat di belakangnya.
"Oh, eike? Abdul Leonard," katanya. Menyodorkan tangan kanannya.
"Ebuset!" Dara terkejut bukan main ketika mendengar gaya bicara kemayu milik Leo. Hal itu sangatlah bertolak belakang dengan wajahnya yang cukup tampan dan badannya yang tinggi, tegap, juga kekar.
"Gue Dara." Gadis itu menjabat tangan Leo kasar.
"Aw! Tenaga lo gak jauh beda sama kuli, deh." Kontan Leo segera melepaskan tangannya sambil dikibas-kibaskan karena merasa kesakitan.
"Eh, sori, Dul. Gak sengaja maaf." Dara sebisa mungkin menahan bahak tawanya melihat lelaki itu.
"Idih eh idih, wait what? Dul?"
"Abdul kan nama lo?"
"Just call me Leo, okay?"
"Iya, Dul. Eh, maksud gue Leo."
"No problem." Leo menggerakkan telunjuknya ke kiri dan ke kanan dengan lemah gemulai. Sesaat kemudian berkata lagi, "Kali ini gue maafin."
Ternyata perkenalan singkat dengan Lita dan Leo hanya mampu menghilangkan bad mood Dara sementara waktu. Hingga beberapa menit kemudian, mood jeleknya kembali lagi. Dara menghadapkan tubuhnya ke depan. "Huft." Dia menghembuskan napas seraya menelungkupkan wajahnya ke dalam lipatan tangannya.
"Selamat pagi semuanya," Bapak tua pendek berkumis itu menyapa hangat seraya memasuki ruang kelas. "Selamat datang di SMA Garuda." sambung bapak itu lagi.
"Selamat pagi, pak." balas semua murid serempak. Kecuali Dara. Gadis itu masih kehilangan mood-nya.
"Hari ini, saya tidak ingin memberi materi apapun. Jadi, kita akan perkenalan dulu." katanya sambil duduk di kursinya. Tapi tiga detik kemudian bapak itu berdiri lagi. "Di sini ada yang udah kenal saya?" tanyanya menerka-nerka.
"Mana gue tau, ketemu aja baru sekarang." celetuk Dara sambil memainkan pulpennya, sedangkan tangan kirinya menopang dagunya.
"Hush! Untung itu bapak gak denger omongan lo, Ra." desis Lita
"Nama saya Teno Noto Negoro. Panggil saja Pak Teno. Di sini saya mengajar Sejarah Indonesia. Saya salah satu guru tertua di SMA ini. Saya mengajar sejak tahun 1975. Dulu, SMA Garuda belum semegah ini. Cuma dua lantai. Toiletnya hanya satu dan berada di lantai bawah. Dulu, guru-gurunya juga tidak sebanyak sekarang. Seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit, kepala sekolah dibantu dengan 5 dewan guru akhirnya bisa membesarkan Nama SMA Garuda. Bersyukurlah kalian, bersekolah di jaman saat ini." pak Teno bercerita sambil berjalan bolak-balik di depan kelas.
Di tengah keheningan kelas karena dongeng dari pak Teno, tiba-tiba terdengar riuh suara para gadis sambil mengintip di jendela.
"Kalian tenang, ya. Bapak mau ke ruang guru sebentar. Santai aja, jangan terlalu tegang. Baru juga hari pertama sekolah." pesan Pak Teno sebelum akhirnya dia berjalan ke luar.
Entah apa yang tertinggal, pak Teno keluar kelas setelah membaca pesan pada ponselnya.
"Kak Andra!"
"Ih, sumpah ganteng banget!"
"Cool-nya gak ada yang bisa nandingin!"
"Aaaaakkk, kak Andra! Ya Tuhan, Leo gue gak bisa napas!" teriak Lita sambil mengguncang-guncangkan bahu Leo.
"Iya, Ta. Bisa diabetes, nih, gue yang ada kalo keseringan liat dia!" seru Leo tidak kalah heboh dari Lita dan perempuan-perempuan yang lain.
"Ada apaan, sih? Disuruh tenang juga." ketus Dara aneh melihat kelakuan dua teman barunya.
"Itu, ada kak Andra, Ra!" Lita mengalihkan pandangannya pada Dara.
"Iya, Ra! Lo harus liat! Gue aja yang cowok naksir sama dia, apa lagi lo yang cewek!" Meski kemayu, tetaplah Leo memiliki tenaga laki-laki. Dia menarik tangan Dara secara paksa untuk melihat Andra yang tengah bermain basket di lapangan melalui kaca jendela.
"Mana, sih? Yang mana orangnya?" tanya Dara mengedarkan pandangannya ke kumpulan cowok yang sedang olah raga di lapangan.
"Itu, yang lagi dribble." Leo mengarahkan telunjuknya sambil tersenyum-senyum kasmaran membuat Dara bergidik ngeri. "Gak ngerti lagi, deh, kenapa dia bisa seganteng itu!"
"Apalagi dia lepas kacamatanya, tuh. Duh keringetan lagi. Oh gosh! I can't handle it!" timpal Lita.
Dara mendelik. "Seriusan lo yang itu?!" Gadis itu kaget bukan main ketika yang ditunjuk Leo adalah seorang cowok kacamata yang tadi pagi meneror dia dengan segala macam peraturan sekolah yang disebutkan.
"Iya. Kenapa? Ganteng, kan? Eh, lo jangan sampe naksir. Rencananya si Lita mau nembak dia." Kata-kata Leo yang makin membuat Andara menganga.
Sontak Dara menoleh ke Lita. "Beneran, Ta?" tanyanya memastikan.
Lita mengangguk semangat.
Cowok sialan itu? Punya banyak fans? Kok bisa? Apa bagusnya dia? Gue rasa cewek-cewek di sini matanya pada katarak.
"Sebenernya, dia alesan utama gue sama Leo masuk sekolah ini. Gue suka sama kak Andra dari SMP."
"Hah? Dari SMP? Kenal dari mana lo sama dia?" Dara bertanya seraya mencondongkan badannya ke Lita.
"Kami kan follow akun fanbase-nya." jawab Lita sambil menunjuk dirinya dan juga Leo.
"Fanbase?" Andara makin bingung.
Leo mengangguk. "Iya, lo gak tau?"
Dara menggeleng.
Lita mengambil ponselnya. Membuka aplikasi instagram. Lalu mengetik "AndraGFC" pada kolom search.
"Nih, lo stalk aja. Di situ dia ganteng parah! Kalo gue, sih, udah pernah stalk sampe postingan pertama." jawab Lita antusias sambil menyodorkan ponselnya pada Dara.
Allahuakbar! Dunia belum mau kiamat, kan?
___________________________________________________________
To be continue...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top