23 Kuntum
BLOSSOMING
.
Satu minggu bukanlah waktu yang lama untuk sebuah pendekatan. Walau sudah saling mengenal jauh-jauh hari, butuh lebih banyak pikiran ketika akan mengungkap perasaan. Juli sudah berusaha, tapi entah mengapa rasanya kemajuan hubungannya dengan Gekko sangat tidak seberapa.
Hampir setiap hari Juli menemui Gekko, kadang juga menyuruh seseorang mengirim kudapan ke ruang kerja Gekko untuk membuat pujaan hatinya bersemangat dan merasa terhibur.
Gekko juga bukan seseorang yang dengan kejam menolak, tapi juga bukan seseorang yang mau memberi afeksi berlebih.
Kemajuan yang Juli alami hanyalah gosip yang beredar tentangnya dan Gekko menjadi lebih massif. Bahkan koran-koran juga berani menyebut nama mereka sebagai bahan berita. Orang-orang yang bertemu dengannya pun jadi lebih sering menanyakan tentang hubungan percintaan semu tersebut.
Meskipun begitu, setidaknya alpha-alpha tidak tahu diri yang biasanya mencoba mendekatinya, jadi lebih banyak berkurang. Entah mereka takut pada Gekko, atau mereka menghormati Gekko. Juli pikir, tidak mungkin mereka berhenti jika itu hanya tentang dirinya seorang.
"Ini adalah hari terakhir, kau yakin melakukannya? Jika kau ditolak, rasanya pasti menyakitkan." Itu adalah Alex, yang berkomentar khawatir ketika menemani Juli memilih cincin di atas meja.
Benar, memang sekarang adalah hari terakhir pesta di kediaman Francis Russell. Hari ini juga pertunangan Lady Alice Russell akan diumumkan. Artinya, Gekko Hakai juga pasti akan datang ke pesta, wanita itu sendiri yang pernah bilang pada Juli seminggu lalu.
"Jika tidak memberanikan diri, aku mungkin akan menyesalinya seumur hidup, Alex," ucap Juli kemudian, menanggapi komentar Alex yang sempat ia abaikan. "Aku dulu seorang beta, sudah sangat lama menjadi beta. Setiap kali aku menyukai seorang wanita, aku lah yang datang lebih dulu. Sekarang, walau menjadi omega, apa salahnya dengan menyatakan perasaan lebih dulu? Bukankah sama saja?"
Alex yang duduk seperti pemalas, hanya mengembus napas sepanjang jalur rel kereta. Panjaaang sekali sampai telinga Juli terasa berat mendengarnya.
"Kenapa kau bernapas berat begitu? Kau tidak mau mendukungku?" tanya Juli sedikit naik pitam. Entah mengapa, akhir-akhir ini Alex selalu menolak ide-idenya untuk mendekati Gekko Hakai yang fenomenal.
"Kuperingatkan padamu, Juli. Miss Gekko itu sudah punya omega. Kau pasti sudah tahu, 'kan?" tanya Alex malas.
Juli terdiam beberapa saat, memikirkan ucapan Alex dengan cermat. "Aku tahu. Tapi bukankah Elaine Gray, selalu mengupayakan Miss Hakai untuk bertemu omega dengan status memadai? Bukankah masih ada kesempatan untukku?" tanya Juli seperti orang ngotot. "Omega yang ada di Hever, dia adalah pelayan, bukan? Apa menurutmu hal seperti itu bisa dilakukan? Menikah dengan pelayan?"
Alex mengedikkan bahu. "Miss Gekko bukan bangsawan. Apa salahnya menikahi pelayan?"
"Ck." Juli benar-benar tidak bisa menahan rasa kesalnya. "Lalu, apa yang salah denganku? Apa yang salah jika aku berusaha lebih? Apa karena aku seorang omega, sehingga aku tidak berhak menentukan siapa alpha yang kuinginkan?"
Mendengar itu, Alex pun terdiam. "Maafkan aku," ucapnya cepat.
Juli tidak berkata apa-apa, hanya kembali memilah perhiasan dan mengabaikan Alex yang seolah memiliki ganjalan sendiri.
Sementara itu, Alex juga hanya terus memperhatikan kakaknya. Ia memperhatikan dengan saksama, kadang raut wajahnya berubah murung dan menderita. Ia tahu bahwa hidup Juli menjadi lebih buruk semenjak jenis kelamin ke dua muncul. Semenjak Juli menjadi omega, segalanya menjadi sulit dan rumit.
Harta dan tahta keluarga tiba-tiba diserahkan pada Alex. Walau Juli masih diberi kepercayaan, tapi Alex yakin ayahnya tidak akan membiarkan Juli berperan lebih jauh sebagai penerus keluarga.
Sekarang, masalah percintaan pun juga sama rumitnya. Kakaknya sering merasa jijik pada diri sendiri, sering mencurahkan kegelisahannya yang seperti terlecehkan setiap bertemu alpha baru.
Mungkin karena itulah Juli jadi begitu terobsesi memiliki Gekko. Sebab, hanya Gekko yang dapat memberi rasa aman dan ketenangan. Hanya Gekko yang selalu waras dan memperlakukan Juli dengan sopan.
Walau jika menikahi Gekko, mungkin Juli pun bisa saja kehilangan gelar. Namun, hal itu bukan masalah selama hidup Juli menjadi lebih tenang.
Sampai sekarang, Alex pun masih belum mendapat cara untuk membahagiakan kakaknya dengan mudah.
'Sebaiknya jangan dengan Gekko. Jangan dengan Gekko' batin Alex berulang-ulang. Sayang sekali, ia tidak bisa menyuarakan doanya itu dengan lebih lantang.
.
.
.
Pesta hari terakhir di rumah besar Francis John Russell dilakukan dengan mewah. Sajian disuguhkan lebih banyak daripada kemarin, kandelir lebih mengilat dan wangi, lalu gaun yang dipakai Alice Russell adalah keluaran paling baru dari desainer ternama.
Malam itu, Alice Russell dan tunangannya, Elijah Hammer, seorang bangsawan dengan status Marquess of Bute, mengumumkan hubungan mereka. Keduanya menjadi bintang utama yang menerima banyak ucapan selamat.
Lalu, seperti yang sudah diketahui, Gekko Hakai hadir pada acara penting tersebut. Ia menjadi salah satu undangan paling ditunggu dan menarik perhatian. Hampir-hampir kedatangannya mengalihkan fokus orang-orang. Untung saja ada Julius Turner di sana, perhatian pun segera teralihkan.
Sayangnya, kehidupan Gekko memang tidak jauh-jauh dari hal merepotkan. Walau sudah berusaha menepi supaya tidak terlihat, Julius Turner yang secerah mentari itu tetap menemukannya.
Di bawah tangga sebelah kiri ruangan, Gekko tengah menikmati segelas sampanye, tapi tiba-tiba saja Julius Turner sudah ada di sampingnya sambil tersenyum ramah.
"Anda tidak berdansa?" tanya Julius ketika menjejeri Gekko yang asik berdiri seperti patung sesembahan.
"Saya sudah melakukannya bersama His Grace Russell." jawab Gekko pelan, tidak perlu menjelaskan lebih rinci pada Juli yang sudah pasti mengerti. "Saya lihat, gelang di tangan Lord Turner sudah begitu penuh. Apa tidak masalah untuk berada di belakang tangga seperti ini?"
Juli tersenyum kecil, dengan berani ini berdiri di hadapan Gekko lalu bertanya, "Saya merasa ingin mencari udara untuk bernapas, maukah Miss Hakai menemani saya ke balkon?"
Gekko menatap Juli beberapa detik, lalu kemudian mengangguk sopan.
Senyum di bibir Juli pun segera tersemat lebar. Ia segera melangkahkan kaki lebih dulu, memberi kode supaya Gekko mengikutinya.
Menunggu Juli melangkah sedikit jauh, Gekko pun meletakkan gelas sampanye ke sembarang meja. Ia mengikuti punggung Juli yang berada sejauh lima puluh meter darinya, cara yang sering dilakukan seseorang untuk melakukan pertemuan diam-diam.
Yah, walaupun Gekko tidak bermaksud menyendiri dengan Juli, tapi bukankah kurang ajar jika ia menghancurkan rencana Juli hanya karena rasa tidak nyaman?
.
.
.
Balkon ke dua dari sayap kiri adalah yang paling jarang dipakai untuk menyendiri, karena walau berada di ujung, sinar kandelir menyorot cukup terang di sana. Orang-orang pun berpikir bahwa tidak akan aman jika pertemuan yang intim dilakukan di tempat seperti itu.
Padahal, yang tersorot lampu hanya sebagian, sementara sebagian yang lain sangat gelap sampai tidak terlihat. Apalagi, ada ranting-ranting pohon wisteria yang merambat di sana, sehingga dari dalam maupun luar akan sulit kelihatan.
Juli pun ke balkon itu, berjalan pelan dan halus untuk menghilang di bagian yang gelap. Dua menit kemudian, setelah keberadaannya seolah lenyap, Gekko pun datang dan menghilang bersamanya di sudut balkon yang tidak banyak diperhatikan.
"Malam ini Anda terlihat sangat terang-terangan, My Lord," ucap Gekko mengawali perbincangan yang tampak akan serius.
Di sisi lain, Juli hanya mengulum senyum lembut. Padahal, feromonnya bertebaran seperti tepung di dekat pembuat roti, sangat pekat dan ada di mana-mana, mengalahkan aroma wisteria yang sedang asik mekar.
Gekko yang awalnya tidak tertarik, sampai harus mengeluarkan semprotan dari dalam saku roknya. Walau tidak sopan, tapi ia menyemprot pergelangan tangannya sendiri, cukup untuk membuatnya waras beberapa menit.
"Anda benar-benar terlalu terang-terangan," ucap Gekko lagi.
"Saya pikir, jika tidak begini, Anda tidak akan tertarik pada saya," ucap Juli. Ia semakin mendekati Gekko, satu tangannya terulur untuk mengambil kelopak kecil wisteria yang tertempel di rambut Gekko. "Setidaknya, saya ingin berusaha."
"Anda sudah berusaha, bukan?"
Juli terkekeh kecil, ujung jarinya memainkan kelopak wisteria yang tadi diambilnya dari rambut Gekko. Ketika kelopak mungil itu tertiup angin, irisnya yang sebening batu emerald menatap Gekko dengan lebih lembut.
"Saya ingin berusaha lebih keras," ujar Juli kemudian. Ia pun merogoh saku jasnya, mengeluarkan kotak kecil dengan lapisan beludru merah yang mencolok. Saat ia membuka kotak itu, sebuah cincin dengan berlian bening terlihat di sana. "Dengan kerendahan hati, maukah Anda menerima perasaan saya?"
Ah, ia dilamar dan ia terjebak terlalu jauh. Gekko hanya mampu terdiam saat itu, menatap mata Juli yang penuh harapan dan rasa putus asa. Gekko benar-benar tidak suka situasi seperti ini. Ia benci menyakiti perasaan orang yang sangat tulus padanya, tapi sejak awal Juli memang tidak ada di hatinya. Sejak awal tidak pernah ada siapa-siapa selain Silca, sejak sangat-sangat lama perasaannya tidak berubah.
Pada akhirnya, setelah memantapkan hati, Gekko pun menekuk kakinya. Ia berlutut lalu bersujud di kaki Juli seperti orang yang menyembah dewa.
"Saya minta maaf, My Lord. Seharusnya sejak awal saya memberi batasan yang lebih tegas. Bahkan jika saya harus dicambuk sekarang, saya tidak dapat menerima perasaan tulus Anda."
Juli bergeming seperti patung. Tidak menyangka jika Gekko sampai seperti ini hanya untuk menolaknya. Seandainya Gekko menolak dengan lebih kasar dan kejam, Juli tidak akan merasa sangat sakit.
Gekko terlalu baik padanya, terlalu mengerti dirinya. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan seorang alpha seperti ini?
"Begitu, ya. Saya sudah tahu jawabannya dari awal, tapi saya memang tidak ingin menerima kenyataan," gumam Juli lirih.
"Tolong tinggalkan saya sendiri. Dan maaf sudah membuat Anda kerepotan," ucap Juli pada akhirnya. Kotak cincinnya ia genggam dengan keras. Ia pun berbalik menghadap entah ke mana, menunggu Gekko segera pergi darinya.
Tahu jika sudah menyakiti perasaan Juli, Gekko pun lekas pergi begitu saja tanpa sepatah kata. Jika ada kesempatan di masa depan, ia ingin meminta maaf dengan lebih baik. Bahkan seandainya dia bisa memberi penghiburan, Gekko akan senang melakukannya.
"Selamat malam, My Lord," ucap Gekko sebelum menutup pintu balkon, sengaja membiarkan Juli tidak terdeteksi orang lain.
.
Usai pintu balkon ditutup, Juli terduduk tanpa daya. Bahkan walau ingin menangis, ia tidak bisa mengeluarkan air mata. Kedua tangannya mengepal erat, menahan rasa sesak yang mengerat di dadanya.
"Aku sudah tahu ... aku sudah tahu akan begini."
"Tapi kenapa rasa sakitnya masih mengejutkan."
Kesempatannya untuk mendapatkan seseorang yang baik dan pengertian sudah lenyap tersapu angin. Kesempatannya untuk menikahi seseorang yang dicintai, lenyap dalam beberapa detik.
Jika bukan dengan Gekko, lalu dengan siapa lagi? Harus dengan siapa lagi?
Pada akhirnya, Juli tidak dapat menyelesaikan pesta malam itu dengan baik. Ia pergi dari balkon setelah menyemprot sedikit parfum untuk menyamarkan aroma feromonnya.
Saat ia sedang mencari adiknya untuk diajak pulang bersama, pintu utama ballroom terbuka. Dari pintu itu ada seorang laki-laki yang sangat memesona. Seorang pria tinggi dengan rambut perak tergerai halus, senyumnya merekah angkuh tapi enak dipandang mata.
Namun, di samping orang itu seseorang mengalihkan perhatian Juli. Di samping orang berambut perak itu, ada omega dengan rambut hitam dan pakaian rapi yang sederhana.
Omega itu bukan bangsawan juga tidak punya nama belakang, tapi satu-satunya orang yang dapat merebut sesuatu darinya. Omega itu Juli tahu namanya, Silca.
.
TBC_
23-09-2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top