8 Kuntum
Hari pesta. Beberapa bangsawan dari tempat cukup jauh mulai berdatangan pada siang hari.
Mengherankan, mengapa di musim seperti ini masih banyak saja yang mendatangi pesta pedesaan. Apakah ingar bingar London tidak membuat mereka tertarik? Atau memang acara ini hanya selingan sebelum mendatangi pesta-pesta besar di kota.
Tidak peduli mana yang benar, tetapi Gekko tahu jika paman dan bibinya memang cukup terpandang di kalangan ton. Meskipun keduanya jarang ke kota, tetapi undangan-undangan perjamuan atau pesta besar tidak pernah absen datang ke country house di Meopham.
"Arthur! Kau memang ahli mencari tempat untuk pesta. Kastil yang menakjubkan."
Baron Edward Winthrop, memberi pelukan hangat untuk Arthur Gray selepas turun dari kereta kuda. Menyusul istrinya yang sedang mengandung, dan dua gadis kecil lainnya dengan pakaian manis berenda.
"Katakan pujianmu pada keponakanku, Edward. Kau pasti sering mendengar beritanya di koran musim semi. Perkenalkan, Gekko Hakai."
Baron Winthrop, dengan mata berbinar dan senyum merekah menyalami Gekko yang berdiri di samping kiri Arthur Gray. Senyumnya lebar mengembang, memperlihatkan satu gigi emas yang berkilauan tertimpa sinar matahari redup.
"Miss Hakai. Kediaman besarmu ini sangat mengagumkan."
Gekko tersenyum kecil, menampilkan wajah bahagia sebagai sopan santun kepada bangsawan. "Ini hanya rumah lama yang ditata ulang, Milord. Semoga Anda betah di sini."
Baron Winthrop mengangguk senang. Kemudian ia memperkenalkan istrinya yang lembut dan bersuara halus. Tipe istri penurut. Cocok untuk Winthrop yang tidak begitu rupawan tetapi baik hati dan periang. Lalu beralih kepada kedua putrinya yang masih kecil-kecil, seorang gadis angkuh berusia tiga belas tahun, dan satunya sepuluh tahun, pantaran Sophia.
Dalam hati Gekko berharap bahwa gadis itu bisa menjadi teman baik Sophia, sehingga sepupu perempuannya itu lupa untuk mengganggunya.
Sampai sore kegiatan Gekko hanya menemani Arthur dan Elaine di depan pintu masuk kastil, menyambut tamu-tamu yang datang. Hingga pada pukul lima sore, Gekko kembali ke ruang kerjanya. Berurusan dengan dokumen yang harus diselesaikan.
Ketika sebuah dokumen akan ditandatangani, Gekko bisa mencium aroma buah-buahan dan teh panas. Ia mengalihkan pandang ke pintu masuk, dan ada kepala Silca menyembul dari sana.
"Kau lelah?" tanya si omega seraya melangkahkan kaki mendekat ke meja kerja. Pada kedua tangan sudah tersedia teh panas dan kudapan manis. Ia letakkan nampan itu ke atas meja, ke sisi yang kosong tanpa ada dokumen atau peralatan apa pun.
"Tidak juga," jawab Gekko tenang. Mata dialihkan kembali pada dokumen yang harus ditandatangani, lalu membubuhkan stempel di beberapa bagian. "Tapi kau boleh memijat pundakku," lanjutnya.
Silca tersenyum lembut, langkahnya ringan sewaktu menuju belakang kursi Gekko, memijat pelan bahu kecil yang sekokoh karang Dover.
"Kau ini ... pekerja keras, ya?" celetuk Silca, seraya mengintip isi dokumen yang dikerjakan Gekko. Sayangnya, ia sama sekali tidak mengerti. Ia baru belajar membaca beberapa hari lalu, dan tulisan di kertas-kertas itu hanya mampu dipahaminya secuil.
Melihat Gekko yang tidak mau membalas komentar, Silca mencoba sesuatu lagi. Sebuah percakapan yang bisa dijawab Gekko meskipun hanya dengan satu kata. "Kau sudah menyiapkan gaun?"
"Belum."
Silca mengangguk kecil. "Kukira para wanita selalu sibuk dengan gaun untuk pesta. Kenapa kau tidak begitu? Kalau nanti kau terlihat paling buruk, bagaimana?"
"Aku tidak pandai memilih gaun."
"Itu dia!" Tangan Silca mencengkeram erat bahu Gekko, mungkin dia tidak sadar jika sedang memijat seorang majikan. "Kalau tidak pandai, mengapa tidak menyiapkan gaun dari sekarang?"
"Pekerjaanku lebih penting."
Bibir Silca mencebik-cebik. "Kau ini memang aneh, Gekko."
"Hn."
Hening lagi, Silca bingung lagi. Mencari-cari topik pembicaraan dengan Gekko memang menyulitkan. Namun, bukan berarti dia akan canggung. Berada di dekat Gekko sangat menyenangkan, terutama dengan aroma-aroma yang menguar dari tubuh sang alpha. Silca menyukainya.
Hanya pada Gekko, Silca tidak menemukan aroma bergairah yang menyebalkan. Sepertinya cuma Gekko, alpha yang bisa dipercaya untuk berada sangat dekat tanpa merasa terlecehkan. Aromanya setenang sungai di musim gugur, tapi wangi. Sangat wangi dan menagih.
Silca mendekatkan hidungnya ke puncak kepala Gekko, mengendus-endus pelan.
"Silca?"
"Aduh!" Hidung Silca mematuk ujung kepala Gekko tanpa sengaja. Wajahnya lantas memerah seperti ceri masak. Malu sudah terpergok menghidui Gekko sembarangan.
Namun, Gekko tidak tampak terganggu, mata masih fokus pada pekerjaan yang menumpuk.
"A-ada apa?" tanya Silca kemudian.
"Hari ini, jangan berkeliaran sembarangan. Bekerja di dapur belakang saja, dan kembali ke kamar jika sudah selesai."
"Kenapa?"
"Banyak tamu alpha yang berdatangan."
Silca mengangguk. Dalam hati menyadari betapa lemahnya dia di hadapan seorang alpha. Seperti kemarin, ketika bertemu dengan salah satu sepupu Gekko di depan perpustakaan. Silca sudah merasa terintimidasi, dan sedikit terlecehkan dengan aroma membara yang dikeluarkan pria bernama Harry itu. Meskipun sudah sering menjelajah hutan, tetapi tubuh omega memang dirancang tunduk pada aroma dominan seorang alpha. Dan, itu sangat melelahkan, sedikit memuakkan.
"Kau ini ... sangat baik, ya."
Ups, ucapan itu keluar begitu saja dari bibir Silca.
Gekko mendongak, hanya untuk mendapati wajah bagai tomat masak milik pelayannya.
"Ma-maksudku para pelayanmu yang bilang begitu."
Gekko masih memandangi omega salah tingkah di hadapannya.
"Kalau tidak ada yang kau perlukan lagi, aku mau pergi. Permisi." Dengan gugup dan kaki bergetar, omega itu lari tanpa membawa nampannya kembali. Pintu bahkan ditutup dengan keras dari luar.
Gekko terdiam di tempatnya, memandangi pintu malang yang sudah dibanting tanpa belas kasih. "Kau juga pelayanku," gumamnya kecil.
.
oOo
.
Ketika malam tiba, ballroom segera penuh sesak. Undangan yang dikirim memang tidak lebih dari 50, tetapi setiap keluarga membawa begitu banyak rombongan. Meskipun anak-anak di bawah tujuh belas tahun dilarang ikut pesta, tetap saja jumlah orang dewasa yang hadir melebihi ekspektasi.
Gekko sempat mendengar, sebagian debutante ingin memulai pengenalan pertama mereka di tempat yang tidak begitu tersorot. Mungkin pesta kali ini dijadikan bahan uji coba sebelum terjun ke pesta-pesta di kota. Sebagian yang lain-dengan sangat jelas Gekko mendengarnya-datang karena ingin melihat Gagak Hever yang namanya selalu masuk koran gosip tiap season akan dimulai. Tamu yang seperti itu, sebenarnya sangat merepotkan.
Bisa Gekko rasakan tatapan-tatapan itu menyorot padanya.
Memang bukan sepenuhnya salah mereka, karena kali ini pun Gekko menampakkan diri dengan persona khasnya. Rambutnya yang hitam itu hanya dijepit pinggirannya, tidak sama sekali digelung dengan sopan. Gaunnya hitam, dengan permata jelaga maupun renda segelap arang. Wajahnya muram tanpa senyum berarti. Mirip seperti malaikat pencabut nyawa, atau burung gagak di puncak pemakaman.
Penampilannya itu, seratus delapan puluh derajat berbanding terbalik dari seorang tamu yang tidak kalah menjadi sorotan.
Tamu tersebut adalah seorang omega, dengan jenis kelamin pertama laki-laki. Namanya Julius Turner, baru 21 tahun, dan merupakan seorang bangsawan bergelar Marquess of Dumfriesshire. Ayahnya sendiri adalah bangsawan terhormat dengan gelar Duke of Queensberry, penguasa tebing-tebing putih Dover yang menjulang menantang lautan.
Julius ini, seperti perwujudan malaikat dari surga. Lihatlah bagaimana senyum lembutnya disuguhkan, bibir yang tipis berwarna peach akan tertarik membentuk lengkung menawan. Kulit putihnya itu, berkilau ketika tertimpa cahaya lilin, sedangkan mata besar beriris hijau kebiruan bercahaya dengan kepandaian. Pakaiannya putih bersih dari ujung kepala sampai ujung kaki. Terlalu cocok untuknya sampai menyilau mata.
Semua orang pun yakin, seandainya Julius ini bukan omega, dia tetap akan menjadi primadona.
Bagian paling menegangkan adalah ketika Julius Turner diperkenalkan kepada Gekko Hakai. Melihat keduanya berdiri berhadapan, dengan tangan saling menjabat, sebentuk pikiran pun terlintas di benak semua orang.
Lukisan malaikat dan iblis di dalam kanvas, kini menjadi nyata.
Terlebih dengan kombinasi aroma yang dimiliki keduanya. Wangi kembang setaman dan gula-gula, bertabrakan dengan buah apel dan embun pagi. Luar biasa beraneka rasa.
Untung saja, kejadian tersebut tidak lama. Sebab Julius disibukkan dengan kartu dansanya yang cepat sekali penuh. Sedangkan Gekko sibuk dengan rekan-rekan kerja yang secara tersirat ingin membicarakan perkembangan bisnis. Mereka pun berpisah di jalur yang berbeda.
Gekko sedang duduk seraya menyesap wine ketika seorang pria bersurai coklat gelap datang mendekat, ikut duduk di sebelahnya lalu mengambil gelas berisi vodka.
"Senang melihatmu ada di pesta kembali, Gekko."
"Aku juga, Vincent."
Pria beta bernama Vincent itu terkekeh, menyesap sedikit vodka, lalu mengusap puncak kepala Gekko lembut. "Sudah dua tahun kau tidak muncul di pesta-pesta. Sebenarnya itu membuatku kesepian."
"Hn."
"Hei, aku serius!"
"Bualanmu memang selalu terdengar serius."
Vincent mencebik. Tidak mudah memang meluluhkan hati seorang perempuan alpha yang kadung sebeku es kutub. Meskipun itu pada sepupunya sendiri.
"Kau tidak ingin berdansa denganku?" bujuk Vincent lagi.
"Tidak."
Kali ini Vincent ingin menyiramkan vodka-nya ke atas kepala Gekko. Gemas rasanya.
"Ayolah ... hanya polka."
"Tidak. Aku berdansa hanya dengan Paman Arthur."
Vincent pun tidak ragu lagi menggetok kepala sepupu pemurungnya itu. Suara getokannya cukup keras, sampai beberapa orang memandangi mereka dengan curiga.
"Kau memang payah."
"Daripada kau berbicara dengan orang payah ini, pergilah ke sudut yang lain. Ada banyak gadis yang bisa kau ajak berdansa. Menganggurkan gadis-gadis cantik sama sekali bukan dirimu."
Lagi-lagi Vincent mencebik. "Kau memang tidak peka. Satu-satunya gadis yang ingin kuajak berdansa adalah dirimu."
"Hn."
Tidak mendapat respon yang diinginkan, Vincent meneguk tandas vodka di gelasnya. Setelahnya, ia beranjak pergi, berjalan ke arah para wallflower yang butuh perhatian lebih..
TBC
Diperbarui tanggal 19 Nopember 2018
Mumpung ada stok chapter, kupublis aja ini sekalian.
Diedit pada 24 Februari 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top